Hipertensi Dalam Kehamilan - BST
Hipertensi Dalam Kehamilan - BST
1. Pendahuluan
Secara umum hipertensi dalam kehamilan (HDK) dapat didefinisikan sebagai
kenaikan tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik > 90
mmHg yang diukur paling kurang 6 jam pada saat yang berbeda. Dari beberapa hasil
penelitian restropektif tentang hipertensi pada wanita hamil menunjukkan bahwa
terapi anti hipertensi menurunkan insidens stroke dan komplikasi kardiovaskular pada
wanita hamil dengan tekanan darah diastolik diatas 100 mmHg. Sebagai faktor
predisposisi untuk timbulnya HDK adalah adanya riwayat keluarga, umur, diabetes
melitus, penyakit ginjal dan penyakit kolagen.
HDK adalah salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi yang
cukup tinggi. Di Indonesia, 30-40% kematian perinatal disebabkan oleh preeklampsia
dan eklamsia. Untuk itu diperlukan perhatian serta penanganan yang serius tehadap
ibu hamil dengan penyakit ini, baik secara konservatif maupun farmakologis. Efek
potensial yang merugikan terhadap ibu dan janin oleh karena pemberian obat-obat
anti hipertensi kadang-kadang masih menjadi kendala dalam masalah ini.
2. Klasifikasi
Ada beberapa klasifikasi yang diajukan pada HDK, tetapi tidak ada satupun
memuaskan karena diagnosis sering ditegakkan restropektif. Klasifikasi ini penting
diketahui untuk menentukan HDK karena berkaitan dengan prognosis dan
penanganan. Klasifikasi HDK yang paling banyak diterima adalah dari The National
High Blood Pressure Education Program Working Group On High Blood Pressure In
pregnancy (National HBPEP) 2000 :
1. Hipertensi Gestasional (hipertensi yang dipicu oleh kehamilan)
Hipertensi yang dideteksi pertama kali pada kehamilan > 20 minggu dan
menghilang sebelum 12 minggu postpartum tanpa ditemukan keluhan atau
tanda-tanda preeklampsia lainnya.
1
2. Hipertensi Kronik
Hipertensi yang dideteksi pertama kali sebelum kehamilan 20 minggu dan
menetap setelah 12 minggu postpartum tanpa ditemukan keluhan dan tanda-
tanda preeklampsia lainnya.
3. Preeklampsia
Hipertensi yang dideteksi sesudah kehamilan 20 minggu disertai dengan
proteinuria.
a. Preeklampsia ringan adalah jika tekanan darah 140/90 mmHg, tapi <
160/110 mmHg dan proteinuria +1.
b. Preeklampsia berat adalah jika tekanan darah > 160/110 mmHg, proteinuria
+2, dapat disertai keluhan subjektif seperti nyeri epigastrium, sakit kepala,
gangguan penglihatan dan oliguria.
4. Eklampsia
Eklampsia didefinisikan sebagai preeklampsia yang memburuk disertai kejang
dan atau penurunan kesadaran yang bukan disebabkan oleh faktor lain.
5. Hipertensi Kronik dengan Preeklampsia (Superimposed Preeklampsia)
Didapatkan pada wanita dengan hipertensi kronik dan secara tiba-tiba tekanan
darah meningkat disertai proteinuria, trombositopenia dan gangguan fungsi hati.
3. Patofisiologi
Selama kehamilan normal terdapat perubahan-perubahan dalam sistem
kardiovaskuler, renal dan endokrin. Perubahan ini akan berbeda dengan respon
patologi yang timbul pada HDK. Pada kehamilan trimester kedua akan terjadi
perubahan tekanan darah, yaitu penurunan tekanan sistolik rata-rata 5 mmHg dan
tekanan darah diastolik 10 mmHg, yang selanjutnya meningkat kembali dan
mencapai tekanan darah normal pada usia kehamilan trimester ketiga. (1,3,12) Selama
persalinan tekanan darah meningkat, hal ini terjadi karena respon terhadap rasa sakit
dan karena meningkatnya beban awal akibat ekspulsi darah pada kontraksi uterus.
Tekanan darah juga meningkat 4-5 hari postpartum dengan peningkatan rata-rata
adalah sistolik 6 mmHg dan diastolik 4 mmHg.
2
Pada keadaan istirahat, curah jantung meningkat 40% dalam kehamilan.
