Anda di halaman 1dari 5

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Dari atas mimbar khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib
pribadi, untuk senantiasa berusaha meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT dengan
cara melaksanakan semua kewajiban dan menjauhkan diri dari seluruh yang diharamkan.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Dalam ayat di atas, salah satu perintah yang disampaikan kepada kita adalah
berbuat baik kepada tetangga. Yaitu dalam firman-Nya: yakni
tetangga dekat maupun tetangga yang jauh dari rumah kita, atau tetangga yang ada
hubungan kekerabatan dengan kita maupun tetangga yang tidak ada hubungan
kekerabatan dengan kita. Terhadap mereka semua, kita diperintahkan untuk berbuat
baik. Baginda Nabi SAW memberitahu kita bahwa salah satu tanda kesempurnaan
iman seseorang adalah memuliakan tetangga. Baginda bersabda: 

Maknanya: Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir (dengan iman
yang sempurna), maka hendaklah ia memuliakan tetangganya.  (HR al-Bukhari dan
Muslim).
Bahkan baginda Nabi memerintahkan kepada para perempuan, yaitu istri-istri
kita untuk berbuat baik kepada tetangga-tetangga perempuan mereka dalam
sabdanya:
Maknanya: Wahai para perempuan Muslimah, janganlah sekali-kali seseorang dari
kalian menganggap remeh untuk berbagi dengan tetangganya meskipun hanya
dengan kuku kambing. (HR Malik dalam al-Muwattha’).
Hadirin yang Berbahagia
Salah satu hal yang dapat menguatkan hubungan kita dengan tetangga dan
menjadi sebab timbulnya rasa kasih sayang antar tetangga adalah saling berbagi dan
saling memberi hadiah. Sahabat Abu Dzarr R berkata:

Maknanya: Sesungguhnya kekasihku (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam)


berpesan kepadaku: Jika engkau memasak  sup, maka perbanyaklah kuahnya,
kemudian lihatlah salah satu keluarga di antara tetanggamu lalu berikanlah
sebagian darinya kepada mereka dengan baik. (HR Muslim)
Hadirin Rahimakumullah
Mengenai sikap baik kepada tetangga, kisah yang sering diceritakan oleh para
ulama adalah sikap seorang wali yang bernama Sahl at-Tustari kepada tetangganya
yang beragama Majusi. Ibn al-Mulaqqin dalam Thabaqat al-Auliya’ menceritakan:
Sahl as-Tustari memiliki seorang tetangga yang beragama Majusi. Suatu ketika
jamban tetangganya yang Majusi itu bocor hingga mengalirlah kotoran dari jamban
itu ke rumah Sahl. Dengan penuh kesabaran, di siang hari Sahl menampung kotoran
itu. Lalu Ia membuangnya di malam hari. Setahun hal itu berjalan. Sahl sama sekali
tidak pernah mengeluh dan protes kepada tetangganya tersebut.
Suatu saat, Sahl jatuh sakit. Ia lalu memanggil sang Majusi dan
memberitahunya tentang kotoran Majusi yang mengalir ke rumahnya setiap hari.
Sahl merasa ajalnya sudah dekat. Ia khawatir jika hal itu tidak ia beritahukan kepada
Majusi, ahli waris Sahl tidak akan bersabar sebagaimana ia bersabar. Itu akan
menyebabkan mereka memusuhi Majusi. Mendengar hal itu, Majusi menangis
terharu bercampur takjub atas kesabaran Sahl yang luar biasa. Sang Majusi lalu
berkata: “Anda bersabar atas gangguan kotoran dari jambanku selama berbulan-
bulan. Anda tetap memperlakukanku dengan sangat baik.
Ulurkan tangan Anda. Aku akan masuk Islam dengan membaca dua kalimat
syahadat di hadapan Anda.” Tidak lama setelah itu, Sahl pun meninggal dunia.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Teladan yang dicontohkan Imam Sahl jangan hanya dikisahkan semata. Akan
tetapi sudah semestinya kita meneladaninya dan menerapkannya dalam kehidupan
kita sehari-hari. Mampukah kita melakukan hal yang sama? Ataukah sebaliknya, kita
akan mengeluh, berteriak-teriak dan bertengkar dengan tetangga kita jika mengalami
hal sama? Padahal tetangga kita adalah saudara kita sesama Muslim. Dan yang
mengalir ke rumah kita mungkin adalah air yang suci, bukan kotoran yang najis
seperti yang dialami oleh Imam Sahl.
Kaum Muslimin yang Berbahagia
Marilah kita saling mengingatkan untuk berbuat baik kepada tetangga kita.
Kita hindarkan diri kita dari apapun yang dapat menyakitinya atau melukai hatinya.
Janganlah kita bertanya kepadanya mengenai sesuatu yang bukan urusan kita dan
kita tidak berkepentingan dengannya. Janganlah kita mencari-cari aibnya. Janganlah
kita berusaha melihat sesuatu yang ia sembunyikan dari kita. Janganlah kita
mendengarkan atau mencuri dengar pembicaraan yang ia rahasiakan dari kita. Kita
jaga pandangan mata kita, jangan sampai mencuri pandang perempuan-perempuan
yang ada di rumahnya.
Sudahkah itu semua kita lakukan kepada tetangga kita? Ataukah sebaliknya.
Jangankan berbuat baik kepada tetangga, mengenalnya saja tidak. Kita bahkan tidak
mengetahui dengan siapa kita bertetangga. Padahal kita telah bertahun-tahun hidup
bertetangga dengannya. Jangankan berbuat baik, mengucapkan salam kepadanya saja
tidak. Sekadar menyapa dan berbicara dengannya saja tidak, na’udzu billahi min
dzalik. Mudah-mudahan kita tidak termasuk orang-orang yang acuh tak acuh dengan
tetangga kita. Mudah-mudahan kita digolongkan ke dalam orang-orang yang
senantiasa memuliakan tetangga sebagaimana diperintahkan Allah dan Rasul-Nya.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Saking besarnya hak-hak tetangga yang harus kita penuhi, sampai-sampai
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 
Maknanya: Jibril terus menerus berpesan kepadaku untuk berbuat baik kepada
tetangga hingga aku mengira bahwa ia akan menjadikan seorang tetangga akan
mewarisi harta tetangganya.  (HR al-Bukhari dan Muslim)
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Demikian khutbah singkat pada siang hari yang penuh keberkahan ini. Semoga
bermanfaat bagi kita semua dan dapat kita amalkan bersama.

Anda mungkin juga menyukai