Anda di halaman 1dari 4

MATERI CERAMAH TENTANG

GHIBAH

Marilah kita panjatkan puja dan puji syukur ke hadirat Allah Swt yang telah melimpahkan
rahmat dan karunianya, sehingga kita masih bisa menjalani hidup ini dengan baik. Tak lupa pula
marilah kita panjatkan shalawat dan salam kita kepada Nabi besar Muhammad Saw, kepada para
sahabatnya, serta keluarganya, dan kita selaku ummatnya yang mudah-mudahan diberi syafa’atul
uzmah di hari akhir nanti, Amiin.

a. Hakikat Ghibah
Pengertian ghibah dapat diketahui dengan memperhatikan sebuah hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Muslim dalam kitab shahihnya. Hadits dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah

bersabda :

“Tahukah kalian apa itu ghibah?”, Mereka menjawab, “Allah dan Rasul- Nya yang lebih
tahu.” Beliau bersabda, “Yaitu engkau menceritakan tentang saudaramu yang membuatnya
tidak suka.” Lalu ditanyakan kepada beliau, “Lalu bagaimana apabila pada diri saudara saya
itu kenyataannya sebagaimana yang saya ungkapkan?” Maka beliau bersabda, “Apabila
cerita yang engkau katakan itu sesuai dengan kenyataan maka engkau telah meng-
ghibahinya. Dan apabila ternyata tidak sesuai dengan kenyataan dirinya maka engkau telah
menuduhnya yang bukan-bukan (fitnah).”
b. Keharaman Ghibah
Di dalam Al Qur’anul Karim, Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang dan mencela
perbuatan ghibah, sebagaimana firman-Nya,

“Dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kalian
menggunjing (ghibah) kepada sebagian yang lainnya. Apakah kalian suka salah seorang diantara
kalian memakan daging saudaramu yang sudah mati? Maka tentulah kalian membencinya. Dan
bertaqwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat dan Maha Pengasih.”
(QS. Al Hujurat: 12).
Di dalam Sunan Tirmidzi terdapat riwayat yang menceritakan hadits dari Ibnu ‘Umar, beliau
berkata : Rasulullah naik mimbar dan menyeru dengan suara yang lantang , “Wahai segenap

manusia yang masih beriman dengan lisannya namun iman itu belum meresap ke dalam
hatinya janganlah kalian menyakiti kaum muslimin. Dan janganlah melecehkan mereka. Dan
janganlah mencari-cari kesalahan-kesalahan mereka. Karena sesungguhnya barang siapa yang
sengaja mencari-cari kejelekan saudaranya sesama muslim maka Allah akan mengorek-ngorek
kesalahan-kesalahannya. Dan barang siapa yang dikorek-korek kesalahannya oleh Allah maka
pasti dihinakan, meskipun dia berada di dalam bilik rumahnya.”
c. Ancaman Bagi Pelaku Ghibah
Dari shahabat Ibnu Umar, bahwa beliau ‫ ﷺ‬bersabda, “Wahai sekalian orang yang beriman

dengan lisannya yang belum sampai ke dalam hatinya, janganlah kalian mengganggu kaum
muslimin, janganlah kalian menjelek-jelekkannya, janganlah kalian mencari-cari aibnya. Barang
siapa yang mencari-cari aib saudaranya sesama muslim niscaya Allah akan mencari aibnya.
Barang siapa yang Allah mencari aibnya niscaya Allah akan menyingkapnya walaupun di dalam
rumahnya.”
Dari shahabat Jabir bin Abdillah, beliau berkata, “Suatu ketika kami pernah bersama
Rasulullah ‫ ﷺ‬mencium bau bangkai yang busuk. Lalu Rasulullah ‫ ﷺ‬berkata: ‘Apakah kalian

tahu bau apa ini? (Ketahuilah) bau busuk ini berasal dari orang-orang yang berbuat ghibah.”
Suatu hari Aisyah radhiyallahu’anha pernah berkata kepada Rasulullah ‫ﷺ‬ tentang

