Anda di halaman 1dari 7

“HUBUNGAN KEJADIAN STUNTING DENGAN RIWAYAT PENYAKIT INFEKSI

SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA USIA 24-59 BULAN DI


DESA MATARAM LIR, KECAMATAN SEPUTIH SURABAYA, KABUPATEN
LAMPUNG TENGAH TAHUN 2019”
Nendry Yustika Nanda Like
Mahasiswa Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Malahayati Bandar Lampung

Abstrak
Masalah gizi yang paling banyak ditemukan pada anak di Indonesia adalah stunting. Stunting
adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi dibawah lima tahun) akibat dari
kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Keadaan stunting dapat
menimbulkan berbagai macam penyakit, diantaranya penyakit yang sering menyerang balita
seperti halnya ISPA. Penyakit infeksi ini merupakan penyakit yang sering menyebabkan
kematian. Stunting berkaitan dengan peningkatan resiko kesehatan dan kematian serta
menghambat pertumbuhan dan perkembangan kemampuan motorik dan psikis. Balita yang
mengalami stunting memiliki resiko terjadinya penurunan kemampuan intelektual,
produktivitas, dan peningkatan resiko penyakit degeneratif dimasa mendatang.
Kata kunci: Riwayat ISPA, Stunting.

Abstract
Nutritional problems of the most widely found in children in Indonesia is stunting. Stunting
is a condition fails to grow on older toddlers (baby under five year’s) consequence of chronic
nutritional deficiencies so that the child is too short for her age. Stunting circumstances can
cause a variety of diseases, including diseases that often strike a toddler as well as
respiratory. This infectious disease is a disease that often leads to death. Stunting related to
increased health risks and death as well as inhibiting the growth and development of motor
abilities and psychic. A toddler who suffered decline risk stunting intellectual abilities,
productivity, and increased risk of degenerative diseases in the future.
Keywords: Respiratory History, Stunting.

