Anda di halaman 1dari 11

Domestic Case Study 2018

Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo Yogyakarta

Benteng Vredeburg sebagai Daya Tarik Wisata


di Jogja
Ade Thea Widya Christie
1702671

Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo Yogyakarta

Abstract : Makalah ini merupakan hasil laporan Domestic Case Study untuk syarat publikasi ilmiah di
Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo Yogyakarta dengan Judul Benteng Vredeburg sebagai Daya
Tarik Wisata di Jogja.

1. Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang memiliki beraneka ragam kekayaan wisata yang
patut dibanggakan dikancah dunia. Setiap daerah di Indonesia memiliki keunikan baik dari segi
keindahannya maupun adat istiadat yang ada di daerah tersebut sehingga menarik minat
wisatawan untuk mengunjunginya [1]. Wilayah yang memiliki keindahan maupun sejarah yang
dapat kita nikmati salah satunya adalah Yogyakarta. Yogyakarta adalah salah satu kota wisata di
Indonesia yang memiliki beraneka ragam keunikan [2]. Salah satu wisata yang menunjukkan
ciri khas Yogyakarta adalah Benteng Vredeburg.
Benteng Vredeburg menjadi pusat wisata di Yogyakarta. Menurut RG. Soekadijo
(1997), pariwisata adalah segala kegiatan dalam masyarakat yang berhubungan dengan
wisatawan [3]. Benteng Vredeburg adalah salah satu destinasi pariwisata yang memiliki daya
tarik wisatawan domestik maupun mancanegara. Berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia No. 10 tahun 2009 Tentang kepariwisataan, Daya Tarik Wisata dijelaskan sebagai
segala sesuatu yang memiliki keunikan, kemudahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman
kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau kunjungan
wisatawan [4].
Seiring perkembangan zaman semakin modern dan semakin majunya IPTEK,
peninggalan-peninggalan terdahulu yang dijadikan objek wisata semakin menurun. Adapun para
wisatawan yang berkunjung ke Benteng Vredeburg kebanyakan mereka hanyalah sebatas untuk
berjalan-jalan dan dan menikmati keindahan bangunan Benteng Vredeburg tanpa peduli dengan
nilai sejarah yang terkandung di dalamnya. Padahal dalam perkembangannya. Benteng
Vredeburg memiliki nilai sejarah yang tinggi dan nilai-nilai positifnya bisa kita rasakan saat ini.
Museum Benteng Vredeburg terdiri dari beberapa bangunan yang terspisah. Ada
banyak fasilitas juga yang disediakan untuk para pengunjung. Diantaranya adalah fasilitas
ruangan menonton film sejarah. Ruangan di tata layaknya sebuah bioskop mini yang nyaman.
Hal tersebut bisa menjadi salah satu hal yang menarik minat pengunjung yang ingi menonton
film dokumentasi sejarah jaman penjajahan dahulu. Selain itu terdapat bangunan-bangunan
yang merupakan diorama-diorama yang didalamnya terdapat minirama-minirama yang
menggambarkan kejadian bersejarah. Minirama-minirama tersebut bisa memberikan
pengetahuan bagaimanakah situasi dan kondisi perjuangan para pejuang jaman dahulu. Setiap
minirama dilengkapi dengan dokumen didalam kaca sebagai penjelasan kejadian dalam
minirama tersebut. terdapat pula lukisan, foro, patung para pahlawan dan benda-benda
bersejarah lainnya [5].
Lokasi dan Jadwal Seminar
Hari dan tanggal : Sabtu, 13 Januari 2018
Pukul : 09.00 – 14.00

