Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA

DENGAN GANGGUAN IMUNOLOGI:“PSORIASIS” DAN


PENCEGAHAN PENYAKIT COVID-19 DENGAN
PEMBERIAN PENKES CARA MENJAGA KEBERSIHAN
KULIT DENGAN INTERVENSI MENGOLESKAN
ALOEVERA/LIDAHBUAYA

Disusun Oleh :
Kadek Intan Purnama Sari
1935015

DOSEN PEMBIMBING : Ns. Lilik Pranata S.Kep., M. Kes

UNIVERSITAS KATOLIK MUSI CHARITAS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN NERS
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmat, karunia, hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang
Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Integumen: Psoriasis. Kami
berterima kasih kepada dosen mata kuliah pada stase Keperawatan Gerontik yakni
Ns. Lilik Pranata, S.Kep.,M. Kes yang sudah memberikan kami tugas ini.
Adapun makalah ini, telah penulis usahakan semaksimal mungkin dan
tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini. Namun tidak lepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa
ada kekurangan, baik dari segi penyusunan bahasanya, maupun segi lainnya. Oleh
karena itu, dengan lapang dada dan tangan terbuka penulis membuka selebar-lebarnya
bagi pembaca yang ingin memberi kritik dan saran kepada penulis sehingga penulis
dapat memperbaiki makalah ini.
Akhirnya, penulis mengharapkan semoga makalah in bermanfaat bagi
pembuat dan pembacanya sehingga dapat memberikan inspirasi terhadap pembaca.

Palembang, Juni 2020

Penulis
DAFTAR IS

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... 2

DAFTAR ISI .................................................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 5

A. LATAR BELAKANG ......................................................................................................... 5

B. RUMUSAN MASALAH ..................................................................................................... 6

C. TUJUAN MASALAH ......................................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN KASUS ...................................................... Error! Bookmark not defined.

A. PENGERTIAN ..................................................................................................................... 7

B. ANATOMI FISIOLOGI .................................................................................................... 10

C. ETIOLOGI ......................................................................................................................... 11

D. PROGNOSIS ..................................................................................................................... 12

E. PATOFISIOLOGI .............................................................................................................. 13

F. MANIFESTASI KLINIK................................................................................................... 17

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK ...................................................................................... 18

H. PENATALAKSANAAN ................................................................................................... 18

I. KOMPLIKASI ................................................................................................................... 18

BAB III ASUHAN KEPERATAN ............................................................................................. 19

A. PENGKAJIAN ................................................................................................................... 19

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN ....................................................................................... 20

C. EVALUASI ........................................................................................................................ 23

BAB IV PENUTUP ..................................................................................................................... 24


A. KESIMPULAN .................................................................................................................. 24

B. SARAN .............................................................................................................................. 24

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 25


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Lansia merupakan sekelompok orang yang sedang mengalami proses


perubahan baik anatomi, fisiologi, biokimia jangka waktu tertentu pada jaringan
atau organ. Setiap lansia pasti mengalami proses penuaan. Proses penuaan
merupakan proses hilangnya kemampuan jaringan secara bertahap untuk
memperbaiki atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsinya
secara normal.
Proses penuaan akan menyebabkan tubuh tidak tahan terhadap infeksi dan
kerusakan yang ada. Proses penuaan tersebut akan mempengaruhi fungsi dan
kemampuan tubuh lansia. Lansia kronologis dan biologis. Lansia kronologis
dapat dengan mudah dihitung dan diketahui, sedangkan lansia biologis dilihat
dari keadaan jaringan tubuhnya (Fatimah, 2010).
Semkin lanjut usia seseorang, maka semakin besar pula perubahan dan
penurunan yang terjadi pada anatomi dan fungsional tubuhnya. Perubahan
fungsional pada tubuh lanisa salah satunya adalah perubahan sistem imun. Pada
lansia terjadi penurunan sensitivitas pada sistem imun yang terjadi karena adanya
penurunan kemampuan kelenjar – kelenjar imun seperti kelenjar timus, kelenjar
limfe, dan kelenjar limpa pada kelenjar timus terjadi penurunan ukuran organ
seiring dengan bertambahnya usia seseorang, sehingga kemampuan dalam
mendiferensiasikan sel limfosit T menurun (Fatmah, 2010).
Di negara maju, seseorang dapat dikatakan lansia apabila berusia sama
dengan atau lebih 50 tahun, sedangkan dinegara berkembang, yang disebut lansia
adalah seseorang dengan usia sama atau lebih dari 60 tahun (oenzil,2012) .
Menurut WHO, Berdasarkan usia lansia dibagi menjadi 4 kelompok yaitu usia
pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lansia (elderly) 60-74 tahun, lansia tua
(old) 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun
Negara indonesia merupakan negara dengan presentase penduduk lansia
terbanyak yaitu sebesar 55,52% (World Population Prospect, 2010). Usia harapan
hidup merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan nasional
termasuk dibidang kesehatan. Keberhasilan pembangunan dibidang kesehatan ini
juga terlihat di Indonesia dimana terdapat peningkatan UHH dari 70.7 tahun pada
periode 2010-2015 menjadi 71.7 pada 2015 -2020( Kemenkes 2014 ).

