Trauma Kepala 2
Trauma Kepala 2
Oleh :
Doni Aprialdi C11050165
Lusi Sandra H C11050171
Cynthia Dyliza C11050173
Pembimbing :
Ahmad Adam, dr., Sp.BS
serius, sekalipun dengan adanya sistem pengobatan modern pada abad 21.
Kebanyakan pasien dengan trauma kepala (75-80 %) adalah trauma kepala ringan,
Hampir 100% dari orang-orang dengan trauma kepala berat dan sekitar dua
per tiga dari orang-orang dengan trauma kepala sedang akan mengalami disability
yang permanen, dan tidak akan kembali ke keadaan seperti sebelum terjadi trauma.
180-220 kasus per 100.000 populasi (atau sekitar 600.000 kasus yang terjadi setiap
tahunnya), dan sekitar 10 % dari kasus-kasus tersebut adalah fatal, dan memerlukan
penyebab yang paling sering adalah kecelakaan kendaraan bermotor (seperti tabrakan,
pejalan kaki yang tertabrak motor, kecelakaan sepeda), jatuh, trauma ketika
berolahraga, dan trauma penetrasi. Pada daerah pinggiran (suburban atau rural),
kecelakaan kendaraan bermotor terjadi pada lebih dari setengah kasus trauma kepala.
Sementara untuk daerah dengan populasi lebih dari 100.000 penduduk, jatuh dan luka
penetrasi adalah penyebab yang paling umum. Sedangkan rasio terjadinya trauma
kepala antara pria dan wanita adalah 2:1, dan prevalensi terbanyak ditemukan pada
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Trauma kepala adalah gangguan pada otak yang bersifat non degeneratif dan
kesadaran.
Akan tetapi, definisi dari trauma kepala adalah tidak selalu tetap dan
2.2 Patofisiologi
membedakannya dengan sistem organ lain. Perbedaan yang paling penting adalah
bahwa otak dilapisi tulang tengkorak, yang merupakan kontainer yang kaku dan tidak
elastis. Karena otak dilapisi oleh sebuah kontainer inelastis, hanya peningkatan yang
kecil dari volume kompartemen intrakranial yang masih dapat ditolerir sebelum
tekanan akhirnya meningkat secara dramatis. Konsep ini diperkenalkan oleh Monro-
Kellie, yang menyatakan bahwa volume intrakranial total adalah tetap karena adanya
struktur inelastik dari tulang tengkorak. Volume intrakranial (V i/c) adalah sam dengan
2
Volume darah serebral intravaskuler adalah sekitar 10 %, dan cairan
serebrospinal adalah < 3 %. Ketika trauma kepala yang signifikan terjadi, edema
serebral seringkali muncul, yang akan meningkatkan volume relatif dari otak. Karena
volume intrakranial adalah tetap, tekanan dalam kompartemen ini akan meningkat,
kecuali terjadi beberapa mekanisme kompensasi, seperti penurunan pada volume satu
dari komponen intrakranial yang lain. Hal ini berhubungan erat dengan konsep
perubahan volume.
yang terjadi ketika sejumlah kecil cairan masuk ke dalam kompartemen intrakranial.
Secara singkat, otak mempunyai compliance yang sangat terbatas dan tidak bisa
mentolerir peningkatan volume yang signifikan yang dapat berasal dari difusi edema
serebral atau dari suatu lesi luas seperti hematoma. Setiap pengobatan yang rasional
dari setiap komponen intrakranial menurun, maka tekanan intrakranial pun akan
menurun.
Konsep lain yang penting pada patofisiologi trauma kepala adalah konsep
tekanan perfusi serebral (CPP). CPP diartikan sebagai perbedaan antara tekanan rata-
Pada prakteknya, CPP adalah tekanan pada pengiriman darah ke otak. Pada
individu yang menderita hipertensi jangka panjang dengan otak yang tidak mengalami
3
trauma, aliran darah serebral (CBF) adalah konstan pada kisaran MAP 50-150 mmHg.
