Anda di halaman 1dari 15

A.

Akhlak Bermasyarakat
Akhlaq kepada masarakat adalah sifat yang tertanam dalam jiwa
manusia yang dilakukan secara spontan tanpa pertimbangan terlebih dahulu
dalam lingkungan atau kehidupaan.
Kita harus memperhatikan saudara (kaum muslim semuanya) dan juga
tetangga kita. Tetangga selalu ada ketika kita membutuhkan bantuan. Seperti
yang diriwayatkan dari Anas ra bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Tidaklah beriman seoarang dari kalian hingga ia menyukai
saudaranya sebagaimana  ia menyukai dirinya sendiri.” (H.R. Bukhari)
Dari hadits shahih bahwasannya Rasulullah SAW bersabda:
“Tidak masuk sorga orang yang tetangganya tidak aman dari
keburukannya” (H.R Muslim).
Kehidupan di masyarakat pastilah akan menjumpai kegiatan
silaturahim. Orang yang berakhlak baik biasanya senang dengan bertamu atau
silaturahim karena ini dapat menguatkan hubungan sesama muslim. Beberapa
hal kegiatan dalam masyarakat yaitu:
1. Bertamu dan menerima tamu
a. Bertamu
Bertamu adalah salah satu cara untuk menyambung tali
persahabatan yang dianjurkan oleh Islam. Islam memberi kebebasan
untuk umatnya dalam bertamu. Tata krama dalam bertamu harus tetap
dijaga agar tujuan bertamu itu dapat tercapai. Apabila tata krama ini
dilanggar maka tujuan bertamu justru akan menjadi rusak, yakni
merenggangnya hubungan persaudaraan.
Cara bertamu yang baik menurut Islam antara lain sebagai
berikut:
1. Pilihlah waktu yang tepat dan jangan terlalu lama.
Islam telah memberi bimbingan dalam bertamu, yaitu
jangan bertamu pada tiga waktu aurat.  
Yang dimaksud dengan tiga waktu aurat ialah sehabis
zuhur, sesudah isya’, dan sebelum subuh. Allah SWT berfirman:

3
4

Artinya: “hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak


(lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum
balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam
satu hari) yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu
menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah
sembahyang Isya’.(Itulah) tiga ‘aurat bagi kamu. Tidak ada dosa
atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu.
Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada
sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat
bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.(QS
An Nur : 58)
Ketiga waktu tersebut dikatakan sebagai waktu aurat karena
waktu-waktu itu biasanya digunakan. Lazimnya, orang yang
beristirahat hanya mengenakan pakaian yang sederhana (karena
panas misalnya) sehingga sebagian dari auratnya terbuka. Apabila
budak dan anak-anak kecil saja diharuskan meminta izin bila akan
masuk ke kamar ayah dan ibunya, apalagi orang lain yang bertamu.
Bertamu pada waktu-waktu tersebut tidak mustahil justru akan
menyusahkan tuan rumah yang hendak istirahat, karena terpaksa
harus berpakaian rapi lagi untuk menerima kedatangan tamunya.
2. Berpakaian yang rapi dan pantas
Bertamu dengan memakai pakaian yang pantas berarti
menghormati tuan rumah dan dirinya sendiri. Tamu yang
berpakaian rapi dan pantas akan lebih dihormati oleh tuan rumah,
demikian pula sebaliknya. Allah SWT berfirman :
Artinya: “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi
dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka (kejahatan) itu
bagi dirimu sendiri.... ” (QS Al Isra : 7)
3. Memberi isyarat dan salam ketika dating
Sebelum memasuki rumah, yang bertamu hendaklah
meminta izin kepada penghuni rumah dan setelah itu mengucapkan
salam.
5

Allah SWT berfirman:


Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan
memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik
bagimu, agar kamu (selalu) ingat.” (QS An Nur : 27)
Diriwayatkan bahwa:
: ‫ “اَلِجُ” فَقَا َل النَّبِ ُّي ص م لِ َجا ِد ِم ِه‬: ‫ت فَقَا َل‬ ٍ ‫اِ َّن َر ُجالً اِ ْستَْأ َذنَ عَلى النَّبِ ِّي ص م َو ه َُو فِى بَ ْي‬
ْ‫ قُلْ “ال َّسالَ ُم َعلَ ْي ُك ْم اَ اَ ْد ُخلْ ” فَ َس ِم َعهُ الرِّ َجلْ فَقُل‬: ُ‫اُ ْخرُجْ اِلَى هَ َذا فَ َعلِّ ْمهُ ا ِال ْستِْأ َذانَ فَقَ َل لَه‬
)‫(رواه ابو داود‬ ‫“ال َّسالَ ُم َعلَ ْي ُك ْم اَ اَ ْد ُخلْ ” فَا َ ِذنَ النَّبِ ُّي ص م قَ ْد َد َخ َل‬
Artinya:”Bahwasanya seorang laki-laki meminta izin ke rumah
Nabi Muhammad SAW sedangkan beliau ada di dalam rumah.
Katanya: Bolehkah aku masuk? Nabi SAW bersabda kepada
pembantunya: temuilah orang itu dan ajarkan kepadanya minta
izin dan katakan kepadanya agar ia mengucapkan 
“Assalmualikum, bolehkah aku masuk” lelaki itu mendengar apa
yang diajarkan nabi, lalu ia berkata “Assalmu alaikum, bolehkah
aku masuk?” nabi SAW memberi izin kepadanya maka masuklah
ia. (HR Abu Daud)
4. Jangan mengintip ke dalam rumah
Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Dari Sahal bin
Saad ia berkata: Ada seorang lelaki mengintip dari sebuah lubang
pintu rumah Rasullulah SAW  dan pada waktu itu beliau sedang
menyisir rambutnya. Maka Rasullulah SAW bersabda: ”Jika aku
tahu engkau mengintip, niscaya aku colok matamu. Sesungguhnya
Allah memerintahkan untuk meminta izin itu adalah karena untuk
menjaga pandangan mata.”  (HR Bukhari)
5. Minta izin masuk maksimal sebanyak tiga kali
Jika telah tiga kali namun belum ada jawaban dari tuan
rumah, hendaknya pulang dahulu dan datang pada lain
kesempatan. Meminta izin kepada pemilik rumah dilakukan
maksimal tiga kali itu memiliki sebab, diantaranya:
6

a. Ketukan pertama sebagai isyarat kepada pemilik rumah bahwa


telah kedatangan tamu.
b. Ketukan kedua memberikan waktu untuk membereskan
barang-barang yang mungkin berantakan dan menyiapkan
segala sesuatu yang piperlukan.
c. Ketukan ketiga biasanya pemilik rumah sudah siap
membukakan pintu. Akan tetapi bisa saja pada waktu ketukan
kedua pemilik rumah sudah membukakan pintu, tergantung
situasi dan kondisi pemilik rumah.

Namun bila pada ketukan ketingga tetap tidak dibukakan


pintu, kemungkinan pemilik rumah tidak bersedia menerima tamu
atau sedang tidak berada di rumah. Merujuk firman Allah SWT:
“Jika kamu tidak menemui seseorang di dalamnya, maka
janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika
dikatakan kepadamu: “Kembali (saja) lah ”, maka hendaklah
kamu kembali. Itu lebih bersiih bagimu dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nur 24:28)[10]
Rasulullah SAW bersabda:
“Jika seorang di antara kamu telah meminta izin tiga kali,
lalu tidak diizinkan, maka hendaklan dia kembali.” (HR. Bukhari
Muslim)
6. Memperkenalkan diri sebelum masuk
Apabila tuan rumah belum tahu/belum kenal, hendaknya
tamu memperkenalkan diri secara jelas, terutama jika bertamu pada
malam hari.
Diriwayatkan dalam sebuah hadits yang artinya:
“Dari Jabir ra la berkata: Aku pernah datang kepada
Rasulullah SAW lalu aku mengetuk pintu rumah beliau. Nabi SAW
bertanya: “Siapakah itu?” Aku menjawab: “Saya” Beliau
bersabda: “Saya, saya...!” seakan-akan beliau marah.” (HR
Bukhari)  
7

