Definisi Tasyabbuh
At-Tasyabbuh secara bahasa diambil dari kata al-musyabahah yang berarti meniru atau
mencontoh, menjalin atau mengaitkan diri, dan mengikuti. At-Tasybih berarti peniruan. Dan
mutasyabihah berarti mutamatsilat (serupa). Dikatakan artinya serupa dengannya, meniru dan
mengikutinya. Tasyabbuh yang dilarang dalam Al-Quran dan As-Sunnah secara syari adalah
menyerupai orang-orang kafir dalam segala bentuk dan sifatnya, baik dalam aqidah, peribadatan,
kebudayaan, atau dalam pola tingkah laku yang menunjukkan ciri khas mereka (kaum kafir).
(Mantasyabbaha biqoumin Fahuwa Minhum, Dr.Nashir Bin Abdul Karim Al-Aql)
Termasuk dalam tasyabbuh yaitu meniru terhadap orang-orang yang tidak shalih, walaupun
mereka itu dari kalangan kaum muslimin, seperti orang-orang fasik, orang-orang awam dan jahil,
atau orang-orang Arab (badui) yang tidak sempurna diennya (keislamannya).
Oleh karena itu, secara global kita katakan bahwa segala sesuatu yang tidak termasuk ciri khusus
orang-orang kafir, baik aqidahnya, adat-istiadatnya, peribadatannya, dan hal itu tidak
bertentangan dengan nash-nash serta prinsip-prinsip syariat, atau tidak dikhawatirkan akan
membawa kepada kerusakan, maka tidak termasuk tasyabbuh. Inilah pengertian secara global.
(Idem)
Alloh Subhanahu wa taala berfirman:
Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka
mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah
mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya,
kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan
kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik
[QS. Al-Hadiid : 16].
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata ketika mengomentari ayat:
Firman-Nya : Janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan AlKitab kepadanya ;
(Hal ini) merupakan larangan yang bersifat mutlak dalam hal penyerupaan terhadap mereka
(orang kafir). Larangan ini juga khusus menyerupai mereka dalam hal kerasnya hati, sedangkan
kerasnya hati termasuk di antara buah kemaksiatan
[Iqtidlaa Shiraathil-Mustaqiim, 1/290].
Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini dengan mengatakan :
Oleh karena itu, Allah melarang orang-orang yang beriman untuk menyerupai mereka (orang
kafir) dalam hal apapun, baik dalam perkara pokok (ushuliyyah) maupun cabang (furuiyyah)
[Tafsir Ibnu Katsir, 8/20, tahqiq : Saamiy bin Muhammad Salaamah; Daarith-Thayyibah, Cet.
2/1420].
Para ulama juga berdalil dengan firman Allah taala berikut :
Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Bani Israel Al Kitab (Taurat), kekuasaan dan
kenabian dan Kami berikan kepada mereka rezeki-rezeki yang baik dan Kami lebihkan mereka
atas bangsa-bangsa (pada masanya)
Dan Kami berikan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata tentang urusan (agama);
maka mereka tidak berselisih melainkan sesudah datang kepada mereka pengetahuan karena
kedengkian (yang ada) di antara mereka. Sesungguhnya Rabbmu akan memutuskan antara
mereka pada hari kiamat terhadap apa yang mereka selalu berselisih padanya.
Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu,
maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak
mengetahui
[QS. Al-Jaatsiyyah : 16-18].
Bukan termasuk golongan kami orang yang menyerupai kaum selain kami.
(HR. At-Tirmidzi no. 2695)
Dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda:
Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk darinya.
(HR. Abu Daud no. 4031 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah: 1/676)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiah -rahimahullah- berkata (setelah membawakan hadits diatas,
Hukum minimal yang terkandung dalam hadits ini adalah haramnya tasyabbuh kepada mereka
(orang-orang kafir), walaupun zhahir hadits menunjukkan kafirnya orang yang tasyabbuh kepada
mereka
(Lihat Al-Iqtidha` hal. 83)
Dan pada hal. 84, beliau berkata,
Dengan hadits inilah, kebanyakan ulama berdalil akan dibencinya semua perkara yang
merupakan ciri khas orang-orang non muslim.
(Lihat Al-Iqtidha` hal. 84)
Bahkan dalam hadits Anas bin Malik, beliau berkata,
Sesungguhnya orang-orang Yahudi, jika istri mereka haid, mereka tidak mau makan
bersamanya dan mereka tidak berhubungan dengannya di dalam rumah. Maka para sahabat
menanyakan masalah ini kepada Nabi sehingga turunlah ayat,
["Mereka bertanya kepadamu tentang darah haidh, maka katakanlah dia adalah kotoran (najis),
maka jauhilah perempuan saat haid"]
(QS. Al-Baqarah: 222)
sampai akhir ayat.
