Anda di halaman 1dari 32

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

1. Pendahuluan
Secara umum hipertensi dalam kehamilan (HDK) dapat didefinisikan sebagai
kenaikan tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik > 90
mmHg yang diukur paling kurang 6 jam pada saat yang berbeda. Dari beberapa hasil
penelitian restropektif tentang hipertensi pada wanita hamil menunjukkan bahwa
terapi anti hipertensi menurunkan insidens stroke dan komplikasi kardiovaskular pada
wanita hamil dengan tekanan darah diastolik diatas 100 mmHg. Sebagai faktor
predisposisi untuk timbulnya HDK adalah adanya riwayat keluarga, umur, diabetes
melitus, penyakit ginjal dan penyakit kolagen.
HDK adalah salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi yang
cukup tinggi. Di Indonesia, 30-40% kematian perinatal disebabkan oleh preeklampsia
dan eklamsia. Untuk itu diperlukan perhatian serta penanganan yang serius tehadap
ibu hamil dengan penyakit ini, baik secara konservatif maupun farmakologis. Efek
potensial yang merugikan terhadap ibu dan janin oleh karena pemberian obat-obat
anti hipertensi kadang-kadang masih menjadi kendala dalam masalah ini.

2. Klasifikasi
Ada beberapa klasifikasi yang diajukan pada HDK, tetapi tidak ada satupun
memuaskan karena diagnosis sering ditegakkan restropektif. Klasifikasi ini penting
diketahui untuk menentukan HDK karena berkaitan dengan prognosis dan
penanganan. Klasifikasi HDK yang paling banyak diterima adalah dari The National
High Blood Pressure Education Program Working Group On High Blood Pressure In
pregnancy (National HBPEP) 2000 :
1. Hipertensi Gestasional (hipertensi yang dipicu oleh kehamilan)
Hipertensi yang dideteksi pertama kali pada kehamilan > 20 minggu dan
menghilang sebelum 12 minggu postpartum tanpa ditemukan keluhan atau
tanda-tanda preeklampsia lainnya.

1
2. Hipertensi Kronik
Hipertensi yang dideteksi pertama kali sebelum kehamilan 20 minggu dan
menetap setelah 12 minggu postpartum tanpa ditemukan keluhan dan tanda-
tanda preeklampsia lainnya.
3. Preeklampsia
Hipertensi yang dideteksi sesudah kehamilan 20 minggu disertai dengan
proteinuria.
a. Preeklampsia ringan adalah jika tekanan darah  140/90 mmHg, tapi <
160/110 mmHg dan proteinuria +1.
b. Preeklampsia berat adalah jika tekanan darah > 160/110 mmHg, proteinuria
+2, dapat disertai keluhan subjektif seperti nyeri epigastrium, sakit kepala,
gangguan penglihatan dan oliguria.
4. Eklampsia
Eklampsia didefinisikan sebagai preeklampsia yang memburuk disertai kejang
dan atau penurunan kesadaran yang bukan disebabkan oleh faktor lain.
5. Hipertensi Kronik dengan Preeklampsia (Superimposed Preeklampsia)
Didapatkan pada wanita dengan hipertensi kronik dan secara tiba-tiba tekanan
darah meningkat disertai proteinuria, trombositopenia dan gangguan fungsi hati.

3. Patofisiologi
Selama kehamilan normal terdapat perubahan-perubahan dalam sistem
kardiovaskuler, renal dan endokrin. Perubahan ini akan berbeda dengan respon
patologi yang timbul pada HDK. Pada kehamilan trimester kedua akan terjadi
perubahan tekanan darah, yaitu penurunan tekanan sistolik rata-rata 5 mmHg dan
tekanan darah diastolik 10 mmHg, yang selanjutnya meningkat kembali dan
mencapai tekanan darah normal pada usia kehamilan trimester ketiga. (1,3,12) Selama
persalinan tekanan darah meningkat, hal ini terjadi karena respon terhadap rasa sakit
dan karena meningkatnya beban awal akibat ekspulsi darah pada kontraksi uterus.
Tekanan darah juga meningkat 4-5 hari postpartum dengan peningkatan rata-rata
adalah sistolik 6 mmHg dan diastolik 4 mmHg.

