:
:
..
B. Terjemahan Hadits
Abu Said al-Khudriy ra. berkata, Aku mendengar Rasulullah saw.
bersabda, Barangsiapa melihat kemungkaran, hendaklah merubah dengan
tangannya; jika tidak mampu, maka dengan lisannya; jika tidak mampu maka
dengan hatinya, dan yang demikian itu tingkatan iman paling lemah. (HR
Muslim).
C. Kandungan Hadits
1. Berkaitan dengan hadits di atas:
Imam Muslim meriwayatkan dari Thariq bin Syihab, bahwa orang yang
pertama kali mendahulukan khutbah pada hari raya adalah Marwan. Seorang lakilaki mengingatkannya, Khutbah dilakukan setelah shalat. Marwan menjawab,
Yang demikian itu telah ditinggalkan. Abu Said berkata, Laki-laki ini telah
melakukan tugasnya dalam usaha menyingkirkan kemungkaran. Aku pernah
mendengar Rasulullah saw. bersabda, Barangsiapa yang melihat
kemungkaran
Disebutkan juga dalam Bukhari dan Muslim, bahwa Abu Said ra. telah
menarik lengan Marwan. Bisa jadi, setelah Marwan tidak mau menurut pada lakilaki yang mengingatkannya, maka Abu Said marah dan menariknya.
2. Al-Haq dan al-bathil telah ada, dan selalu berpasangan sejak adanya manusia
di muka bumi.
Setiap kali cahaya kebenaran mulai temaram, Allah mengirimkan orangorang yang mau menyalakan cahaya tersebut hingga pengikut kebathilan tidak
bisa berkutik.
Namun setiap kali pengikut kebatilan mendapat celah, mereka segera
bergerak untuk membuat kerusakan di muka bumi. Ini adalah beban dan tanggung
jawab yang berat bagi orang-orang yang hatinya terdapat cahaya keimanan.
Semuanya akan bergerak untuk menghancurkan kebathilan, kecuali mereka yang
tidak mempunyai iman, rela dengan kehidupan dunia dan siksa di akhirat.
Fardlu ain.
Hukum ini berlaku bagi seseorang [sendirian] yang mengetahui
kemunkaran, dan ia mampu untuk memberantas kemunkaran
tersebut. Atau jika yang mengetahui kemunkaran tadi masyarakat
banyak, namun hanya satu orang yang mampu memberantasnya.
melakukan seperti itu maka Allah akan mengadzab semuanya, yang tidak
melakukan dan yang melakukan. (HR Abu Dawud)
Riwayat lain menyebutkan: ..Akan tetapi manakala kemunkaran
dilakukan secara terang-terangan, maka mereka semua pantas mendapat adzab.
Rasulullah saw. juga mengilustrasikan amar maruf nahi munkar dengan
orang yang naik kapal. Perumpamaan orang yang melakukan amar maruf dan
nahi munkar dan orang yang melakukan kemunkaran, adalah seumpama satu
kaum yang berbagi tempat di sebuah kapal. Sebagian penumpang mendapatkan
tempat di lantai atas dan sebagian lain mendapatkan tempat di lantai bawah.
Ketika penumpang lantai bawah membutuhkan air, mereka harus melewati
penumpang di lantai atas. Maka mereka berkata, Kita lubangi saja dinding lantai
bawah, tanpa harus mengganggu penumpang atas. Jika mereka dibiarkan
melakukan rencana ini, maka semua penumpang akan tenggelam. Sebaliknya, jika
mereka dicegah, maka semua penumpang akan selamat. (HR Bukhari)
Ilustrasi ini menggambarkan bahwa setiap kemunkaran yang dilakukan
seseorang dalam masyarakatnya sebenarnya merupakan bahaya yang dapat
mengancam keselamatan semua masyarakat.
5. Pemahaman yang harus dirubah
Ada sebagian masyarakat yang mempunyai pemahaman salah terhadap
amar maruf nahi munkar. Ketika mereka tidak mampu atau tidak mau
melaksanakan amar maruf nahi munkar, mereka berdalih dengan ayat berikut:
Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu, orang yang sesat itu tidak akan
memberi mudlarat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. (al-Maidah:
105).