1
Tempat : Bumi Perkemahan Karang pramuka Kaliurang
Judulseminar :Responsible Tourism ( Pariwisata berbasis Lingkungan ) Pembicara
: Prof. Dr. Azril Azahari Phd
Prof. Dr. Baiquni MA
AKBP Sinungwati SH.,M.I.P
2. Pembahasan
a. Sejarah berdirinya Museum Benteng Vredeburg
Museum Benteng Vredeburg adalah salah satu museum perjuangan yang ada di
Yogyakarta. Terletak di kawasan nol kilometer pusat kota Yogyakarta. Latar belakang sejarah
Kota Yogyakarta baik sebagai ibukota Kasultanan Yogyakarta dan ibukota NKRI tidak dapat
dipisahkan dengan sejarah Benteng Vredeburg. Museum tersebut sangat cocok sebagai tempat
wisata khususnya masyarakat Indonesia sendiri supaya mengetahui gambaran sejarah
perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaan. Dengan mengunjungi museum
benteng Vredeburg diharapkan mampu memunculkan rasa nasionalisme bagi generasi penerus
bangsa. Oleh karena itu museum benteng vredeburg sampai saat ini masih tetap dijaga
kelestariannya dan tetap dirawat dengan baik, karena memiliki peran penting sebagai tempat
pendidikan bagi negara.
Museum Benteng Vredeburg dikelilingi oleh bangunan-bangunan kuno peninggalan
jaman Belanda seperti Gedung Agung (bekas rumah residen), gereja Ngejaman (GPIB
Margamulya), bekas Senisono (menyatu dengan Gedung Agung), kantor BNI 1946, kantor Pos,
kantor Bank Indonesia dan Societeit Militaire. Benteng vredeburg dibangun oleh Sri Sultan
Hamengkubuwana I atas permintaan pihak Belanda yang daat itu dipimpin oleh Nicholaas
Harting yang menjabat sebagai Gubernur Direktur Pantai Utara Jawa pada tahun 1760. Pihak
Belanda meminta Benteng ini dibangun untuk menjaga keamanan keraton, tetapi sebenarnya
tujuan utamanya yaitu untuk memudahkan pengawasan pihak Belanda sendiri terhadap segala
kegiatan yang dilakukan pihak keraton Yogyakarta. Pertama dibangun benteng tersebut masih
sangat sederhana temboknya pun hanya terbuat dari tanah, tiang-tiangnya terbuat dari kayu
pohon kelapa dan aren, dan atapnya pun hanya terbuat dari ilalang. Bangunan tersebut dibangun
dengan bentuk bujur sangkar yang di keempat ujungnya dibangun seleka atau bastion. Oleh Sri
Sultan HB IV, keempat sudut itu diberi nama Jaya Wisesa (sudut barat laut), Jaya Purusa
(sudut timur laut), Jaya Prakosaningprang (sudut barat daya), dan Jaya Prayitna (sudut
tenggara).
Pada tahun 1767 atas perintah gubernur Belanda yang bernama W.H Ossenberg
Benteng Vredeburg dibangun lebih permanen dengan alasan supaya keamanan keraton lebih
terjamin. Proses pembangunan tersebut cukup lama yaitu memakan waktu 20 tahun, selesai
pada tahun 1787 dibawah pengawasan arsitek Belanda bernama Ir. Frans Haak. Nama benteng
Vredeburg kemudian diganti dengan nama Rustenburg yang artinya “peristirahatan”. Akan
tetapi benteng itu runtuh pada tahun 1867 ketika terjadi gempa yang hebat di Yogyakarta.
Kemudian setelah runtuh dibangun kembali dan berganti nama menjadi “Vredeburg” yang
artinya perdamaian. Pemabngunan tersebut dianggap sebagai simbiol perdamaian antara
Belanda dengan Keraton.
Secara historis, sejak awal pembangunan hingga saat ini, terjadi beberapa kali
perubahan status kepemilikan dan fungsi benteng. Namun sejak tahun 1992 sampai sekarang,
berdasarkam SK Mendikbud RI Prof. Dr. Fuad Hasan No. 0475/0/1992 tanggal 23 November
1992, secara resmi Museum Bneteng Vredeburg menjadi Museum Khusus Perjuangan Nasional
dengan nama Museum Benteng Vredeburg Yoyakarta. Kemudian tanggal 5 September 1997,
dalam rangka peningkatan fungsionalisasi museum, Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta
mendapat limpahan untuk mengelola museum Perjuangan Yogyakarta di Brontokusuman
Yogyakarta berdasarkan SK Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: KM. 48/OT.
001/MKP/2003 tanggal 5 Desember 2003.

b.Diorama 1

2
Didalam diorama 1 Terdapat  11 minirama yang  menceritakan sejarah tentang
perjuangan Pangeran Diponegoro melawan penjajah, lahirnya Budi Utomo, lahirnya Sumpah
pemuda, Kongres Perempuan Indonesia I, Kongres Jong Java di Yogyakarta, Berdirinya
Tamansiswa, penobatan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan masuknya bala tentara Jepang ke
Yogyakarta.
1. Minirama perjuangan Pangeran Diponegoro
Terdapat minirama yang menggambarkan perjuangan pageran Diponegoro dengan
kawan-kawannya. Mereka berkumpul di goa Selarong dusun Kembang Putihan desa Guwosari
kecamatan Pajangan kabupaten Bantul Yogyakarta tanggal 21 Juli 1825. Pada saat itu Belanda
mengepung rumah pangeran Diponegoro sehingga ia dan teman-temanya diantaranya ada
pangeran Mangkubumi, Pangeran Adinegara, Pangeran Panular, Adiwinata Suryadipura, Blitar,
Pangeran Rangga Ngabehi Mangunharjo, Pangeran Surenglaga dan Kyai Mojo,kabur ke goa
Selarong. Pasukan Belanda tersebut dipimpin oleh asisten Residen Chevallier.Di goa tersebut
pangeran Diponegoro memerintahkan kawan-kawannya  memimpin mobilisasi rakyat di daerah
Selarong untuk bersiap-siap berperang. Selain itu membahas mengenai taktik yang akan diambil
untuk menyerang penjajah. Disitu juga terlihat kesetiaan dari kawan-kawan pangeran
Diponegoro yang selalu mengikutinya. Selama berdiam di goa tersebut pun pihak Belanda telah
menyerang tiga kali. Pertama, pada tanggal 25 Juli 1825 dipimpin Kapten Bouwes. Kedua, pada
bulan September dibawah pimpinan Mayor Sellwinj dan Letnan Kolonel Achenbach. Ketiga, 4
November 1825.
2. Minirama kongres Boedi Oetomo I
Satu minirama juga menceritakan terjadinya kongres Boedi Oetomo I di Yogyakarta.
Lokasi kongres berada di ruang makan Kweekschool Yoryakarta yang sekarang menjadi SMU
11 terletak di jalan Sangaji Yogyakarta. Kongres tersebut terjdi pada tanggal 3 sapai 5 Oktober
1908. Didalam minirama tersebut terlihat adegan Sutomo seorang pengajar STOVIA sedang
menyampaikan gagasannya pada saat Konggres I Boedi Oetomo yang dipimpin Dr.wahidin
Soedirohoesodo. Kongres ini menhasilkan 3 keputusan penting, yaitu :
Tujuan perkumpulan adalah mengusahakan kemajuan yang selaras untuk negeri dan bangsa,
terutama dengan memajukan pengajaran, pertanian, perdagangan, teknik, industri dan
kebudayaan. Menetapkan pengurus besar yaitu RTA. Tirto Koesoemo (bupati Karang Anyar
saat itu) dan wakil Dr. Wahidin soedirohoesodo. Menetapkan Yogyakarta sebagai pusat
perkumpulan Boedi Oetomo. Pada awalnya ruangan yang dijadikan diorama 1 adalah bekas
perumahan Perwira Selatan I. Sebelum dipugar, bangunan ini terdiri dari teras depan, bangunan
utama dan teras belakang. Setelah dipugar, teras depan berubah menjadi ruang depan. Ini
diperkirakan dipergunakan untuk perumahan prajurit atau perwira yang sudah menikah.
3. Minirama kedatangan Jepang ke Indonesia
Minirama tersebut menggambarkan Jepang yang datang ke Indonesia, rakyat menyambutnya
dengan baik karena Jepang menyuarakan semboyannya 3A yaitu Jepang pemimpin Asia, Jepang
cahaya Asia dan Jepang pelindung Asia. Pada masa kependudukannya Jepang memiliki
kesatuan polisi rahasia yang terkenal yaitu kempetai. Kempetai merupakan kesatuan polisi
Jepang yang ditempatkan ke seluruh wilayah Jepang termasuk di wilayah jajahan. Kempetai
terkenal karena kedisiplinan dan kekejamannya.
4. Minirama penobatan Sri Sultan Hamengku Buwono
Penobatan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dilaksanakan di Bangsal Manguntur
Tangkil, Siti Hinggil Kraton Kasultanan Yogyakarta. Dilaksanakan pada tanggal 18 Oktober
1940. Didalam minirama tersebut terlihat adegan Sri Sultan Hamengkubuwana IX didampingi
gubernur Belanda Lucian Adam menerima penobatan sebagai Sultan di Kasultanan Yogyakarta.
Sri Sultan Hamengkubuwana VIII yang telah meninggal pada 22 Oktober 1939 sehingga terjadi
kekosongan kekuasaan di Kasultanan Yogyakarta oleh karena itu dilakukan penobatan.
Pengganti Sri Sultan HB VIII adalah salah satu anaknya yang bernama G.R.M Dorojatun.
Penobatan dilakukan dengan memahkotai Sri Sultan yang baru. Kemudian G.R.M Dorojatun
resmi menjadi putra mahkota dengan gelar Samapeyan Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan

3
Hamengku Buwono Senapati Ingalaga Ngadurrakhman Sayidin Panatagama Khalifatullah
Kaping IX.
5. Minirama kongres Jong Java
Kongres Jong Java dilaksanakan di rumah Joyodipuran di jalan Kintelan 139 sekarang
ini menjadi Jalan Brigjen Katamso 23 Yogyakarta. Kongres tersebut dilakukan tanggal 25
sampai 31 Desember 1928. Didalam minirama tersebut menggambarkan pelasanaan kongres
Jong Java. Sebenarnya Jong Java nama awalnya adalah Tri Koro Dharmo. Perkumpulan
tersebut lahir pada tanggal 7 Maret 1915 di gedung STOVIA Jakarta. Lalu baru kemudian tahun
1918 berubah nama menjadi Jong Java. Dalam kongres tersebut membahas tentang Jong Java
yang akan melebur menjadi satu dengan organisasi kaum muda lainnya dengan kemudian
membentuk organisasi baru lagi. Kemudian organisasi itu terealisasikan dengan lahirnya
organisasi pemuda dan melahirkan sumpah pemuda pada 28 Oktober 1928.
6. Minirama kongres Perempuan Indonesia Pertama
Kongres Perempuan Indonesia Pertama dilaksanakan tanggal 22-25 Desember 1928 di
rumah Joyodipuran di jalan Brigjen Katamso 23 Yogyakarta yang dipimpin oleh Ny. Sukonto.
Diadakannya kongres tersebut atas usulan dari Ny.Sukonto, Nyi Hajar Dewantara, Nn. Sujatin.
Kongres tersebut dihadiri 1000 orang walil dari 30 organisasi perempuan Indonesia. Kongres
tersebut menghasilkan keputusan antara lain mendirikan federasi bersama (PPPI) Perserikatan
Perkumpulan Perempuan Indonesia, menerbitkan surat kabar, mendirikan Studei Fonds,
memperkuat pendidikan kepanduan putri dan mencegah perkawinan anak. Dari situ kita sebagai
generasi penerus khususnya para wanita Indonesia melihat bisa mengambil pelajaran penting
yaitu pada jaman penjajahan para wanita Indonesia sudah memiliki semangat nasionalisme yang
tinggi. Seharusnya perempuan sekarang bisa lebih peduli lagi dan memiliki andil yang lebih
besar dalam memajukan Indonesia.
7.  Minirama sejarah berdirinya Taman Siswa
Ki Hajar Dewantara dilahirkan di Yogyakarta 2 Mei 1898 dengan nama Soewardi
Soerjadiningrat. Lahir dari pasangan Raden Ayu Sandiah dan Kanjeng Pangeran
Ariya(KPA)Soerjadiningrat. Kedua orang tuanya adalah bangsawan pura Pakualaman
Yogyakarta. Secara garis keturunan (KPA) Kanjeng Pangeran Ariya Soerjadiningrat ayah dari
Ki Hajar Dewantara adalah putra dari Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ariya(KGPAA) Paku
Alam III.
Pendidikan Ki Hadjar Dewantara diawali dnegan mengikuti sekolah dasar ELS(Sekolah
dasar Belanda) kemudian sekolah di STOVIA(sekolah dokter Bumiputera) akan tetapi ia tidak
menamatkannya. Nama Ki Hadjar Dewantara adalah nama julukan yang diberikan oleh R.M
Soetatmo Soerjokoesoemo karena ia melihat kehebatan dari Soewardi Soerjadiningrat. Baru
kemudian pada tanggal 23 Februari 1928 secara resmi Soewardi Soerjadiningrat mengganti
namanya menajdi Ki Hadjar Dewantara dan istrinya Soetartinah pun juga berganti nama
menjadi Nyi Hadjar Dewantara.
Ki Hadjar Dewantara mengajukan gagasannya pada tanggal 3 Juli 1922 supaya
didirikan Nasional OnderwijsInstitut Taman Siswa. Gagasan tersebut diajukan di sebuah
kongres di jalan Tanjung nomor 32 yang sekarang ini adalah Jalan Gadjah Mada no 32
Yogyakarta. Taman Siswa lahir sebagai jawaban atas kondisi pendidikan lebih banyak
berorientasi pada kepentingan Belanda. Hal tersebut mengilhami Ki Hadjar Dewantara
mendirikan Nasional Onder Wijs Instituut yang berdiri tanggal 3 Juli 1922. Taman Siswa
terkenal dengan sistem among praja yang mendasarkan pada dua landasan pokok yaitu
kemerdekaan sebagai syarat untuk menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir batin serta
kodrat alam sebagai syarat untuk menghidupkan dan mencapai kemajuan secepat-cepatnya dan
sebaik-baiknya.