2
Pada keadaan istirahat, curah jantung meningkat 40% dalam kehamilan.
Perubahan tersebut mulai terjadi pada kehamilan 8 minggu dan mencapai puncak
pada usia kehamilan 20-30 minggu. Tahanan perifer menurun pada usia kehamilan
trimester pertama. Keadaan ini disebabkan oleh meningkatnya aktifitas sistem renin-
angiotensin-aldosteron dan juga sistem saraf simpatis.
Penurunan tahanan perifer total disebabkan oleh menurunnya tonus otot polos
pembuluh darah. Volume darah yang beredar juga meningkat 40%, peningkatan ini
melebihi jumlah sel darah merah, sehingga hemoglobin dan viskositas darah
menurun. Terjadi penurunan tekanan osmotik plasma darah yang menyebabkan
peningkatan cairan ekstraseluler, sehingga timbul edema perifer yang biasa timbul
pada kehamilan normal.
Etiopatogenesis HDK belum jelas, multifaktorial dan dapat melibatkan berbagai
sistem organ. Ada beberapa hipotesis yang diajukan untuk menerangkan HDK antara
lain :
 Teori reaktifitas pembuluh darah
Pada reaktifitas pembuluh darah, konstriksi pembuluh darah merupakan tahanan
bagi aliran darah dan menyebabkan hipertensi arterial.
Pada preeklampsia terdapat peningkatan kepekaan terhadap hormon-hormon
vasoaktif sehingga menimbulkan hipertensi. Keadaan ini mungkin disebabkan
penurunan sintesis dan gangguan pelepasan hormon-hormon vasodilator seperti
prostasiclin dan prostaglandin E2. Curah jantung pada preeklampsia tidak meningkat
seperti kehamilan normal, sehingga meningkatnya tekanan darah lebih disebabkan
oleh meningkatnya tahanan perifer.
 Hipoperfusi uteroplacenta dan konsep imuonologis
Hipoperfusi uteroplacental timbul karena adanya ketidakseimbangan antara
masa placenta dan aliran darah disertai kelainan trophoblastik. Keadaan ini dapat
terjadi bila masa plasenta relatif lebih besar seperti pada kehamilan kembar dan mola
hidatidosa atau pada keadaan-keadaan dimana terdapat gangguan aliran darah pada
uterus seperti diabetes dan hipertensi. Pada multipara diduga karena masa placenta
yang super normal tidak seimbang dengan aliran darah.

3
Pada preeklamsia, placenta dapat menimbulkan reaksi imun yang abnormal.
konsep ini didukung oleh adanya antibodi maternal terhadap poli sakarida placenta,
fraksi mikrosom dan sel-sel trophoblas. Masa placenta yang besar menimbulkan
reaksi antigen yang tinggi dan merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya
preeklampsia seperti gameli, mosa hidatidosa, diabetes dan hidrosepalus.
 Disfungsi endotel.
Akhir-akhir ini patogenesis HDK dari aspek disfungsi endotel telah banyak
dibicarakan dari berbagai laporan penelitian. Disfungsi endotel menyebabkan
penurunan produksi Nitric Oxida (NO) yang merupakan vasodilator poten dan
menghambat agregasi platelet. Penurunan NO akan meningkatkan agregasi platelet,
pelepasan trombosan A2 dan serotonin. Serotonin menyebabkan peningkatan
permiabilitas vaskuler dan serotonin juga menyebabkan vasodilatasi atau
vasokonstriksi tergantung integritas sel endotel vaskular.
Dalam keadaan normal reseptor serotonin (S1) endotel spesifik akan merespon
serotonin dalam darah dengan akibat dilepaskannya prostasiklin dan NO oleh sel
endotel sehingga terjadi vasodilatasi. Sedangkan pada HDK yang ditandai dengan
menghilangnya reseptor S1 endotel dan meningkatnya serotonin yang diproduksi
oleh platelet 10 kali lebih tinggi dalam darah akan mengakibatkan serotonin hanya
dapat bereaksi dengan reseptor S2 di otot polos vaskuler dan platelet yang
menghasilkan vasokontriksi.

4. Penatalaksanaan Hipertensi dalam Kehamilan


Secara umum tujuan tata laksana HDK dengan atau tanpa proteinuria adalah
sama, yaitu untuk melindungi ibu dari berbagai komplikasi termasuk kardiovaskuler
dan melanjutkan kehamilannya sampai persalinan yang aman. Tata laksana ini
meliputi pengelolaan secara umum dan khusus baik konservatif maupun dengan
terminasi kehamilan. Pembahasan tata laksana disini akan lebih menekankan
masalah tekanan darah, tentunya dengan mengetahui bahwa meningkatnya tekanan
darah bukanlah satu-satunya masalah yang dihadapai pada HDK.

4
A. Tata Laksana Umum
Diagnosis dini berdasar riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang cermat
menjadi hal yang penting pada pengelolaan HDK. Sekali diagnosis dibuat
pengelolaan berikutnya harus berdasarkan pada evaluasi awal dari ibu dan janin,
keputusan kemudian dibuat dengan perlu tidaknya masuk rumah sakit, penanganan
yang diharapkan atau persalinan dengan memperhitungkan faktor-faktor beratnya
proses penyakit, keadaan ibu dan janin serta lamanya kehamilan.
Semua wanita hamil dengan atau tanpa hipertensi harus dianjurkan cukup
istirahat, mengurangi konsumsi garam, menghindari kafein, merokok, alkohol dan
diet dengan makanan yang sehat dan seimbang.

Indikasi Rawat Jalan


Dilakukan pada wanita hamil dengan risiko tinggi untuk berkembang menjadi
HDK, kondisi ini termasuk tekanan darah yang tidak stabil, kenaikan berat badan > 2
kg/minggu, edema pada muka dan jari. Penderita diharuskan melakukan pemeriksaan
setiap minggu dengan pemantauan terhadap tekanan darah, gejala klinis, laboratorium
(trombosit, protein, asam urat) dan bila perlu pemeriksaan USG. Dalam kondisi ini
dianjurkan untuk membatasi aktivitas dan cukup istirahat.

Indikasi Masuk Rumah Sakit


Dianjurkan untuk perawatan dirumah sakit jika pada kehamilan ditemukan
tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan atau diastolik > 90 mmHg, dengan gejala
klinis proteinuria, trombosit < 100.000, USG menunjukkan oligohidramnion atau
gerakan janin yang tidak adekuat. Setelah masuk rumah sakit dibuat keputusan
apakah dilakukan terapi konservatif atau mengakhiri kehamilan.