B. RUMUSAN MASALAH

1. Konsep medik pada lansia dengan gangguan integumen: psoriasis


2. Konsep asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan integumen:
psoriasis

C. TUJUAN MASALAH

1. Untuk mengetahui dan memahami apa saja konsep medik pada lansia dengan
gangguan integumen: Psoriasis ?
2. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana konsep asuhan keperawatan
pada lansia dengan gangguan integumen: Psoriasis ?
BAB II
Tinjauan Pustaka

1. Konsep Medik
A. Definisi

Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit kulit inflamasi kronis residif

yang dicirikan oleh lesi berupa plak eritema yang ditutupi oleh skuama tebal,

kasar, kering berwarna putih keperakan pada area predileksi seperti ekstensor

ekstremitas terutama siku dan lutut, kulit kepala, lumbosakral bagian bawah,

bokong dan genitalia. Selain tempat-tempat tersebut lesi juga dapat dijumpai

pada umbilikus dan ruang intergluteal (Gudjonsson dan Elder, 2012).

Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kronis kulit, yang berkaitan erat

dengan faktor genetik dan lingkungan. Etiologi masih belum jelas; dianggap

sebagai gangguan utama pada keratinosit. Psoriasis tidak membahayakan nyawa,

tetapi dapat mempengaruhi kualitas hidup penderita.

Psoriasis merupakan penyakit autoimun, bersifat kronik residif yang

ditandai dengan gangguan diferensiasi dan hiperproliferasi epidermis, dengan

manifestasi klinis berupa plak eritema yang tertutup skuama putih berlapis.

Psoriasis memiliki empat karakteristik utama kelainan kulit, yaitu eritema,

inflamasi, hiperproliferasi keratinosit, dan gangguan diferensiasi epidermis.

Prevalensi psoriasis bervariasi di berbagai negara, diperkirakan berkisar antara

0,09% hingga 11,4%, sehingga psoriasis menjadi masalah global yang serius. Di
Indonesia, data prevalensi psoriasis sekitar 2,5-3%, namun mungkin masih

banyak penderita yang belum mendapat penanganan medis memadai.

Aloe vera, merupakan tanaman yang telah digunakan selama berabad-

abad dalam bidang kesehatan, khususnya pengobatan kulit seperti luka bakar,

ulkus dekubitus, sun burn, radiodermatitis, psoriasis, dermatitis seboroik. Aloe

vera dilaporkan memiliki efek anti-psoriasis, yaitu antiinflamasi,

antimikroorganisme, antiproliferasi, dan Pada studi randomized controlled trial-

double blind (RCT-DB) pertama oleh Syed, dkk. (1996), ekstrak Aloe vera 0,5%

dalam krim hidrofilik diberikan kepada 60 penderita psoriasis plak kronis derajat

ringan hingga sedang; didapatkan ekstrak Aloe vera dapat menyembuhkan 83%

penderita. keratolitik. Aloe vera topikal dapat dipertimbangkan sebagai terapi

alternatif herbal pada psoriasis.

