Anda di halaman 1dari 4

Dari Abu Said Al Khudri radhiyallahu anhu dia berkata, Aku mendengar Rasulullah

shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Barang siapa di antara kalian yang melihat
kemungkaran, hendaklah dia merubahnya dengan tangannya. Apabila tidak mampu maka
hendaknya dengan lisannya. Dan apabila tidak mampu lagi maka dengan hatinya,
sesungguhnya itulah selemah-lemah iman.. (HR. Muslim)
Hadits ini mencakup tingkatan-tingkatan mengingkari kemungkaran. Hadits ini juga
menunjukkan bahwasanya barang siapa yang mampu untuk merubahnya dengan tangan maka dia
wajib menempuh cara itu. Hal ini dilakukan oleh penguasa dan para petugas yang mewakilinya
dalam suatu kepemimpinan yang bersifat umum. Atau bisa juga hal itu dikerjakan oleh seorang
kepala rumah tangga pada keluarganya sendiri dalam kepemimpinan yang bersifat lebih khusus.
Yang dimaksud dengan melihat kemungkaran di sini bisa dimaknai melihat dengan mata dan
yang serupa dengannya atau melihat dalam artian mengetahui informasinya. Apabila seseorang
bukan tergolong orang yang berhak merubah dengan tangan maka kewajiban untuk melarang
yang mungkar itu beralih dengan menggunakan lisan yang memang mampu dilakukannya. Dan
kalau pun untuk itu pun dia tidak sanggup maka dia tetap berkewajiban untuk merubahnya
dengan hati, itulah selemah-lemah iman. Merubah kemungkaran dengan hati adalah dengan
membenci kemungkaran itu dan munculnya pengaruh terhadap hatinya karenanya. Perintah
untuk merubah kemungkaran yang terkandung dalam hadits ini tidaklah bertentangan dengan
kandungan firman Allah azza wa jalla,

Tahapan dalam merubah kemungkaran.


1. Pertama, memberikan kesedaran dan pemahaman. Allah swt. Berfirman, Dan
Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, sesudah Allah memberi
petunjuk kepada mereka hingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus
mereka jauhi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (atTaubah: 115)
2. Kedua, menyampaikan nasihat dan pengarahan. Jika penjelasan dan maklumat
tentang ketentuan-ketentuan Allah yang harus ditaati sudah disampaikan, maka
langkah berikutnya adalah menasihati dan memberikan bimbingan. Cara ini
dilakukan Rasulullah terhadap seorang pemuda yang ingin melakukan zina dan
terhadap orang Arab yang kencing di Masjid.
3. Ketiga, peringatan keras atau kecaman. Hal ini dilakukan jika ia tidak
menghentikan perbuatannya dengan sekadar kata-kata lembut dan nasihat halus.
Dan ini boleh dilakukan dengan dua syarat: memberikan kecaman hanya
manakala benar-benar dibutuhkan dan jika cara-cara halus tidak ada pengaruhnya.
Dan, tidak mengeluarkan kata-kata selain yang yang benar dan ditakar dengan
kebutuhan.
4. Keempat, dengan tangan atau kekuatan. Ini bagi orang yang
memiliki walayah (kekuasaan, kekuatan). Dan untuk melakukan hal ini ada dua

catatan, yakni: catatan pertama, tidak secara langsung melakukan tindakan dengan
tangan (kekuasaan) selama ia dapat menugaskan si pelaku kemungkaran untuk
melakukannya. Jadi, janganlah si pencegah kemungkaran itu menumpahkan
sendiri arak, misalnya, selama ia boleh memerintahkan peminumnya untuk
melakukannya. Catatan kedua, melakukan tindakan hanya sebatas keperluan dan
tidak boleh berlebihan. Jadi, kalau bisa dengan menarik tangannya, tidak perlu
dengan menarik janggotnya.
5. Kelima, menggunakan ancaman pemukulan. Ancaman diberikan sebelum terjadi
tindakannya itu sendiri, selama itu mungkin. Dan ancaman tentu saja tidak boleh
dengan sesuatu yang tidak dibenarkan untuk dilakukan. Misalnya, Kami akan
telanjangi kamu di jalan, atau Kami akan menawan isterimu, atau Kami akan
penjarakan orangtua kamu. (Lebih lanjut lihat Fahmul-Islam Fi ZhilalilUshulil-Isyrin, Jumah Amin Abdul-Aziz, Darud-Dawah, Mesir).

FITNAH

Sabda Rasulullah SAW bermaksud: "Barangsiapa mengendalikan lidahnya (dari membicarakan


kehormatan orang) maka Allah akan menutup kecelaannya (hal2 yang memalukan). Siapapun
yang menahan amarahnya, Allah akan melindungi dari siksa Nya. Dan siapa yang meminta
kelonggarannya kepada Allah, maka Allah akan menerima permintaan kelonggarannya. " ~
Hadits Riwayat Ibnu Abib-Duanya.
Hadis Rasulullah SAW diriwayatkan dari Hudzaifah ra berkata: Aku telah mendengar Rasulullah
SAW bersabda: "Tidak akan masuk surga orang yang suka menebar fitnah."
Allah SWT menempatkan dosa membuat fitnah lebih buruk dampaknya daripada membunuh.
Firman Allah: "... fitnah itu besar (dahsyat) dari melakukan pembunuhan ..." ~ Surah al-Baqarah,
ayat 217.
**

Jadi, hidup ini janganlah asyik mencari keburukan orang lain, apalagi asyik suka memfitnah
demi mencari kepuasan diri agar diri berkuasa dan ingin dipercaya.

Anda mungkin juga menyukai