Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ADAB BERTETANGGA
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Pelajaran Akidah Akhlak

Disusun Oleh :
Keukeu Gustiani
Cucu
Sipa Uluwiyah
Amelia Wulandari
Yuni Kartika

KELAS IX B
KEMENTERIAN AGAMA
MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI 4
MAJALENGKA KEC. BANTARUJEG
KAB. MAJALENGKA

KATA PENGANTAR
Kami ucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas segala limpahan
rahmat, taufiq serta hidayahnya sehingga kita mampu melaksanakan segala aktivitas
rutinitas dengan penuh kesabaran dan keikhlasan.
Selanjutkan makalah ini kami persembahkan untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Akidah Akhlak yang membahas tentang Adab Bertetangga dan kami ucapkan
banyak terima kasih kepada semuanya yang memberikan dukungan dan bantuannya
untuk pembuatan makalah ini sampai dengan selesai.
Semoga makalah ini menjadi suatu ilmu yang bermanfaat bagi kita semua
khususnya bagi kami pribadi. Dan hanya kepada Allah kami akan kembali.

Bantarujeg, Oktober 2016


Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1

Latar Belakang....................................................................................................1

1.2

Rumusan Masalah...............................................................................................2

1.3

Tujuan..................................................................................................................2

BAB II PEMBABHASAN...............................................................................................3
2.1

Definisi Tetangga................................................................................................3

2.2

Urgensi Kedudukan Tetangga dalam Wasiat Islam.............................................4

2.3

Hak-hak Tetangga................................................................................................6

BAB III PENUTUP........................................................................................................11


3.1

Kesimpulan........................................................................................................11

3.2

Saran..................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................13

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Agama Islam adalah agama fithroh yang memperhatikan hak-hak yang
berhubungan dengan asasi seseorang atau masyarakat. Agama yang mengatur
hubungan hamba dengan Rabbnya dan hubungan antar hamba dengan keserasian
dan keselarasan yang sempurna. Di antara hubungan antar hamba yang diatur dan
diperhatikan Islam adalah hubungan bertetangga, karena hubungan bertetangga
termasuk hubungan kemasyarakatan yang penting yang dapat menghasilkan rasa
saling cinta, kasih sayang dan persaudaraan antar mereka.
Yang dinamakan tetangga bukan hanya mencakup seorang muslim dan
seorang kafir, tetapi juga seorang ahli ibadah dan seorang fasik, teman dan musuh,
orang asing dan orang senegeri, orang yang bisa memberi manfaat dan orang yang
memberi madharat, orang dekat dan orang jauh serta yang paling dekat dengan
rumahnya dan paling jauh.
Bertangga adalah bagian dari kehidupan manusia yang tidak bisa ditolak.
Sebab manusia memang tidak semata-mata makhluk individu, tetapi juga makhluk
sosial. Satu sama lain harus bermitra dalam mencapai kebaikan. Islam
memerintahkan segenap manusia untuk senantiasa berjamaah dan berlomba dalam
berbuat kebaikan. Sebaliknya, Islam melarang manusia bersekutu dalam melakukan
dosa dan permusuhan.
Setiap orang tentu ingin hidup rukun dan harmonis dengan tetangganya.
Hanya orang-orang yang memiliki penyakit hati saja yang menolak suasana
hubungan harmonis itu. Keharmonisan hubungan bertetangga sebenamya sangat
amat penting, sebab kekuatan sendi-sendi sosial suatu masyarakat sangat ditentukan
oleh keharmonisan hubungan antar anggotanya.
Sebaliknya, bila dalam suatu masyarakat terjadi disharmoni (ketidak
harmonisan) hubungan di antara anggotanya, maka akan melemahkan sendi-sendi
sosial masyarakat tersebut. Kendati demikian kita tidak pernah bisa memaksa orang