Maka Rasulullah bersabda,
Lakukan semuanya dengan istrimu kecuali nikah (jima).
Berita turunnya ayat ini sampai ke telinga orang-orang Yahudi, lalu mereka berkata,
Laki-laki ini (Muhammad) tidak mau meninggalkan satu pun dari urusan kita kecuali dia
menyelisihi kita dalam perkara tersebut.
(HR. Muslim : 1/169)
Syaikhul Islam berkata dalam Al-Iqtidha` hal. 62,
Hadits ini menunjukkan banyaknya perkara yang Allah syariatkan kepada Nabi-Nya dalam
rangka menyelisihi orang-orang Yahudi. Bahkan hadits ini menunjukkan bahwa beliau r telah
menyelisihi mereka pada seluruh perkara mereka, sampai-sampai mereka berkata, Laki-laki ini
(Muhammad) tidak mau meninggalkan satu pun dari urusan kita kecuali dia menyelisihi kita
dalam perkara tersebut.
(Al-Iqtidha` hal. 62)
Hukum Tasyabbuh
Perbuatan tersebut memang diimpor oleh kaum muslimin dari orang-orang kafir, tapi niat dan
alasan mereka (kaum muslimin) melakukannya berbeda dari niat mereka (orang-orang kafir).
Contohnya seperti perayaan Maulid, Isra` Miraj, dan selainnya.
Adapun untuk poin ketiga, maka Syaikhul Islam memberi contoh dengan masalah mengecat
uban. Munculnya uban seseorang -baik dia muslim maupun kafir- bukanlah keinginan dan
perbuatan mereka, tapi semata-mata penciptaan dari Allah Taala. Hanya saja, berhubung orangorang Yahudi membiarkan uban-uban mereka maka Allah melalui lisan Rasul-Nya
mensyariatkan agar kaum muslimin mengecat uban-uban mereka agar tidak serupa dengan
orang Yahudi sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah riwayat At-Tirmidzi (1752) dan AnNasa`i (5069-5074). Akan tetapi syariat telah melarang untuk mengecatnya dengan warna hitam
sebagaimana dalam hadits Ibnu Abbas riwayat An-Nasa`i (5075)
[Seputar Tasyabbuh (Penyerupaan) Terhadap Non Muslim; dinukil dari: alatsariyyah]
Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk dari mereka.
(HR. Ahmad dan Abu Dawud dari Abdullah bin Umar, dishahihkan oleh Asy-Syaikh AlAlbaniy dalam Shahiihul Jaami no.6025)
(Diringkas dari Iqtidhaa`ush Shiraathil Mustaqiim 1/93, 94 dan 550)
Lakukanlah apa saja (terhadap istri kalian) kecuali nikah (jima).
(HR. Muslim no.302)
Maka hadits ini menunjukkan bahwa apa yang Allah syariatkan kepada Nabi-Nya sangat
banyak mengandung unsur penyelisihan terhadap orang-orang Yahudi. Bahkan beliau
menyelisihi mereka dalam semua perkara yang ada pada mereka, sampai-sampai mereka
berkomentar, Orang ini (Rasulullah) tidaklah mendapati sesuatu pada kami kecuali berusaha
untuk menyelisihinya.
(Iqtidhaa`ush Shiraathil Mustaqiim 1/214-215, 365)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata,
Tasyabbuh dengan orang-orang kafir terjadi dalam hal penampilan, pakaian, tempat makan, dan
sebagainya karena ia adalah kalimat yang bersifat umum. Dalam artian, bila ada seseorang yang
melakukan ciri khas orang-orang kafir, di mana orang yang melihatnya mengira bahwa ia
termasuk golongan mereka (maka saat itulah disebut dengan tasyabbuh, pent).
(Majmuu Duruus wa Fataawaa Al-Haramil Makkiy 3/367)
Di antara bentuk-bentuk meniru orang kafir dalam masalah ini seperti:
- Menggunakan aturan sosialis, sekuler, demokrasi, dan yang semisalnya dari aturanaturan tata negara yang dibuat orang kafir.
Demikian pula dalam sistem ekonomi seperti sistem riba dan sebagainya. Asy-Syaikh Shalih AlFauzan hafizhahullah berkata:
Termasuk bentuk meniru-niru orang kafir adalah menjalankan aturan-aturan dan perundangundangan orang kafir. Atau ajaran-ajaran yang berbahaya seperti ajaran sosialis dan ajaran
sekuler yang membedakan antara agama dan pemerintahan, serta yang lainnya dari hukum,
aturan ekonomi, dan aturan lainnya
(Al-Khuthab, 2/168)
Serta keutamaan yang Allah berikan kepada ahlul ilmi, dan berbagai akhlak jelek lainnya.