Perubahan tersebut mulai terjadi pada kehamilan 8 minggu dan mencapai puncak
pada usia kehamilan 20-30 minggu. Tahanan perifer menurun pada usia kehamilan
trimester pertama. Keadaan ini disebabkan oleh meningkatnya aktifitas sistem renin-
angiotensin-aldosteron dan juga sistem saraf simpatis.
Penurunan tahanan perifer total disebabkan oleh menurunnya tonus otot polos
pembuluh darah. Volume darah yang beredar juga meningkat 40%, peningkatan ini
melebihi jumlah sel darah merah, sehingga hemoglobin dan viskositas darah
menurun. Terjadi penurunan tekanan osmotik plasma darah yang menyebabkan
peningkatan cairan ekstraseluler, sehingga timbul edema perifer yang biasa timbul
pada kehamilan normal.
Etiopatogenesis HDK belum jelas, multifaktorial dan dapat melibatkan berbagai
sistem organ. Ada beberapa hipotesis yang diajukan untuk menerangkan HDK antara
lain :
Teori reaktifitas pembuluh darah
Pada reaktifitas pembuluh darah, konstriksi pembuluh darah merupakan tahanan
bagi aliran darah dan menyebabkan hipertensi arterial.
Pada preeklampsia terdapat peningkatan kepekaan terhadap hormon-hormon
vasoaktif sehingga menimbulkan hipertensi. Keadaan ini mungkin disebabkan
penurunan sintesis dan gangguan pelepasan hormon-hormon vasodilator seperti
prostasiclin dan prostaglandin E2. Curah jantung pada preeklampsia tidak meningkat
seperti kehamilan normal, sehingga meningkatnya tekanan darah lebih disebabkan
oleh meningkatnya tahanan perifer.
Hipoperfusi uteroplacenta dan konsep imuonologis
Hipoperfusi uteroplacental timbul karena adanya ketidakseimbangan antara
masa placenta dan aliran darah disertai kelainan trophoblastik. Keadaan ini dapat
terjadi bila masa plasenta relatif lebih besar seperti pada kehamilan kembar dan mola
hidatidosa atau pada keadaan-keadaan dimana terdapat gangguan aliran darah pada
uterus seperti diabetes dan hipertensi. Pada multipara diduga karena masa placenta
yang super normal tidak seimbang dengan aliran darah.
3
Pada preeklamsia, placenta dapat menimbulkan reaksi imun yang abnormal.
konsep ini didukung oleh adanya antibodi maternal terhadap poli sakarida placenta,
fraksi mikrosom dan sel-sel trophoblas. Masa placenta yang besar menimbulkan
reaksi antigen yang tinggi dan merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya
preeklampsia seperti gameli, mosa hidatidosa, diabetes dan hidrosepalus.
Disfungsi endotel.
Akhir-akhir ini patogenesis HDK dari aspek disfungsi endotel telah banyak
dibicarakan dari berbagai laporan penelitian. Disfungsi endotel menyebabkan
penurunan produksi Nitric Oxida (NO) yang merupakan vasodilator poten dan
menghambat agregasi platelet. Penurunan NO akan meningkatkan agregasi platelet,
pelepasan trombosan A2 dan serotonin. Serotonin menyebabkan peningkatan
permiabilitas vaskuler dan serotonin juga menyebabkan vasodilatasi atau
vasokonstriksi tergantung integritas sel endotel vaskular.
Dalam keadaan normal reseptor serotonin (S1) endotel spesifik akan merespon
serotonin dalam darah dengan akibat dilepaskannya prostasiklin dan NO oleh sel
endotel sehingga terjadi vasodilatasi. Sedangkan pada HDK yang ditandai dengan
menghilangnya reseptor S1 endotel dan meningkatnya serotonin yang diproduksi
oleh platelet 10 kali lebih tinggi dalam darah akan mengakibatkan serotonin hanya
dapat bereaksi dengan reseptor S2 di otot polos vaskuler dan platelet yang
menghasilkan vasokontriksi.
4
A. Tata Laksana Umum
Diagnosis dini berdasar riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang cermat
menjadi hal yang penting pada pengelolaan HDK. Sekali diagnosis dibuat
pengelolaan berikutnya harus berdasarkan pada evaluasi awal dari ibu dan janin,
keputusan kemudian dibuat dengan perlu tidaknya masuk rumah sakit, penanganan
yang diharapkan atau persalinan dengan memperhitungkan faktor-faktor beratnya
proses penyakit, keadaan ibu dan janin serta lamanya kehamilan.