PENDAHULUAN Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) dengan


ambang batas (z-score) antara -3 SD sampai
Permasalahan gizi yang sering terjadi dengan <2 SD. Prevalensi pendek (stunting)
diseluruh negara dunia adalah kekurangan pada balita dipengaruhi oleh beberapa faktor
energi protein seperti marasmus, kwasiorkor, yang terkait, antara lain keadaan gizi ibu ketika
dan stunting. Kekurangan energi protein dapat masa kehamilan, asupan gizi yang kurang pada
berdampak pada perkembangan otak, hal bayi, kekurangan konsumsi makanan yang
tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor berlangsung lama sehingga status gizi balita
seperti usia, durasi keadaan kekurangan gizi, rendah. (Efendhi, A, 2015)
pemulihan menuju keadaan normal, lingkungan, Upaya intervensi gizi spesifik untuk
serta terdapat atau tidaknya penyakit. Masalah balita pendek difokuskan pada kelompok 1.000
gizi yang paling banyak ditemukan pada anak Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu Ibu
di Indonesia adalah stunting. Stunting adalah hamil, Ibu Menyusui, dan Anak 0-23 bulan,
kondisi gagal tumbuh pada anak balita (balita karena penanggulangan balita pendek yang
dibawah lima tahun) akibat dari kekurangan paling efektif dilakukan pada 1.000 HPK.
gizi kronis sehingga anak terlalu pendek unttuk Periode 1.000 HPK meliputi yang 270 hari
usianya. stunting didasarkan pada indeks selama kehamilan dan 730 hari pertama setelah
Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau bayi yang dilahirkan telah dibuktikan secara
ilmiah merupakan periode yang menentukan dapat memicu terjadinya penyakit infeksi pada
kualitas kehidupan. Oleh karena itu periode ini balita seperti ISPA. ( Efendhi, A, 2015)
ada yang menyebutnya sebagai "periode emas", ISPA adalah penyebab utama
"periode kritis", dan Bank Dunia (2006) morbiditas dan mortalitas penyakit menular
menyebutnya sebagai "window of opportunity". didunia. Hampir empat juta orang meninggal
Periode inilah yang menentukan anak stunting akibat ISPA setiap tahunnya. Selain itu, ISPA
atau tidak. (Kementrian Kesehatan, R,I, 2017) merupakan penyebab utama konsultasi atau
Keadaan stunting dapat menimbulkan rawat inap difasilitas pelayanan kesehatan
berbagai macam penyakit, diantaranya penyakit terutama pada bagian perawatan anak. Hal yang
yang sering menyerang balita seperti halnya serupa juga terjadi di Indonesia. Satu dari empat
ISPA. Penyakit infeksi ini merupakan penyakit kematian bayi dan balita di Indonesia
yang sering menyebabkan kematian. Infeksi diakibatkan oleh ISPA. Pada setiap tahunnya,
saluran pernafasan akut disebabkan oleh virus setiap anak diperkirakan mengalami 3-6
atau bakteri. Penyakit ini diawali dengan panas episode ISPA. (Maharani, D, et al, 2017)
dan disertai salah satu atau lebih gejala: Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tenggorokan sakit, atau nyeri telan, pilek, batuk tahun 2013 di Indonesia mencatat bahwa
kering atau berdahak. (Efendhi, A, 2015) prevalensi stunting sebesar 37,2%, meningkat
Stunting pada balita perlu menjadi dari tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%).
perhatian khusus karena dapat menghambat Persentase tersebut dengan pembagian untuk
perkembangan fisik dan mental anak. Stunting kategori sangat pendek 19,2% dan pendek
berkaitan dengan peningkatan resiko kesehatan 18,1%. Artinya, diperkirakan lebih dari
dan kematian serta terhambatnya pertumbuhan sepertiga atau lebih dari 8,9 juta anak usia
dan perkembangan kemampuan motorik dan dibawah 5 tahun di Indonesia mengalami
mental. Balita yang mengalami stunting pertumbuhan yang tidak sesuai ukuran standar
memiliki resiko terjadinya penurunan internasional untuk tinggi badan berbanding
kemampuan intelektual, produktivitas, dan usia. Selain itu, untuk anak Indonesia yang
peningkatan resiko penyakit degeneratif dimasa dalam keadaan kurus, diperkirakan ada sekitar
mendatang. Hal ini dikarenakan anak stunting 3,3 juta anak. (Onetusfifsi, P, 2016)
juga cendrung lebih rentan terhadap penyakit Ditahun 2014 Kementerian Kesehatan
infeksi. (Ningrum, E. W,. & Utami, T, 2017) merilis turunan dari Riskesdas 2013 yang
Status gizi merupakan hal yang paling disebut Indeks Pembangunan Kesehatan
berperan dalam kejadian sakit, terutama pada Masyarakat (IPKM) 2014. IPKM 2014
balita. Penelitian Hamisah (2011) yang membreak down data Riskesdas 2013 dilevel
dilakukan di Kabupaten Klaten, menyebutkan Kabupaten Kota untuk prevalensi balita sangat
bahwa status gizi memiliki hubungan yang pendek dan pendek adalah sebagai berikut,
bermakna terhadap penyakit infekai saluran Kabupaten Lampung Barat 34,60%, Tanggamus