Di dalam kitab Iqtidha Ash-Shirathil Mustaqim, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah
telah menyebutkan beberapa akhlak Yahudi yang banyak ditiru oleh sebagian kaum muslimin.
Diantaranya:
* Mereka hasad terhadap hidayah dan ilmu yang Allah Subhanahu Wataala berikan kepada
kaum muslimin.
* Mereka menyembunyikan ilmu, baik karena bakhil yaitu agar selain mereka tidak
mendapatkan keutamaan, atau karena takut akan dijadikan hujjah untuk membuktikan kesalahan
mereka.
* Mereka tidak mengakui kebenaran kecuali apa yang sesuai dengan kaum mereka.
* Mereka merubah Kalam Allah Subhanahu wa Taala baik lafadz ataupun maknanya
(Lihat Al-Iqtidha, 1/83-88)
Batasan-batasan Tasyabbuh
Bagaimana dengan Mobil, Pesawat Terbang, dan Perangkat Teknologi Lainnya?
Memanfaatkan dan meniru mobil, pesawat terbang, alat-alat sains, dan teknologi lainnya
bukanlah termasuk dari tasyabbuh. Karena apa yang mereka buat dan kembangkan tersebut
hakekatnya bukanlah ciri khas/kekhususan yang mereka miliki. Siapa saja baik muslim ataupun
kafir yang bersungguh-sungguh mempelajari dan mengembangkannya akan mampu untuk
membuatnya.
Demikian pula mengimpor barang-barang tersebut dari negeri-negeri kafir dan menggunakannya,
bukanlah bagian dari tasyabbuh. Karena Rasulullah sendiri pernah menggunakan produk orangorang kafir baik pakaian, bejana, dan lain sebagainya. Sebagaimana pula beliau pernah menerima
hadiah dari Muqauqis, seorang raja Mesir yang beragama Nashara.
Namun bila penggunaan produk mereka diiringi dengan penerapan kebiasaan, tata cara, dan
aturan yang merupakan ciri khas dari mereka (orang-orang kafir) maka yang demikian dilarang
dan termasuk dari tasyabbuh.
(Diringkas dari Muqaddimah (Muhaqqiq) Iqtidhaa` Ash-Shiraathil Mustaqiim 1/48 dengan
beberapa tambahan)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata,
Adapun sesuatu yang sudah tersebar di kalangan ummat Islam dan orang-orang kafir, maka
penyerupakan dalam hal ini diperbolehkan walaupun asalnya dari orang-orang kafir, selama
bukan sesuatu yang dzatnya haram seperti pakaian sutra (untuk laki-laki, pent).
Artinya : Tidak boleh mengenakan gamis, imamah, celana dan juga burnus
(Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam Al-Ilm 134, Muslim dalam Al-Hajj 2/117) tentu akan lebih
baik.
Dalam Al-Fath (juz 1, hal 307) juga disebutkan,
Jika kita katakan itu terlarang karena alasan menyerupai orang-orang non Arab, maka hal ini
demi kemaslahatan agama, tentunya karena hal itu termasuk simbol mereka dan mereka adalah
orang-orang kafir. Kemudian, tatkala hal ini sekarang tidak lagi menjadi simbol dan ciri khas
mereka, maka hilangnya makna tersebut, sehingga hilang pula hukum makruhnya.
Wallahu alam
[Fatawa Al-Aqidah, Syaikh Ibnu Utsaimin, hal 245]
[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama AlBalad Al-Haram, Penyusun Khalid Al-juraisy, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerjemah
Musthofa Aini, Penerbit Darul Haq]
Mereka bertanya kepadamu tentang haidl. Katakanlah : Haidh itu adalah kotoran. Oleh sebab
itu, hendaklah kalian menjauhkan diri dari wanita di waktu haidl
(QS. Al-Baqarah : 222).
Lakukan apapun (terhadap istrimu yang sedang haidl) kecuali an-nikaah (berjima).
Kemudian hal ini sampai kepada orang-orang Yahudi, dan mereka mengatakan :
Apa yang diinginkan orang ini maksudnya adalah Nabi shallallaahu alaihi wa sallam ?
Tidaklah ia membiarkan perkara kita sedikitpun kecuali ia pasti menyelisihi kita dalam perkara
itu.