c. Diorama 2
Terdiri dari 19 minirama yang menggambarkan peristiwa sejarah Proklamasi
Kemerdekaan sampai dengan Agresi Militer Belanda di Indonesia.Dalam ruang pameran tetap
ini berusaha menyajikan adegan peristiwa – peristiwa yang terjadi di Yogyakarta pada masa

4
awal kemerdekaan sampai dengan terjadinya Agresi Militer Belanda II. Peristiwa yang disajikan
dalam diorama ini terjadi pada periode saat ibukota negara dipindahkan dari Jakarta Ke
Yogyakarta. Diorama – diorama tersebut antara lain :
1.  Minirama Sri Sultan HB IX memimpin rapat dalam rangka mendukung proklamasi
kemerdekaan. Berita proklamasi kemerdekaan telah tersiar keseluruh penjuru negerioleh kantor
berita Domei Jakarta tanggal 17 Agustus 1945. Dua hari kemudian Sri Sultan HB IX
mengundang memimpin rapat kelompok pemuda dalam rangka  mendukung proklamasi
kemerdekaan Indonesia. Golongan pemuda yang menghadiri rapat tersebut ada dari golongan
agama, nasionalis, kepanduan dan keturunan Cina, kurang lebih jumlahnya 100 orang. Rapat
dilakukan di Gedung Wilis, kepatihan Yogyakarta tanggal 19 Agustus 1945. Isi pertemuan
tersebut intinya menghimbau para pemuda untuk menjaga keamanan dan tidak anarkis.
2. Minirama Pelantikan Jendral Sudirman menjadi Panglima besar TNI.
TKR dibentuk pada 5 Oktober 1945. Tanggal 1 Januari 1946 TKR
diubah menjadi Tentara Keselamatan Rakyat. Selanjutnya pada tanggal 24 Januari 1946
bergantin menjadi TRI (Tentara Republik Indonesia). Tanggal 7 Januari 1947 keluarlah
ketetapan presiden yang menyatakan bahwa mulai tanggal 3 Juni 1947 disahkan berdirinya
Tentara Nasional Indonesia(TNI). Panglima TNI dijabat oleh Panglima Besar Angkatan Perang
Jenderal Soedirman. Setelah TNI resmi berdiri kemudian pada tanggal 28 Juni 1947 di Istana
Presiden Yogyakarta (Gedung Agung) Jenderal Soedirman dilantik sebagai Panglima Besar TNI
oleh Presiden Soekarno yang juga sertai dengan pelantikan pucuk pimpinan TNI yang lain.
3. Minirama Penurunan bendera Hinomaru
Didalam salah satu minirama terdapat adegan yang menggambarkan
peristiwa penurunan bendera Hinomaru. Kejadian tersebut terjadi pada tanggal 21 September
1945 di Gedung Agung Jl. A. Yani Yogyakarta para pemuda antara lain Salamet, Sutan Ilyas,
Supardi, Rusli dan pemudi Siti Ngaisyah menurunkan bendera Hinomaru dan menggantinya
dengan bendera Merah putih di atap gedung Cokan Kantai. Sebelum terjadi peristiwa penurunan
bendera Hinomaru, rakyat bergerak menuju Balai Mataram (Senisono sekarang) untuk
mengibarkan bendera Merah Putih. Ribuan rakyat Yogyakarta yang sebagian besar adalah
pemuda pelajar telah berkumpul di depan Gedung Cokan Kantai dengan dikawal satu kompi
pasukan Polisi Istimewa. Tanpa rasa takut sedikitpun, meskipun sebelumnya sempat dihalau
pasukan tentara Jepang, 4 orang pemuda tersebut naik ke atas gedung dan menggantikan
bendera Hinomaru dengan bendera Merah Putih. Saat itu pula bergema lagu Indonesia Raya,
peristiwa ini kemudian dikenal dengan “Insiden Bendera di Cokan Kantai”.
4. Minirama Pelucutan Senjata Jepang
Di daerah Gayam, Yogyakarta tanggal 23 September 1945 terjadi
peristiwa pelucutan senjata terhadap Jepang yang dilakukan oleh polisi Istimewa dan rakyat
dibawah pimpinan Oni Sastroadmodjo. Kejadian tersebut dipicu oleh tindakan Jepang sendiri
yang melucuti senjata kesatuan Polisi Istimewa terlebih dahulu yang disimpan didalam gudang.
Mengetahui hal tersebut Komandan kompi Polisi Istimewa melaporkan kejadian tersebut
kepada komisaris polisi. Kemudian, komisaris polisi segera melakukan perundingan dengan
pimpinan tentara Jepang, tetapi perundingan tersebut gagal. Akhirnya rakyat dan polisi pun
mengambil tindakan sendiri dengan mengepung markas dan gudang senjata Jepang di Gayam
dan dapat merebut kembali senjata tersebut.
5.  Minirama Hari berdirinya Gadjah Mada
Pada tanggal 19 Desember 1949 peristiwa peresmian Universitas Negri
Gadjah Mada di Sitihinggil Kraton Yogyakarta. Di minirama tersebut terlihat Prof. Dr. Sardjito
sedang menyampaikan pidatonya. Sebelum UGM berdiri telah banyak lembaga yang lebih dulu
berdiri di Yogyakarta, Solo, dan Klaten. Komite yang dibentuk pada tanggal 20 Mei 1949 yang
tugasnya membahas pendidikan tinggi di Indonesia memutuskan untuk menggabungkan semua
lembaga pendidikan yang ada di Yogyakarta, Solo, dan Klaten. Perguruan tinggi yang ada di
tiga kota tersebut menjadi satu dan bernama Universitas Gadjah Mada yang berkedudukan di
Yogyakarta. Kemudian pada tahun 1954, nama Universiteit Negeri Gadjah Mada diubah
menjadi Universitas Gadjah Mada.

