Anda di halaman 1dari 3

RIYADHUS SHALIHIN

Taman Orang-orang Salih

IMAM NAWAWI

Kita pada umumnya mengharapkan tinggal dalam suatu lingkungan yang harmonis.
Lingkungan yang saling menghargai, tidak saling menyakiti antara yang satu
dengan yang lain, baik dalam bentuk perbuatan maupun hanya sekedar ucapan.
Tidak berselisih walaupun di dalamnya terdapat orang yang berbeda-beda. Betapa
indahnya!! Kami yakin bahwa kita semua menginginkannya.

Dalam Bab 39, kami akan membahas “Hak Tetangga Dan Berwasiat Dengannya”

Islam berusaha mewujudkan hal tersebut dan salah satu metodenya adalah dengan menekankan bagi
pemeluknya untuk menunaikan hak-hak para tetangga. Islam memerintahkan untuk senantiasa berbuat baik
terhadap tetangganya dan tidak menyakiti mereka.
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan sembahlah Allah serta jangan menyekutukan sesuatu denganNya. Juga berbuat baiklah kepada
kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat, tetangga yang jauh,
teman seperjalanan, sepekerjaan, sesekolah dan lain-lain - orang yang dalam perjalanan dan- lalu
kehabisan bekal –hamba sahaya yang menjadi milik tangan kananmu." (an-Nisa': 36)

Tidak menyakitinya baik dalam bentuk perbuatan maupun perkataan.


Dalilnya telah disebutkan di atas. Sebagian kaum muslimin merasa „enjoy‟ menyakiti tetangganya dengan
cara menggunjing dan menceritakan kejelekannya. Wahai saudaraku, sungguh ucapan itu telah menyakiti
tetangga kita walaupun dia tidak mengetahuinya. Hal ini lebih sering dilakukan oleh para istri. Namun
anehnya, kadang para suami juga tidak mau ketinggalan.

Orang yang tidak berbuat baik kepada tetangganya, bahkan tetangganya merasa terganggu dengan perbuatan
ataupun perkataannya yang keji, maka orang seperti ini berhak untuk masuk neraka. Rosululloh shollallohu
„alaihi wa sallam bersabda, ”Tidak akan masuk surga orang yang tetangganya tidak merasa aman dari
gangguannya” (HR. Bukhori dan Muslim).

290. Dari Ibnu Umardan Aisyah radhiallahu 'anhuma, keduanya berkata: "Rasulullah s.a.w. bersabda :
"Tidak henti-hentinya Jibril memberikan wasiat kepadaku supaya berbuat baik kepada tetangga, sehingga
saya menyangka seolah-olah Jibril akan memasukkan tetangga sebagai ahli waris -yakni dapat menjadi ahli
waris dan tetangganya." (Muttafaq 'alaih)

Berbagi dengan tetangga


Jika kita memiliki nikmat berlebih maka hendaknya kita membagikan kepada tetangga kita sehingga mereka
juga menikmatinya.

291. Dari Abu Zar r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Hai Abu Zar, jikalau engkau memasak kuah,
maka perbanyaklah airnya dan saling berjanjilah dengan tetangga- tetanggamu - untuk saling beri-
memberikan." (Riwayat Muslim)
Dalam riwayat Imam Muslim lainnya, juga dari Abu Zar, katanya: "Kekasihku s.a.w. berwasiat padaku
demikian: "Jikalau engkau memasak kuah, maka perbanyakkanlah airnya, kemudian lihatlah keluarga dari
tetangga-tetanggamu, lalu berilah mereka itu dengan baik- baik."
Dan tidak sepantasnya seorang muslim bersantai ria dengan keluarganya dalam keadaan kenyang sementara
tetangganya sedang kelaparan.
Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda, ”Bukanlah seorang mukmin yang tidur dalam keadaan
kenyang sementara tetangga sebelahnya kelaparan” (HR. Bukhori dalam Adabul Mufrod).

Menolongnya dan bersedekah kepadanya jika dia termasuk golongan yang kurang mampu.
Termasuk hak tetangga adalah menolongnya saat dia kesulitan dan bersedekah jika dia membutuhkan
bantuan. Rosululloh shollallohu „alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menghilangkan kesulitan
sesama muslim, maka Alloh akan menghilangkan darinya satu kesulitan dari berbagai kesulitan di hari
kiamat kelak” (HR. Bukhori).
Beliau juga bersabda,”Sedekah tidak halal bagi orang kaya, kecuali untuk di jalan Alloh atau ibnu sabil
atau kepada tetangga miskin …” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).

292. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda:


"Demi Allah, tidaklah beriman; demi Allah, tidaklah beriman; demi Allah, tidaklah beriman!" Beliau
s.a.w. ditanya: "Siapakah, ya Rasulullah." Beliau s.a.w. menjawab: "Yaitu orang yang tetangganya tidak
aman akan kejahatannya - tipuannya." (Muttafaq 'alaih)
Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan: Nabi s.a.w. bersabda:
"Tidak akan masuk syurga orang yang tetangganya itu tidak akan aman akan kejahatannya - tipuannya."
Bawaiq, artinya berbagai macam tipudaya serta kejahatan - baik yang dilakukan dengan tangan, lisan dan
lain-lain.