lain untuk selalu bersikap baik, kecuati kita paksa diri kita sendtri untuk bersikap
baik terhadap siapapun.
Alangkah beruntungnya jikalau kita hidup dan bertetangga dengan orangorang yang baik. Walaupun rumah sempit, kalau tetangganya baik tentu akan terasa
lapang. Dan alangkah ruginya, jika rumah kita dikelilingi oleh tetangga-tetangga
yang busuk hati. Walaupun rumah lapang, niscaya akan terasa sempit.
Dr Yusuf Qardhawi menyebutkan, seorang tetangga memiliki peran sentral
dalam memelihara harta dan kehormatan warga sekitarnya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan tetangga?
2. Bagaimana Urgensi Kedudukan Tetangga dalam Wasiat Islam?
3. Apa saja Hak-hak Tetangga?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian tetangga.
2. Untuk mengetahui Urgensi Kedudukan Tetangga dalam Wasiat Islam.
3. Untuk mengetahui apa saja Hak-hak Tetangga itu.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Tetangga
Secara etimologi Kata Al Jaar ( )dalam bahasa Arab berarti tetangga.
Ibnu Mandzur berkata: , dan bermakna orang yang
bersebelahan denganmu. Bentuk pluralnya , dan . Dalam KBBI
Tetangga diartikan orang (rumah) yg rumahnya berdekatan atau sebelahmenyebelah; jiran. Sedangkan secara terminologi (syara) bermakna orang yang
bersebelahan secara syari baik dia seorang muslim atau kafir, baik atau jahat,
teman atau musuh, berberbuat baik atau jelek, bermanfaat atau merugikan dan
kerabat atau bukan kerabat.
Ibnu hajar Al Asqalaaniy menyatakan: Nama tetangga meliputi semua
orang islam dan kafir, ahli ibadah dan fasiq, teman dan lawan, warga asing dan
pribumi, orang yang bermanfaat dan merugikan, kerabat dan bukan kerabat dan
dekat rumahnya atau jauh. Tetangga memiliki tingkatan, sebagiannya lebih tinggi
dari sebagian yang lainnya."
Jauh dan dekat merupakan jarak yang masih melahirkan ambiguitas atau
relatifitas dalam penafsiran dan interpretasi, karena tidak disebutkan secara ekplisit
ukuran seberapa jauh dan dekat dinamakan tetangga dalam nominal. Hal ini akan
mempengaruhi hak-hak bertetangga. Untuk itu, sebagai batasan (mani) para ulama
mennguruaikannya dengan merujuk dari berbagai dalil, sekalipun masih
diperselisihkan. Adapun batasan-batasannya adalah:
1. Empat puluh rumah dari semua arah. Ini adalah pendapat paling mutabar yang
2.
3.
4.
5.

disampaikan Aisyah Radliyallahuanha Azzuhriy dan Al Auzaaiy.


Sepuluh rumah dari semua arah.
Rumah yang menempel dan bersebelahan.
Mereka yang disatukan satu masjid.
Orang yang se-kota. Sebagian ulama yang berpendapat ini berdasarkan dalil
firman Allah SWT:



Sesungguhnya jika tidak berhenti orang-orang munafik, orang-orang yang
berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di
Madinah (dari menyakitimu), niscaya Kami perintahkan kamu (untuk memerangi)
mereka, kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di Madinah) melainkan
dalam waktu yang sebentar.
Adapun yang lebih rajih insya Allah batasan-batasannya kembali kepada
adat yang berlaku (al adatu mukhakkamatu), yaitu apa yang menurutnya tetangga
adalah tetangga.
2.2 Urgensi Kedudukan Tetangga dalam Wasiat Islam
Terkait wasiat terhadap tetangga dalam sebuah hadist sahih oleh beberapa
perawi disebutkan:







Telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Abu Uwais dia berkata; telah
menceritakan kepadaku Malik dari Yahya bin Sa'id dia berkata; telah
mengabarkan kepadaku Abu Bakr bin Muhammad dari 'Amrah dari Aisyah
radliallahu'anha dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: Jibril
senantiasa berwasiat kepadaku dengan tetangga sehingga aku menyangka tetangga
tersebut akan mewarisinya.
Hadits ini menunjukan urgensi kedudukan tetangga dalam Islam sangatlah
diperhatikan. Hingga sedemikian rupa Rosulullah SAW berasumsi terhadap posisi
kedudukan tetangga. Untuk itu tetangga memiliki kedudukan yang sangat penting
dan harus selalu kita perhatikan hak-haknya, sehingga kita dapat benar-benar
merealisasikan Islam adalah agama Rahmat lil alamin.