Semua wanita hamil dengan atau tanpa hipertensi harus dianjurkan cukup
istirahat, mengurangi konsumsi garam, menghindari kafein, merokok, alkohol dan
diet dengan makanan yang sehat dan seimbang.
5
Terapi konservatif dilakukan bila tekanan darah terkontrol (sistolik < 140
mmHg, diastolik 90 mmHg, proteinuria < +2 (1 gr/hari), trombosit > 100.000,
keadaan janin baik.
Faktor yang sangat menentukan terapi konservatif adalah umur kehamilan. Jika
HDK disertai proteinuria berat dan kehamilan > 36 minggu maka terminasi
kehamilan perlu dilakukan. Apabila kehamilan < 36 minggu, maka dilakukan terapi
konservatif jika tekanan darah stabil < 150 mmHg dan diastolik < 95 mmHg,
proteinuria <+2, keadaan janin dan ketuban normal, trombosit > 100.000.
B. Pengobatan Medikamentosa
Keuntungan pemakaian obat-obatan bagi ibu dengan HDK tidak dipertanyakan
lagi. Dari sudut kepentingan janin banyak pertanyaan yang tidak terjawab secara
percobaan klinik. Walaupun diakui bahwa dengan penurunan tekanan darah akan
6
mencegah dan menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan janin serta
komplikasi kardiovaskuler, namun pilihan obat yang optimal masih harus ditentukan.
Kapan wanita dengan HDK menggunakan obat-obat hipertensi masih ada
perbedaan pendapat, namun tujuan dalam menurunkan tekanan darah telah disepakati
dianggap optimal bila sistolik < 140 mmHg dan diastolik < 90 mmHg.
Ada beberapa konsensus kapan kita menggunakan obat anti hipertensi pada
HDK antara lain :
Segera : Bila tekanan darah sistolik > 169 mmHg dan diastolik > 109 mmHg
dengan gejala klinis.
Setelah observasi 1-2 jam : Bila tekanan darah sistolik > 169 mmHg dan atau
diastolik > 109 mmHg tanpa gejala klinis.
Setelah observasi 24-48 jam
- Bila tekanan darah sistolik > 139 mmHg dan atau diastolik > 89 mmHg
sebelum kehamilan 28 minggu tanpa proteinuria
- Bila tekanan darah sistolik > 139 mmHg dan atau diatolik > 89 mmHg pada
wanita hamil dengan gejala klinis, proteinuria, disertai penyakit lain
(kardiovaskular, ginjal).
- Bila tekanan darah sistolik > 149 mmHg dan atau diastolik > 94 mmHg
7
- ACE Inhibitor
- Angiotensin II reseptor antagonis
8
PREEKLAMSIA
1. Insidens
Insidens preeklampsia dan eklamsia berkisar antara 4-9% pada wanita hamil,
3-7% terjadi pada nullipara, dan 0,8-5% pada multipara. Angka kejadian PE di
Indonesia berkisar antara 3-10%.
2. Etiologi / Patogenesis
Apa yang menjadi penyebab pre-eklampsia dan eklampsia sampai sekarang
belum diketahui. Telah terdapat banyak teori yang mencoba menerangkan sebab-
musabab penyakit tersebut, akan tetapi tidak ada yang dapat memberi jawaban yang
memuaskan. Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-jal berikut:
(1) Sebab bertambahnya frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda,
hidramnion, dan mola hidatidosa
(2) Sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan
(3) Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian
janin dalam uterus
(4) Sebab jarangnya terjadi eklampsia pada kehamilan-kehamilan
berikutnya;
(5) Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.
Pada saat ini hipotesis utama yang dapat diterima untuk menerangkan
terjadinya preeklampsia adalah : faktor imunologi, genetik, penyakit pembuluh darah
dan keadaan dimana jumlah trophoblast yang berlebihan dan dapat mengakibatkan
ketidakmampuan invasi trofoblast terhadap arteri spiralis pada awal trimester satu dan
trimester dua. Hal ini akan menyebabkan arteri spiralis tidak dapat berdilatasi dengan
sempurna dan mengakibatkan turunnya aliran darah di plasenta. Berikutnya akan
terjadi stress oksidasi, peningkatan radikal bebas, disfungsi endotel, agregasi dan
penumpukan trombosit yang dapat terjadi diberbagai organ.