5
Berdirinya Perguruan Tinggi Universitas Gadjah Mada yang terkenal sebagai
universitas kerakyatan tidak lepas dari peran Prof. Dr. Sardjito yang merupakan tokoh pendiri
dan rektor pertama UGM. Beliau bukan hanya sebagai tokoh pendidik akan tetapi seorang tokoh
yang juga terlibat langsung dalam proses perjuangan bangsa Indonesia. Ketika masa penjajahan
beliau terkenal sebagai ahli obat-obatan dan vitamin untuk tentara yang berjuang dan membantu
pendirian pos kesehatan. Prof. Dr. Sardjito juga mendapatkan penghargaan dari pemerintah
diantaranya anugerah Bintang Gerilya dan Bintang Mahaputra.
Didalam ruangan diorama 2 ini juga terdapat benda-benda asli koleksi dari Prof. Dr. Sardjito
diantaranya terdapat jam tangan, pulpen,pensil,dasi,lencana-lencana dan juga berbagai macam
penghargaan yang beliau dapatkan. Terdapat pula Toga kebesarannya yang selalu ia pakai
dalam acara civitas akademika UGM tepajang rapi dilemari kaca yang tinggi.
6. Minirama Kongres Pemuda di Yogyakarta
Alun-alun utara dan Balai Mataram Yogyakarta sekarang ini Senisono. 10-11
November 1945. Terlihat presiden Soekarno sedang berjalan menuju mimbar tempat
diadakannya rapat raksasa pada kongres pemuda Indonesia di Yogyakarta. Pada tanggal 31
Oktober 1945 di Balai Mataram Yogyakarta diadakan rapat yang dihadiri oleh perwakilan
pemuda dari Jakarta.Bandung, Surabaya dan staf kementrian penerangan. Rapat tersebut
mengasilkan kesepakatan bahwa tanggal 10-11 November yang akan datang akan diadakan
Kongres Pemuda Indonesia bertempat di Balai Mataram. Upacara pembukaan Kongres Pemuda
Indonesia diadakan di Alun-alun Utara Yogyakarta tanggal 10 November 1945. Kongres
tersebut diketuai oleh Chaerul Saleh dan dihadiri oleh perwakilan dari 30 organisasi pemuda
seluruh Indonesia yang jumlahnya sekitar 332 orang.
Di ruangan diorama 2 ini juga terdapat patung ibu Fatmawati yang sedang
menajahit bendera pusaka kebesaran Indonesia, bendera Merah Putih. Ibu Fatmawati adalah istri
dari presiden Soekarno. Bendera Merah Putih meniru desain bendera Majapahit abad ke 13,
yang terdiri dari sembilan garis bewarna merah dan putih tersusun secara bergantian. Bendera
Pusaka terdiri dari dua warna yaitu merah berada diatas dan putih berada dibawah dengan
perbandingan 2:3. Warna merah melambangkan keberanian dan putih melambangkan kesucian.
Bendera Merah Putih pertamakali dinaikkan pada saat pembacaan proklamasi kemerdekaan
Indonesia pada 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timu nomor 56 Jakarta. Bendera tersebut
dinaikkan pada tiang bambu oleh pengibar bendera yang dipimpin oleh Kapten Latief
Hendraningrat. Setelah dinaikkan kemudian dinyanyikan secara bersama-sama lagu kebangsaan
Indonesia yaitu Indonesia Raya.
Terdapat pula mesin cetak Heidelberg, yaitu mesin cetak dari koran Kedaulatan
Rakyat yang merupakan koran revolusi. Koran tersebut bukan merupakan milik salah satu
golongan, agama, atau partai politik. Pada awal kelahiran koran ini terdapat berbagai rintangan
dan cobaan. Namun tidak menyurutkan semangat para perintis koran tersebut untuk bisa tetap
menerbitkan korannya. Tenagan kerja dalam pembuatan koran tersebut masih sangat terbatas
sehingga satu orang bisa saja merangkap dua atau tiga pekerjaan. Mesin cetak Heidelberg
adalah salah satu mesin cetak yang digunakan yang memiliki kemampuan mencetak seribu
eksemplar setiap jamnya. Mesin cetak lain yang juga digunakan yaitu mesin cetak
Snelpres(untuk cetak) dan Intertype untuk pracetak.

d. Diorama 3
Ketika masuk ke ruangan diorama 3 kita disambut dengan lukisan pahatan besar
didinding yang terbuat dari kayu. Lukisan tersebut sangat indah dan memiliki bentuk yang
bagus. Lukisan tersebut menggambarkan tentang keadaan rakyat Indonesia dulu ketika pada
jaman penjajahan. Didalam diorama 3 terdapat 18 minirama yang menggambarkan peristiwa
sejak adanya Perjanjian Renville 1948 sampai pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat
tanggal 27 Desember 1949.
Selain minirama juga terdapat benda-benda bersejarah yang di pajang didalam kaca.
Benda-beda bersejarah diantaranya ada peralatan makan Bapak Soemardjono. Bapak
Soemarjono adalah salahsatu orang yang rumahnya ditumpangi para pejuang Indonesia ketika