Aloe vera atau lidah buaya, merupakan tanaman yang telah dikenal dan

digunakan selama berabad-abad dalam bidang kesehatan, khususnya pengobatan

kulit. Aloe vera berasal dari bahasa Arab „alloeh‟ yang berarti „zat pahit yang

berkilau‟ dan „vera‟ berasal dari bahasa Latin yang berarti „benar‟. Tanaman ini

berbentuk triangular, daunnya berdaging dengan tepi bergerigi, memiliki bunga

berbentuk tabung warna kuning dan buahnya banyak mengandung biji. Tiap

daun terdiri dari tiga lapisan: lapisan dalam mengandung 99% air dan berisi

glucomannans, asam amino, lipid, sterol, dan vitamin; lapisan tengah merupakan

lateks berwarna kuning dan rasanya pahit, berisi anthraquinone dan c-glucosyl
chromone; lapisan luar sebagai kulit tebal yang tersusun atas 15-20 sel dan

berperan dalam proteksi dan sintesis karbohidrat serta protein.

Aloe vera digunakan dalam pengobatan penyakit kulit karena

mengandung bahan aktif yang memiliki efek antiinflamasi, antimikroorganisme,

antiproliferasi, dan keratolitik. Aloe vera memiliki berbagai komponen aktif,

namun hanya beberapa yang berperan dalam pengobatan psoriasis, yaitu c-

glucosyl chromone, aloe-emodin, aloin, dan salicylic acid. C-glucosyl chromone

memiliki efek antiinflamasi, yang menghambat jalur COX (cyclooxygenase)

terutama COX-2, dan mengurangi pelepasan tumor necrosis factor (TNF)-a.

Hambatan pada jalur COX menurunkan produksi PGE, produksi nitricoxide

(NO), dan pelepasan sitokin proinflamasi, sehingga proses inflamasi pada

psoriasis berkurang. Aloe emodin dan aloin berperan sebagai antiproliferasi

melalui penurunan produksi sitokin seperti interleukin (IL)-6, IL-1ß, TNF-a dan

induksi apoptosis, serta penurunan proliferasi keratinosit melalui penurunan

produksi TNF-a. Salicylic acid yang terkandung dalam Aloe vera dikenal

Integumen merupakan bagian sistem organ yang terbesar yang mencakup


kulit, rambut, bulu sisik, kuku, kelemjar keringat, dan produknya (keringat atau
lendir). Kata ini berasal dari bahasa latin “integumentum”, yang berarti
“penutup”. Sistem integumen pada manusia terdiri dari kulit, kuku, rambut,
kelenjar keringat, kelenjar minyak dan kelenjar susu. Sistem integumen mampu
memperbaiki sendiri apabila terjadi kerusakan yang tidak terlalu parah (self-
repairing) & mekanisme pertahanan tubuh pertama (pembatas antara lingkungan
luar tubuh dengan dalam tubuh).
2. ANATOMI FISIOLOGI

Anatomi kulit secara umum terdiri dari tiga lapisan utama


yaitulapisan epidermis, lapisan dermis dan lapisan subkutis. Lapisan epidermis
atas : stratum korneum, stratumlusidum, stratum granulosum, stratum spinosum
danstratum basal.Anatomi yang terlibat pada penyakit Pemfigoid Bulosa adalah
stratum basale.
Stratum basal terdiri atas sel - sel berbentuk kubus yang tersusun vertikal
pada perbatasan dermo - epidermal berbaris seperti pagar. Lapisan ini
merupakanlapisan epidermis yang paling bawah. Lapisan ini terdiri atas dua jenis
sel yaitu sel berbentuk kolumnar dan sel pembentuk melanin. Pada sel basal
dalam membran basalis, terdapat hemidesmosom. Fungsi hemidesmosom adalah
melekatkan sel - sel basal dengan membrana basalis.
1. Leukosit
Leukosit merupakan sel darah putih yang diproduksi oleh jaringan
hemopoetik untuk jenis bergranula (polimorfonuklear) dan jaringan limpatik
untuk jenis tak bergranula (mononuklear), berfungsi dalam sistem pertahanan
tubuh terhadap infeksi Leukosit paling sedikit dalam tubuh jumlahnya sekitar
4.000-11.000/mm3 . Berfungsi untuk melindungi tubuh dari infeksi. Karena itu,
jumlah leukosit tersebut berubah-ubah dari waktu ke waktu, sesuai dengan
jumlah benda asing yang dihadapi dalam batas-batas yang masih dapat
ditoleransi tubuh tanpa menimbulkan gangguan fungsi
Meskipun leukosit merupakan sel darah, tapi fungsi leukosit lebih
banyak dilakukan di dalam jaringan. Leukosit hanya bersifat sementara
mengikuti aliran darah ke seluruh tubuh. Apabila terjadi peradangan pada
jaringan tubuh leukosit akan pindah menuju jaringan yang mengalami radang
dengan cara menembus dinding kapiler.

