Anda di halaman 1dari 4

Ada sebuah kebiasaaan yang sering dilakukan tanpa disadari, yakni

membicarakan aib orang lain. Terlalu asyik diskusi dan curhat, terkadang
seseorang terjerumus membicarakan kejelekan orang lain. Tidak sedikit
mereka yang menjalankan puasa namun dengan sengaja masih
menggunjing kekurangan orang lain. Bahkan di antara umat Islam
memperolokkan sesama muslim lainnya menjadi kebiasaan.

Ketika orang lain melakukan sebuah kesalahan, seseorang yang tidak


bersalah akan merasa dirinya suci. Lalu menertawakan dan menyebarkan
kesalahan atau kelemahan orang lain itu. Tidak jarang juga, kesalahan-
kesalahan orang lain yang kita tidak tahu kebenarannya disampaikan
kepada orang lain. Tidak ada manusia satu pun di muka bumi ini yang
tidak pernah melakukan kesalahan.

Membuka aib orang lain merupakan perbuatan yang sangat keji. Selain
tercela, perbuatan itu merupakan dosa besar. Nabi Muhammad Shalallahu
‘Alaihi Wassalam bersabda: Siapa yang menutupi aib seorang muslim
maka akan ditutupi aibnya di dunia dan di akhirat (HR. Ibnu Majah Juz
II/79).

Siapa yang mengajak kebaikan maka baginya pahala seperti pahala orang
yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Siapa
yang mengajak kesesatan maka baginya dosa seperti dosa yang
mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit (HR. Muslim 2674).

Allah juga berfirman yang artinya:

Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali


bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah
atau berbuat makruf atau mengadakan perdamaian di antara manusia
(tasir surat An Nisaa’ 114).

Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam sangat mewanti-wanti


kepada umat muslim untuk menutupi rahasia (kejelekan) sudara muslim
lainnya. Dalam sabda Rasulullah disebutkan dari Abu Hurairah
Radhiyallahu ‘anhu yang artinya: Tahukah kamu apakah ghibah atau
menceritakan aib orang lain itu? Maka para sahabat menjawab: Allah dan
Rasul-Nya lebih tahu.

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menerangkan: Yaitu


kamu menyebut saudaramu dengan sesuatu yang dia benci? Maka ada
sebagian sahabat yang bertanya: Beritahukan kepada kami, bagaimana
jika yang saya katakan ada padanya? Beliau Nabi Muhammad Shalallahu
‘Alaihi Wassalam menjawab: Jika yang kamu katakan ada padanya, maka
kamu telah berbuat ghibah, dan jika tidak ada padanya apa yang kamu
katakan maka kamu telah berdusta padanya (HR. Muslim).

Dari penjelasan di atas telah banyak larangan-larangan yang bersumber


kepada Alquran dan Sunnah tentang membuka aib orang lain. Dan secara
psikologis, membuka dan membicarakan aib orang lain merupakan
gangguan kepribadian yang harus segera diobati. Sebab jika tidak segera
di atasi maka akan memunculkan penyakit hati dan berujung kepada
kekufuran.

Lebih baik kita meluruskan niat dan mengoreksi ibadah kita sendiri. Ambil
cermin dan lihatlah kesalahan dan kelemahan kita. Sudah terlalu banyak
Allah menutupi kesalahan-kesalahan kita, tidak terhitung betapa kasih
dan rahmat Allah kepada kita sehingga keburukan-keburukan kita
dilindungi-Nya.

Allah berfirman dalam surat Al Hujurat ayat 12 yang artinya:

“Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah


sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah
seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati.
Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya” (tafsir Al Hujurat ayat 12).

Memang pada kenyataannya untuk mencegah perbuatan dan sifat tercela


sangat berat godaannya. Tetapi Allah sudah memberikan akal untuk
memilih. Paling penting adalah niat dan ikhtiar merupakan hal yang wajib.
Maka dari itu, apabila ada saudara muslim di sekeliling yang suka
menceritakan kejelekan, maka kewajiban kita mengingatkan dan
mencegahnya. Kita ini manusia yang lemah. Tidak ada manusia yang
hidup tanpa salah dan dosa.

Maka dari itu, jadilah kita hamba-hamba Allah yang saling mengingatkan
dan memaafkan kesalahan orang lain, bukan menjadi hakim atas
kesalahan dan aib orang lain. Rasulullah bersabda dari Anas, ketika aku
(Rasulullah) dinaikkan (mikraj), aku melewati suatu kaum yang
mempunyai kuku dari kuningan, mereka mencakar-cakar muka dan dada
mereka sendiri, maka aku (Rasulullah) berkata;

“Siapa mereka itu, wahai Jibril? Maka Jibril pun menjawab: Mereka itu
adalah orang-orang yang memakan daging manusia (membicarakan aib)
dan menyentuh kehormatan mereka” (HR. Abu Daud).

Dari penjelasan hadis di atas, maksudnya haram bagi seorang muslim


untuk membunuh, memakan harta, atau melecehkan kehormatan muslim
lainnya dengan cara yang tidak dibolehkan dalam syariat. Menceritakan
aib orang lain adalah termasuk dosa besar dan termasuk maksiat yang
paling tersebar di kalangan kaum muslimin. Celakanya, hal ini dianggap
remeh-temeh sehingga jika terjadi pergunjingan justru semakin dibuka
semuanya.

Ghibah atau membicarakan kejelekan atau keburukan orang lain. Dan hal
ini penyebab terjadinya permusuhan antara kaum muslimin dan merusak
persaudaraan di antara mereka. Karena buruknya perbuatan ghibah ini
Allah Ta ‘Ala mengumpamakan orang yang berbuat ghibah dengan orang
yang makan daging saudaranya dalam keadaan mati. Hukuman di alam
barzakh mereka mencabik-cabik muka dan dadanya sendiri.

Perbuatan ghibah termasuk dosa besar. Kemudian menyebut orang lain


dengan sesuatu yang dia benci adalah termasuk ghibah yang haram
dilakukan, walaupun hal itu benar-benar ada pada orang tersebut. Selain
itu haramnya mendengarkan ghibah, karena orang yang mendengarkan
telah membantu saudaranya untuk ghibah dan ridha dengan ghibah
tersebut. Kita sebagai muslim wajibnya mengingkari orang yang berbuat
ghibah dan melarangnya dari perbuatan tersebut.

Sebab sangat pedih sanksi bagi orang yang berbuat ghibah di alam
barzakh nanti. Keutamaan melindungi kehormatan seorang muslim, maka
Allah akan memelihara mukanya dari api neraka pada hari kiamat.
Semoga ibadah kita diterima Allah dan Allah senantiasa melindungi kita
dari perbuatan keji dan dosa, aamiin.

Anda mungkin juga menyukai