9
3. Faktor Predisposisi Terjadinya Preeklampsia.
Primigravida, kehamilan ganda, diabetes melitus, hipertensi essensial kronik,
mola hidatidosa, hidrops fetalis, bayi besar, obesitas, riwayat pernah menderita
preeklampsia atau eklamsia, riwayat keluarga pernah menderita preeklampsia atau
eklamsia, lebih sering dijumpai pada penderita preeklampsia
5. Penatalaksanaan
Pengobatan hanya dapat dilakukan secara simtomatis karena etiologi pre-
eklampsia, dan faktor-faktor apa dalam kehamilan yang menyebabkannya, belum
diketahui. Tujuan utama penanganan ialah
(1) mencegah terjadinya pre-eklampsia berat dan eklampsia
(2) melahirkan janin hidup
(3) melahirkan janin dengan trauma sekecil-kecilnya.
10
Pada dasarnya penanganan pre-eklampsia terdiri atas pengobatan medik dan
penanganan obstetrik. Penanganan obstetrik ditujukan untuk melahirkan bayi pada
saat yang optimal, yaitu sebelum janin mati dalam kandungan, akan tetapi sudah
cukup matur untuk hidup di luar uterus. Setelah persalinan berakhir, jarang terjadi
eklampsia, dan janin yang sudah cukup matur lebih baik hidup di luar kandungan
daripada dalam uterus. Waktu optimal tersebut tidak selalu dapat dicapai pada
penanganan pre-eklampsia, terutama bila janin masih sangat prematur. Dalam hal ini
diusahakan dengan tindakan medis untuk dapat menunggu selama mungkin, agar
janin lebih matur.
Preeklamsia Ringan
Penanganan yang optimal pada usia kehamialn <37 minggu adalah dirawat di
rumah sakit karena cara ini dapat meningkatkan ketahanan hidup bayi dan
menurunkan progresifitas penyakit. Jika rawat jalan, pastikan pasien kontrol secara
teratur. Selama dirawat pasien mendapatkan diet yang teratur tanpa restriksi garam
dan tanpa pembatasan aktifitas fisik.
1. Antihipertensi, antidiuretik, dan sedatif tidak diberikan.
2. Dilakukan evaluasi kesehatan ibu:
Tekanan darah dimonitor setiap 4 jam dan berat badan diukur setiap hari
Pemeriksaan laboratorium seperti protein urin, hematokrit, hitung trombosit, fungsi
hati, dan fungsi ginjal dilakukan setiap 1-2 minggu.
Awasi perkembangan penyakit, kemungkinan menjadi preeklampsia berat, atau
impending eklamsia dengan gejala : sakit kepala, gangguan penglihatan, atau nyeri
epigastrik
3. Evaluasi kesehatan bayi
Hitung gerak bayi setiap hari.
NST setiap minggu.
USG setiap 3 minggu untuk mengetahui IUGR
Biofisik profil jika perlu.
11
4. Jika usia kehamilan > 37 minggu, atau mendekati aterm, lakukan induksi
persalinan walaupun servik belum matang.
Preeklampsia Berat
A. Pengobatan Medisinal
1. Tirah Baring
2. Oksigen
3. Kateter menetap
4. IVFD : Ringer Asetat, Ringer Laktat, Kolloid
Jumlah input cairan : 2000 ml/24 jam, berpedoman pada diuresis, insensible
water loss dan CVP. Awasi balans cairan.
5. Magnesium Sulfat
Initial dose : ada beberapa pilihan dalam pemberian initial dose
- Loading dose : 4 gr magnesium sulfat 20% IV (4-5 menit)
- 8 gr MS 40% IM, 4 gr bokong kanan, 4 gr bokong kiri.
- 4 gr MS dalam 250 cc dekstrose 10 %
Maintenance dose : 4 gr magnesium sulfat 40% IM setiap 4 jam , magnesium
sulfat maintenance dapat juga diberikan secara intravenus.
Syarat pemberian magnesium sulfat :
Kadar terapeutik MgSO4 .7H2O USP adalah 4,8 –8,4 mg/dl. Efek utama
adalah blokade perifer dari neuromuscular jnction, efek hipotensi ringan dan
tokolisis pada persalinan premature.
