ADAB
BERTETANGGA
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri
tanpa ada interaksi dengan manusia lainnya. Maka, kehadiran tetangga
dalam kehidupan sehari-hari seorang muslim sangat dibutuhkan. Allah
Ta’ala berfirman
ُت َأنَّهُ َسيُ َورِّ ثُه ِ صينِى ِجب ِْري ُل بِ ْال َج
ُ ار َحتَّى ظَنَ ْن ِ َما َزا َل يُو
Artinya: “Jibril senantiasa bewasiat kepadaku agar memuliakan (berbuat baik)
kepada tetangga, sampai-sampai aku mengira seseorang akan menjadi ahli waris
tetangganya” (HR. Al Bukhari no.6014).
Agama Islam menaruh perhatian yang sangat besar kepada pemeluknya
dalam segala hal dan urusan. Mulai dari bangun tidur hingga akan tidur lagi,
semua tidak luput dari ajarannya. Tak terkecuali dalam masalah adab. Berikut
ini diantara adab-adab seorang muslim kepada tetangganya yang patut kita
perhatikan.
Apabila salah satu atau sebagian dari ketentuan di atas tidak dipenuhi
maka tetangga tidak boleh memanfaatkan bangunan dan menyandarkannya
kepada tembok tetangganya karena akan menimbulkan mudharat yang telah
terlarang secara syari’at, “Tidak boleh memberi bahaya dan membahayakan orang
lain” (HR. Ibnu Majah (no.2340); dan Syaikh Al-Albani menshahihkannya
(no.1910,1911)).
Memelihara Hak-hak Tetangga, Terutama Tetangga yang Paling Dekat
Diantara hak tetangga yang harus kita pelihara adalah menjaga harta dan
kehormatan mereka dari tangan orang jahat baik saat mereka tidak di rumah
maupun di rumah, memberi bantuan kepada mereka yang membutuhkan, serta
memalingkan mata dari keluarga mereka yang wanita dan merahasiakan aib
mereka.
Adapun tetangga paling dekat memiliki hak-hak yang tidak dimiliki oleh
tetangga jauh. Hal ini dikutip dari pertanyaan ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
ia berkata, “Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, aku memiliki dua tetangga,
manakah yang aku beri hadiah?’ Nabi menjawab,
َ ِإلَى َأ ْق َربِ ِه َما ِم ْن
ًك باَبا
‘Yang pintunya paling dekat dengan rumahmu’” (HR. Bukhari (no.6020); Ahmad
(no.24895); dan Abu Dawud (no.5155)).
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam memerintahkan hal tersebut,
diketahui bahwa hak tetangga yang paling dekat lebih didahulukan daripada hak
tetangga yang jauh. Diantara hikmahnya adalah tetangga dekatlah yang melihat
hadiah tersebut atau apa saja yang ada di dalam rumahnya, dan bisa jadi
menginginkannya. Lain halnya dengan tetangga jauh. Selain itu, sesungguhnya
tetangga yang dekat lebih cepat memberi pertolongan ketika terjadi perkara-
perkara penting, terlebih lagi pada waktu-waktu lalai. Demikian penjelasan Al
Hafizh dalam Fathul Baari (X/361).
Tidak Mengganggu Tetangga
َُوهَّللا اَل يُْؤ ِم ُن َوهَّللا ِ اَل يُْؤ ِم ُن َوهَّللا ِ اَل يُْؤ ِم ُن قِي َل َو َم ْن يَا َرسُو َل هَّللا ِ قَا َل الَّ ِذي اَل يَْأ َم ُن َجا ُرهُ بَ َوايِقَه
Artinya: “Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah,
tidak beriman. “Sahabat bertanya, “Siapa wahai Rasulullah?” Beliau menjawab,
“Yang tetangganya tidak aman dari keburukannya” (HR. Bukhari (no.6016)).
Sudah seharusnya kita mengajak mereka agar berbuat yang ma’ruf dan
mencegah yang mungkar dengan bijaksana (hikmah) dan nasehat baik, tanpa
maksud menjatuhkan atau menjelek-jelekan mereka. Disebutkan dalam
hadits yang diriwayatkan dari Tamim bin Aus Ad Dari radhiyallahu ‘anhu
bahwa Nabi shallallahu ‘alahi wassallam bersabda, “Agama itu nasehat.” Kami
(para shahabat) bertanya, “Untuk siapa wahai Rasulullah?” Beliau menjawab,
َ هَّلِل ِ َولِ ِكتَابِ ِه َولِ َرسُولِ ِه َوَألِئ َّم ِة ْال ُم ْسلِ ِم
ين َو َعا َّمتِ ِه ْم
Artinya: “Untuk Allah, Kitab-Nya, rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin
dan seluruh kaum muslimin” (HR. Muslim (no.55); Ahmad (no.16493); an-
Nasa’I (no.4197); dan Abu Dawud (no.4944)).
َ َت َم َرقَةً فََأ ْكثِرْ َما َءهَا َوتَ َعاهَ ْد ِجي َران
ك َ يَا َأبَا َذرٍّ ِإ َذا طَبَ ْخ
Artinya: “Wahai Abu Dzar, apabila kamu memasak sayur (daging kuah) maka
perbanyaklah airnya dan berilah tetanggamu” (HR. Muslim). Adapun tetangga
yang pintunya lebih dekat dari rumah kita agar lebih didahulukan untuk
diberi.
Bergembira ketika Mereka Bergembira dan Berduka ketika Mereka Berduka
َ ضبُوا هُ ْم يَ ْغفِر
ُون ِ ش َوِإ َذا َما َغ ِ ُون َكبَاِئ َر اِإْل ْث ِم َو ْالفَ َو
َ اح َ َوالَّ ِذ
َ ين يَجْ تَنِب
Artinya: “Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-
perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf” (QS. Asy-
Syuura: 37).
Dan juga Allah Ta’ala berfirman,