Kata “Saya” belum memberi kejelasan. Oleh sebab itu,


tamu hendaknya menyebutkan nama dirinya secara jelas sehingga
tuan rumah tidak ragu lagi untuk menerima kedatangannya.
7. Tamu lelaki dilarang masuk kedalam rumah apabila tuan rumah
hanya seorang wanita
Dalam hal ini, perempuan yang berada di rumah sendirian
hendaknya juga tidak memberi izin masuk tamunya.
Mempersilahkan tamu lelaki ke dalam rumah sedangkan ia hanya
seorang diri sama halnya mengundang bahaya bagi dirinya sendiri.
Oleh sebab itu, tamu cukup ditemui diluar saja.
8. Masuk dan duduk dengan sopan
Setelah tuan rumah mempersilahkan untuk masuk,
hendaknya tamu masuk dan duduk dengan sopan di tempat duduk
yang telah disediakan. Tamu hendaknya membatasi diri, tidak
memandang kemana-mana secara bebas. Pandangan yang tidak
dibatasi (terutama bagi tamu asing) dapat menimbulkan kecurigaan
bagi tuan rumah. Tamu dapat dinilai sebagai orang yang tidak
sopan, bahkan dapat pula dikira sebagai orang jahat yang mencari-
cari kesempatan. Apabila tamu tertarik kepada sesuatu (hiasan
dinding misalnya), lebih ia berterus terang kepada tuan rumah
bahwa ia tertarik dan ingin memperhatikannya.
9. Menerima jamuan tuan rumah dengan senang hati
Apabila tuan rumah memberikan jamuan, hendaknya tamu
menerima jamuan tersebut dengan senang hati, tidak menampakkan
sikap tidak senang terhadap jamuan itu. Jika sekiranya tidak suka
dengan jamuan tersebut, sebaiknya berterus terang bahwa dirinya
tidak terbiasa menikmati makanan atau minuman seperti itu. Jika
tuan rumah telah mempersilahkan untuk menikmati, tamu
sebaiknya segera menikmatinya, tidak usah menunggu sampai
berkali-kali tuan rumah mempersilahkan dirinya.
10. Mulailah makan dengan membaca basmalah dan diakhiri dengan
membaca hamdalah
8

Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits yang artinya:


“Jika seseorang diantara kamu hendak makan maka
sebutlah nama Allah, jika lupa menyebut nama Allah pada
awalnya, hendaklah membaca: Bismillahi awwaluhu
waakhiruhu.” (HR Abu Daud dan Turmudzi)
11. Makanlah dengan tangan kanan, ambilah yang terdekat dan jangan
memilih
Islam telah memberi tuntunan bahwa makan dan minum
hendaknya dilakukan dengan tangan kanan, tidak sopan dengan
tangan kiri (kecuali tangan kanan berhalangan). Cara seperti ini
tidak hanya dilakukan saat bertamu saja. Melainkan dalam berbagai
suasana, baik di rumah sendiri maupun di rumah orang lain.
12. Bersihkan piring, jangan biarkan sisa makanan berceceran
Sementara ada orang yang merasa malu apabila piring yang
habis digunakan untuk makan tampak bersih, tidak ada makanan
yang tersisa padanya. Mereka khawatir dinilai terlalu lahap. Islam
memberi tuntunan yang lebih bagus, tidak sekedar mengikuti
perasaan manusia yang terkadang keliru. Tamu yang menggunakan
piring untuk menikmati hidangan tuan rumah, hendaknya piring
tersebut bersih dari sisa makanan. Tidak perlu menyisakan
makanan pada piring yang bekas dipakainya yang terkadang
menimbulkan rasa jijik bagi yang melihatnya.
13. Segeralah pulang setelah selesai urusan
Kesempatan bertamu dapat digunakan untuk membicarakan
berbagai permasalahan hidup. Namun demikian, pembicaraan harus
dibatasi tentang permasalahan yang penting saja, sesuai tujuan
berkunjung. Hendaknya dihindari pembicaraan yang tidak ada
ujung pangkalnya, terlebih membicarakan orang lain. Tamu yang
bijaksana tidak suka memperpanjang waktu kunjungannya, ia
tanggap terhadap sikap tuan rumah.
Apabila tuan rumah telah memperhatikan jam, hendaknya
tamu segera pamit karena mungkin sekali tuan rumah akan segera
9

pergi atau mengurus masalah lain. Apabila tuan rumah


menghendaki tamunya untuk tetap tinggal dahulu, hendaknya tamu
pandai-pandai membaca situasi, apakah permintaan itu sungguh-
sungguh atau hanya sekedar pemanis suasana. Apabila permintaan
itu sungguh-sungguh maka tiada salah jika tamu memperpanjang
masa kunjungannya sesuai batas kewajaran.
Hikmah dan Tujuan Bertamu yaitu mempererat tali silaturrahim
dan semangat kebersamaaan antar sesama manusia.