Indikasi Konservatif di Rumah Sakit)

5
Terapi konservatif dilakukan bila tekanan darah terkontrol (sistolik < 140
mmHg, diastolik 90 mmHg, proteinuria < +2 (1 gr/hari), trombosit > 100.000,
keadaan janin baik.
Faktor yang sangat menentukan terapi konservatif adalah umur kehamilan. Jika
HDK disertai proteinuria berat dan kehamilan > 36 minggu maka terminasi
kehamilan perlu dilakukan. Apabila kehamilan < 36 minggu, maka dilakukan terapi
konservatif jika tekanan darah stabil < 150 mmHg dan diastolik < 95 mmHg,
proteinuria <+2, keadaan janin dan ketuban normal, trombosit > 100.000.

Indikasi Terminasi Kehamilan


Bila selama terapi konservatif, ditemukan hal-hal dibawah ini maka dilakukan
terminasi kehamilan.
Kondisi ibu
 Sakit kepala hebat, gangguan penglihatan
 Tekanan darah sistolik > 170 mmHg dan atau diastolik > 110 mmHg
 Oliguria < 400 ml/24 jam
 Fungsi ginjal dan hepar memburuk
 Nyeri epigartium berat, mual, muntah
 Suspek abruptio placenta
 Edema paru dan sianosis
 Kejang dan tanda-tanda perdarahan intracerebral pada eklampsia
Kondisi janin :
 Pergerakan janin menurun
 Oligohidramnion

B. Pengobatan Medikamentosa
Keuntungan pemakaian obat-obatan bagi ibu dengan HDK tidak dipertanyakan
lagi. Dari sudut kepentingan janin banyak pertanyaan yang tidak terjawab secara
percobaan klinik. Walaupun diakui bahwa dengan penurunan tekanan darah akan

6
mencegah dan menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan janin serta
komplikasi kardiovaskuler, namun pilihan obat yang optimal masih harus ditentukan.
Kapan wanita dengan HDK menggunakan obat-obat hipertensi masih ada
perbedaan pendapat, namun tujuan dalam menurunkan tekanan darah telah disepakati
dianggap optimal bila sistolik < 140 mmHg dan diastolik < 90 mmHg.
Ada beberapa konsensus kapan kita menggunakan obat anti hipertensi pada
HDK antara lain :
 Segera : Bila tekanan darah sistolik > 169 mmHg dan diastolik > 109 mmHg
dengan gejala klinis.
 Setelah observasi 1-2 jam : Bila tekanan darah sistolik > 169 mmHg dan atau
diastolik > 109 mmHg tanpa gejala klinis.
 Setelah observasi 24-48 jam
- Bila tekanan darah sistolik > 139 mmHg dan atau diastolik > 89 mmHg
sebelum kehamilan 28 minggu tanpa proteinuria
- Bila tekanan darah sistolik > 139 mmHg dan atau diatolik > 89 mmHg pada
wanita hamil dengan gejala klinis, proteinuria, disertai penyakit lain
(kardiovaskular, ginjal).
- Bila tekanan darah sistolik > 149 mmHg dan atau diastolik > 94 mmHg

Pada HDK dalam kondisi Non Severe Hypertention direkomendasikan :


a. Tujuan terapi adalah menurunkan tekanan diastolic sampai 80-90 mmHg
b. Pilihan pertama adalah Methyldopa, diberikan dalam dosis peroral 2-3 kali 250
mg, hingga mencapai tekanan darah optimal)
c. Pilihan kedua adalah :
- Labetalol : Dosis awal peroral 2 x 100 mg 1 hari, dosis dapat dinaikkan setiap
minggu tergantung respon. Dosis pemulihan 200-400 mg 2 x sehari
- Nifedipine : Dosis awal 10 mg 2 x sehari, dosis pemeliharaan 10-20 mg dua
kali sehari

d. Obat-obatan yang dihindari :

7
-          ACE Inhibitor
-          Angiotensin II reseptor antagonis

Pengelolaan pada HDK dengan Acute Severe Hypertension


A.       Antihipertensi
1.             Kalsium Antagonis ( Nifedipine oral )
 Dosis awal 5-10 mg tiga kali/ hari
 Keadaan akut dimulai dengan dosis 10 mg dapat diulang 30-60 menit
 Bila perlu dapat diberikan tiap 4 jam dengan dosis maksimal 120 mg/
hari
 Efek akan tampak 10-15 menit dengan efek puncak 4-5 jam
 Efek samping biasanya : takikardi, sakit kepala , flushing.
 Dosis lebih rendah dipertimbangkan bila digunakan bersamaan dengan
MgSO4
2.             Hydralazine
 Intravena, dosis diawali 5 mg. Intramuskuler 10 mg dengan dosis
maksimal 20 mg IV atau 30 mg IM
 Dapat diulang 15-30 menit bila perlu
3.             Labetolol
 Intravena dimulai 10-20 mg
 Dapat diulang 15-20 menit
 Dosis maksimal 200-400 mg
 Kontra indikasi : AV block, ashma bronchiale
4.             Sodium Nitroprusside
 Intravena, infus dosis dimulai dengan 0,25 ug / kg BB / menit
 Dosis maksimal 5 ug / kg BB / menit

8
PREEKLAMSIA

1. Insidens
Insidens preeklampsia dan eklamsia berkisar antara 4-9% pada wanita hamil,
3-7% terjadi pada nullipara, dan 0,8-5% pada multipara. Angka kejadian PE di
Indonesia berkisar antara 3-10%.