2. Jaringan limfoid

B. ETIOLOGI
Psoriasis pustulosa merupakan beberapa faktor resiko, yaitu pemakaian
atau penghentian kortikosteroid sistemikmendadak pada penderita yang
mempunyai riwayat psoriasis, obat-obatan seperti antimalaria, salisilat, iodine,
penisilin. Obat tropikal yang dapat menjadi pencetus adalah yang bersifat iritan
kuat seperti tar, antralin, dan kortikosteroid. Faktor pencetus lain adalah
kehamilan, alkohol, merokok, hipokalsemia skunder akibat stres emosional,
infeksi bakteri dan virus serta idiopatik.

C. Komplikasi
Menurut Siregar (2004), komplikasi yang dapat ditimbulkan psoriasis
adalah
1. Dapat menyerang sendi, menimbulkan atritis psoriasis
2. Psoriasis pustuulos, pada eritema timbul pustula miliar. Jika menyerang
telapak tangan dan kaki serta menyerang ujung jari disebut psoriasis
pustula Berber, namun jika pustula timbul pada lesi psoriasis dan juga kulit
diluar lesi, dan disertai gejala sistemik berupa panas/ rasa terbakar disebut
tipe Zumbusch, yang berproknosis kurang baik.
3. Psoriasis eritodemia, jika lesi psoriasis terdapat diseluruh tubuh, dengan
skuama halus dan gejala konstitusi berupa badan terasa panas-dingin.

D. PROGNOSIS
PPG bersifat kronis dan residif. Pada pasien lebih tua, PPG dapat
mengancam jiwa sampai dengan angka martalitas 25% mortalitas ini dapat
disebabkan oleh penyakit itu sendiri atau karena komplikasi dan efeksamping
pengobatan. Kematian dapat sering terjadi dan disebabkan oleh cardiorespiratory
failure selama tahap eritrodermik atau infeksi respiratory atau karena psoriasis
pustular yang tidak terkontrol. Pasien dengan riwayat psoriasis vulgaris kronis
cenderung memiliki prognosis lebih baik bila dibandingkan dengan pasien yang
memiliki riwayat psoriasis atipik. Pada anak-anak selama infeksi skunder yang
serius dapat dihindari, PPG memiliki prognosos baik.
E. PATOFISIOLOGI

Mekanisme meradangnya suatu kulit psoriasis cukup kompleks yang juga


melibatkan beberapa sitokin, kemokin, maupun faktor pertumbuhan yang dapat
menyebabkan gangguan regulasi keratinosit, sel-sel radang dan pembuluh darah
sehingga lesi tampak menebal dan beskuama tebal berlapis. aktivitas sel T dalam
pembuluh limfe terjadi setelah sel magrofag penangkap antigen (antigen
persenting cell/APC)melalui major mempersentasekan antigen dan diikat dengan
sel T. Peningkatan sel T terhadap antigentersebut selain melalui reseptor sel T
harus dilakukan pula oleh ligandan reseptor tambahan yang dikenal dengan
kostimulasi. Setelah T teraktivasi berploriferasi menjadi sel T efaktor dan meori
kemudian masuk kedalam sirkulasi sistemik dan bermigrasi ke kulit.

F. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi gejala berawal dengan makula dan papula eritematosa
dengan ukuran lentikular-numular, yang menyebar dengan sentrifugal.dengan
penyebaran yang seperti ini ada beberapa pentuk psoriasis (siregar, 2004).
Menurut Mansjoer (2000), keadaan umum tidak dipengaruhi hanya
pada psoriasis yang dapat menjadi eritrodema. Sebagian pasien mengeluh
gatal ringan.tempat predileksi pada kulit kepala, perbatasan daerah dahi dan
rambut, ekstremitas bagian ekstensor terutama siku dan lutut, dan daerah
lumbosakral. Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi
dan skuama diatas eritema berbatas tegas dan merata, tetapi pada stadium
penyembuhan sering eritema ditengah sering menghikang dan hanya terdapat
dipringgir. Skuama berlapis-lapis, kasar, berwarna putih seperti mika, serta
transparan. Besar kelainan setiap seseorang itu berbeda mulai dari lentikuler
nomular sampai pelekat dan dapat berkonfluensi, jika seluruhnya dan
sebagian l;entikuler disebup psoriasis gutata, biasanya terdapat pada anak-
anak juga dewasa dan biasanya terjadi setelah adanya infeksi akut oleh
streptokokus.
Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan kobner
(Isomorfik). Kedua fenomena yang disebut lebih dulu dianggap khas,
sedangkan yang terahir tidak khas, hanya kira-kira 47% yang positif dan
didapati pula pada penyakit lain, misalnya liekn planus dan veruka plana
juvenilis. Fenomena tetesan lilin adalah skuama yang berubah warna menjadi
putih setelah digores, seperti lilin yang digores, akibat berubahnya indikasi
bias cahaya pada lapisan skuama (Mansjoer, 2000).
Psoriasis juga dapat terjadi kelainan kuku yakni sebanyak 50% yang
khas adalah Ipitting nail (nail pit) berupa lekukan-lekukan miliar. Kelainan
yang tidak khas adalah kuku yang keruh, tebal dibagian distalnya terangkat
dikarenakan terdapatnya lapisan tanduk dibawahnya dan onikulisis. Selain itu
penyakit ini dapat menyebabkan kelainan pada sendi. Umumnya bersifat
poliartikular, tempat predilaksi pada sendi membesar, dan menjadi ankilosis
dan lesi kistik subkorteks. Kelainan pada mukosa juga ditemukan (Mansjoer,
2000).

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis psoriasis vulgaris ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala

klinis dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis pada penderita psoriasis

vulgaris biasanya memperoleh adanya keluhan gatal dan bercak merah

berisisik pada lokasi predileksi. Keluhan dapat bersifat akut (hitungan hari)

maupun kronis (bulanan sampai tahunan), dengan ataupun tanpa riwayat

rekurensi. Penyakit yang bersifat kronis dengan frekuensi


rekurensi tinggi memiliki prognosis yang lebih buruk karena sering dijumpai

perluasan lesi yang progresif (Krueger dan Bowcock, 2005). Selain hal diatas,

anamnesis juga sangat penting dalam mengetahui adanya konsumsi obat-

obatan yang dapat memicu psoriasis vulgaris, onset penyakit dan adanya

riwayat psoriasis pada anggota keluarga lain. Psoriasis beronset dini dengan

adanya anggota keluarga lain yang menderita psoriasis telah dihubungkan

dengan lesi yang lebih luas dan bersifat rekuren. Selain lesi kulit penderita

psoriasis sering kali mengeluhkan adanya nyeri sendi, kerusakan kuku

maupun nyeri di lidah (Gudjonsson dan Elder, 2012).

Psoriasis vulgaris atau psoriasis dengan lesi plak kronis merupakan

presentasi klasik dan yang paling sering dijumpai pada psoriasis. Lesi klasik

psoriasis berupa plak eritema berbatas tegas dan ditutupi skuama berwarna

putih. Skuama pada lesi tampak berwarna putih menyerupai lilin ketika

dikerok (fenomena Kaarsvlek atau tetesan lilin). Ketika pengerokan

dilanjutkan maka akan dijumpai bintik-bintik perdarahan berukuran kecil (pin

point bleeding) yang disebut sebagai tanda Auspitz. Kulit sehat yang

sebelumnya digaruk oleh penderita dapat berkembang menjadi lesi dalam

jangka waktu kurang lebih dua minggu (fenomena koebner atau isomorfik).