b. Menerima tamu
Sebagai agama yang sempurna, Islam juga memberi tuntunan
bagi umatnya dalam menerima tamu. Demikian pentingnya masalah ini
(menerima tamu) sehingga Rasulullah SAW menjadikannya sebagai
ukuran kesempurnaan iman. Artinya, salah satu tolak ukur
kesempurnaan iman seseorang ialah sikap dalam menerima tamu. Sabda
Rasulullah SAW:

                    )‫(رواه البخارى‬ ُ‫َم ْن َكاَنَ يُْؤ ِمنُ بِا هللاِ َو ْاليَوْ ِم االَ ِخ ِر فَ ْاليُ ْك ِر ْم َض ْيفَه‬
Artinya: “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir,
hendaknya ia memuliakan tamunya.”(HR Bukhari)
Salah satu akhlak yang terpuji dalam Islam adalah menerima
dan memuliakan tamu tanpa membedakan status sosial. Rasulullah
SAW bersabda:
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir,
hendaklah ia berkata yang baik atau diam. Barang siapa yang beriman
kepada Allah dan Hari Akhir hendaklah ia memuliakan tetangganya.
Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka
hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Menjamu tamu itu hanya tiga hari. Jizahnya sehari semalam.
Apa yang dibelajakan untuk tamu diatas tiga hari adalah sedekah. Dan
tidak bolaeh bagi tamu tetapmenginap (lebih dari tiga hari). Karena
hal itu akan memberatkan tuan rumah.”  (HR. Tirmidzi)
10

Cara bertamu yang baik menurut Islam antara lain sebagai


berikut:
1. Berpakaian yang pantas
Sebagaimana orang yang bertamu, tuan rumah hendaknya
mengenakan pakaian yang pantas pula dalam menerima kedatangan
tamunya. Berpakaian pantas dalam menerima kedatangan tamu
berarti menghormati tamu dan dirinya sendiri. Islam menghargai
kepada seorang yang berpakain rapi, bersih dan sopan.
Rasulullah SAW bersabda yang artinya: 
“Makan dan Minumlah kamu, bersedekah kamu dan
berpakaianlah kamu, tetapi tidak dengan sombong dan berlebih-
lebihan. Sesungguhnya Allah amat senang melihat bekas
nikmatnya pada hambanya.”  (HR Baihaqi)
2. Menerima tamu dengan sikap yang baik
Tuan rumah hendaknya menerima kedatangan tamu dengan
sikap yang baik, misalnya dengann wajah yang cerah, muka
senyum dan sebagainya. Sekali-kali jangan acuh, apalagi
memalingkan muka dan tidak mau memandangnya secara wajar.
Memalingkan muka atau tidak melihat kepada tamu berarti suatu
sikap sombong yang harus dijauhi sejauh-jauhnya.
3. Menjamu tamu sesuai kemampuan
Termasuk salah satu cara menghormati tamu ialah memberi
jamuan kepadanya.
4. Tidak perlu mengada-adakan
Kewajiban menjamu tamu yang ditentukan oleh Islam
hanyalah sebatas kemampuan tuan rumah. Oleh sebab itu, tuan
rumah tidak perlu terlalu repot dalam menjamu tamunya. Bagi tuan
rumah yang mampu hendaknya menyediakan jamuan yang pantas,
sedangkan bagi yang kurang mampu hendaknya menyesuaikan
kesanggupannya. Jika hanya mampu memberi air putih maka air
putih itulah yang disuguhkan. Apabila air putih tidak ada, cukuplah
menjamu tamunya dengan senyum dan sikap yang ramah.
11