2. Etiologi / Patogenesis
Apa yang menjadi penyebab pre-eklampsia dan eklampsia sampai sekarang
belum diketahui. Telah terdapat banyak teori yang mencoba menerangkan sebab-
musabab penyakit tersebut, akan tetapi tidak ada yang dapat memberi jawaban yang
memuaskan. Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-jal berikut:
(1) Sebab bertambahnya frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda,
hidramnion, dan mola hidatidosa
(2) Sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan
(3) Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian
janin dalam uterus
(4) Sebab jarangnya terjadi eklampsia pada kehamilan-kehamilan
berikutnya;
(5) Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.
Pada saat ini hipotesis utama yang dapat diterima untuk menerangkan
terjadinya preeklampsia adalah : faktor imunologi, genetik, penyakit pembuluh darah
dan keadaan dimana jumlah trophoblast yang berlebihan dan dapat mengakibatkan
ketidakmampuan invasi trofoblast terhadap arteri spiralis pada awal trimester satu dan
trimester dua. Hal ini akan menyebabkan arteri spiralis tidak dapat berdilatasi dengan
sempurna dan mengakibatkan turunnya aliran darah di plasenta. Berikutnya akan
terjadi stress oksidasi, peningkatan radikal bebas, disfungsi endotel, agregasi dan
penumpukan trombosit yang dapat terjadi diberbagai organ.

9
3. Faktor Predisposisi Terjadinya Preeklampsia.
Primigravida, kehamilan ganda, diabetes melitus, hipertensi essensial kronik,
mola hidatidosa, hidrops fetalis, bayi besar, obesitas, riwayat pernah menderita
preeklampsia atau eklamsia, riwayat keluarga pernah menderita preeklampsia atau
eklamsia, lebih sering dijumpai pada penderita preeklampsia

4. Klasifikasi PE berdasarkan tingkat keparahan penyakit:

KELAINAN PE RINGAN PE BERAT .

TD diastolik < 100 mmHg  110 mmHg


Proteinuria +1 persisten +2
Sakit kepala - +
Gangguan penglihatan - +
Nyeri perut bagian atas - +
Oliguria - +
Kejang (eklamsia) - +
Kreatinin serum - meningkat
Trombositopenia - +
Peningkatan enzim hati minimal nyata
Restriksi pertumbuhan janin - +
Edema pulmonum - +.

5. Penatalaksanaan
Pengobatan hanya dapat dilakukan secara simtomatis karena etiologi pre-
eklampsia, dan faktor-faktor apa dalam kehamilan yang menyebabkannya, belum
diketahui. Tujuan utama penanganan ialah
(1) mencegah terjadinya pre-eklampsia berat dan eklampsia
(2) melahirkan janin hidup
(3) melahirkan janin dengan trauma sekecil-kecilnya.

10
Pada dasarnya penanganan pre-eklampsia terdiri atas pengobatan medik dan
penanganan obstetrik. Penanganan obstetrik ditujukan untuk melahirkan bayi pada
saat yang optimal, yaitu sebelum janin mati dalam kandungan, akan tetapi sudah
cukup matur untuk hidup di luar uterus. Setelah persalinan berakhir, jarang terjadi
eklampsia, dan janin yang sudah cukup matur lebih baik hidup di luar kandungan
daripada dalam uterus. Waktu optimal tersebut tidak selalu dapat dicapai pada
penanganan pre-eklampsia, terutama bila janin masih sangat prematur. Dalam hal ini
diusahakan dengan tindakan medis untuk dapat menunggu selama mungkin, agar
janin lebih matur.

Preeklamsia Ringan
Penanganan yang optimal pada usia kehamialn <37 minggu adalah dirawat di
rumah sakit karena cara ini dapat meningkatkan ketahanan hidup bayi dan
menurunkan progresifitas penyakit. Jika rawat jalan, pastikan pasien kontrol secara
teratur. Selama dirawat pasien mendapatkan diet yang teratur tanpa restriksi garam
dan tanpa pembatasan aktifitas fisik.
1. Antihipertensi, antidiuretik, dan sedatif tidak diberikan.
2. Dilakukan evaluasi kesehatan ibu:
Tekanan darah dimonitor setiap 4 jam dan berat badan diukur setiap hari
Pemeriksaan laboratorium seperti protein urin, hematokrit, hitung trombosit, fungsi
hati, dan fungsi ginjal dilakukan setiap 1-2 minggu.
Awasi perkembangan penyakit, kemungkinan menjadi preeklampsia berat, atau
impending eklamsia dengan gejala : sakit kepala, gangguan penglihatan, atau nyeri
epigastrik
3. Evaluasi kesehatan bayi
 Hitung gerak bayi setiap hari.
 NST setiap minggu.
 USG setiap 3 minggu untuk mengetahui IUGR
 Biofisik profil jika perlu.

11
4. Jika usia kehamilan > 37 minggu, atau mendekati aterm, lakukan induksi
persalinan walaupun servik belum matang.