pernafasan akut (ISPA) dimana balita dengan 39,66%, Lampung Selatan 43,01 %, Lampung
status gizi kurang mudah terjangkit ISPA. Timur 43,17%. Lampung Tengah 52,68%,
Balita dengan konsumsi pangan hewani, susu, Lampung Utara 32,44%, Way Kanan 29,80 %,
dan produk olahan susu yang rendah akan Tulang Bawang 40,99%, Pesawaran 50,81%,
menyebabkan balita kekurangan protein dan Pringsewu 36,9 9%, Mesuji 43,43%,
mineral seperti kalsium dan seng. Dikarenakan Tulang Bawang Barat 40,08%, Bandar
stunting tidak dapat dipisahkan dengan asupan Lampung, 44,59%, dan Metro 47,34%.
gizi, dimana asupan gizi akan mempengaruhi (Lampung, D. K. P. 2016)
pertumbuhan tinggi badan anak. Hubungan
stunting dengan frekuensi penyakit ISPA dan METODE
sistem imunitas tubuh sangat berperan penting,
sehingga apabila konsumsi sayur dan buah tidak Penelitian ini merupakan Jenis penelitian:
mencukupi maka dapat menyebabkan balita menggunakan metode penelitian observasi analitik
kekuranagn vitamin A dan vitamin C yang dengan rancangan case control, yang bertjuan
dapat menurunkan imunitas tubuh. Hal ini mengetahui gambaran kejadian stunting pada balita
usia 24-59 bulan di Desa Mataram Ilir, Kecamatan
Seputih Surabaya, Kabupaten Lampung Tengah, Kecamatan Seputih Surabaya, Kabupaten lampung
tahun 2019 dan Mengetahui gambaran kejadian Tengah masing-masing sebanyak 52 orang.
penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)
Tabel 4.1. Karakteristik Balita Stunting
pada balita usia 24-59 bulan di Desa Mataram Ilir,
Kecamatan Seputih Surabaya, Kabupaten Lampung Berdasarkan Usia
Tengah, tahun 2019. Sampel penelitian yaitu semua
pasien stunting dengan riwayat penyakit infeksi Usia (Bulan) Jumlah Persentasi (%)
saluran pernafasan akut (ISPA) dan di periksa dan
di diagnosis. Rancangan penelitian dalam 24-35 16 orang 30,8 %
penelitian ini dengan menggunakan desain
penelitian observasi analitik yaitu penelitian yang 36-47 22 orang 42,3 %
mencoba menggali bagaimana hubungan antara
variabel independent dan variabel dependent dan 48-59 14 orang 26,9 %
menggunakan pendekatan case control yaitu studi
Total 52 100 %
Jenis Jumlah Persentasi
Kelamin (%) Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kelompok
dengan usia terbanyak mengalami stunting sebagai
Laki-laki 27 orang 51,9 % kasus adalah 36-47 bulan dengan jumlah 22 orang
(42,3 %), sedangkan yang terendah adalah
Perempuan 25 orang 48,1 % kelompok dengan usia 48-59 bulan dengan jumlah
14 orang (26,9 %).
Total 52 100 %
analitik yang menganalisis hubungan kausal Karakteristik Balita Stunting Berdasarkan Jenis
dengan menggunakan logika terbalik, yaitu Kelamin
menentukan penyakit (outcome) terlebih dahulu Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah sampel
kemudian mengidentifikasi penyebab (faktor laki-laki balita stunting adalah 27 orang (51,9 %),
resiko). Riwayat paparan dalam penelitian ini dapat sedangkan sampel perempuan balita stunting
diketahui berdasarkan pengukuran (TB/U) dan berjumlah 25 orang (48,1 %).
dengan tabel antropometri penilaian status gizi
untuk stunting, sedangkan untuk ISPA Karakteristik Balita Normal Berdasarkan Usia
menggunakan data rekam medis Puskesmas
Seputih Surabaya.(Notoatmodjo, 2012). Langkah Usia (Bulan) Jumlah Persentasi (%)
langkah pengelohan data adalah pemeriksaan
kelengkapan dan kejelasan data, pemberian kode 24-35 23 44,2 %
setiap variabel, memasukkan data ke dalam
komputer.
36-47 14 26,9 %
48-59 15 28,8 %
HASIL DAN PEMBAHASAN
Total 52 100 %
Penelitian ini dilakukan pada balita stunting
dan balita normal yang berada di Desa Mataram
Ilir, Kecamatan Seputih Surabaya, Kabupaten
Lampung Tengah pada tanggal 6 Februari 2019. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kelompok
Dalam penelitian ini, pengambilan data dilakukan
dengan usai terbanyak balita normal yang menjadi
secara primer dengan melakukan pengukuran tinggi
badan (TB/U atau PB/U) dan menggunakan tabel kelompok kontrol adalah 24-35 bulan dengan
antropometri penilaian status gizi anak, dan jumlah 23 orang (44,2 %), sedangkan yang
pengambilan data dilakukan secara sekunder dari terendah adalah kelompok dengan usia 48-59 bulan
rekam medis. Responden pada penelitian ini adalah dengan jumlah 14 orang (26,9 %).
balita stunting sebagai kelompok kasus dan balita
normal sebagai kelompok kontrol yang berusia 24-
59 bulan yang berada di Desa Mataram Ilir,
Karakteristik Balita Normal Berdasarkan Jenis sebanyak 43 orang (82,7 %), sedangkan
Jenis Jumlah Persentasi golongan <-3 SD dengan status sangat
kelamin (%) pendek sebanyak 9 orang (17,3 %).

