Anda di halaman 1dari 5

Prilaku Korupsi di Indonesia; Indikasi Hilangnya Ruh Islam

Firman Sholihin

Tak bisa dipungkiri bahwa banyaknya tindak pidana korupsi di Indonesia merupa-
kan salah satu prestasi buruk terbesar yang disandang Negara ini. Pada tahun 2005,
menurut data Political Economic and Risk Consultancy (PERC), Indonesia menempati
urutan pertama sebagai negara ter-korup di Asia.1 Indonesia dicap sebai Negara terkorup
dengan skor 8,32 atau lebih buruk jika dibandingkan dengan Thailand (7,63). Bahkan,
salah satu koran terbitan Singapura, The Straits Times, sesekali waktu pernah menjuliki
Indonesia sebagai The Envelope Country, karena segala hal bisa dibeli, entah itu lisensi,
tender, wartawan, hakim, jaksa, polisi, petugas pajak atau yang lain. Pendek kata, segala
urusan bisa lancar bila ada “amplop”.2

Hal itu akan sangat jelas ketika kita melihat begitu maraknya praktek suap-
menyuap serta berbagai manipulasi hukum dan data yang dilakukan beberapa elemen
Negara. Tidak hanya pejabat-pejabat tinggi di pemerintahan pusat saja, praktek curang
semisal ini sudah menjalar ke sektor-sektor pemerintahan terkecil, bahkan sampai
tinggkat RT/RW yang memegang pemerintahan di sektor daerah. Pantas saja jika ada
yang menyebut bahwa prilaku korup di Indonesia buka hanya sebagai kejahatan semata,
namun sudah menjadi patologi sosial yang sulit untuk disembuhkan dan dibendung
penyebarannya. Padahal, jika dilihat dari prestasi lain yang dimiliki Indonesia, hal ini
sangatlah berbanding terbalik.

Indonesia tercatat sebagai Negara dengan jumlah muslim terbesar di dunia.


Jumlah pemeluk agama Islam di Indonesia mencapai ± 216 Juta jiwa atau 88% dari
penduduk Indonesia. Tak hanya itu, Negara ini juga merupakan Negara dengan jumlah
masjid terbanyak dan Negara asal jama’ah haji terbesar di dunia.3 Dengan kata lain,
perkembangan kuantitas Islam sangatlah pesat di Negara ini. Akan tetapi, hal itu tidak
menjadikan Indonesia jauh dari tindakan-tindakan yang menyimpang seperti halnya
korupsi.

Padahal, Islam adalah agama yang paling keras dalam mengecam setiap tindakan
curang, zhalim dan khianat, terutama bagi seseorang yang tengah memegang jabatan
penting dalam pemerintahan, sebagaimana Sabda Rasulullah Saw:

1 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Memahami Untuk Membasmi; Buku Saku Untuk Memahami
Tindak Pidana Korupsi, Hal. 1.
2 Tnp., Korupsi; Permasalahan dan Solusi Pemberantasannya, fdf. File. Hal. 1.
3 http://notifikasiku.blogspot.com/2012/04/50-hal-yang-membuat-indonesia-dikenal.html
‫ «ما من وال يلي رعية‬:‫ سمعت رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال‬:‫عن معقل بن يسار قال‬
»‫ إال حرم هللا عليه الجنة‬،‫ فيموت وهو غاش لهم‬،‫من املسلمين‬
Dari Ma’qal bin Yasar—semoga Allah Swt meridlainya—dia berkata, “Aku
mendengar Rasulullah Saw bersabda, ‘Tidaklah seorang pemimpin yang
mengurusi kepentingan rakyat dari golongan muslim, kemudian dia mati dalam
keadaan telah menipu rakyatnya, kecuali Allah Swt mengharamkan surga
baginya’”.4

Dalam hadits lain, Rasulullah juga memberikan judgement bahwa sekecil apapun
prilaku khianat dan curang yang dilakukan oleh seseorang yang diberi amanat, maka dia
akan menanggung akibat buruk dari perbuatannya tersebut di hari kiamat kelak. Sabda
Rasulullah Saw:

‫ «من‬:‫ سمعت رسول هللا صلى هللا عليه وسلم يقول‬:‫ قال‬،‫عن عدي بن عميرة الكندي‬
:‫ قال‬،»‫ فما فوقه كان غلوال يأتي به يوم القيامة‬،‫ فكتمنا مخيطا‬،‫استعملناه منكم على عمل‬
،‫ اقبل عني عملك‬،‫ يا رسول هللا‬:‫ فقال‬،‫فقام إليه رجل أسود من األنصار كأني أنظر إليه‬
‫ من استعملناه منكم‬،‫ «وأنا أقوله اآلن‬:‫ قال‬،‫ كذا وكذا‬:‫ سمعتك تقول‬:‫ «وما لك؟» قال‬:‫قال‬
»‫ وما نهي عنه انتهى‬،‫ فما أوتي منه أخذ‬،‫ فليجئ بقليله وكثيره‬،‫على عمل‬
Dari ‘Adi bin ‘Umairah al-Kindi—semoga Allah Swt meridlainya—dia berkata,
“Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda, ‘Siapa saja di antara kalian yang
kami tugaskan kepadanya untuk mengurus satu urusan, kemudian dia
menyembunyikan dari kami sebatang benang pun atau lebih dari itu, maka hal
tersebut merupakan prilaku ghulul (khianat/korupsi) yang akan datang
kepadanya pada hari kiamat kelak’”. ‘Adi bin Umairah berkata, “Maka berdirilah
seorang lakilaki hitam dari kalangan Anshar seakan-akan aku melihatnya,
seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah! Copotlah urusan yang engkau tugaskan
kepadaku’”, Rasulullah Saw bertanya, “Ada apakah gera-ngan?!”, laki-laki itu
menjawab, “Aku mendengar engkau bersabda seperti ini dan seperti itu
(maksudnya sabda yang di atas, pen.), Rasulullah pun bersabda, “Sekarang aku
katakana, siapa saja di antara kalian yang ditugaskan kepadanya untuk
mengurus satu urusan, hendaklah dia datangkan urusan itu sedikit ataupun
banyaknya. Maka apa saja yang diberikan kepadanya, maka dia—boleh—

4 Shahih al-Bukhari kitab al-ahkam bab man istur’iya ra’iyyah falam yanshah, hadits no. 7152.
mengambilnya. Dan apa saja yang dilarang—untuk diambil—maka tidak
boleh”.5

،‫ أدوا الخيط‬،‫ «يا أيها الناس إن هذا من غنائمكم‬:‫قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬
‫ وشنار‬،‫ على أهله يوم القيامة‬،‫ فإن الغلول عار‬،‫ وما دون ذلك‬،‫ فما فوق ذلك‬،‫واملخيط‬
»‫ونار‬
Rasulullah Saw bersabda, “Wahai Manusia! Sesungguhnya harta ini adalah
sebagian dari rampasan perang kalian. Berikanlah—dengan sejujur-jujurnya—
oleh kalian—meskipun itu—sehelai benang dan sebatang jarum atau lebih dari
itu. Dan apapun selain dari itu. Maka sesungguhnya prilaku ghulul merupakan
kehinaan, aib, dan api bagi pelakunya di hari kiamat”.6

Al-Syaukani, pengarang kitab Nail al-Authar, mengomentari hadits yang semakna


dengan hadits-hadits di atas, bahwa di dalamnya terkandung keterangan tidak halannya
bagi seorang pekerja menambah (korupsi) upah yang telah ditetapkan sang pemberi
tugas. Dan apa yang dia ambil selain dari itu, maka itulah yang dinamakan ghulul.7

Dalam bahasa Arab, praktek korupsi, suap, sogok, pungli, dan semacamnya
diistilahkan dengan kata Risywah. Secara terminologi, praktek risywah ini berarti
pemberian yang dilakukan oleh seseorang kepada hakim atau lainnya untuk
memenangkan perkaranya dengan cara yang tidak dibenarkan atau untuk memperoleh
kedudukan.8 Atau diartikan juga tindakan seseorang yang memberikan atau menjanjikan
sesuatu kepada orang lain dengan tujuan mempe-ngaruhi keputusan pihak penerima
agar keputusannya menguntungkan pihak pemberi meski dengan melawan hukum.9

Semua ulama sepakat mengharamkan risywah yang terkait dengan pemutusan


hukum, bahkan perbuatan ini termasuk dosa besar. Sebagaimana yang telah diisyaratkan
beberapa Nash Qur’aniyah dan Sunnah Nabawiyah yang antara lain menyatakan:
“Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak
memakan yang haram” (QS Al Maidah 42). Imam al-Hasan dan Said bin Jubair
menginterpretasikan ‘akkaaluna lissuhti’ dengan risywah.10

5 Shahih Muslim kitab al-imarah bab tahrim hadaya al-‘ummal, hadits no. 30-(1833).
6 Sunan Ibn Majah kitab al-jihad bab al-ghulul, hadits no. 2850.
7 Al-Syaukani, Nail al-Authar, Jld. 4, Hal. 197.
8 Nanang T. Puspto, dkk., ed., Pendidikan Anti Korupsi Untuk Perguruan Tinggi, Hal. 23.
9 Zainal Abidin, Bila Budaya Korupsi Meracuni Birokrasi, Hal. 10.
10 Nanang T. Puspto, dkk., ed., Pendidikan Anti Korupsi Untuk Perguruan Tinggi, Hal. 23.
Larangan keras lain tentang prilaku risywah ini dinyatakan pula secara tegas
dalam hadits Rasulullah Saw yang semakin jelas mengindikasikan keharaman prilaku
curang ini:

‫ «لعنة هللا على الراش ي‬:‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬:‫ قال‬،‫عن عبد هللا بن عمرو‬
»‫واملرتش ي‬
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr—semoga Allah Swt meridlainya—dia berkata,
“Rasulullah Saw bersabda, ‘Allah Swt melaknat penyuap dan yang menerima
suap”.11

Keterangan-keterangan di atas dirasa sudah mencukupi bahwa agama Islam


sangat keras mengecam umatnya yang berlaku korupsi, khianat, curang dan prilaku
menyimpang lainnya, dalam hal apapun. Ancaman-ancaman siksa yang diusungkan
Islam pun sangat banyak dan cukup mengetarkan hati siapa saja yang mendengarnya.

Dari hal itu, timbul satu pertanyaan, mengapa negri yang mayoritas etnis
penduduknya beragama Islam ini malah dicap sebagai negri dengan koruptor terbesar?
Pertanyaan tersebut mungkin terdengar aneh, mengingat—sebagaimana yang telah
disinggung—Islam sangat mengecam keras prilaku korupsi. Yang harusnya ditanyakan
adalah, bagaimanakah cara mereka beragama Islam? Karena, Jikalah mereka yang
mengaku Islam benar-benar dalam mengindahkan aturan di dalamnya—yang mencakup
seluruh aspek kehidupan, pastilah mereka tidak akan terjerumus dalam kegiatan
menyimpang seperti korupsi.

Muslim sesungguhnya akan senantiasa menanamkan sikap muraqabah (sikap


selalu diawasi Allah Swt) dalam hatinya, sehingga akan membuatnya takut ketika akan
berbuat jahat-maksiat meskipus tak ada seorang pun yang tahu. Selain itu, seorang
Muslim yang baik tidak akan terbuai dengan segala macam kesenangan dunia yang jelas-
jelas hanya fatamorgana semata, apalagi yang statusnya haram. Karna mereka tahu,
kesenangan yang dirasakan tidak akan mampu menandingi pedihnya akibat dari
perbuatan tersebut, baik itu di dunia atapun di akhirat. Ketika Indonesia yang “secara
kuantitas” keislamannya maju, namun dicap sebagai negri dengan jumlah prilaku korup
tertinggi, maka jangan salahkan islamnya. Mungkin, itu merupakan sebagian aib dunia
yang telah Allah Swt tampakan akibat maraknya prilaku korupsi. Jelaslah, prilaku
korupsi di Indonesia, merupakan ciri hilangnya ruh Islam yang sebenarnya. Wallahu
a’lam

Garut, Kantor PD. Persis Garut


Kamis, 28 Mei 2015

11 Sunan Ibn Majah kitab al-ahkam bab al-taghlizh fi al-haif wa al-risywah, hadits no. 2313.
Daftar Pustaka

Ibn Majah Abu ‘Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qazwini, Sunan Ibn Majah, Tahqiq:
Muhammad Fu’ad ‘Abdul-Baqi, (ttp.: Dar Ihya al-Kutub al-‘Arabiyyah, tth.), al-
Maktabah al-Syamilah.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Memahami Untuk Membasmi; Buku Saku Untuk
Memahami Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi
[KPK], Cet. Ke-2, 2006.

Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad bin ‘Abdullah al-Syaukani, Nail al-Authar, Tahqiq:
‘Ashamud-Din al-Shababathi, (Mesir: Dar al-Hadits, Cet. Ke-1, 1413 H/1993 M)

Muhammad bin Isma’il Abu ‘Abdullah al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Tahqiq:


Muhammad Zuhair bin Nashir al-Nashir, (ttp.: Dar Thauq al-Najah, Cet. Ke-1,
1422 H), al-Maktabah al-Syamilah.

Muslim bin al-Hajjaj, Shahih Muslim, Tahqiq: Muhammad Fu’ad ‘Abdul-Baqi, (Bairut:
Dar Ihya at-Turats al-‘Arabiy, tth.), al-Maktabah al-Syamilah.

Nanang T. Puspto, dkk., ed., Pendidikan Anti Korupsi Untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta:
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
Bagi Hukum Kepegawaian, Cet. Ke-1, 2011).

Zainal Abidin, Bila Budaya Korupsi Meracuni Birokrasi, dalam Majalah As-Sunnah,
Edisi 03 Thn.XIV_1431 H/ 2010 M

Website:

http://notifikasiku.blogspot.com/2012/04/50-hal-yang-membuat-indonesia-
dikenal.html

Anda mungkin juga menyukai