12
Untuk anti dotum magnesium sulfat perlu disediakan kalsium glukonas 10% (1
gr dalam 10cc diberikan i.v dalam 3 menit). Bila Sulfas Magnesikus tidak
tersedia dapat digunakan diazepam 20 mg IM atau klorpromazin 50 mg IM
6. Antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastole > 110 mmHg. Dapat
diberikan nifedipin sublingual 10 mg. Setelah 1 jam, jika tekanan darah masih
tinggi dapat diberikan nifedipin ulangan 5-10 mg sublingual atau oral dengan
interval 1 jam, 2 jam atau 3 jam sesuai kebutuhan. Penurunan tekanan darah
tidak boleh terlalu agresif. Tekanan darah diastol jangan kurang dari 90 mmHg,
penurunan tekanan darah maksimal 30%.
Penggunaan nifedipine sangat dianjurkan karena harganya murah, mudah
didapat dan mudah pengaturan dosisnya dgn efektifitas yg cukup baik.
7. Diuretikum tidak diberikan kecuali jika ada :
- Edema paru
- Gagal jantung kongestif
- Edema anasarka
8. N-Acetyl Cystein 3 x 600 mg.
9. Jika pasien koma, diberikan perawatan koma di ICU
10. Konsul ke Bagian Interna, Hematologi, Mata, Neurologi jika perlu.
11. Jajaki kemungkinan terjadinya komplikasi Sindroma HELLP, gagal ginjal,
edema paru, solusio plasenta, DIC, stroke, dll
12. Jika dijumpai Sindroma HELLP, beri deksametason 10 mg / 12 jam IV 2x
sebelum persalinan, dilanjutkan dengan deksametason 10, 10, 5, 5 mg / jam IV
dengan interval 6 jam postpartum. Kelahiran bayi diharapkan terjadi dalam 48 jam
setelah pemberian deksametason pertama.
B. Penanganan Obstetrik
Pada keadaan ibu sudah stabil, tetapkan suatu keputusan apakah dilakukan
terminasi kehamilan atau tindakan konservatif dengan mempertimbangkan usia
kehamilan dan keadaan janin.
13
Penanganan konservatif bisa dilakukan pada keadaan :
Tekanan darah terkontrol < 160/110 mmHg
Oliguria respon dengan pemberian cairan
Tidak dijumpai nyeri epigastrik
Usia kehamilan < 34 minggu
Kalau penyakit berkembang menjadi Sindroma HELLP murni cenderung
dilakukan tindakan penanganan aktif
Jika serviks sudah matang dan tidak ada kontra indikasi obstetrik, dilakukan
induksi persalinan dengan oksitosin drips dan amniotomi. Kala II dipercepat
dengan EV / EF.
Seksio sesarea dilakukan pada :
Skor pelvik dibawah 5.
Dengan drips oksitosin, setelah 12 jam belum ada tanda-tanda janin akan lahir
pervaginam.
Indikasi obstetrik.
Bayi ditangani oleh Subbagian Perinatologi dan jika perlu dirawat di Neonatal
Intensive Care Unit.
6. Pencegahan
14
protein, dan rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang
tidak berlebihan perlu dianjurkan.
Mengenal secara dini pre-eklampsia dan segera merawat penderita tanpa
memberikan diuretika dan obat antihipertensif, memang merupakan kemajuan yanga
penting dari pemeriksaan antenatal yang baik.
15
KASUS
Nama : Ny A
Umur : 26 th
Pendidikan : SMU
Alamat : Belimbing
MR :
____________________________________________________________________
Anamnesis
Keluhan Utama :
Nyeri pinggang yang menjalar ke ari – ari sejak 6 jam yang lalu
- Keluar lendir campur darah dari kemaluan sejak 6 jam yang lalu
16
- PNC : teratur ke bidan
Tidak ada menderita penyakit jantung, paru, ginjal, hati, DM dan hipertensi.
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan, menular dan
kejiwaan.
hidup.
