Mulyadi Bahri
Pendahuluan
Pola pikir tetangga yang berbeda terkadang juga memberi tanggapan yang
berbeda pula sehingga menimbulkan pelbagai prasangka yang kadang prasangka
positif kadang juga negatif tergantung pola pikir serta kepribadian masing-masing
individu.Latar belakang keluarga maupun pendidikan yang berbeda setiap tetangga
hingga perlu adanya kesabaran serta saling pengertian antar sesama
tetangga.Tidak mudah memang bertetangga dengan baik menurut syariat Islam
namun paling tidak berusaha melakukannya menurut kemampuan yang dimiliki
bukan berarti saling adu pamer atas harta yang dimiliki,derajat atau kedudukan
seseorang dalam suatu instansi atau pengusaha sukses bukan pula karena
kehormatan yang Ia miliki dengan merasa imannya tinggi atau merasa menjadi
pemuka agama dalam suatu wilayah terkadang membuatnya lupa diri melalui
perkataan ataupun sikapnya sengaja atau tidak sengaja menyinggung perasaan
tetangganya sendiri ,sungguh itu merupakan perbuatan yang tidak terpuji.Allah
menyukai kalau di antara sesama anggota masyarakat atau tetangga saling
membantu,saling menghargai,menghormati ,saling mengingatkan dan saling
memaafkan bila terjadi kesalahpahaman .Bertetangga karena Allah membuat hati
dan perasaan menjadi tenang,karena bertetangga juga menjadi bagian dari
silaturahmi atau silaturahim untuk mencapai ukhuwah Islamiah.
Menjalin ukhuwah Islamiah dengan tetangga bukan berarti ingin dipuji oleh
orang lain bukan pula ingin mencari perhatian dari masyarakat melainkan lahir batin
Ia ingin selalu dekat dengan Allah SWT baik suka maupun duka.Tidak dipungkuri
memang menjalin Ukhuwah Islamiah dengan berbagai karakter dalam suatu
komunitas masyarakat terutama tetangga tidak semudah seperti impian selama ini
yang jelas hidup bermasyarakat memberi makna bagi seseorang akan arti
bermasyarakat yang sebenarnya. Hidup bermasyarakat dengan rasa ikhlas lahir
batin langsung maupun tidak langsung membuka hati seseorang dan mengerti akan
arti hidup yang sesungguhnya.
Memuliakan Tetangga
Berbuat baik kepada tetangga juga menjadi perhatian serius dalam ajaran
Islam. Perhatikan firman Allah:“… Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak,
karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan
tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-
banggakan diri,.” (QS An-Nisa[4]: 36).
Nabi SAW dalam beberapa hadits mengingatkan kita agar selalu berbuat baik
kepada tetangga, di antaranya adalah: Ibnu Umar dan Aisyah ra berkata
keduanya: “Jibril selalu menasihatiku untuk berlaku dermawan terhadap para
tetangga, hingga rasanya aku ingin memasukkan tetangga-tetangga tersebut ke
dalam kelompok ahli waris seorang muslim.” (H.R. Bukhari Muslim). Abu Hurairah
juga berkata bahwa Nabi SAW bersabda, “Siapa yang beriman kepada Allah dan
hari Akhir hendaklah memuliakan tetangganya.” (H.R. Bukhari & Muslim).
Hak-hak ketetanggaan tidak ditujukan bagi tetangga kalangan muslim saja.
Tentu saja tetangga yang muslim mempunyai hak tambahan lain lagi yaitu juga
sebagai saudara (ukhuwah Islamiyah). Tetapi dalam hubungan dengan hak-hak
ketetanggaan semuanya sejajar. Berbuat baik dan memuliakan tetangga adalah pilar
terciptanya kehidupan sosial yang harmonis. Apabila seluruh kaum muslimin
menerapkan perintah Allah SWT dan Nabi SAW di atas, sudah barang tentu tidak
akan pernah terjadi kerusuhan, tawuran ataupun konflik di antar kampung atau di
manapun. Bahkan kejadian pemukulan kepada tetangga sendiri seperti yang terjadi
beberapa minggu lalu, yang dilakukan oleh para caleg karena tidak mampu
memenangkan pemilu, pun mungkin tidak akan pernah terjadi.
Dalam sebuah sumber referensi bacaan Islam disebutkan bahwa, ada
beberapa kiat praktis untuk memuliakan tetangga kita. Di antara kiat-kiat praktis itu
adalah:
Dari Aisyah ra, dari Nabi Muhammad SAW bersabda: “Tidak henti-hentinya
Jibril memberikan wasiat kepadaku tentang tetangga sehingga aku menduga bahwa
ia akan memberikan warisan kepadanya.” (H.R. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ibnu
Majah dan At-Tirmidzi).
Pelaksanaan wasiat kepada tetangga ini adalah dengan berbuat baik
semaksimal mungkin, sesuai kemampuan. Seperti: memberikan hadiah, memberi
salam, berwajah lepas atau cerah ketika berjumpa, mencari tahu jika tidak kelihatan,
membantunya ketika memerlukan bantuan, mencegah berbagai macam gangguan,
material maupun inmaterial, menghendaki kebaikannya, memberikan nasihat
terbaik, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Hadits di atas dengan tegas menunjukkan tentang besarnya hak tetangga.
Dan bahwa mengganggu tetangga adalah di antara dosa besar. Kesimpulannya
bahwa sebagian kesempurnaan iman seseorang diukur dari kebaikannya kepada
sesama makhluk Allah, baik dalam tutur kata kebaikan maupun diam dari kalimat
buruk, dan melakukan apa yang sepatutnya dilakukan dan meninggalkan apa yang
membahayakan; antara lain adalah dengan tidak menyakiti tetangga. Dari hadits di
atas dapat diambil pelajaran bahwa tidak menyakiti tetangga adalah bukti
kesempurnaan iman seseorang kepada Allah dan hari akhir.
Berbuat baik kepada tetangga dalam bentuknya yang demikian, merupakan
berbuatan baik tingkat terendah. Untuk berbuat baik dalam pengertiannya yang
seperti inilah Rasulullah SAW. bersabda: “Barang siapa beriman kepada Allah dan
hari akhir, maka janganlah menyakiti tetangganya” (HR. Bukhari-Muslim).
Penutup
Semoga tulisan singkat ini, benar-benar menyadarkan kita sebagai kaum
muslimin untuk bisa ber-akhlaqul karimah kepada tetangga kita. Karena kita pun
juga tidak tahu, apakah lantaran akhlaq baik kita kepada tetangga kita itu, yang
menyebabkan kita bisa masuk surga. Semoga!
Wallahu a’lam.