6
terjadi Agresi Militer Belanda. Peralatan makan tersebut digunakan para pejuang bangsa ketika
menumpang di rumah bapa Soemardjono. Rumah tersebut berlokasi di Krenen, Banaran,
Playen, Gunung Kidul, Yogyakarta.
Ketika itu terjadi Agresi militer Belanda pada tanggal 19 Desember 1945 pukul enam pagi
pasukan Belanda melakukan pengeboman lapangan terbang Maguwo dan akhirnya lapangan
tersebut pun jatuh ketangan Belanda. Hampir seluruh pangkalan udara jatuh kepada Belanda,
kecuali pangkalan udara di Aceh. Segera kemudian dilakukan penyelamatan terhadap barang-
barang milik Angkatan Udara Republik Indonesia(AURI). Salahsatunya adalah alat komunikasi
AURI yang dahulu terletak di jalan Terban Taman Yogyakarta kemudian dipindahkan ke
lapangan Gading Wonosari.
Alat komunikasi tersebut kemudian disimpan di salah satu rumah warga yang bernama
Pawirosetomo di Bleberan, Banaran, Playen, Gunung Kidul, Yogyakarta. Dirumah itu alat
komunikasi tersebut disimpan didalam dapur. Sedangkan mesin pembangkit listrik disimpan di
tungku tanah dan ditutupi dengankayu bakar(ada juga yang bilang disimpang dilubang tanah
dan ditutupi lesung atau tempat menumbuk padi). Antena hanya dipasang pada malam hari saja
direntangkan diantara dua batang pohon kelapa saat dilakukannya siaran supaya tidak ketahuan
Belanda. Semua itu bisa dilakukan juga dengan dorongan dan bantuan penduduk setempat.
Hingga berita tentang perjuangan bangsa Indonesia dari berbagai daerah bisa tersiar bahkan
keberhasilan perjuangan bangsa bisa sampai keluar negeri. Salah satu berita yang berhasil
disiarkan adalah keberhasilan dari serangan umum 1 Maret 1949 ke seluruh dunia. Siaran
tersebut dilakukan pukul dua dini hari tanggal 2 Maret 1949 dan beritanya bisa sampai
keseluruh jaringan radio AURI dan bahkan sampai ke PBB.
Benda lain yang terpajang di diorama 3 ini antara lain ada kentongan pada saat itu
kentongan menajdi sarana yang efektif digunakan sebagai penyiar situasi pada waktu Belanda
berhasil menguasai Yogyakarta tahun 1948. Ada juga hal yang menarik perhatian yaitu adanya
komputer yang besar yang terpajang didinding yang bisa kita gunakan untuk bermain games.
Namun games tersebut masih berkaitan dengan hal-hal tentang perjuangan bangsa Indonesia.
Hal tersebut juga sangat menarik sekali bagi pengunjung yang datang. Terdapat pula Ruangan
khusus ketika kita akan meninggalkan diorama 3 yaitu ruangan yang sempit dan terdapat
patung-patung yang beradegan penangkapan para pejuang bangsa terhadap pasukan penjajah. Di
ruangan tersebut seolah-olah seperti kejadian nyata yang bisa membuat pengunjung seperti
merasakan kejadian yang sebenarnya. Hal tersebut tentunya juga salah satu yang menjadi faktor
penarik museum untuk dikunjungi.
Di salah satu minirama menggambarkan kejadian di Desa Banaran, Banjarharjo, Kulon
Progo tahun 1948 – 1949 yaitu suasana dapur umum markas gerilya. Ketika itu Belanda berhsil
melakukan Agresi Militernya yang kedua di Yogyakarta. Rakya pun berbondong-bondong
mengungsi. Kebanyakan rakyat yang mengungsi adalah rakyat yang tinggal di sebelah timur
Sungai Progo yang kemudian pindah ke arah barat seungai tersebut. daerah tersebut menjadi
padat pengungsi oleh karena itu dibutuhkan dapur umum untuk memenuhi kebutuhan logistik
mereka. Dapur umum tersebut berada dirumah bapak Kariyo Utomo.
Terdapat pula minirama yang menggambarkan kejadian serangan umum 1 Maret 1949. Di
minirama tersebut terlihat pasukan gerilyawan TNI serta para pejuangan lain mengadakan
serangan terhadap Hotel Tugu. Serangan umum ini adalah bentuk reaksi atas pernyataan
Belanda yang menyatakan bahwa RI dan TNI sudah hancur. Serangan ini memilih watu siang
hari karena pada waktu itu Sultan HB IX berfikir bahwa serangan ini harus mempunyai dampak
internasional secara luas dan dipilihlah waktu siang hari karena dianggap mampu memberika
nilai politis yang mempengaruhi jalannya sidang di DK PBB. Tujuan dari serangan tersebut
adalah:
1. Tujuan politik
Untuk mendukung perjuangan perwakilan RI di DK PBB melawan Belanda yang menyatakan
bahwa TNI sudah hancur dan Yogyakarta sudah kembali normal.
2. Tujuan psikologis

7
Untuk mengobarkan semangat juang rakyat dan TNI. Memberikan kepercayaan kepada rakyat
bahwa TNI masih tetap setia pada tugasny dan terus gigih berjuang menghalau musuh.
3. Tujuan Militer
Sebagai sarana pembuktian kepada dunia internasional bahwa TNI masih tetap ada dan utuh.
Sekaligus membuktikan bahwa keberadaan Belanda di Yogyakarta itu tidak sah.