Fenomena Kaarsvlek dan tanda Auspitz merupakan ciri khas lesi psoriasis

vulgaris yang sangat mudah diperiksa secara klinis (Kuchekar dkk., 2011;

Gudjonsson dan Elder, 2012). Lesi psoriasis vulgaris cenderung simetris

dijumpai pada bagian ekstensor ekstremitas terutama siku dan lutut, kulit
kepala, lumbosakral bagian bawah, bokong dan genitalia Selain di tempat-

tempat tersebut lesi juga dapat dijumpai pada umbilikus dan celah intergluteal

(Meffert, 2016).

H. PENATALAKSANAAN
Menurut Sinaga (2013), sampai saat ini penyakit psoriasis belum diketahui
penyebab secara pasti segingga belum ada pengobatan yang dapat
menyembuhkan secara total, penyakit psoriasis tetapi dapat membantu untuk
mengontrol gejala dari penyakit tersebut.
1. Pengobatan promotif
Menenangkan pasien dan memberikan dukungan emosional adalah hal
yang sangat tidk terhingga nulainya. Menekankan bahwa psoriasis tidak
menular dan suatusaat akan mengalami remisi sepontan dan tersedianya
pengobatan yang bervariasi untuk setiap bentuk dari psoriasis.
2. Pengobatan preventif
Menghindari atau mengurangi faktor pencetus, yaitu stres psikis,
infeksi fokal, endokrin, serta pola hidup lain yang dapat meningkatkan
resiko penurunan sistem imun seperti seks bebas sehingga bisa tertular
penyakit AIDS.
3. Pengobatan kuratif
a. Tropikal
1) Preparat ter mempunyai efek anti radang. Ada 3 jenis: (a).
Fosil iktiol/ kursng efektif untuk psoriasis, (b). Kayu
(Oleumkadini dan oleum ruski) sedikit memberikan efek
iritasi, (c). Batu Bara (Liantar dan Likuor karbonis
detergen); pada psoriasis yang telah menahun lebihbaik
digunakan ter yang berasal dari batubara dengan
konsentrasi 2-5% dimulai dengan konsentrasi rendah, jika
tidak ada perbaikan konsentrasi dinaikkan. Supaya lebih
efektif, maka daya penetrasinya harus dipertinggi dengan
cara menambahkan asam salisilat dengan konsentrasi 3%
atau lebih. Untuk mengurangi daya iritasi, dapat dibubuhi
sang oksidasi 10% sebagai vehikulum dalam bentuk salep.
2) Kortikosteroid, harus dipilih golongan kortikosteroid yang
pantas dan vehikilumnya baik pada lokasinya misalnya
senyawa flour. Jika lesinya hanya beberapa dapat pula
disuntikkan triamsinolon asetonid intralesi. Pada setiap
muka didaerah lipatan digunakan krem. Ditempat lain
digunakan salep, pada daerah muka lipatan dan genitalia
eksternal dipilih potensi sedang, diantaranya
teleangiekstasi, sedangkan dilipatan berupa strie
atrofikans.
3) Ditranol (Antralin), konsentrasi yang digunakan kebiasaan
0,2%-0,8% dalam pasta atau salep, penyembuhan biasanya
terjadi dalam waktu 3 minggu.
4) Etetrinat (Tegison, Tigason), digunakan bagi psoriasis
yang sukar disembuhkan dengan obat-obat lain. Dosis
bervariasi, pada bulan pertama diberikan 1 mg/kg berat
badan. Jika belum terjadi perbaikan dosis dapat dinaikan
menjadi 0,5 mg/kg berat badan.
b. Pengobatan dengan penyinaran/ Fototerapi
Fototerapi yang dikenal A (UVA) dan ultraviolet B (UVB),
fototerapi memiliki kemampuan menginduksi opotosis,
imunosupresan, mengubah profil sitokin dan mekanismelainnya.
Diketahui efek biologik UVB terbesan kisaran 311-313 nm oleh
karena itu sekarang disediakan lampu UVB (TL-01) yang dapat
memancarkan sinar monokromatik dan disebut spektrum sempit
(jacoeb, 2015).
c. Pengobatan sistemik
Kortikosteroid hanya dapat digunakan pada
psoriasiseritrodermik, psoriasis pustulosa generalisata dan
psoriasis artristik. Dosis pemulaan 40-60 mg prednison sehari.
Jika telah sembuh dosis diturunkan perlahan-lahan, kemudian
diberikan dosis pemeliharaan, penghentian obat secara mendadak
akan menyebabkan kekambuhan dan dapat terjadi psoriasis
pustulosa generalisata. Obat sistomatik biasanya digunakan
Metrotreksat pemberian os 2 hari berturut-turut dalam seminggu
dengan dosis sehari peroral 12,5 mg. Dapat pula diberikan secara
intramuskular dengan dosis 15-12 mg/minggu. Efek samping pada
hati, ginjal dan sum-sum tulang belakang.
d. Pengobatan psikologis
Psikoterapi digunakan untuk membenahi pikiran dari pikiran
inilah mampu untuk mengontrol kondisi tubuh. Terapi relaksasi
seperti meditasi juga mampu untuk mengendalikan emosi yang
memicu stres dan menekan kemunculan dan tingkat keparahan
psoriasis. Selain itu cognitive behavior therepy CBT juga efektif
digunakan untuk merubah pola pikir negatif penderita dengan
mengalihkan pandangan dan pemikiran baru bahwa penderita
tidak mengalmi sakit lebih parah dibandingkan dirinya.
BAB III
PENGKAJIAN ASUHAN KEPERATAN PADA LANSIA DENGAN
GANGGUAN INTEGUMEN: PSORIASIS