Padahal ayat ini justru sebuah isyarat untuk melaksanakan nahi munkar.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Abu Bakar ketika melihat fenomena
penyimpangan tersebut. Abu Bakar ra. berkata: Wahai manusia sesungguhnya
kalian membaca ayat ini dan menempatkan bukan pada tempatnya. Padahal kami
telah mendengar Rasulullah saw. bersabda: Jika manusia mengetahui kedhaliman
dan tidak memberantasnya, maka Allah akan menimpakan adzab kepada mereka.
(HR Abu Dawud)
Imam Nawawi berkata: Yang benar, dalam memahami ayat ini adalah,
Sesungguhnya jika kalian menunaikan apa yang telah diwajibkan, maka orangorang selain kalian, yang tidak mau menunaikannya, tidak akan mencelakakan
kalian. Ini senada dengan firman Allah: Dan orang yang berdosa tidak dapat
memikul dosa orang lain.(al-Anam: 164)
Jika demikian, maka yang diwajibkan adalah amar maruf nahi munkar.
Jika ia melakukan amar maruf nahi munkar, namun orang yang melakukan
kemunkaran tidak mau mendengar, maka ia telah berlepas dari tanggun jawab
melakukan kewajiban tersebut. Karena yang diwajibkan hanyalah amar maruf
nahi munkar, dan bukan keberhasilan dalam melaksanakan kewajiban itu.
wallaHu alam.
6. Tidak memberantas kemungkaran karena takut menimbulkan kerusakan.
Jika seseorang mampu memberantas kemunkaran yang ia ketahui, namun
ia sangat yakin jika itu dilakukan akan menimbulkan kerusakan yang lebih besar
daripada kemunkaran yang diberantas, maka dalam kondisi seperti ini kewajiban
untuk memberantas kemunkaran telah gugur, sebagai refleksi dari kaidah fiqih
yang menyatakan, Memilih mudlarat yang lebih ringan dari dua mudlarat yang
ada.
Namun perlu diingat, bahwasannya yang dapat menggugurkan kewajiban
adalah dugaan yang mendekati kepastian, bukan sekedar dugaan yang tidak
mendasar, yang terkadang dipakai sebagai dalih sebagian orang untuk melepaskan
tanggung jawab nahi munkar.
7. Amar maruf dan Nahi munkar terhadap orang yang diyakini tidak akan
menerimanya.
Para ulama berpendapat bahwa melaksanakan amar maruf nahi munkar
kepada orang yang diyakini tidak akan menerima, adalah wajib. Karena
kewajibannya hanyalah menyampaikan, sedang menerima atau tidak bukan
menjadi tanggung jawab kita.
Allah swt. berfirman: Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya
kamu adalah orang-orang yang memberi peringatan. (al-Ghaasyiyah: 21)
Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan [risalah].(asy-Syura: 48)
Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu
bermanfaat
bagi
orang-orang
yang
beriman.(adz-Dzaariyaat:
55)
Inilah yang dimaksud oleh Abu Said ra. ketika ia berkata: Ia telah melakukan
kewajibannya.
Sesaat setelah dibaiat menjadi khalifah, Abu Bakar ra. berkhutbah, Saya
menjadi pemimpin kalian, dan saya bukanlah orang yang terbaik di antara kalian.
Jika saya benar maka bantulah saya dan jika salah maka luruskanlah. Taatilah aku
selama aku mentaati Allah. Namun jika saya maksiat, maka tiada ketaatan bagi
kalian.
10. Saling menasehati, dan bukan membuat kekacauan
Dalam memberantas kemunkaran, tidak semestinya menggunakan
pedang dan berbagai senjata lainnya, hingga menimbulkan pertumpahan darah.
Yang dituntut sebenarnya adalah saling memberi nasehat, dan inilah sebenarnya
inti ajaran agama, sebagaimana yang telah disabdakan Rasulullah saw.
Agama itu nasehat. Kami bertanya, Bagi siapa? Beliau bersabda,
Bagi Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, dan para pemimpin muslim kaum muslimin
pada umumnya. (HR Muslim)
Adapun nasehat terhadap kitab-kitab Allah adalah dengan
mengamalkannya. Nasehat terhadap Rasul-Rasul Allah adalah dengan komitmen
terhadap sunnahnya, sedangkan nasehat terhadap orang-orang muslim baik
penguasa maupun rakyat adalah dengan saling melaksanakan amar maruf nahi
munkar.