e. Diorama 4
Terdiri dari 7 buah minirama yang menggambarkan peristiwa sejarah pada saat  periode
Negara Kesatuan Republik Indonesia sampai pada Masa Orde Baru. Di ruang ini tidak terlalu
banyak diorama yang ditampilkan seperti di diorama lainnya. Salah satu minirama
menggambarkan adegan Presiden Soekarno membuka Konferensi Tingkat Menteri pada tanggal
11 November 1959 dalam rangkaian Konferensi Rencana Colombo XI. Yogyakarta di pilih
menjadi tempat diselenggarakannya Konferensi tersebut. alasan memilih Yogyakarta
dikarenakan Yogyakarta telah berhasil melaksanakan konferensi internasional sebanyak dua
kali. Diantaranya Internasional Rubber Study Group Conference bulan Juli 1957 dan ECAFE
Conference bulan Oktober 1957. Konferensi tersebut akan dilaksanakan pada tanggal 26
Oktober sampai denagn 14 November 1959. Masalah kepanitiaan mendapatkan bantuan tenaga
dari para mahasiswa UGM yang berada di Sekip dan Bulaksumur.

f. Pemanfaatan Benteng Vredeburg sebagai Museum


Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya Museum Benteng Vredeburg mempunyai visi
terwujudnya pengembanan dan pemanfaatn museum yang mampu mencerdaskan kehidupan
bangsa, memperkokoh identitas dan jati diri, integrasi nasional dan ketahanan budaya. Adapun
misi yang diemban adalah mewujudkan peran museum sebagai sarana edukasi, pariwisata, pusat
informasi dan pengembangan ilmu pengetahuan melalui kegiatan pelestarian, penyajian dan
pengembangan sejarah dan budaya denan nuansa edutainment.
Visi dan misi museum secara keseluruhan dijabarkan dalam berbagai kegiatan rutin yang
terbagi menjadi tiga bagian kegiatan sebagai berikut :
1. Pelestarian sejarah dan budaya melalui berbagai kegiatan seperti perawatan dan pemeliharaan
benteng sebagai cagar budaya, konservasi, fumigasi, dan restorasi benda-benda sejarah
Perjuangan. Perawatan dan pemeliharaan benteng sebgai cagar budaya dilakukan secara
bersama-sama dengan Balai Pelestraian Peninggalan Purbakala. Sedangkan kegiatan
konservasi,fumigasi, dan restorasi terhadap benda-benda koleksi sejarah Perjuangan dilakukan
secaraintern oleh petugas pemeliharaan dan perawatan museum. Adapun koleksi benda-benda
sejarah perjuangan Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta terdiri dari benda-benda
realita,replica, foto, lukisan dan koleksi lainnya yang berjumlah kurang lebih 7.000 buah.
Seluruh benda koleksi museum disimpan diruang pameran tetap maupun storage museum sesuai
dengan standar International Council of Museum.
2.Penyajian sejarah dan budaya melalui berbagai kegiatan seperti pameran tetap dan temporer,
penydiaan film-film sejarah perjuangan, perpustakaan sejarah serta penerbitan buku dan
bulletin. Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta memiliki 5 ruang pameran tetap yang terdiri
dari 4 Ruang Diorama dan Ruang Realia. Ruang pameran tetap berisi koleksi benda sejarah
yang memvisualisasikan peristiwa sejarah perjuangan bangsa, terutana perjuangan dari
Yogyakarta sejak kedatangan bangsa barat ke Indonesia sampai dengan saat ini. Selain itu
pengunjung juga bisa menikmati sajian film-film sejarah perjuangan di Runga Bioskop Sejarah
Perjuangan. Museum juga dilengkapi denan perpustakaan yang berisi buku-buku sejarah dan
budaya. Saran pembelajaran sejarah bagi anak-anak sekolah juga disediakan melalui CD
interaktif.
3.Pengembangan sejarah dan budaya melalui kegiatan penelitian dan pengkajian sejarah
perjuangan, festival, lomba, ceramah, diskusi, loka karya, workshop, pentas seni, baik
diselenggarakan sendiri, kerjasama instansi terkait, maupun memfasilitasi masyarakat melalui
saran dan prasarana museum. Pengkajian sejarah difokuskan pada sejarah perjuangan di
Yogyakarta baik peristiwa berkaitan dengan koleksi tata pameran tetap museum. Festival,

8
lomba, diskusi, pentas seni bernuansa sejarah juga rutin dilakukan sperti festival busana
perjuangan, lomba lagu, teater, lukis dan mewarnai dengan nuangsa perjuangan, cerdas cermat
permuseuman, kesejarahan dan kepurbakalaan, dan kemah budaya. Selain itu museum juga
menyediakan saran dan prasarana bagi masyarakat untuk mengadakan pameran, lomba, festival,
ceramah, diskusi dan kegiatan lain yang bernuansa budaya.
g. Lokasi
Benteng Vredeburg beralamat di Jl. Margo Mulyo No.6,Ngupasan,Gondomanan, Kota
Yogyakarta, Daerah IstimewaYogyakarta 55122.
h. Jam Buka
Selasa - Jumat: 08.00 - 16.00 WIB
Sabtu - Minggu: 08.00 - 17.00 WIB
Hari Senin dan hari libur nasional: Tutup
i.Harga Tiket Masuk
Dewasa: Rp.2.000,00
Anak-anak: Rp.1.000,00
j. Fasilitas
Perpustakaan
Ruang Pertunjukan 
Ruang Seminar, Diskusi, Pelatihan dan Pertemuan 
Audio Visual & Ruang Belajar Kelompok 
Hotspot gratis
Pemandu
Ruang Tamu 
Mushola 
Kamar mandi