293. Dari Abu Hurairah r.a. pufa, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Hai wanita-wanita muslimat, janganlah seseorang tetangga itu menghinakan kepada tetangganya yang
lain, sekalipun yang dihadiahkan itu berupa kaki kambing." (Muttafaq 'alaih)

294. Dari Abu Hurairah r.a. pula bahwasannya Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Janganlah seseorang tetangga itu melarang tetangganya yang lain untuk menancapkan kayu di
dindingnya -untuk pengokoh atap dan lain-lain."
Abu Hurairah r.a. lalu berkata: "Mengapa engkau semua saya lihat tampaknya menentang dari sunnah -
peraturan Nabi s.a.w. -ini? Demi Allah, niscayalah akan saya lemparkan sunnah itu antara bahu-bahumu -
maksudnya: Saya paksakan untuk diterimanya, sekalipun tampaknya berat dilakukan." (Muttafaq 'alaih)

295. Dari Abu Hurairah r.a. pula bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah menyakiti tetangganya - baik
dengan kata-kata atau perbuatan. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka
hendaklah memuliakan tetangganya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka
hendaklah berkata yang baik atau - kalau tidak dapat berkata baik - maka hendaklah berdiam saja - yakni
jangan malahan berkata yang tidak baik." (Muttafaq 'alaih)
Dari Abu Syuraih al-Khuza'i r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda:
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah berbuat baik kepada
tetangganya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah memuliakan
tamunya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah berkata yang baik
atau hendaklah berdiam saja."
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dengan lafaz seperti di atas ini dan Imam Bukhari meriwayatkan
sebagiannya.
Keterangan:
Hadis di atas, juga yang ada di bawahnya itu, mengandung pengertian bahwa jika kita ingin dianggap
sebagai seorang mu'min yang benar-benar sempurna keimanannya, maka tiga hal ini wajib kita
laksanakan dengan baik.
(a) Jangan menyakiti tetangga, tetapi hendaknya berbuat baik kepadanya, termasuk di dalamnya
tetangga yang dekat atau yang jauh, ada hubungan kekeluargaan atau tidak, juga tanpa pandang apakah ia
seorang Muslim atau kafir. Ringkasnya semua diperlakukan sama dalam soal ketetanggaan.
(b) Memuliakan tamu, baik yang kaya ataupun yang miskin, yang sudah kenal atau belum, kenalnya
sudah lama atau baru saja bertemu dan berkenalan, seagama ataupun tidak dan lain-lain, bahkan
musuhpun katau datang ke tempat kita, wajib pula kita muliakan sebagai tamu.
Cara memuliakannya ialah dengan jalan menampakkan wajah yang manis, berseri-seri di mukanya,
berbicara dengan sopan, menyatakan gembira atas kedatangannya dan segera memberikan jamuan
sepatutnya bilamana ada, tanpa memaksa-maksakan diri atau mengada- adakan, sehingga berhutang dan
lain-lain.
(c) Kalau dapat mengeluarkan kata-kata yang baik, itulah yang sebagus-bagusnya untuk dijadikan
bahan percakapan. Tetapi jika tidak dapat berbuat sedemikian, lebih baik berdiam diri saja.
Dalam mengulas sabda Rasulullah s.a.w. yang terakhir ini. Imam as-Syafi'i r.a. berkata: "Jadi
hendaknya difikirkan sebelumnya perihal apa yang hendak dikatakan itu. Manakala memang baik untuk
dikeluarkan, maka yang terbagus sekali ialah berkata-kata yang baik tersebut. Maksudnya kata-kata yang
baik ialah yang tidak akan menyebabkan timbulnya kerusakan atau permusuhan, serta tidak pula akan
menjurus ke arah pembicaraan yang diharamkan oleh syariat ataupun dimakruhkan. Inilah yang dianggap
sebagai kata-kata yang memang betul-betul baik. Tetapi sekiranya akan membuat keonaran, permusuhan
dan kekacauan atau akan menjurus kepada pembicaraan yang keruh, apalagi yang haram, maka di situlah
tempatnya kita tidak boleh berbicara dan lebih baik berdiam diri saja."

296. Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Saya berkata: Ya Rasulullah, sesungguhnya saya itu
mempunyai dua orang tetangga, maka kepada yang manakah di antara keduanya itu yang saya beri hadiah?
"Rasulullah s.a.w. menjawab: "Kepada yang terdekat pintunya denganmu." (Riwayat Bukhari)

297. Dari Abdullah bin Amr radhiallahu 'anhuma, katanya: ''Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Sebaik-baiknya kawan di sisi Allah Ta'ala ialah yang terbaik Kubungannya dengan kawannya dan
sebaik-baik tetangga di sisi Allah Ta'ala ialah yang terbaik pergaulannya dengan tetangganya."
Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Tetangga adalah orang yang tinggal di sebelah dan
berdekatan dengan rumah kita.
Sedangkan menurut istilah Islam, Tetangga mencakup empat puluh (40) rumah dari setiap penjurunya
(empat puluh dari barat, timur, utara, dan selatan).

Anda mungkin juga menyukai