Firman Allah: Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan,
sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka
menyuruh (mengerjakan) yang maruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan
shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu
akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. (at-Taubah: 71)
11. Antara keras dan lunak dalam melakukan amar maruf dan nahi munkar
Amar maruf nahi munkar hendaknya dilaksanakan dengan penuh
bijaksana, sebagaimana firman Allah:
Serulah [manusia] kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. (an-Nahl: 125)
Hikmah tentu disesuaikan dengan kondisi orang yang dihadapi dan
perkara yang akan disampaikan. Kadang harus menggunakan ucapan yang lunak
dan basa-basi. Kadang juga harus keras. Firman Allah: Pergilah kamu berdua
kepada Firaun, sesungguhnya dia telah melampaui batas, kata-kata yang lemah
lembut
mudah-mudahan
ia
ingat
atau
takut.(ThaaHaa:
43-44)
Hai Nabi, berjihadlah [melawan] orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu,
dan
bersikap
keraslah
terhadap
mereka.
(at-Taubah:
73)
Maka sampaikanlah segala apa yang diperintahkan. (al-Hijr: 94)
Karena itulah, orang-orang yang melakukan amar maruf nahi
munkarAmar maruf nahi munkar hendaknya dilaksanakan dengan penuh
bijaksana, sebagaimana firman Allah:
Serulah [manusia] kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. (an-Nahl: 125)
Hikmah tentu disesuaikan dengan kondisi orang yang dihadapi dan
perkara yang akan disampaikan. Kadang harus menggunakan ucapan yang lunak
dan basa-basi. Kadang juga harus keras. Firman Allah: Pergilah kamu berdua
kepada Firaun, sesungguhnya dia telah melampaui batas, kata-kata yang lemah
lembut
mudah-mudahan
ia
ingat
atau
takut.(ThaaHaa:
43-44)
Hai Nabi, berjihadlah [melawan] orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu,
dan
bersikap
keraslah
terhadap
mereka.
(at-Taubah:
73)
Maka sampaikanlah segala apa yang diperintahkan. (al-Hijr: 94)
Karena itulah, orang-orang yang melakukan amar maruf nahi munkar
harus memiliki sifat-sifat tertentu. Di antaranya yang terpenting adalah: lemah
lembut, adil dan berilmu.
Sufyan ats-Tsauri berkata, Tidak layak melakukan amar maruf nahi
munkar, kecuali orang yang meliki tiga sifat: lembut terhadap apa yang dia
perintahkan dan terhadap apa yang dia larang, dan memahami apa yang dia
perintahkan dan apa yang ia larang.
Imam Ahmad berkata, Manusia perlu kelembutan. Karena itu, amar
maruf nahi munkar pun harus dilakukan dengan lembut. Kecuali terhadap orang
yang sengaja menampakkan kemunkarannya. Mereka tidak ada kelembutan
kepadanya.
Ahmad berkata, Menyuruh dengan lembut dan tidak angkuh. Jika tidak
mendapatkan sambutan yang tidak mengenakkan hati tidak marah. Disebutkan
bahwa jika melewati hal-hal yang dibenci, teman-teman Ibnu Masud
mengingatkan agar tidak gegabah.
pemimpin yang dhalim, menyuruhnya kepada yang maruf dan mencegahnya dari
munkar, lalu ia dibunuh. (HR al-Bazzar)
14. Nahi munkar hanya boleh dilakukan terhadap kemunkaran yang tampak.
Seorang muslim diwajibkan memberantas kemunkaran, jika kemunkaran
tersebut jelas adanya, dan ia sendiri menyaksikannya. Dalilnya adalah hadits Nabi,
Barangsiapa di antara kalian melihat kemunkaran. karenanya, jika seseorang
ragu-ragu terhadap keberadaan kemunkaran, maka ia tidak boleh memata-matai.
Semakna dengan menyaksikan adalah manakala ia diberitahu oleh
orang yang bisa dipercaya atau ada bukti-bukti yang menguatkan adanya
kemunkaran. Dalam kondisi seperti ini, ia harus mencegah kemunkaran tersebut
dengan cara yang sesuai.