Preeklampsia Berat

A. Pengobatan Medisinal
1. Tirah Baring
2. Oksigen
3. Kateter menetap
4. IVFD : Ringer Asetat, Ringer Laktat, Kolloid
Jumlah input cairan : 2000 ml/24 jam, berpedoman pada diuresis, insensible
water loss dan CVP. Awasi balans cairan.
5. Magnesium Sulfat
Initial dose : ada beberapa pilihan dalam pemberian initial dose
- Loading dose : 4 gr magnesium sulfat 20% IV (4-5 menit)
- 8 gr MS 40% IM, 4 gr bokong kanan, 4 gr bokong kiri.
- 4 gr MS dalam 250 cc dekstrose 10 %
Maintenance dose : 4 gr magnesium sulfat 40% IM setiap 4 jam , magnesium
sulfat maintenance dapat juga diberikan secara intravenus.
Syarat pemberian magnesium sulfat :

 refleks patella (+)

 frekuensi nafas > 16x/menit

 tidak ada tanda-tanda distress pernapasaan

 diuresis > 100 cc/ 4jam.

Kadar terapeutik MgSO4 .7H2O USP adalah 4,8 –8,4 mg/dl. Efek utama
adalah blokade perifer dari neuromuscular jnction, efek hipotensi ringan dan
tokolisis pada persalinan premature.

12
Untuk anti dotum magnesium sulfat perlu disediakan kalsium glukonas 10% (1
gr dalam 10cc diberikan i.v dalam 3 menit). Bila Sulfas Magnesikus tidak
tersedia dapat digunakan diazepam 20 mg IM atau klorpromazin 50 mg IM
6. Antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastole > 110 mmHg. Dapat
diberikan nifedipin sublingual 10 mg. Setelah 1 jam, jika tekanan darah masih
tinggi dapat diberikan nifedipin ulangan 5-10 mg sublingual atau oral dengan
interval 1 jam, 2 jam atau 3 jam sesuai kebutuhan. Penurunan tekanan darah
tidak boleh terlalu agresif. Tekanan darah diastol jangan kurang dari 90 mmHg,
penurunan tekanan darah maksimal 30%.
Penggunaan nifedipine sangat dianjurkan karena harganya murah, mudah
didapat dan mudah pengaturan dosisnya dgn efektifitas yg cukup baik.
7. Diuretikum tidak diberikan kecuali jika ada :
- Edema paru
- Gagal jantung kongestif
- Edema anasarka
8. N-Acetyl Cystein 3 x 600 mg.
9. Jika pasien koma, diberikan perawatan koma di ICU
10. Konsul ke Bagian Interna, Hematologi, Mata, Neurologi jika perlu.
11. Jajaki kemungkinan terjadinya komplikasi Sindroma HELLP, gagal ginjal,
edema paru, solusio plasenta, DIC, stroke, dll
12. Jika dijumpai Sindroma HELLP, beri deksametason 10 mg / 12 jam IV 2x
sebelum persalinan, dilanjutkan dengan deksametason 10, 10, 5, 5 mg / jam IV
dengan interval 6 jam postpartum. Kelahiran bayi diharapkan terjadi dalam 48 jam
setelah pemberian deksametason pertama.

B. Penanganan Obstetrik

Pada keadaan ibu sudah stabil, tetapkan suatu keputusan apakah dilakukan
terminasi kehamilan atau tindakan konservatif dengan mempertimbangkan usia
kehamilan dan keadaan janin.

13
Penanganan konservatif bisa dilakukan pada keadaan :
 Tekanan darah terkontrol < 160/110 mmHg
 Oliguria respon dengan pemberian cairan
 Tidak dijumpai nyeri epigastrik
 Usia kehamilan < 34 minggu
 Kalau penyakit berkembang menjadi Sindroma HELLP murni cenderung
dilakukan tindakan penanganan aktif
 Jika serviks sudah matang dan tidak ada kontra indikasi obstetrik, dilakukan
induksi persalinan dengan oksitosin drips dan amniotomi. Kala II dipercepat
dengan EV / EF.
Seksio sesarea dilakukan pada :
 Skor pelvik dibawah 5.
 Dengan drips oksitosin, setelah 12 jam belum ada tanda-tanda janin akan lahir
pervaginam.
 Indikasi obstetrik.
 Bayi ditangani oleh Subbagian Perinatologi dan jika perlu dirawat di Neonatal
Intensive Care Unit.

6. Pencegahan

Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda


dini pre-eklampsia, dan dalam hal itu harus dilakukan penanganan semestinya. Kita
perlu lebih waspada akan timbulnya pre-eklampsia dengan adanya faktor-faktor
predisposisi seperti yang telah diuraikan di atas. Walaupun timbulnya pre-eklampsia
tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun frekuensinya dapat dikurangi dengan
pemberian penerapan secukupnya dan pelaksanaan pengawasan yang baik pada
wanita hamil.
Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan.
Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari
perlu dikurangi, dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi

14
protein, dan rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang
tidak berlebihan perlu dianjurkan.
Mengenal secara dini pre-eklampsia dan segera merawat penderita tanpa
memberikan diuretika dan obat antihipertensif, memang merupakan kemajuan yanga
penting dari pemeriksaan antenatal yang baik.