5. Lama waktu
Sesuai dengan hak tamu, kewajiban memuliakan tamu
adalah tiga hari, termasuk hari istimewanya. Selebihnya dari waktu
itu adalah sedekah baginya. Sabda Rasulullah SAW:
)‫(متفق عليه‬ ‫ص َدقَةُ َعلَ ْي ِه‬ َ ِ‫ضيَافَةُ ثَالَثَةُ اَي ٍَّام فَ َما َكانَ َو َرا َء َذال‬
َ ‫ك فَهُ َو‬ ِّ ‫اَل‬
Artinya: “ Menghormati tamu itu sampai tiga hari. Adapun
selebihnya adalah merupakan sedekah baginya.” (HR Muttafaqu
Alaihi)
6. Antarkan sampai ke pintu halaman jika tamu pulang
Salah satu cara terpuji yang dapat menyenangkan tamu
adalah apabila tuan rumah mengantarkan tamunya sampai ke pintu
halaman. Tamu akan merasa lebih semangat karena merasa
dihormati tuan rumah dan kehadirannya diterima dengan baik.
Hikmah dan Tujuan Bertamu yaitu mempererat tali silaturrahim
dan semangat kebersamaaan antar sesama manusia.

2. Adab bertetangga
a. Kedudukan Tetangga 
Sesungguhnya jeleknya hubungan bertetangga merupakan salah
satu tanda dekatnya hari kiamat sebagaimana sabda Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak akan tegak hari kiamat hingga
tampak perzinaan, perbuatan-perbuatan keji, pemutusan silaturahmi,
dan jeleknya hubungan bertetangga.”(HR. Ahmad, al-Hakim, dari
sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu).
Siapakah yang dimaksud dengan tetangga? Tetangga adalah
orang yang terdekat dalam kehidupan, tidaklah seseorang keluar dari
rumah melainkan dia melewati rumah tetangganya. Di saat dirinya
membutuhkan bantuan baik moril maupun materiil, tetangga lah orang
pertama yang dia ketuk pintunya. Bahkan di saat dia meninggal bukan
kerabat jauh yang diharapkan mengurus dirinya, tetapi tetangga lah
12

yang dengan tulus bersegera menyelenggarakan pengurusan


jenazahnya.
Sehingga dengan begitu mulia dan besar kedudukan tetangga,
Allah subhanahu wa ta’ala memasukkannya di dalam 10 hak yang harus
dipenuhi oleh seorang hamba sebagaimana firman-Nya subhanahu wa
ta’ala (artinya): “Beribadahlah hanya kepada Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah
kepada dua orang ibu-bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-
orang miskin, tetangga dekat, tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil,
dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (An-Nisa`: 36)
Demikian pula hadits-hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam yang menghasung kita untuk senantiasa memperhatikan hak-hak
tetangga, di antaranya sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
“Jibril senantiasa mewasiatkan kepadaku untuk berbuat baik
kepada tetangga sampai aku beranggapan bahwa tetangga akan
mewarisi.”(HR. al-Bukhari no. 6014, dari Ummul Mukminin ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha)
Bahkan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengaitkan
kesempurnaan keimanan seseorang kepada Allah subhanahu wa ta’ala
dan hari akhir dengan sikap memuliakan tetangga, Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka
hendaknya dia memuliakan tetangganya.” (HR. al-Bukhari no. 6019,
dari sahabat Abu Syuraih radhiyallahu ‘anhu) 
b. Batasan Tetangga 
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah
menjelaskan, “Yang benar dalam permasalahan ini adalah bahwa
tetangga itu semua yang teranggap sebagai tetangga secara adat
kebiasaan di suatu tempat atau kondisi terkini, tidak dibatasi dengan
jumlah atau batasan tertentu dalam syariat” (Fathu Dzil Jalali Wal
Ikram syarh Bulughil Maram) 
13