Laki-laki 29 55,8 %
Balita Normal Berdasarkan Status Standar
Perempuan 23 44,2 % Deviasi (SD)

Total 52 100 % golonga Status Jumla Persentas


n h i (%)
Kelamin Standar
Deviasi
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah sampel
laki-laki balita normal adalah 29 orang (55,8 %), (SD)
sedangkan sampel perempuan berjumlah 23 orang
(44,2 %)
>2 SD Tinggi 13 25 %
sampai 3
4.2 Hasil Analisis Univariat SD
Kejadian Stunting
<-1 SD Norma 39 75 %
Peneliti mendapatkan data kejadian balita sampai 2 l
stunting dari data primer dengan melakukan SD
pengukuran tinggi badan (TB/U atau PB/U) dan
menggunakan tabel antropometri penilaian status Total 52 100%
gizi anak di Desa Mataram Ilir, Kecamatan Seputih
Surbaya, Kabupaten Lampung Tengah bisa dilihat
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah
dalam tabel 4.3 dan 4.4.
balita denagn golongan >2 SD sampai 3 SD dengan
status tinggi sebanyak 13 orang (25 %), sedangkan
Balita Stunting Berdasarkan Status Standar
golongan <-1 SD sampai 2 SD dengan status
Deviasi (SD)
normal sebanyak 39 orang (75 %). Dari tabel
diatas, menunjukan gambaran riwayat penyakit
golonga Status Jumla Persentas infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) yang
n h i (%) mengalami ISPA sering sebanyak 4 orang(7,7 %),
Standar sedangkan yang mengalami ISPA tidak sering
Deviasi sebanyak 48 orang (92,3 %).

(SD) Analisis Bivariat


.Setelah dilakukan pengumpulan data, diedit dan
-3 SD Pende 43 82,7 %
dilakukan uji chi-square dengan menggunakan
sampai k program SPSS
<-2 SD Computer 16.0 sehingga diperoleh gambaran data
dan melihat kemaknaan hubungan kejadian
<-3SD Sangat 9 17,3 % stunting dengan
pende riwayat penyakit infeksi saluran pernafasan akut
k (ISPA).
Analisis Hubungan Kejadian Stunting Dengan
Total 52 100% Riwayat Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA)

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa


jumlah balita dengan golongan -3SD
sampai <-2 SD dengan status pendek
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa balita stunting

Riwayat ISPA
Kejadian Total OR P
Sering Tidaksering ISPA
Stunting Value
ISPA

Balita 44orang 8 orang 52


stunting 84,6% 15,4% 100%
61.000 0,000
Balita Tidak 4 orang 48orang 52
CI=18.572-
Stunting 7,7 % 92,3% 100%
234.552
Total 48orang 56 orang 104
46 % 54 % 100%

yang sering mengalami ISPA sebanyak 44 orang


(84,6 %), dan yang tidak sering mengalami ISPA
sebanyak 8 orang (15,4 %). Sedangkan balita
normal atau tidak stunting yang sering mengalami
ISPA sebanyak 4 orang (7,7 %), dan yang tidak
sering mengalami ISPA sebanyak 48 orang (92,3
%).Dari tabel diatas juga dapat dilihat bahwa ada
hubungan bermakna antara kejadian Stunting
dengan riwayat penyakit ISPA dikarenakan hasil
uji Chi-square menunjukan nilai p=0,000 dan uji
chi-square dikatakan berhubungan apabila nilai
p<0,05.

KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan hasil penelitian yang telah di lakukan
di Desa Mataram Ilir, Kecamatan Seputih
Surabaya, Kabupaten Lampung Tengah tahun 2019
dengan jumlah sample 52 balita masing-masi
sebagai kelompok kasus dan kontrol, maaka dapat
diambil kesimpulan mengenai hubungan kejadian
stunting dengan riwayat penyakit ISPA pada balita
usia 24-59 bulan di Desa Matarm Ilir, Kecamatan
Seputih Surabaya, Kabupaten Lampung Tengah
sebagai berikut:
1. Balita stunting sebagai kelompok kasus
yang berada di Desa Mataram Ilir,
Kecamatan Seputih Surabaya, Kabupaten
Lampung Tengah yang sering mengalami
ISPA sebanyak 44 orang (84,6 %), dan
yang tidak sering mengalami ISPA
sebanyak 8 orang (15,4 %). Sedangkan
balita normal atau tidak stunting sebagai
kelompok kontrol yang berada di di Desa
Mataram Ilir, Kecamatan Seputih
Surabya, Kabupaten Lampung Tengah
yang sering mengalami ISPA sebanyak 4
orang (7,7 %), dan yang tidak sering Kedua orangtua saya, Murahman Amd.Kep dan Sri
mengalami ISPA sebanyak 48 orang (92,3 Rohayu S.kep Ners, serta adik saya Yendry,Tendry
%). Yang artinya, balita stunting lebih dan Lendry yang senantiasa memberikan semangat
dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini..