15
KASUS

Nama : Ny A

Umur : 26 th

Pendidikan : SMU

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Belimbing

MR :

____________________________________________________________________

Anamnesis

Seorang pasien berumur 26 tahun masuk IGD Kebidanan RS Dr M Djamil

Padang pada tanggal 11 November 2010 jam 13.02 WIB dengan :

Keluhan Utama :

Nyeri pinggang yang menjalar ke ari – ari sejak 6 jam yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang:

- Nyeri pinggang yang menjalar ke ari-ari sejak 6 jam yang lalu

- Keluar lendir campur darah dari kemaluan sejak 6 jam yang lalu

- Keluar air-air yang banyak dari kemaluan tidak ada

- Keluar darah yang banyak dari kekaluan tidak ada

- Tidak haid sejak 9 bulan yang lalu

- HPHT : 30 – 1 – 2010 TP : 7 – 11- 2010

- Gerak anak dirasakan sejak 5 bulan lalu

- RHM : mual (+), muntah (-), hipertensi (-)

16
- PNC : teratur ke bidan

- RHT : mual (-), muntah (-), hipertensi (+)

- Riwayat menstruasi: menarche usia 13 tahun, 1 X 28 hari, 6-7 hari,

2-3 X ganti duk/hari, nyeri haid (-)

Riwayat Penyakit Dahulu :

Tidak ada menderita penyakit jantung, paru, ginjal, hati, DM dan hipertensi.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan, menular dan
kejiwaan.

Riwayat Perkawinan : 1 X tahun 2004

Riwayat Kehamilan / Abortus / Persalinan : 2/0/1

1. Tahun 2005, perempuan, 3500 gram, cukup bulan, normal, bidan,

hidup.

2. Sekarang

Riwayat KB : tidak ada

Riwayat Imunisasi : tidak ada

Pemeriksaan Fisik :

Keadaan Umum : sedang BB : 123 kg

Kesadaran : cmc TB : 160 cm

Tek.darah : 150 / 100 mmHg BMI : 48 (obesitas)

Nadi : 88 x/menit sianosis : -

Frek. Nafas : 26 x/I edema : -

17
Suhu : 37 C

Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

Leher : JVP 5-2 cm H2O, kelenjar tiroid tidak membesar

THT : tidak ada kelainan

Thoraks :

Paru :I : simetris kiri = kanan

Pa : fremitus normal, kiri = kanan

Pe : sonor

A : vesicular normal, wheezing (-), ronkhi (-).

Jantung :I : iktus tak terlihat

Pa : iktus teraba 1 jari LMCS RIC V

Pe : batas-batas jantung dalam batas normal

A : irama teratur, murni , bising (-).

Abdomen : status obstetrik

Genitalia : status obstetrik

Ekstremitas : edema -/-, refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-

Status Obstetrikus:

Muka : cloasma gravidarum (+)

Mamae : membesar, A/P hiperpigmentasi, colostrums (+)

18
Abdomen :

Inspeksi : membuncit sesuai usia kehamilan aterm, linea mediana

hiperpigmentasi

Palpasi :LI : fundus uteri teraba 3 jari bawah proc. Xiphoideus.

Teraba massa besar, lunak, noduler

LII: tahanan terbesar sebelah di kiri, bagian kecil di kanan

LIII: teraba massa bulat, keras, terfiksir

LIV: bagian terendah janin sudah masuk PAP

TFU : 38 cm TBA : 3875 gr His : 3-4/40/k BJA :

148x/menit

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) N, BJA 148x/menit

Genitalia :

Inspeksi : V/U : tenang, PPV (-)

VT : pembukaan 4 – 5 cm, ketuban (+)

Letak kepala UUK kiri melintang Hodge I – II

UPD dan UPL : kesan panggul luas

Diagnosis Kerja:

G2P1A0H1 parturien aterm (40 – 41 mg) kala I fase aktif + Hipertensi

gestasional

Janin,hidup,tunggal, intrauterine, letak kepala UUK kiri melintang Hodge I –

II

Sikap :

19
 Kontrol KU, VS, His, BJA

 Cek fungsi hepar, ginjal, hemostasis

 EKG

 Konsul mata, jantung, penyakit dalam

Rencana : partus pervaginam (bantu kala II)

Laboratorium:

Darah : Hb : 11,4 g% Urine: Protein : -

Leukosit : 21300/mm3 SGOT/PT : 18/21

Trombosit : 313.000/mm3 LDH : 619

Hematokrit : 36 ureum : 14

PT/APTT : 14,6/34,0 kreatinin : 0,7

GDR : 88 Na : 133

Albumin : 3,1 K : 4,2

Globulin : 2,5 Cl : 109

FOLLOW UP

Jam 15.02

A: nyeri menjalar ke ari – ari (+)

Gerak anak (+)

PF : KU : sedang nafas : 24x/menit

Kesadaran : CMC suhu : afebris

20
TD : 180/100 mmHg His : 3 – 4/40/k

Nadi : 89x/menit BJA : 152x/menit

VT : pembukaan 6 – 7, ketuban (+)

Teraba kepala UUK kiri melintang Hodge I – II

D/ G2P1A0H1 parturien aterm 40 – 41 minggu kala I fase aktif + hipertensi

Gestasional

Janin, hidup, tunggal, intrauterine, letak kepala UUK kiri melintang

Hodge I – II

S/ Kontrol KU, VS, His, BJA

Nilai 2 jam lagi ( jam 17.02)