k. Hubungan Seminar Nasional dengan Benteng Vredeburg


Museum adalah lembaga dan tempat untuk mengumpulkan, menyimpan, merawat,
melestarikan, mengkaji, dan mengkonsumsikan koleksi kepada masyarakat [7[. Menurut Kamus
Besar Indonesia kontemporer, museum merupakan bagian atau gedung yang digunakan untuk
menyimpan, merawat benda- benda yang mempunyai nilai-nilai tertentu seperti nilai sejarah,
budaya dan sebagainya [8].
Museum merupakan sebuah lembaga yang bersifat permanen, yang berfungsi melyani
kepentingan masyarakat dan kemajuannya. Museum terbuka untuk umum dengan tidak
bertujuan mencari keuntungan tetapi memelihara, meneliti, memamerkan, dan
mengkomunikasikan benda- benda pembuktian materiaal manusia dan lingkungannya. Benda-
benda tersebut bertujuan untuk kepentingan pendidikan dan rekreasi [9]. Museum memiliki
fungsi yaitu Tempat pendidikan luar sekolah yang berkaitan dengan koleksi yang ada di
museum.
Sarana untuk memberikan gambaran tentang koleksi bahan-bahan yang menarik dan
institusional. Sebagai objek karyawisata [10]. Museum memiliki peranan sebagai media
pembeljaran . Peranan museum sebagai media pembelajaran disebabkan fungsi museum yang
memberikan informasi konkret kepada masyarakat dalam hal ini peserta didik dan guru.
Museum menyimpan berbagaai benda yang dapat dijadikan media pembelajaran yang berfungsi
sebagai sarana peningkatan pemahaman sejarah. Oleh karena itu, museum menjadi tempat ideal
sebagai informasi kesejahteraan.
Fungsi museum dapat tercapai secara edukatif apabila para peserta didik bersedia
meluangkan waktu untuk berkunjung ke museum dan menikmati benda koleksi pameran seerta
mencoba untuk memahami nilai yang terkandung dalam benda koleksi pameran
tersebut.Kunjungan para peserta didik ke Mueum akan mengakibatkan terjadinya suatu
transformasi nilai warisan budaya bangsa dari generasi terdahulu ke generasi sekarang.

9
3. Penutup

A. Simpulan
Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta merupakan sebuah museum khusus sejarah
perjuangan nasional Bangsa Indonesia di Yogyakarta. Keberadaannya diselenggarakan untuk
masyarakat umum, sehingga segala kegiatan yang diselenggarakan berorientasi pada
kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, jika dalam kegiatannya museum gagal menjalin
keterlibatan dengan masyarakat, maka dapat dikatakan museum gagal dalam menjalankan tugas
dan fungsinya.
Melalui koleksi yang disajikannya, Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta berusaha
menyampaikan informasi tentang sejarah perjuangan kemerdekaan. Melalui koleksi tersebut,
museum mengajak masyarakat untuk berkomunikasi dengan masa silam, belajar dari masa
silam, dan menjadi bagian dari masa silam. Selanjutnya mengambil hikmah sebagai bahan
pelajaran dalam menyongsong masa depan bangsa.
B. Saran
Sebagai salah satu destinasi yang bersejarah, ada baiknya pemerintah harus
berpartisipasi aktif dalam upaya menjaga Benteng Vredeburg Yogyakarta. Dan pengelola
Benteng Vredeburg selalu memantau para wisatawan supaya tidak berperilaku menyimpang.

References
[1] Haruna, K., Akmar Ismail, M., Suhendroyono, S., Damiasih, D., Pierewan, A. C., Chiroma, H.,
& Herawan, T. (2017). Context-Aware Recommender System: A Review of Recent Developmental
Process and Future Research Direction. Applied Sciences, 7(12), 1211.
[2] Susilo, Y. S., & Soeroso, A. (2014). Strategi pelestarian kebudayaan lokal dalam menghadapi
globalisasi pariwisata: Kasus Kota Yogyakarta. Jurnal Penelitian BAPPEDA Kota Yogyakarta, 4, 3-11
[3] Kiswantoro, A., & Damiasih, D. (2018). PERSEPSI KUALITAS LAYANAN MUSEUM
SEBAGAI SARANA EDUKASI MASYARAKAT (STUDI KASUS: MUSEUM GUNUNG API
MERAPI YOGYAKARTA). Jurnal Kepariwisataan, 12(2), 57-70
[4] Isdarmanto, I. (2016). Analysis Strategy of Tourism Development at Kalibiru, Kulon Progo as A
Leading Tourist Attracction in Yogyakarta Special Region. Jurnal Kepariwisataan, 10(3), 1-12
[5] Kusumaningrum, H., & Fandeli, I. C. (2012). Aksesibilitas untuk Pengunjung Difabel di Obyek
Wisata Museum Benteng Vredeburg (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada).
[6] Data Seminar Jambore tanggal 13 Januari 2018 denggan tema Responsible Tourism : Pariwisata
Berbasis Lingkungan yang dilaksanakan di Buumi Perkemahan Kaliurang.
[7] Sugiarto, E., & Arch, M. (2014). KAJIAN DAYA TARIK DAN POTENSI DAYA TARIK CANDI
SELOGRIYO DAN KAWASANNYA (Doctoral dissertation, [Yogyakarta]: Universitas Gadjah Mada).
[8] SETYANINGSIH, Z., & Arch, M. (2013). PENGARUH PENGALAMAN WISATAWAN
TERHADAP CITRA DESTINASI PARIWISATA Kasus: Jl. Malioboro dan Jl. Ahmad Yani,
Yogyakarta (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada).
[9] Handrimurtjahyo, A. D., Susilo, Y. S., & Soeroso, A. (2007). Faktor-faktor Penentu
Pertumbuhan Usaha Industri Kecil: Kasus Pada Industri Gerabah Dan Keramik Kasongan, Bantul,
Yogyakarta. Dalam http://209.85, 175.
[10] Ben, S. M. (2010). Paradigma Baru Pariwisata Sebuah Kajian Filsafat. Yogyakarta: Kaukaba
[11] Nugraha, B. S., Mayandini, H., Putra, F. A., Madani, H., & Maulana, N. (2017). Pendampingan
Pengembangan Potensi Kampung Wisata Langenastran Menuju Sustainable Tourism
Development. Jurnal Kepariwisataan, 11(3), 13-24

Lampiran

Jambore Nasional di Bumi Perkemahan Kaliurang

10
11

Anda mungkin juga menyukai