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
2. Keluhan Utama
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat penyakit keluarga
6. Pemeriksaan fisik
7. Pola persepsi kesehatan
a. Adanya riwayat infeksi sebelumnya
b. Pengobatan sebelumnya tidak berhasil
c. Riwayat mengkonsumsi obat-obatan tertentu, mis: vitamin, jamu
d. Adakah konsultasi rutin ke dokter
e. Hygine personal yang kurang
f. Lingkungan yang kurang sehat, tinggal berdesak-desakan
8. Pola nutrisi metabolik
a. Pola makan sehari-hari: jumlah makanan, waktu makan, berapa kali
sehari makan
b. Kebiasaan mengkonsumsi makanan tertentu: berminyak, pedas
c. Jenis makanan yang dikonsumsi
d. Napsumakan menurun
e. Muntah-muntah
f. Penurunan berat badan
g. Turgorkulit buruk, kering, bersisik, pecah-pecah, benjolan
h. Perubahan warna kulit, terdapat bercak-bercak, gatal-gatal, rasa
terbakar atau perih
9. Pola eliminasi
a. Sering berkeringat
b. Tanyakan pola berkemih dan bowel
10. Pola aktivitas dan latihan
a. Pemenuhan sehari-hari terganggu
b. Kelemahan umum, malaise
c. Toleransi terhadap aktivitas rendah
d. Mudah berkeringat saat melakukan aktifitas ringan
e. Perubahan pola napas saat saat melakukan aktifitas

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA NOC NIC


1 Gangguan rasa nyaman Setelah dilakukan Pemberian obat: kulit
b/d proses penyakit, intervensi 1. Ikuti prinsip 5 benar
ditandai dengan : keperawatan Status pemberian obat
1. Keluhan kenyamanan 2. Tentukan kondisi
intensitas nyeri membaik dengan kulit pasien diatas
mrnggunakan kriteria hasil: area dimana obat
skala nyeri 1. Kontrol akan diberikan
2. Mengekspresika terhadap 3. Ukur banyaknya
n perilaku ( gejala obat tropikal sesuai
gelisah ) 2. Dukungan anjuran
3. Meringis sosial dari 4. Berikan agen
4. Sikap keluarga tropikal sesuai yang
melindungi area 3. Perawatan diresepkan
nyeri yang sesuai 5. Sebarkan obat diatas
digaruk kebutuhan kulit, sesuai
4. Suhu ruangan kebutuhan
6. Monitor adanya
efek samping lokal
dan sistemik dari
pengobatan
7. Anjurkan dan
monitor teknik
pemberian mandiri,
sesuai kebutuhan