R/ bantu kala II (FE)

Jam 17.02

A: nyeri menjalar ke ari – ari (+)

Gerak anak (+), ketuban pecah spontan

PF : KU : sedang nafas : 20x/menit

Kesadaran : CMC suhu : afebris

TD : 180/100 mmHg His : 2 – 3/45/k

Nadi : 98x/menit BJA : 150x/menit

VT : pembukaan lengkap, ketuban (-), sisa kehijauan

21
Teraba kepala UUK kiri melintang Hodge I – II

D/ G2P1A0H1 parturien aterm 40 – 41 minggu kala II + hipertensi

Gestasional

Janin, hidup, tunggal, intrauterine, letak kepala UUK kiri melintang

Hodge I – II

S/ Kontrol KU, VS, His, BJA

R/ partus pervaginam (bantu kala II)

Jam 18.00

A: nyeri menjalar ke ari – ari (+)

Gerak anak (+)

PF : KU : sedang nafas : 20x/menit

Kesadaran : CMC suhu : afebris

TD : 160/100 mmHg His : 2 – 3/55/k

Nadi : 96x/menit BJA : 150x/menit

VT : pembukaan lengkap, ketuban (-), sisa kehijauan

Teraba kepala UUK kiri melintang Hodge I – II

D/ G2P1A0H1 parturien aterm 40 – 41 minggu kala II + hipertensi

Gestasional + Arrest of descent ec. CPD

22
Janin, hidup, tunggal, intrauterine, letak kepala UUK kiri melintang

Hodge I – II

S/ Kontrol KU, VS, His, BJA

Lapor OK dan Anestesi

R/ SC Emergensi

Jam 18.30

Dilakukan SCTPP, lahir bayi laki – laki dengan :

BB : 4482 gram

PB : 51 cm

A/S : 8/9

Plasenta dikeluarkan……………..lengkap 1 buah dengan ukuran : 20 x 18 x

3 cm, berat 600 gram

Perdarahan selama tindakan ± 300 cc

D/ P2A0H2 post SCTPP atas indikasi Arrest of descent ec CPD…

Anak dan ibu dalam keadaan baik

S/

FOLLOW UP POST OP

12 November 2010 jam 07.00

A: demam (-), ………, perdarahan banyal dari kemaluan (-)

23
Nyeri perut (-) sakit kepala (-)

PF : KU : sedang nafas : 20x/menit

Kesadaran : CMC suhu : afebris

TD : 140/90 mmHg nadi : 88x/menit

Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

Dada : cor dan pulmo dalam batas normal

Abdomen :

Inspeksi : tampak sedikit membuncit, luka operasi tertutup

perban

Palpasi : FUT teraba setinggi pusat, NT (+), NL (-), DM (-)

Perkusi : timpani

Auskultasi : Bising usus (+) lemah

Genitalia :

Inspeksi : V/U tenang, PPV (-), lochia rubra (+)

D/ : P2A0H2 post SCTPP atas indikasi Aresst of descent

Nifas hari ke – 2

Anak dan ibu dalam perawatan

S/ Kontrol KU, VS, PPV

Breast care, diet TKTP,……

24
T/ ceftriaxon 2 x 1 gram IV

13 November 2010 jam 07.00

A: demam (-), ………, PPV (-)

BAK (+) BAB (-)

PF : KU : sedang nafas : 20x/menit

Kesadaran : CMC suhu : afebris

TD : 110/70 mmHg nadi : 80x/menit

Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

Dada : cor dan pulmo dalam batas normal

Abdomen :

Inspeksi : tampak sedikit membuncit, luka operasi tertutup

perban

Palpasi : FUT teraba 3 jari bawah pusat, kontraksi baik, NT (+),

NL (-), DM (-)

Perkusi : timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Genitalia :

Inspeksi : V/U tenang, PPV (-), lochia(+)

D/ : P2A0H2 post SCTPP atas indikasi Aresst of descent

25
Nifas hari ke – 3

Anak dan ibu dalam perawatan

S/ Kontrol KU, VS, PPV

Breast care, diet TKTP,……

T/ ceftriaxon 2 x 1 gram IV

Antalgin 3 x 1

Benovit C 1 x 1

RAN PARTUS

Tanggal 16 -10- 2004 jam 18.45 WIB telah lahir bayi perempuan secara Forcep

Ekstraksi dengan BB = 2574 gr, PB = 49 cm, A/S = 7/8.

Plasenta lahir spontan lengkap 1 buah, berat 500 gr, PJTP = 50 cm, insersi

paracentral.