Kemudian Usaid bin Hudlair dan Abbad bin Bisyr mendatangi Nabi shallallaahu alaihi wa
sallam, lalu keduanya mengatakan :
Wahai Rasulullah, orang-orang Yahudi mengatakan demikian dan demikian. Tidakkah kita
menggauli mereka (di waktu haidl) ?
Serta merta berubahlah raut muka Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam, hingga kami
menyangka bahwa beliau marah kepada mereka berdua. Mereka berdua pun keluar, bersamaan
dengan itu datang hadiah susu kepada Nabi shallallaahu alaihi wa sallam. Maka beliau
mengutus seseorang untuk mengikuti mereka dan beliau memberi minum (susu tadi), sehingga
kami menyangka bahwa beliau tidak marah kepada mereka berdua
[Iqtidlaa Shiraathil-Mustaqiim, 1/213-215].
5. Dengan menyelisihi mereka akan terbedakan antara seorang muslim dengan seorang
kafir, dan tidak saling menyerupai satu dengan yang lainnya.
Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka
[Dikeluarkan oleh Ahmad dan yang lainnya, serta dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Irwaa
no. 1269]. Jika kita mengikuti dan menyerupai kaum muslimin, Insya Alloh kita digolongkan
menjadi kelompok kaum muslimin, tapi apa jadinya jika akhlak, perilaku dan penampilan kita
sangat menyerupai kaum kuffar? Wallahul Mustaan
(Diringkas dari Iqtidhaa`ush Shiraathil Mustaqiim 1/197, 198, 209 dan 365) [Diambil dari AsySyariah No.11/I/1425H/2004 hal.5-8]
Penutup
Demikianlah secara ringkas sebagian kecil dari bentuk-bentuk tasyabbuh, terutama menyangkut
masalah tasyabbuh bil kuffar. Sesungguhnya masih banyak yang belum disebutkan karena
sedikitnya ilmu dan lembar yang terbatas. Semoga Allah Subhanahu wa Taala memberikan
hidayah dan taufiq-Nya kepada kita semua agar bisa berpegang dengan ajaran Islam dan
diselamatkan dari segala bentuk meniru-niru orang kafir.
Karena seorang muslim semestinya tahu bahwa tidak ada agama yang diterima oleh Allah
Subhanahu wa Taala kecuali agama Islam, dan bahwa agama ini telah menghapus agama-agama
yang dibawa oleh nabi-nabi sebelumnya. Sehingga kalau agama yang benar yang dibawa oleh
para rasul saja dihapus dengan datangnya agama yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu alaihi
wa sallam ini, lalu bagaimana dengan agama yang sudah berubah sebagaimana agama Yahudi
dan Nashara yang ada sekarang ini? Maka tentunya sangatlah tercela perbuatan orang-orang
yang meniru-niru orang kafir.
Wallahu taala alam bish shawab.
Semoga shalawat dan salam senantiasa Allah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad
Shallallahu alaihi wa sallam beserta keluarga dan para sahabatnya radiyallahu anhum ajmain dan
orang-orang yang mengikuti beliau hingga akhir zaman.
Ya Allah, tunjukkanlah kepada kami kebenaran itu sebagai kebenaran dan berilah kami kekuatan
untuk mengikutinya, serta tunjukkanlah kepada kami kebatilan itu sebagai sebuah kebatilan, dan
berilah kami kekuatan untuk menjauhinya.
Maha Suci Engkau Ya Allah, dan dengan memuji-Mu, saya bersaksi bahwa tiada Tuhan yang
berhak disembah melainkan Engkau, saya memohon ampun dan aku bertaubat kepada-Mu.
Maraji
- http://abul-jauzaa.blogspot.com/2009/05/larangan-tasyabbuh-meniru-niru-terhadap.html
- http://www.darussalaf.or.id/stories.php?id=156
- http://ghuroba.blogsome.com/2008/12/24/waspadai-perbuatan-tasyabuh-menyerupai-nonmuslim/
- http://aqidahislam.wordpress.com/2007/06/18/pemahaman-dasar-tentang-tasyabbuh/
- http://www.almanhaj.or.id/content/706/slash/0
- http://al-atsariyyah.com/seputar-tasyabbuh-penyerupaan-terhadap-non-muslim.html
Catatan Kaki
1. dalilnya: Rasulullah shallallahu alayhi wa sallam bersabda:
.
,
Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian menjadikan kubur-kubur para
nabi dan orang-orang Saleh mereka sebagai masjid. Ketahuilah, janganlah kalian
menjadikan kubur-kubur sebagai masjid, karena sesungguhnya saya melarang kalian dari
hal tersebut.