Hal ini terjadi karena autoregulasi dari arteriol, yang akan berkonstriksi atau
berdilatasi sesuai dengan kisaran tekanan darah untuk mempertahankan jumlah aliran
Ketika MAP kurang dari 50 mmHg atau lebih dari 150 mmHg, arteriol tidak
sanggup untuk mengatur dan aliran darah menjadi sepenuhya bergantung pada
tekanan darah, disebut dengan pressure-passive flow. CBF tidak akan konstan lagi
tetapi bergantung dan proporsional terhadap CPP. Maka, ketika MAP turun hingga di
bawah 50 mmHg, otak beresiko untuk terjadi iskemi karena insufisiensi aliran darah,
sementara jika MAP lebih besar dari 160 mmHg akan menyebabkan peningkatan
CBF yang akan menghasilkan peningkatan ICP. Sistem autoregulasi bekerja dengan
baik pada otak yang tidak traumatik, sementara pada otak yang traumatik terjadi
gangguan. Sebagai hasilnya, pressure-passive flow terjadi pada dan di sekitar area
yang mengalami trauma, dan mungkin, meluas ke otak yang mengalami trauma.
Trauma kepala dibagi menjadi dua, trauma kepala primer dan trauma kepala
sekunder. Trauma kepala primer diartikan sebagai trauma awal pada otak sebagai
hasil langsung dari trauma. Hal ini merupakan trauma struktural awal yang
disebabkan oleh impact pada otak, dan seperti bentuk trauma neural yang lain, pasien
sembuh secara perlahan. Sedangkan trauma kepala sekunder adalah trauma subsekuen
apapun pada otak setelah terjadi kerusakan awal. Trauma kepala sekunder ini dapat
berasal dari hipotensi sistemik, hipoksia, peningkatan ICP, atau sebagai hasil biokimia
dari perubahan fisiologi yang diawali oleh original traumanya. Pengobatan dari
4
Peningkatan ICP mungkin berasal dari trauma otak awal atau dari trauma
sekunder terhadap otak. Pada orang dewasa, ICP normal adalah sekitar 0-15 mmHg.
Sementara pada anak-anak, batas atas dari nilai normal ICP adalah lebih rendah,
penurunan CBF, yang mana, jika cukup berat, akan berakibat pada iskemi serebral.
Peningkatan ICP yang berat adalah berbahaya, karena akan meningkatkan resiko
terhadap iskemi, dan ICP yang tidak terkontrol akan menyebabkan herniasi. Herniasi
melibatkan pergerakan dari otak melewati struktur dural, yang akan berakibat pada
tertutup dan trauma kepala penetrasi. Keadaan klinis dari pasien dengan trauma
kepala sangatlah bervariasi. Glasgow Coma Scale (GCS) yang dikembangkan oleh
pasien trauma kepala. GCS dibagi menjadi 3 kategori, pembukaan mata (E), respon
motorik (M), dan respon Verbal (V). Skor adalah merupakan hasil penjumlahan dari
Skor GCS = E + M + V
5
Glasgow Coma Scale
Eye Opening
4 Spontaneously Spontaneously
2 To pain To pain
1 No response No response
6 Obeys command
Flexion abnormal
3 Flexion abnormal (decorticate)
(decorticate)
Extension
2 Extension (decerebrate)
(decerebrate)
1 No response No response
Inappropriate Inappropriate
3 Screams
words; cries crying/screaming
Incomprehensible
2 Grunts Grunts
sounds
6
2.4 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
2.4.1 Anamnesis
- Penurunan kesadaran
- Nyeri kepala
III.Anamnesis tambahan :
- Bagaimana mekanisme kejadian, bagian tubuh apa saja yang terkena, dan
b. Cedera tembus (luka tembus peluru atau tusukan) adanya penetrasi selaput
dura menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera tembus atau cedera
tumpul.