2. sering mengalami ISPA dari pada balita DAFTAR PUSTAKA


normal.
3. Balita stunting dengan golongan -3SD Alfarindah, F. (2017). Determinan Kejadian Ispa
sampai <-2 SD dengan status pendek Anak Balita Dalam Lingkungan Keluarga
sebanyak 43 orang (82,7 %), sedangkan Perokok Di Wilayah Kerja Puskesmas
golongan <-3 SD dengan status sangat Maccini Sawah.
pendek sebanyak 9 orang (17,3 %). Dan Bab, I. (2004). Infeksi Saluran Pernafasan Akut
jumlah balita normal dengan golongan >2 (Ispa) Dan Penanggulangannya Rasmaliah Fakultas
SD sampai 3 SD dengan status tinggi Kesehatan Masyarakat Universtias Sumatera Utara.
sebanyak 13 orang (25 %), sedangkan Bening, S., Margawati, A., & Rosidi, A. (2018).
golongan <-1 SD sampai 2 SD dengan Asupan Zink, Riwayat ISPA Dan
status normal sebanyak 39 orang (75 %). Pengeluaran Pangan Sebagai Faktor
4. Balita stunting dengan riwayat penyakit Resiko Stunting Pada Anak Usia 2-5
infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) Tahun Di Kota Semarang. Jurnal
termasuk dalam kategori sering sebanyak Gizi, 7(1).
44 orang (84,6 %), sedangkan tidak sering Damayanti, R. A., Muniroh, L., & Farapti, F.
ISPA sebanyak 8 orang (15,4 %). Dan (2017). Perbedaan Tingkat Kecukupan Zat
balita normal dengan riwayat penyakit Gizi Dan Riwayat Pemberian Asi
infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) Eksklusif Pada Balita Stunting Dan Non
termasuk dalam kategori sering sebanyak Stunting. Media Gizi Indonesia, 11(1), 61-
4 orang (7,7 %), sedangkan yang 69.
mengalami ISPA tidak sering sebanyak 48 Dekawati, W. (2014). Hubungan Status Gizi
orang (92,3 %). Dengan Kejadian ISPA Dan Diare Pada
Saran untuk penelitian selanjutnya yaitu Lansia Di Puskesmas Musuk I
kejadian kesakitan perlu diteliti dan dilihat Boyolali(Doctoral Dissertation,
kaitannya dengan pertumbuhan dan Universitas Muhammadiyah Surakarta).
perkembangan dan bagi peneliti selanjutnya Efendhi, A. (2015). Hubungan Kejadian Stunting
diharapkan dapat menambahkan variabel lain Dengan Frekuensi Penyakit Ispa Dan
seperti variabel keadaan rumah dan variabel Diare Pada Balita Usia 12-48 Bulan Di
ekonomi keluarga. Wilayah Kerja Puskesmas Gilingan
Surakarta (Doctoral Dissertation,
UCAPAN TERIMAH KASIH Universitas Muhammadiyah Surakarta).
Penulis menyampaikan terimah kasih kepada Hadiana, S. Y. M. (2013). Hubungan Status Gizi
dr. Aspri Sulanto, MSc., Sp.A selaku dosen Terhadap Terjadinya Infeksi Saluran
penguji, terima Pernapasan Akut (ISPA) Pada Balita Di
kasih telah memberikan waktu untuk memberikan Puskesmas Pajang Surakarta (Doctoral
arahan, koreksi, nasehat, dan masukan sehingga Dissertation, Universitas Muhammadiyah
skripsi ini dapat di selesaikan dengan baik dr. Surakarta).
Deviani Utami,. M.Kes selaku pembimbing I Kementerian Kesehatan, R. I. (2017). Data Dan
selaku dosen pembimbing I, terima kasih yang Informasi Profil Kesehatan Indonesia
dengan tulus memberikan waktu untuk bimbingan, Tahun 2016. Jakarta: Pusat Data Dan
semangat, petunjuk, serta nasihat sehingga skripsi Informasi Kemenkes RI.
dapat diselesaikan dengan baik. dr. Yessi Kementrian Kesehatan, R. I. (2018). Cegah
Nurmalasari,. M.Kes selaku pembimbing II, terima Stunting Itu Mudah. Warta KESMAS.