Shafiyyah radhiyallahu’anha bahwa dia adalah wanita yang pendek. Maka beliau bersabda,
“Sungguh engkau telah berkata dengan suatu kalimat yang kalau seandainya dicampur dengan
air laut niscaya akan merubah air laut itu.” Asy Syaikh Salim bin Ied Al Hilali berkata: “Dapat
merubah rasa dan aroma air laut, disebabkan betapa busuk dan kotornya perbutan ghibah. Hal ini
menunjukkan suatu peringatan keras dari perbuatan tersebut.”
d. Ghibah Yang Diperbolehkan
Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa ghibah dibolehkan karena adanya tujuan
yang dibenarkan oleh syariat yang tidak mungkin tujuan itu tercapai kecuali dengan menempuh
cara ini. Ghibah yang dibolehkan ini ada enam sebab:
• Mengadukan kezaliman orang kepada hakim, raja atau siapa saja yang mempunyai wewenang
dan kemampuan untuk menolongnya. Seperti dengan mengatakan: “Si Fulan menganiaya saya
dengan cara demikian.”
• Meminta bantuan orang demi mengubah kemungkaran dan mengembalikan pelaku
maksiat agar kembali kepada kebenaran. Seperti dengan mengatakan: “Si Fulan telah
melakukan demikian maka cegahlah dia dari perbuatan itu!” atau ungkapan semisalnya.
• Meminta fatwa. Seperti dengan mengatakan kepada seorang mufti (ahli fatwa): “Ayahku
menganiayaku.” atau “Saudaraku telah menzalimiku.” Atau “Suamiku telah menzalimiku.”
Meskipun tindakan yang lebih baik dan berhati-hati ialah dengan mengatakan: “Bagaimana
pendapat anda terhadap orang yang melakukan perbuatan demikian dan demikian (tanpa
menyebut namanya)?”
• Memperingatkan kaum muslimin dari kejelekan sebagian orang dan dalam rangka
menasihati mereka. Seperti mencela para periwayat hadits dan saksi, hal ini diperbolehkan
berdasarkan kesepakatan kaum muslimin, bahkan hukumnya wajib karena kebutuhan
umat terhadapnya.
• Menyebutkan kejelekan pelaku maksiat yang berterang-terangan dalam melakukan dosa atau
bid’ahnya, seperti orang yang meminum khamr di depan khalayak, merampas harta secara
paksa dan sebagainya, dengan syarat kejelekan yang disebutkan adalah yang terkait dengan
kemaksiatannya tersebut dan bukan yang lainnya.
• Untuk memperkenalkan jati diri orang. Seperti contohnya apabila ada orang yang lebih populer
dengan julukan Al-A’raj (yang pincang), Al- Ashamm (yang tuli), Al-A’ma (yang buta)
dan lain sebagainya. Akan tetapi hal ini diharamkan apabila diucapkan dalam konteks
penghinaan atau melecehkan. Seandainya ada ungkapan lain yang bisa dipakai untuk
memperkenalkannya maka itulah yang lebih utama.
e. Dalil Tentang Ghibah
• Dikatakan oleh ‘Amru bin Al-‘Ash Radhiyallahu ‘anhu.

“Dari Qais, dia berkata: ‘Amru bin Al-‘Ash Radhiyallahu ‘anh melewati bangkai
seekor bighol (hewan hasil persilangan kuda dengan keledai), lalu beliau berkata: “Demi
Allah, salah seorang dari kalian memakan daging bangkai ini (hingga memenuhi perutnya)
lebih baik baginya daripada ia memakan daging saudaranya (yang muslim)”.
• QS.17-Al Israa':53

"Dan katakanlah kepada hambaku: "Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang


lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka.
Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.”
• QS.28 Al-Qashas:55 :

“Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling
dari padanya. Dan mereka berkata: "Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amal
mu, semoga selamatlah kamu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang yang jahil."

Anda mungkin juga menyukai