2. Sekarang
Pemeriksaan Fisik :
17
Suhu : 37 C
Thoraks :
Pe : sonor
Status Obstetrikus:
18
Abdomen :
hiperpigmentasi
148x/menit
Perkusi : timpani
Genitalia :
Diagnosis Kerja:
gestasional
II
Sikap :
19
Kontrol KU, VS, His, BJA
EKG
Laboratorium:
Hematokrit : 36 ureum : 14
GDR : 88 Na : 133
FOLLOW UP
Jam 15.02
20
TD : 180/100 mmHg His : 3 – 4/40/k
Gestasional
Hodge I – II
Jam 17.02
21
Teraba kepala UUK kiri melintang Hodge I – II
Gestasional
Hodge I – II
Jam 18.00
22
Janin, hidup, tunggal, intrauterine, letak kepala UUK kiri melintang
Hodge I – II
R/ SC Emergensi
Jam 18.30
BB : 4482 gram
PB : 51 cm
A/S : 8/9
S/
FOLLOW UP POST OP
23
Nyeri perut (-) sakit kepala (-)
Abdomen :
perban
Perkusi : timpani
Genitalia :
Nifas hari ke – 2
24
T/ ceftriaxon 2 x 1 gram IV
Abdomen :
perban
NL (-), DM (-)
Perkusi : timpani
Genitalia :
25
Nifas hari ke – 3
T/ ceftriaxon 2 x 1 gram IV
Antalgin 3 x 1
Benovit C 1 x 1
RAN PARTUS
Tanggal 16 -10- 2004 jam 18.45 WIB telah lahir bayi perempuan secara Forcep
Plasenta lahir spontan lengkap 1 buah, berat 500 gr, PJTP = 50 cm, insersi
paracentral.
26
Tanggal 17-10-2004 jam 07.00 WIB
A: pandangan mata kabur (-), kejang (-), nyeri uluhati (-), ppv(-), BAK
Abdomen :
Palpasi : fundus uteri teraba 2 jari bawah pusat, kontraksi baik, NT(-),
NL(-),DM(-)
Perkusi : timpani
Sikap :
27
Kontrol KU,VS, balance cairan,PPV
Metronidazol 3 x 500 mg
Inbion 1x1
A: pandangan mata kabur (-), kejang (-), nyeri uluhati (-), ppv(-), BAK
Abdomen :
Palpasi : fundus uteri teraba 2 jari bawah pusat, kontraksi baik, NT(-),
NL(-),DM(-)
Perkusi : timpani
28
Auskultasi : bising usus (+)
Genitalia : inspeksi : V/U : tenang, lokia rubra (+), terpasang kateter, luka
episiotomi terawat
Sikap :
Pindah rawat ke KR. Jika sudah 24 jam post partum infus distop
Metronidazol 3 x 500 mg
Inbion 1x1
18-10-2004
A: pandangan mata kabur (-), kejang (-), nyeri uluhati (-), ppv(-), BAK
370C
Abdomen :
29
Inspeksi : perut tidak membuncit,
Palpasi : fundus uteri teraba 2 jari bawah pusat, kontraksi baik, NT(-),
NL(-),DM(-)
Genitalia : inspeksi : V/U : tenang, lokia rubra (+), terpasang kateter, luka
episiotomi terawat
Sikap :
Mobilisasi bertahap
Breast care
Diet TKTP
Metronidazol 3 x 500 mg
Inbion 1x1
30
DISKUSI
masuk G3P1A1H1 gravid aterm 40-41 mg dengan PEB, anak hidup tunggal intra
uterin letak kepala. Diagnosis PEB ditegakkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik
dikaki,tangan dan wajah dan adanya tekanan darah tinggi pada kehamilan tua.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah yang tinggi 165/100 mmHg,
edema pada kelopak mata, kaki, tangan dan wajah. Sedangkan pada laboratorium
Sedangkan keluhan yang bersifat subjektif seperti nyeri uluhati , sakit kepala dan
Pasien ini dipasang regimen SM dosis inisial dan maintannce untuk mencegah
timbulnya kejang. Dan dilakukan drip induksi dan persalinan dengan Forcep
Ekstraksi dalam narkose atas indikasi ibu yakni preeklamsia setelah diketahui
tidak adanya kontra indikasi dan memenuhi syarat FE. Kemudian lahir seorang
pada pasien ini pasca persalinan adalah adanya ppv karena terjadi trombositopeni,
31
Penderita boleh dipulangkan pada hari nifas ketiga karena keadaan ibu
membaik, tekanan darah berangsur normal dan edema jauh berkurang dan tidak
Seharusnya yang paling pada kasus preeklamsia ini adalah prenatal care yang
baik, dan teratur untuk mencegah resiko dan komplikasi terjadinya preeklampsia
dan eklampsia.
32