Dilakukan eksplorisasi, luka episiotomi dijahit dan dirawat

D/ Para 2A1H2 post partus maturus secara FE

Anak dan ibu baik

S/ Awasi pasca tindakan

Kontrol KU, VS, balance cairan

Lanjutkan regimen SM dosis maintanance sampai 24 jam post partum

26
Tanggal 17-10-2004 jam 07.00 WIB

A: pandangan mata kabur (-), kejang (-), nyeri uluhati (-), ppv(-), BAK

(+) kateter, BAB (-)

PF/: KU Kesadaran Tek.darah denyut nadi frek.napas Urin


Sedang composmentis 140/90 80 x/mnt 21 x/mnt

300 cc/8 jam

Reflek patela +/+

Mata : kelopak mata edema berkurang

Leher dan torak : dlm batas N

Abdomen :

Inspeksi : perut tidak mem buncit,

Palpasi : fundus uteri teraba 2 jari bawah pusat, kontraksi baik, NT(-),

NL(-),DM(-)

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+)

Genitalia : inspeksi : V/U : tenang, lokia rubra (+), terpasang kateter

Extremitas: edema +/+ berkurang

Diagnosis : Para2 A1 H2 post FE a.i. PEB , ibu baik, anak dirawat

dibangsal anak nifas hr ke –1

Sikap :

27
 Kontrol KU,VS, balance cairan,PPV

 Rawat luka episiotomi

Th/ : Mestamox 3 x 500 mg

Metronidazol 3 x 500 mg

Inbion 1x1

Jam 16.00 WIB

A: pandangan mata kabur (-), kejang (-), nyeri uluhati (-), ppv(-), BAK

(+) kateter, BAB (-)

PF/: KU Kesadaran Tek.darah denyut nadi frek.napas Urin


Sedang composmentis 138/70 88 x/mnt 20 x/mnt

150 cc/ jam

Reflek patela +/+

Mata : kelopak mata edema berkurang, konjungtiva tidak anemis

Leher dan torak : dalam batas N

Abdomen :

Inspeksi : perut tidak membuncit,

Palpasi : fundus uteri teraba 2 jari bawah pusat, kontraksi baik, NT(-),

NL(-),DM(-)

Perkusi : timpani

28
Auskultasi : bising usus (+)

Genitalia : inspeksi : V/U : tenang, lokia rubra (+), terpasang kateter, luka

episiotomi terawat

Diagnosis : Para2 A1 H2 post FE a.i. PEB , ibu baik, anak dirawat

dibangsal anak nifas hr ke –1

Sikap :

 Pindah rawat ke KR. Jika sudah 24 jam post partum infus distop

 Kontrol KU,VS, balance cairan,PPV

 Rawat luka episiotomi

Th/ : Mestamox 3 x 500 mg

Metronidazol 3 x 500 mg

Inbion 1x1

18-10-2004

A: pandangan mata kabur (-), kejang (-), nyeri uluhati (-), ppv(-), BAK

(+) kateter, BAB (-), edema jauh berkurang

PF/: KU Kesadaran Tek.darah denyut nadi frek.napas suhu


Sedang composmentis 130/80 84 x/mnt 20 x/mnt

370C

Mata :kelopak mata edema berkurang

Abdomen :

29
Inspeksi : perut tidak membuncit,

Palpasi : fundus uteri teraba 2 jari bawah pusat, kontraksi baik, NT(-),

NL(-),DM(-)

Genitalia : inspeksi : V/U : tenang, lokia rubra (+), terpasang kateter, luka

episiotomi terawat

Diagnosis : Para2 A1 H2 post FE a.i. PEB , ibu baik, anak dirawat

dibangsal anak nifas hr ke –2

Sikap :

 Mobilisasi bertahap

 Breast care

 Diet TKTP

Th/ : Mestamox 3 x 500 mg

Metronidazol 3 x 500 mg

Inbion 1x1

R/ boleh pulang nifas hari ke -3

Kontrol kepoli 1 mg kemudian

30
DISKUSI

Telah dilaporkan seorang pasien wanita usia 29 tahun dengan diagnosis

masuk G3P1A1H1 gravid aterm 40-41 mg dengan PEB, anak hidup tunggal intra

uterin letak kepala. Diagnosis PEB ditegakkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik

dan laboratorium. Dari anamnesis didapatkan keluhan berupa sembab

dikaki,tangan dan wajah dan adanya tekanan darah tinggi pada kehamilan tua.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah yang tinggi 165/100 mmHg,

edema pada kelopak mata, kaki, tangan dan wajah. Sedangkan pada laboratorium

didapatkan protein urin +2, dan tormbosit 100.000/mm3 (trombositopeni).

Sedangkan keluhan yang bersifat subjektif seperti nyeri uluhati , sakit kepala dan

pandangan kabur tidak ditemukan pada pasien ini.

Pasien ini dipasang regimen SM dosis inisial dan maintannce untuk mencegah

timbulnya kejang. Dan dilakukan drip induksi dan persalinan dengan Forcep

Ekstraksi dalam narkose atas indikasi ibu yakni preeklamsia setelah diketahui

tidak adanya kontra indikasi dan memenuhi syarat FE. Kemudian lahir seorang

bayi perempuan BB = 2574 gram, PB = 49 cm, AS = 7/8. Yang mesti diawasi

pada pasien ini pasca persalinan adalah adanya ppv karena terjadi trombositopeni,

namun tidak terjadi ppv pada pasien ini.

31
Penderita boleh dipulangkan pada hari nifas ketiga karena keadaan ibu

membaik, tekanan darah berangsur normal dan edema jauh berkurang dan tidak

ada tanda-tanda infeksi pada luka episiotomi ibu.

Seharusnya yang paling pada kasus preeklamsia ini adalah prenatal care yang

baik, dan teratur untuk mencegah resiko dan komplikasi terjadinya preeklampsia

dan eklampsia.

32

Anda mungkin juga menyukai