kasih yang dengan tulus memberikan waktu untuk Edisi 02.
bimbingan, semangat, petunjuk, serta nasihat Lampung, D. K. P. (2016). Profil Provinsi
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Lampung Tahun 2015. Bandar Lampung:
Dinas Kesehatan Pemerintah Povinsi Oktavia, S., Widajanti, L., & Aruben, R. (2017).
Lampung. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Libianingsih, R. (2014). Penatalaksanaan Status Gizi Buruk Pada Balita Di Kota
Fisioterapi Pada Kondisi Infeksi Saluran Semarang Tahun 2017 (Studi Di Rumah
Pernafasan Akut (Ispa) Di Rsud Pemulihan Gizi Banyumanik Kota
Panembahan Senopati Bantul (Doctoral Semarang). Jurnal Kesehatan Masyarakat
Dissertation, Universitas Muhammadiyah (E-Journal), 5(3), 186-192.
Surakarta). Onetusfifsi, P. (2016). Pengaruh Bblr Terhadap
Maharani, D., Yani, F. F., & Lestari, Y. (2017). Kejadian Stunting Pada Anak Usia 12-60
Profil Balita Penderita Infeksi Saluran Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh
Nafas Akut Atas Di Poliklinik Anak Pada Tahun 2016(Doctoral Dissertation,
RSUP DR. M. Djamil Padang Tahun Universitas Andalas).
2012-2013. Jurnal Kesehatan Pratiwi, A., Wahyuni, E,G. (2016). Sistem Pakar
Andalas, 6(1), 152-157. Diagnosis ISPA Pada Balita Dengan
Mardiah, W. (2017). Pencegahan Penularan Ispa Metode Certainty Factor. Seminar
(Infeksi Saluran Pernafasan Akut) Dan Nasional Informatika Medis (SINIMED) VII,
Perawatannya Pada Balita Dirumah Di P. 42.
Kabupaten Rachim, A. N. F., & Pratiwi, R. (2017). Hubungan
Pangandaran. Dharmakarya, 6(4). Konsumsi Ikan Terhadap Kejadian
Mitra, M. (2015). Permasalahan Anak Pendek Stunting Pada Anak Usia 2-5 Tahun
(Stunting) Dan Intervensi Untuk (Studi Analitik Observasional Di Wilayah
Mencegah Terjadinya Stunting (Suatu Puskesmas Rowosari Semarang) (Doctoral
Kajian Kepustakaan). Jurnal Kesehatan Dissertation, Diponegoro University).
Komunitas, 2(6), 254-261. Ridwan, A., & Zahriani, Z. (2016). Pencegahan
Ningrum, E. W., & Utami, T. (2017). Hubungan Primer Penyakitinfeksi Saluran Pernafasan
Antara Status Gizi Stunting Dan Akut Pada Balitadi Desa Ceurih Wilayah
Perkembangan Balita Usia 12-59 Kerja Puskesmas Ulee Kareng Banda
Bulan. Bidan Prada: Jurnal Publikasi Aceh. Idea Nursing Journal, 7(1), 78-82.
Kebidanan Akbid YLPP Purwokerto. Sienviolincia, D. (2015). Hubungan Frekuensi
Numrapi, T., Cahyani, V. D., Zulaekah, S., & Berulangnya ISPA Dengan Status Gizi
Hidayati, L. (2017). Infeksi Cacing, Ispa, Balita Di Kelurahan Jebres Surakarta.
Dan Phbs Pada Remaja Putri Stunting Dan Trihono, A., Tjandrarini, D. H., Irawati, A., Utami,
Non-Stunting Di SMP Negeri 1 Nguter N. H., & Nurlinawati, I. (2015). Pendek
Kabupaten Sukoharjo. (Stunting) Di Indonesia, Masalah Dan
Oktaviani, I., Hayati, S., & Supriatin, E. (2014). Solusinya. Jakarta: Balitbangkes.
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Wellina, W. F., Kartasurya, M. I., & Rahfiludin, M.
Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut Z. (2016). Faktor Risiko Stunting Pada
(ISPA) Pada Balita Di Puskesmas Garuda Anak Umur 12-24 Bulan. Jurnal Gizi
Kota Bandung. Jurnal Keperawatan Indonesia (The Indonesian Journal Of
BSI, 2(2). Nutrition), 5(1), 55-61.

Anda mungkin juga menyukai