Memuliakan dan berbuat baik kepada tetangga adalah perkara


yang sangat ditentukan dalam syariat islam, hal ini juga telah
diperintahkan Allah dalam Firman-Nya QS. An-Nisa:36)
Sebagai seorang muslim yang baik maka hendaklah kita
senantiasa memperlakukan tetangga kita dengan senantiasa
memperhatikan dan memuliakan haknya. Hak seorang tetangga ini
dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Berbuat Baik (Ihsan) Kepada Tetangga
Diantar ihsab kepada tetangga adalah ta’ziah ketika mereka
mendapatkan musibah, mengucapkan salam ketika mendapatkan
kebahagiaan, menjenguknya ketika sakit, dan bermuka manis
ketika bertemu dengannya serta membantu membimbingnya
kepada hal-hal yang bermanfaat dunia akhirat.
2. Menjaga dan Memelihara Tetangga
Imam Ibnu Abi Jamroh berkata, menjaga tetangga termasuk
kesempurnaan iman orang jahiliyah dahulu sangat menjaga hal ini
melaksanakan wasiat berbuat baik ini dengan memberikan
beraneka ragam sesuai kemampuan, seperti salam, bermuka manis
ketika bertemu, menahan sebab-sebab yang mengganggu mereka
dengan segala macam nya, baik jasmani dan rohani.
3. Tidak Mengganggu Tetangga
Telah dijelaskan diatas kedudukan tetatngga yang tinggi
dan hak-haknya yang terjaga di dalam islam. Rasulullah Saw
memperingatkan dengan keras upaya mengganggu tetangga,
sebagaimana dalam sabdanya yaitu:
“Tidak masuk surga orang yang tetangganya tidakaman
dari kejahatannya” (HR.Muslim).
3. Adab Pergaulan Dengan Lawan Jenis
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam bergaul dengan
lawan jenis, diantaranya yaitu :
a. Senantiasa menundukkan pandangan.
14

Menundukkan pandangan adalah suatu hal yang sangat


dianjurkan oleh Rasulullah saw karena sesungguhnya dengan
menundukkan pandangan, akan menjadi sebab Allah ridha kepadanya,
dan akan senantiasa membuat qalbunya tentram. Sebab mata adalah
cerminan qalbu. “Katakan kepada orang laki-laki yang beriman
hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara
kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka” (An-
Nur : 30)
“Wahai Ali, janganlah engkau turutkan pandangan (pertama)
dengan pandangan (ke-2) karena engkau berhak (yakin tidak berdosa)
pada pandangan (pertama) tetapi tidak hak pada pandangan ke
dua” (HR.  Abu Daud, Tirmizi).
b. Menjaga hijab/ tidak berkhalwat
Hal yang kedua yang harus kita perhatikan dalam bergaul
dengan lawan jenis adalah agar kita senantiasa menjaga hijab, tidak
terlalu bercampur baur dengan lawan jenis agar kita senantiasa menjaga
dijauhkan dari fitnah. Selain itu, kita dilarang untuk berkhalwat atau
berduan dengan lawan jenis.
“Janganlah laki-laki berkhalwat dengan seorang perempuan
kecuali bersama mahrom” (HR. Muslim).
Selain itu, di hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad
dan Hakim, Rasulullah Saw bersabda “Ketahuilah tidaklah seorang
laki-laki menyendiri dengan seorang wanita kecuali yang ke tiga
adalah syaitan.” Dan di hadits lainpun dikatakan bahwa “Siapa saja
yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangnlah sekali-kali
menyendiri dengan perempuan lain yang tidak disertai mahramnya.
Karena ditempat yang sepi itu ada setan yang senantiasa mengajak
berbuat zina” (al-hadits).
c. Berkomunikasi untuk hal yang penting saja.
Untuk menghindari timbulnya perasaan saling mengagumi maka
dianjurkan untuk membatasi pergaulan dengan lawan jenis. Cukuplah
berkomunikasi untuk hal-hal yang penting dan hindari kebiasaan
15

bercanda dengan lawan jenis karena ini bisa menimbulkan rasa kagum
yang akan berujung pada rasa cinta. Dan kemungkinan terbesar, cinta
ini adalah cinta yang hanya berlandas pada nafsu dan akan menodai
kesucian cinta itu. Oleh sebab itu, kita harus senantiasa bersikap wara’
dalam bergaul dengan lawan jenis.