2 Kerusakan integritas Setelah dilakukan Pengecekan kulit


kulit b.d gangguan intervensi 1. Periksa kulit dengan
turgor kulit keperawatan adanya kemerahan,
Ds :pasien mengatakan pemulihan luka kehangatan
gatal dan juga perih membaik dengan ekstremitas, edema
pada kulit kepala kriteria hasil: atau drainase
Do: tampak pasien 1. Perfusi area 2. Amati warna
menggaruk kulit kepala, jaringan luka kehangatan,
tampak kemerahan pada sedang 3 bengkak, pulsasi,
kulit kepala menjadi tidak tekstur, edema dan
pasien ada 1 ulserasi pada
2. Persentase ekstremitas
luka yang 3. Monitor warna dan
sembuh suhu kulit
terbatas 2 4. Monitor kulit untuk
menjadi tidak adanya kekeringan
ada 1 yang berlebihan dan
3. Stabilitas kelembaban
suhu terbatas 5. Monitor sumber
2 menjadi tekanan darah dan
tidak ada 1 gesekan
4. Keseimbanga 6. Monitor infeksi,
n cairan 2 terutama dari daerah
menjadi 1 edema
5. Kemampuan 7. Lakukan langkah-
perawatan langkah untuk
diri 2 mencegah
menjadi 1 kerusakan
6. Nyeri sedang 8. Ajarkan anggota
3 menjadi keluarga/ pemberian
tidak ada 5 asuhan mengenai
7. Infeksi 4 tanda kerusakan
menjadi 5 kulit
C. EVALUASI

S : Pasien mengatakan bahwa keluhan yang dialami pasien berangsur--angsur


berkurang.
O : Pasientampak mampu untuk mengontrol gejala yang ditimbulkan oleh
psoriasis
A : Masalah keprawatan mampu dikontrol
P :Semua intervensi keperawatan yang sudah efektif dan sudah menunjukan
perbaikan diteruskan , sedangkan semua intervensi yang belum menunjukan
perbaikan diperarui.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kronis kulit, yang berkaitan

erat dengan faktor genetik dan lingkungan. Etiologi masih belum jelas;

dianggap sebagai gangguan utama pada keratinosit. Psoriasis tidak

membahayakan nyawa, tetapi dapat mempengaruhi kualitas hidup penderita.

Psoriasis merupakan penyakit autoimun, bersifat kronik residif yang

ditandai dengan gangguan diferensiasi dan hiperproliferasi epidermis, dengan

manifestasi klinis berupa plak eritema yang tertutup skuama putih berlapis.

Psoriasis memiliki empat karakteristik utama kelainan kulit, yaitu eritema,

inflamasi, hiperproliferasi keratinosit, dan gangguan diferensiasi epidermis.

B. SARAN

Dalam melakukan asuhan keperawatan dengan gangguan sistem

integumen: Psoriasis harus memperbanyak sumber buku dengan refrensi

terbaru yang mengacup pada penyakit yang diderita pasien.


DAFTAR PUSTAKA
Jacoeb, Tjut Nurul Alam. 2015. Ilmu Penyakit Kulit dan kelamin Edisi Ketujuh.
Badan penerbit FKUI.

Sinaga, Dameria. 2013. Pengaruh Stres Psikologis terhadap pasien psoriasis.

Siregar.2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. EGC

Sofia Rhosma Dewi (2014) Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta:


Deepublis.

Padila (2013) Buku Ajar Keperawatan Gerontik. 1st edn. Yogyakarta: Nuha Medika.

Maylasari, I. et al. (2017) „Lanjut usia 2017‟, p. xxvii+258.

Muhith, A. (2016) Pendidikan Keperawatan Gerrontik. 1st edn. Edited by Putri


Christian. Yogyakarta: cv andi offset.

Azizah, L. M. (2011) Keperawatan Lanjut Usia. 1st edn. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Nyoman Suryawati, Juliyanti. 2018 Aloe Vera sebagai Terapi Alternatif Psoriasis.
Denpasar, Bali, Indonesia vol. 45 no. 12 th. Hal,940-941.

Grace Waworuntu,dkk (2017)’ profil kadar vascular endothelial growth factor (vegf)
Serum berdasarkan karakteristik pasien psoriasis vulgaris Di rsup h. Adam
malik medan’ Vol. 44 No.14 Tahun 2017; 8 -14

Anda mungkin juga menyukai