Dalam hadits lain Rasulullah shallallahu alaihi wassalam menetapkan


pelanggaran kehormatan tetangga sebagai salah satu dosa terbesar dalam sabdanya
ketika ditanya:



Dosa apa yang terbesar disisi Allah, Rasulullah shallallahu alaihi
wassalam menjawab: Menjadikan sekutu tandingan Allah, padahal Allah yang
menciptakanmu. Saya (Ibnu Masud) bertanya: Kemudian apa? beliau
menjawab: Kemudian membunuh anakmu karena khawatir dia makan
bersamamu lalu saya bertanya lagi: Kemudian apa? beliau menjawab:
Berzina dengan istri tetanggamu.
Bahkan jika kita menengok pada firman Allah SWT, hak atau kedudukan
tetangga disambungkan dengan perihal tauhid, ibadah, serta berbuat bakti kepada
kedua orang tua, anak yatim dan kerabat, sebagaimana firman-Nya:







O
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang
jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri. (QS. An
Nisaa:36)
Tafsir ayat ini disampaikan oleh Imam Al Qurtubi dalam pertanyataanya:
Sungguh Allah telah memerintahkan kita menjaga tetangga dan menunaikan
haknya. Mewasiatkan untuk menjaganya dalam Al Quran dan melalui lisan
Rasulullah . bukankah kamu lihat Allah menegaskannya setelah hak

kedua orang tua dan kerabat dalam firmanNya: yaitu kerabat, dan
yaitu orang asing (bukan kerabat). Ini adalah pendapat Ibnu Abbas.
2.3 Hak-hak Tetangga
Senada dengan kedudukan tetangga dalam Islam yang sangat diperhatikan
eksistensinya, begitu juga dengan hak-hak tetangga. Jika dikaji lebih dalam dan
terperinci maka terdapat seabreg hak-hak tetangga yang harus dipenuhi satu sama
lain. Namun, dalam kajian literatur hadits tarbawi terdapat empat hak-hak tetangga,
yaitu:
1. Berbuat baik terhadap tetangga
Rasulullah Sallahu Alaihi Wasallam bersabda:

"

.

Sebaik-baiknya sahabat disisi Allah adalah yang paling baik kepada
sahabatnya dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah adalah yang paling baik kepada
tetangganya.
Adapun berbuat baik kepada tetangga, Rasulullah SAW dalam sabdanya
mendidik kita dengan cara:
Pertama: Memulaikan tetangga. Rasullah bersabda:

Barangsiapa beriman kepada Allah & hari akhir, maka hendaklah dia
mengucapkan perkataan yg baik atau diam. Dan barangsiapa yg beriman kepada
Allah & hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tetangganya. Dan
barangsiapa beriman kepada Allah & hari akhir maka hendaklah dia memuliakan
tamunya (HR. Muslim No. 67)

Kedua: Berbela sungkawa ketika mendapat musibah dengan taziyah,


mengucapkan selamat ketika bahagia, menjenguknya ketika sakit, memulai salam
dan bermuka manis ketika bertemu dan membimbingnya terhadap kebaikan.
Aisyah Radliyallahuanha bertanya kepada Rasulullah:


Wahai Rasululloh saya memiliki dua tetangga lalu kepada
siapa dari keduanya aku memberi hadiyah? Beliau menjawab: kepada yang
pintunya paling dekat kepadamu.
Ketiga: memberi rasa aman terhadap tetangga. Sebagaimana dalam sabda
rasulullah:

Tidak demi Allah tidak beriman, tidak demi Allah tidak beriman, tidak
demi Allah tidak beriman mereka bertanya: siapakah itu wahai Rasulullah
shallallahu alaihi wassalam beliau menjawab: Orang yang tetangganya tidak
aman dari kejahatannya. (HR Bukhori)
Dari Anas ra. Rasulullah saw bersabda:




Demi Allah, tidak dikatakan beriman seorang hamba hingga ia mencintai
tetanga atau saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri. (HR Muslim).
Dalam hadits lain dengan redaksi yang berbeda namun substansinya sama,
Rasulullah bersabda:


Tidak masuk syurga orang yang tetangganya tidak aman dari
kejahatannya(HR. Muslim dan Abu Hurairah.
Dari beberapa hadits tersebut dapat kita perhatikan manifestasi kasih sayang
dan rasa cinta yang ditanamkan agama Islam sangat urgen dalam kehidupan
7

bertetangga. Bahkan pada salah satu hadits Rasululah bersumpah dengan


mengulang-ulang kalimat sumpah (harf qasm) dalam rangka menguatkan
(littauqid), hal ini menunjukkan kesunggahan Rasulullah SAW dalam mendidik kita
bagaimana bertetangga yang baik.
2. Peduli dan perhatian kepada tetangga.

"
"
Dari Abu Dzar beliau berkata: Kekasihku shallallahu alaihi wassalam
telah berwasiat kepadaku, jika kamu memasak kuah daging maka perbanyak
kuahnya kemudian lihat keluarga tetanggamu dan berikanlah sebagian kepada
mereka.
Dalam riwayat lain disebutkan:


Wahai Abu Dzar jika engkau memasak masakan berkuah maka
perbanyaklah kuahnya dan pedulilah terhadap tetanggamu. (HR. Muslim)
Dari Abu Hurairah ra. Ia berkata Rasulullah saw bersabda:



Dari Abu Haurairah ra berkata: Nabi Muhammad saw pernah bersabda:
Wahai para wanita muslimah, janganlah ada seorang tetangga yag meremehkan
hadiah tetangganya meskipun kikil (kaki) kambing. (H.R. Bukhari-Muslim)
Rasulullah menyatakan dalam hadits Abdullah bin
Musaawir, beliau mendengar Ibnu Abbas meminta Ibnu Zubair dan beliau
menolaknya. Lalu Ibnu Abbas berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda:


Tidak termasuk mukmin orang yang kenyang padahal tetangga
sampingnya kelaparan.
8

Subhanallah. Sedemekian rupa Islam memposisikan tetangga dalam


kehidupan sehari-hari. Betapa kita tidak dididik bersikap apatis terhadap tetangga,
melainkan peduli dan perhatian terhadapnya. Kita patut dan harus bercermin,
berintropeksi, memandag diri sendiri dengan pendidikan dari Sang Murabbi
Rosulullah Salallahualaihi wa salam melalui hadits-hadits tersebut.
3. Menjaga dan memelihara tetangga
Imam Ibnu Abi Jamroh berkata: Menjaga tetangga termasuk
kesempurnaan iman. Orang jahiliyah dahulu sangat menjaga hal ini dan
melaksanakan wasiat berbuat baik ini dengan memberikan beraneka ragam
kebaikan sesuai kemampuan; seperti hadiyah, salam, muka manis ketika
bertemu, membantu memenuhi kebutuhan mereka, menahan sebab-sebab yang
mengganggu mereka dengan segala macamnya baik jasmani atau maknawi.
Apalagi Rasulullah shallallahu alaihi wassalam telah meniadakan iman dari
orang yang selalu mengganggu tetangganya. Ini merupakan ungkapan tegas
yang mengisyaratkan besarnya hak tetangga dan mengganggunya termasuk dosa
besar.
4. Sabar menghadapi gangguan tetangga
Imam Al Marwaziy meriwayatkan dari Al Hasan Al Bashriy pernyataan
beliau: Tidak mengganggu bukan termasuk berbuat baik kepada tetangga akan
tetapi berbuat baik terhadap tetangga dengan sabar atas gangguannya.
Rasulullah bersabda dalam hadits Abu Dzar:


Tiga orang yang Allah cintai, seorang yang berjumpa musuhnya dalam
keadaan berjihad dan mengharap pahala Allah, lalu berperang sampai terbunuh
dan seseorang memiliki tetangga yang mengganggunya lalu ia sabar atas
gangguan tersebut dan mengharap pahala Allah sampai Allah cukupkan dia

dengan meninggal dunia serta seseorang bersama satu kaum lalu berjalan sampai
rasa capai atau kantuk menyusahkan mereka, kemudian mereka berhenti diakhir
malam, lalu dia bangkit berwudhu dan sholat.
Jelaslah bahwa berbuat baik dengan tetangga tidaklah cukup dengan tidak
mengganggunya, namun dengan bersikap sabar dengan tetangga atas gangguanya.
Sederhana, sarat makna. Hal ini acap kali kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Jika semua manusia mengetahui dan mengaplikasikan substansi dan esensi hadits
ini, tercapailah puncak dari kenyamanan kehidupan dengan sejatinya keharmonisan.

10

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Euforia terhadap kemajuan tekhnonologi dan perkembangan globalisasi
semakin terasa dalam kehidupan masyarakat kita. Hal tersebut tercermin dari pola
hidup kita yang serba instan dan cepat kilat dalam memenuhi keinginan atau
kebutuhan. Satu sisi kemajuan tersebut mempunyai banyak nilai positif. Disisi lain
terdapat nilai negatif yaitu berkurangnya interaksi seseorang terhadap orang lain,
sikap apatis, individualis, dan lain sebagainya. Senada dengan pengaruh kemajuan
tekhnologi, era persaingan dan gaya hidup hedonisme juga muncul. Dimana segala
sesuatu dinilai dari uang dan harta (matrialistik). Dan pada titik akhir, sikap kasih
sayang, tolong menolong, peduli terhadap orang lain dalam hal ini pada kehidupan
bertetangga sangatlah minim.
Oleh karenannya dalam rangka menjadi muslim yang seutuhnya (Kaffah)
substantif bukan simbolis, merupakan sebuah keharusan bagi kita selaku muslim
untuk mengaplikasikan dan merelisasikan ajaran agama Islam tentang bagaimana
bersikap terhadap orang lain terlebih terhadap tetangga. Melalui kajian cukup
sederhana dan ringkas ini penyusun makalah mebaginya pada 4 hal dalam bersikap
atau dapat dikatakan kode etik bertetangga perspektif hadits yaitu:
1. Berbuat baik atau memuliakan tetangga.
2. Peduli dan perhatian terhadap tetangga.
3. Menjaga solidaritas atau homonisasi tetangga.
4. Bersikap sabar terhadap tetangga atas gangguanya.
3.2 Saran
Harapan saya dengan adanya penulsian makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca semua, dan juga lebih menyadari betapa pentingnya menjalin hubungan
yang baik denagn tetangga. Makalah ini jauh dari kesempurnaan, jadi kritik dan
saran sangat diperlukan bagi penulis makalah. Dan penulis memohon maaf dengan
adanya kekurangan yang terdapat dalam makalah ini.

11

12

DAFTAR PUSTAKA

Al-Hasyimi, Dr. Muhammad Ali. 2007. It's My Life. Semarang:Norma Pustaka


Hamid, Syamsul Rijal. 2005. BUKU PINTAR HADITS. Jakarta:Bhuana Ilmu Populer
http://asysyariah.com/meraih-ridha-allah-dan-cintanya-dalam-hidup-bertetangga.html
http://quran.ittelkom.ac.id/?sid=4&aid=36&pid=arabicid
http://kaahil.wordpress.com/2012/07/12/bagus-adab-bertetangga-dalam-islampengertian-tetangga-batasan-tetangga-hak-kewajiban-tetangga-tetangga-muslim-nonmuslim-hadits-tidak-akan-masuk-jannah-orang-yang-tetan/#more-4805
http://www.dudung.net/quran-online/indonesia/

13

Anda mungkin juga menyukai