4. Ukhuwah Islamiyah
Ukhuwah Islamiyah bisa diartikan sebagai persaudaraan di antara
umat islam, dimana persaudaraan diantara seorang muslim diibaratkan
sebagai bangunan yang kokoh yang sedang menguatkan. Sebagai umat
islam, ada hal-hal yang harus ditunaikan anatar sesama umat islam
sebagaimana yang dijelaskan Rasulullah dalam sabdanya:
“Apabila engkau berjumpa dengannya, ucapkanlah salam, apabila ia
mengundangmu, penuhilah, apabila dia meminta nasehat kepadamu
berilah nasehat, apabila dia bersin dan mengucapkan Alhamdulillah,
ucapkanlah Yarhamukallah, apabila dia sakit, jenguklah dan apabila dia
meninggal dunia, antarkanlah jenazahnya” (HR. Bukhari Muslim)
Jadi, ada 6 hak seorang muslim sebagaimana yang disebutkan
dalam hadits diatas, yaitu:
a. Apabila engakau berjumpa dengannya, ucapkanlah salam
Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata bahwa Rasulullah saw
bersabda,
“Kalian tidak akan masuk surga, kecuali dengan beriman.
Kalian tidak akan beriman, kecuali dengan saling mencintai. Maukah
kalian aku tunjukkan kepada sesuatu yang jika kalian lakukan, maka
kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara
kalian!” (HR. Muslim)
Salam merupakan salah satu dari nama-nama Allah,
menyebarkan salam berarti banyak menyebut Allah, sebagaimana
difirmankan oleh Allah, sebagaimana difirmankan oleh Allah,
16

“Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah,


Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang
besar.”(QS. AL-Ahzab: 35)
b. Apabila ia mengundangmu penuhilah
Dari Ibnu Umar Ibnu Umar ra., Rasulullah saw
bersabda “Penuhilah undangan jika kalian diundang (HR. Muslim) dan
di hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra., Rasulullah
bersabda “Jika seorang diantara kamu diundang maka hendaklah ia
menghadirinya jika dia sedang berpuasa maka doakanlah dan kalau
tidak berpuasa hendaklah dia makan.” (HR. Muslim No.78)
c. Apabila dia minta nasehat maka nasehatilah
Menurut istilah syar’i, Ibnu al-Atsir menyebutkan, “Nasehat
adalah sebuah kata yang mengungkapkan suatu kalimat yang
sempurna, yaitu keinginan (memberikan) kebaikan kepada orang yang
dinasehati. Makna tersebut tidak bisa diungkapkan hanya dengan satu
kata, sehingga harus bergabung dengannya kata yang lain” (An-
Nihayah (V/62). Ini semakna dengan defenisi yang disampaikan oleh
Imam Khaththabi. Beliau berkata, “Nasehat adalah sebuah kata yang
jami‘ (luas maknanya) yang berarti mengerahkan segala yang dimiliki
demi (kebaikan) orang yang dinasihati. Ia merupakan sebuah kata
yang ringkas (namun luas maknanya). Tidak ada satu kata pun dalam
bahasa Arab yang bisa mengungkapkan makna dari kata (nasehat) ini,
kecuali bila digabung dengan kata lain.” (I’lamul-Hadits (I/189-190)
dan Syarah Shahih Muslim (II/32-33), lihat Fathul Bari (I/167)).
d. Apabila dia bersin dan mengucapkan Alhamdulillah maka
ucapkanlah Yarhamukallah
Dari Ali ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Apabila salah
seorang di antara kalian bersin, hendaklah mengucapkan
alhamdulillah, dan hendaknya saudaranya mengucapkan untuknya
yarhamukallah. Apabila ia mengucapkan kepadanya yarhamukallah,
hendaklah ia (orang yang bersin) mengucapkan yahdii kumullah wa
17

yushlihu balaakum (artinya = Mudah-mudahan Allah memberikan


petunjuk dan memperbaiki hatimu).” (HR.Bukhari)[10]
e. Apabila dia  sakit, jenguklah
Ada pahala yang besar dalam perbuatan ini dan menjenguk
orang yang sakit sangat dinjurkan. Rasulullah bersabda,
“Barangsiapa menjenguk orang yang sakit, maka ia akan selalu
berada dalam kebun surga.” Orang-orang bertanya, “Wahai
Rasulullah, apa yang dimaksud dengan kebun surga itu?” Rasulullah
menjawab, “Buah-buahnya.” (HR.Muslim)
f. Apabila dia meninggal dunia antarkanlah jenazahnya
“Barangsiapa yang mengantarkan jenazah seorang islam
dengan rasa Iman dan karena Allah sematadia menghadirinya sampai
di shalati dan sampai selesai penguburannya, maka ia telah kembali
dengan mendapat dua qirath tiap-tiap qirat itu semisal besarnya
gunung uhud.” (HR. Bukhari)

Anda mungkin juga menyukai