Dalam hal ini, bolehkan melakukan pengintaian, atau bahkan masuk
rumah orang tanpa izin? Tergantung perkaranya. Jika kemunkaran yang terjadi
dalam sebuah tempat tertutup perlu dicegah segera, seperti zina dan pembunuhan,
maka dibolehkan. Bahkan boleh melakukan pengintaian terhadap tempat-tempat
yang diduga kuat menjadi sarang kemunkaran seperti ini. Agar masyarakat
terbebas dari kehinaan.
Seseorang mengadu kepada Ibnu Masud, Janggut si fulan basah oleh
khomr. Ia menjawab, Allah melarang kita untuk melakukan pengintaian.
15. Nahi munkar tidak berlaku untuk perkara-perkara yang diperdebatkan
kemunkarannya oleh para ulama.
Para ulama sepakat bahwa yang harus diberantas hanyalah perkaraperkara yang jelas dan disepakati kemunkarannnya. Misalnya: minum minuman
keras, riba, tidak menutup aurat, meninggalkan shalat, tidak mau berjihad, dan
lain sebagainya.
Adapun masalah-masalah yang masih diperdebatkan di antara ulama,
apakah perkara tersebut haram atau tidak, wajib atau tidak, maka orang yang
melakukan perkara tersebut tidak bisa diberantas. Dengan syarat, perdebatan ini
memang terjadi dan diakui oleh para ulama yang kredibel, dan berdasarkan pada
dalil. Perbedaan yang muncul dari kalangan ahl bidah dan kelompok yang
berseberangan dengan ahlu sunnah wal jamaah tidak termasuk dalam kategori ini.
Seperti Khawarij dan yang lain. Begitu juga perbedaan yang tidak didasari dalil
atau bertentangan dengan dalil yang lebih kuat. Seperti nikah mutah [nikah
kontrak].
16. Tanggung jawab amar maruf nahi munkar bersifat umum dan khusus.
Amar maruf nahi munkar diwajibkan bagi setiap muslim yang
mengetahui kemunkaran, dan ia mampu untuk memberantasnya. Kewajiban ini
tidak ada diskriminasi antara penguasa dan rakyat jelata, ulama maupun orang
biasa.
Firman Allah: Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusi,
menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar. (Ali Imraan:
110) Dan orang-orang yang beriman, lelaki maupun perempuan, sebagian
mereka [adalah] menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh
[mengerjakan] yang maruf, mencegah dari yang munkar.(at-Taubah: 71)
Ini semua menunjukkan bahwa amanah tersebut dibebankan kepada umat
Islam secara umum. Sebagaimana diisyaratkan dalam hadits, Barangsiapa di
antara kalian yang mengetahui kemunkaran.
Namun demikian, tanggung jawab tersebut mempunyai tingkat
penekanan yang lebih pada dua kelompok: Ulama dan umara [pemimpin].
Ulama mempunyai tanggung jawab lebih besar karena mereka
mengetahui berbagai hukum Islam, yang tidak diketahui kebanyakan masyarakat.
Apalagi mereka ini mempunyai tingkat kewibawaan yang lebih tinggi, hingga
membuat amar maruf dan nahi munkar yang dilakukan oleh mereka lebih
didengar dan diperhatikan. Selain itu, mereka juga dapat melakukannya dengan
hikmah dan nasehat yang baik.
Firman Allah: Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. (alMujadilah: 11)
17. Adab dalam melakukan amar maruf nahi munkar.
Salah satu adab dalam melakukan amar maruf nahi munkar adalah
melaksanakan apa yang ia perintahkan dan menjauhi apa yang ia larang. Dengan
demikian akan membawa dampak besar bagi orang yang ia seru. Bahkan amal
perbuatannya juga diterima Allah swt. dan bukan justru menjadi hujjah yang
menjerumuskan dirinya pada hari kiamat kelak.
Firman Allah swt. Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu
mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah
bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan. (ash-Shaaf: 2-3)
Usamah bin Zaid berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, Pada hari
kiamat, ada seorang laki-laki yang dicampakkan ke dalam neraka, lalu seluruh isi
perutnya terburai keluar. Ia kemudian berguling-guling seperti himar yang