Anda di halaman 1dari 2

HARI INI, kita bersyukur kepada Allah Subhanahu Wata’aala.

Hari kita kembali memperingati


Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang sudah diraih 75 tahun yang lalu.

Kita telah 75 tahun membebaskan diri dari para kolonialis penjajah. Jiwa dan raga dikorbankan
oleh para pahlawan bangsa ini demi menghirup alam kedamaian, negara yang bebas dari tekanan,
intimidasi dan dominasi.

Kemerdekaan itu sekarang sudah diraih. Kebebasan itu sudah ada dipangkuan kita. Tapi bukan
berarti perjuangan dan pengorbanan berakhir.

Perjuangan generasi baru bangsa ini akan menghadapi tantangan jauh lebih berat dan lebih besar
dari para pejuang kemerdekaan masa lalu yang melawan penjajah dengan bambu runcing dengan
ketajaman doa dan mujahadahnya.

Tantangan masa kini tersebut juga disadari oleh proklamator bangsa ini, Bung Karno, dengan
mengatakan: “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu akan lebih
sulit karena melawan bangsamu sendiri”.

Hari ini kita melawan koruptor. Hari ini kita melawan para pengkhianat keadilan. Kita melawan
para penjarah. Kita melawan para penjajah makelar. Kita melawan orang yang sama sekali tidak
memiliki empati dan simpati kepada mereka yg lemah.

Hari ini kita melawan para penipu bangsa. Mereka semua itu adalah orang yang lahir dan besar di
negeri ini. Tapi mereka tega mengkhianati bangsa dan anak negeri ini.

Bahkan penjajah modern ini “menggadaikan” negeri yang subur ini kepada mereka yg tidak
memiliki kontribusi terhadap perjuangan kemerdekaan. Ironisnya, mereka sangat keras dan
lantang menyuarakan kemandirian, kebhinekaan dan persatuan.

Sepertinya, apa yang dikatakan Bung Karno tadi patut menjadi renungan anak negeri ini. Amanat
pembukaan undang-undang 1945 telah menegaskan bahwa kemerdekaan adalah pintu gerbang
menuju cita-cita kebangsaan dan ke-Indonesia-an yang sejati, perlu dijawab dengan langkah nyata.

Kita harus mengisi kemerdekaan bangsa kita hari ini dengan kerja keras, membangun jiwa yang
berintegritas dan prestasi yang mengharumkan. Lalu bagaimana itu bisa dilalui?

Saudara-saudaraku, setanah Air Indonesia. Islam mengajarkan dan mengarahkan akan sebuah
makna kemerdekaan yang hakiki. Islam mengajarkan bagaimana cita-cita itu dapat diraih dan
dijunjung tinggi. Islam juga mengajarkan bagaimana kemerdekaan dapat diraih pada diri,
keluarga, masyarakat bahkan bangsa.

Secara tersirat Allah Ta’aala dalam kitab suci Al Qur’an telah menggariskan bahwa meraih
kemerdekaan untuk menjadi bangsa berdaulat, maju dan dan berperadaban mulia harus dengan
usaha yang sungguh-sungguh.
“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (Q.S. Arra’du: 11)

Meraih kemerdekaan di masa perlawanan kala itu adalah tidak terlepas dari keinginan kuat yang
disertai kesadaran setiap jiwa anak anak bangsa, bahwa cita-cita itu akan bisa di raih dengan
memulai perubahan itu dari diri sendiri.

Merdeka dari cengkraman para penjajah merupakan cita-cita bersama. Dan, sekarang itu sudah
kita raih. Tetapi, merdeka dari segala bentuk dominasi diri atau jiwa akan selalu terus menjadi
“musuh abadi”. Perjuangan tak pernah berhenti dan bertepi.

Oleh karenanya, momentum kemerdekaan ini harus menjadi starting point bagi kita untuk
melakukan perubahan demi perubahan yang spektakuler dan bersejarah.

Momentum peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-72 ini harus dijadikan sebagai
wahana untuk terus menempa diri untuk menggapai cita-cita luhur setinggi-tingginya.
“Gantunglah cita-cintamu setinggi langit! Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau jatuh, engkau
akan jatuh di antara bintang-bintang,” demikian kata Bung Karno.

Lalu, siapa dan bagaimana cita-cita itu bisa diwujudkan? Mulailah perubahan itu dari diri Anda.

Bacalah setiap fenomena yang Allah hidangkan di hadapan Anda -tersurat atau yang tesirat-.
Renungi, tadabburi serta hayati niscaya Sang pemilik kemerdekaan ini akan menyingkapkan
hikmah-hikmahNya. Niscaya Dia akan menyingkap kebodohan

Anda mungkin juga menyukai