Anda di halaman 1dari 4

KHUTBAH I Ditanyakan kepada Baginda Nabi: Wahai Rasulullah, Jika pada

saudaraku itu memang terdapat apa yang aku katakan? Nabi menjawab:
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Mengawali khutbah pada siang hari yang penuh keberkahan ini, khatib
berwasiat kepada kita semua terutama kepada diri khatib pribadi untuk
senantiasa berusaha meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita
Maknanya: “Jika padanya terdapat apa yang engkau katakan maka
kepada Allah subhanahu wata’ala dengan melakukan semua kewajiban
engkau telah melakukan ghibah kepadanya, dan jika tidak terdapat
dan meninggalkan seluruh yang diharamkan.
padanya apa yang engkau katakan maka engkau telah melakukan buhtan
Kaum Muslimin jama’ah shalat Jum’at rahimakumullah, kepadanya” (HR Muslim)

Ghibah (menggunjing keburukan dan kekurangan orang lain) adalah Buhtan adalah menuduh seseorang dengan sesuatu yang tidak ada
salah satu maksiat yang diharamkan oleh Allah dan penyakit berbahaya padanya. Buhtan lebih besar dosanya daripada ghibah karena buhtan
yang dapat meruntuhkan kerukunan, persatuan dan ketenteraman mengandung unsur kebohongan.
masyarakat. Akhir-akhir ini, ghibah semakin marak dilakukan. Jika dulu
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
ghibah hanya dilakukan oleh sekumpulan orang di tempat-tempat tertentu
yang terbatas, saat ini seiring menjamurnya media sosial ghibah semakin Menggunjing keburukan orang lain, dalam ayat yang kami baca di awal
gencar dilakukan. Ghibah online melalui media sosial sama dosanya khutbah, diserupakan dengan memakan daging saudara sesama Muslim
dengan ghibah offline. yang telah meninggal. Bagi siapa pun, hal itu tentulah sangat
menjijikkan. Begitu pula dengan ghibah, semestinya kita juga sangat jijik
Oleh karenanya, dalam kesempatan khutbah yang singkat ini, kami
untuk melakukannya.
mengingatkan kepada kita semua akan bahaya dosa ghibah. Masih
banyak saudara-saudara kita yang seringkali melakukan ghibah tanpa Hadirin yang berbahagia, Jadi ghibah adalah membicarakan saudara
mereka sadari. Apakah yang dimaksud dengan ghibah? Diriwayatkan dari sesama Muslim yang masih hidup atau sudah meninggal, kecil maupun
sahabat Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dewasa, mengenai keburukan yang ada padanya, yang tidak ia sukai
bersabda: Tahukah kalian apakah ghibah itu? Para sahabat menjawab: seandainya ia mendengarnya. Baik keburukan yang dibicarakan itu
Allah dan Rasul-Nya lebih tahu. Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi terkait dengan fisik, nasab (asal usul keturunan), pakaian, rumah, atau
wasallam bersabda: perilakunya. Hal itu seperti ucapan: “Si Fulan pendek, kurang adab,
pakaiannya kotor, kalah dan takut sama istrinya” dan kalimat-kalimat lain
Maknanya: “Ghibah adalah ketika engkau menyebut saudara (muslim)mu
dengan sesuatu yang tidak ia sukai.”
yang serupa, yang diketahui bahwa orang yang dibicarakan tidak suka “Ketika aku dibawa Mi’raj, aku melewati sekelompok orang yang
akan hal itu seandainya ia mendengarnya. berkuku tembaga sedang mencakar-cakar muka dan dada mereka. Lalu
aku bertanya: Siapakah mereka itu, Wahai Jibril? Jibril menjawab:
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Mereka adalah orang-orang yang menggunjing keburukan dan menista
Apakah ghibah termasuk dosa besar atau dosa kecil? Hukumnya dirinci kehormatan orang lain” (HR Abu Dawud).
sebagai berikut. Jika ghibah dilakukan terhadap orang yang shaleh dan
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
bertakwa, maka tergolong dosa besar. Sedangkan ghibah terhadap selain
orang yang bertakwa, maka tidak dikatakan secara mutlak sebagai dosa Sebagaimana diharamkan mengatakan ghibah, haram juga
besar. Akan tetapi jika seorang Muslim yang fasiq digunjing mendengarkannya. Allah ta’ala saat menyebutkan sifat sebagian orang
keburukannya hingga batas yang berlebihan, maka hal itu termasuk dosa yang dipuji-Nya berfirman:
besar. Seperti berlebihan dalam menyebutkan keburukan-keburukannya
hanya untuk kesenangan mengobrol saja. Dengan makna inilah dipahami
hadits riwayat Abu Dawud dari Sa’id bin Zaid bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:

Maknanya: “Dan apabila mereka mendengar perkataan yang buruk,


mereka berpaling darinya dan berkata, “Bagi kami amal-amal kami dan
bagimu amal-amal kamu, semoga selamatlah kamu, kami tidak ingin
Maknanya: “Sungguh termasuk dosa yang serupa dengan riba yang
(bergaul) dengan orang-orang bodoh” (QS al Qashash: 55)
paling parah adalah ketika seseorang berlebihan dalam menodai
kehormatan seorang Muslim tanpa hak” (HR Abu Dawud)‫ز‬ Allah juga berfirman:
Istithalah (berlebihan dalam menodai kehormatan seorang Muslim) ini
termasuk salah satu dosa yang terbesar, karena Nabi shallallahu ‘alaihi
Maknanya: “... dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang
wasallam mengategorikannya sebagai “Salah satu riba yang paling
mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka berlalu
parah”.
dengan menjaga kehormatan dirinya” (QS al Furqan: 72)
Dalam hadits Isra’ dan Mi’raj, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
menceritakan:
Maknanya: “Barangsiapa yang membela kehormatan dan harga diri dengan aib dan keburukan orang lain. Janganlah kita bicarakan
saudaranya, maka Allah akan menyelamatkan wajahnya dari api neraka keburukan orang lain, karena seringkali keburukan orang lain yang kita
kelak pada hari kiamat” (HR at-Tirmidzi) bicarakan ada pada diri kita juga. Membicarakan keburukan orang lain
hanya akan menimbulkan pertengkaran dan permusuhan di tengah-tengah
Oleh karena itu, tidak boleh mendengarkan ghibah dengan sengaja dan
masyarakat.
seksama, bukan semata terdengar. Jadi seseorang yang mendengar orang
lain melakukan ghibah yang diharamkan serta mendengar penodaan Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
terhadap kehormatan dan harga diri orang lain, maka ia wajib
Hendaklah selalu diingat setiap saat oleh pelaku ghibah bahwa ia berhak
melarangnya dengan kekuatan dan kekuasaannya jika mampu. Jika tidak
mendapatkan siksa dari Allah jika tidak bertaubat dari dosanya. Jika
mampu, maka dengan lisannya. Jika tidak mampu maka dengan hatinya,
omongan ghibah sampai ke orang yang dibicarakan keburukannya, maka
yakni dengan membenci di hati perkara mungkar tersebut serta
wajib bagi pelaku ghibah untuk meminta maaf kepadanya agar sah
meninggalkan tempat dilakukannya ghibah. Dengan begitu ia selamat
taubatnya. Sedangkan jika omongan ghibah belum sampai ke orang yang
dari dosa.
dibicarakan keburukannya, maka cukup bagi pelaku ghibah untuk
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Sahabat Abu Hurairah bertaubat tanpa memberitahukan omongan ghibahnya kepada yang
radhiyallahu ‘anhu berkata: bersangkutan.

Pada hari kiamat kelak, seseorang yang menzalimi dan menggunjing


orang lain dan ia belum bertaubat sampai meninggal, pahalanya akan
diambil dan diberikan kepada orang yang ia zalimi. Jika seluruh
“Salah seorang di antara kalian melihat kotoran yang jatuh di mata pahalanya telah habis, sedangkan tanggungan kezalimannya belum
saudaranya dan lalai terhadap seonggok kayu yang tinggi dan besar di terselesaikan, maka dosa-dosa orang yang ia zalimi akan dilemparkan
matanya sendiri” (Diriwayatkan al Bukhari dalam al Adab al Mufrad) kepadanya lalu ia dilemparkan ke dalam api neraka (HR Muslim).
Na’udzu billah min dzalik.
Apa yang disampaikan sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu serupa
dengan peribahasa “Gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Demikian khutbah singkat pada
lautan tampak”. Artinya aib dan kesalahan diri sendiri walaupun besar siang hari yang penuh keberkahan ini. Semoga bermanfaat dan membawa
seringkali tidak kita sadari, sedangkan aib dan kesalahan orang lain barakah bagi kita semua. Amin.
tampak jelas dalam pandangan kita walaupun kecil dan sedikit.
Karenanya, hendaklah kita menyibukkan diri dengan aib dan kesalahan
sendiri. Kita berupaya terus untuk memperbaiki diri. Janganlah kita usil
Khutbah II

Anda mungkin juga menyukai