Komplikasi / Penyulit
7
9.Adanya riwayat penyakit sebelumnya (Hipertensi, DM)
1. Primary Survey
Yang pertama harus dinilai adalah jalan nafas, meliputi pemeriksaan adanya
obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur
- Bila penderita dapat berbicara atau terlihat dapat berbicara - jalan nafas
bebas.
Jika penderita mengalami penurunan kesadaran atau GCS < 8 keadaan tersebut
Selama pemeriksaan jalan nafas, tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau
Dalam keadaan curiga adanya fraktur servikal atau penderita datang dengan
multiple trauma, maka harus dipasangkan alat immobilisasi pada leher, sampai
8
B. Breathing, dengan ventilasi yang adekuat
Pertukaran gas yang terjadi saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan
Pada inspeksi, baju harus dibuka untuk melihat ekspansi pernafasan dan
jumlah pernafasan per menit, apakah bentuk dan gerak dada sama kiri dan
kanan.
Perkusi dilakukan untuk mengetahui adanya udara atau darah dalam rongga
pleura.
primary survey.
Keterangan tambahan :
Nyeri dada dan sesak nafas yang progresif, distress pernafasan. takikardi,
hipotensi, deviasi trakea ke arah yang sehat, hilang suara nafas pada satu sisi, dan
9
Gejala hematothorax:
Pada inspeksi mungkin gerak nafas tertinggal atau pucat karena perdarahan.
Fremikus sisi yang terkena lebih keras dari sisi yang lain.
Pada perkusi, didapatkan pekak dengan batas dan bunyi nafas tidak terdengar
atau menghilang.
a. Volume darah
sebaliknya.
Jika volume turun, maka perfusi ke otak dapat berkurang sehingga dapat
Nadi
b. Perdarahan
10
D. Disability
Evaluasi terhadap keadaan neurologis secara cepat. Yang dinilai adalah tingkat
kesadaran, ukuran pupil dan reaksi pupil terhadap cahaya dan adanya parese.
A : sadar (Alert)
- Konklusi
- muntah
11
- Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda Battle, mata rabun, hemotimpanum,
- Kejang
kesadaran penderita. Jika hipoksia dan hipovolemia sudah disingkirkan, maka trauma
kepala dapat dianggap sebagai penyebab penurunan kesadaran, bukan alkohol sampai
terbukti sebaliknya.
E. Exposure
• Penderita trauma yang datang harus dibuka pakaiannya dan dilakukan evaluasi
2. Secondary Survey
• Pada bagian ini dilakukan pemeriksaan neurologis lengkap yaitu GCS jika
• Dilakukan X-ray foto pada bagian vang terkena trauma dan terlihat ada jejas.
12
2.5 Penanganan
Memantau sedini mungkin dan mencegah cedera otak sekunder; (2) Memperbaiki
Penanganan dimulai sejak di tempat kejadian secara cepat, tepat, dan aman.
Pendekatan ‘tunggu dulu’ pada penderita cedera kepala sangat berbahaya, karena
diagnosis dan penanganan yang cepat sangatlah penting. Cedera otak sering
diperburuk oleh akibat cedera otak sekunder. Penderita cedera kepala dengan
hipotensi mempunyai mortalitas dua kali lebih banyak daripada tanpa hipotensi.
Oleh karena itu, tindakan awal berupa stabilisasi kardiopulmoner harus dilaksanakan
secepatnya.
yang tidak adekuat; (4) Terlambat dilakukan tindakan bedah; (5) Disertai cedera
Dua puluh persen penderita cedera kepala mati karena kurang perawatan
sebelum sampai di rumah sakit. Penyebab kematian yang tersering adalah syok,
breathing, dan circulation) dengan tidak melakukan manipulasi yang berlebihan dapat
13
memberatkan cedera tubuh yang lain, seperti leher, tulang punggung, dada, dan
pelvis.
shock selama beberapa detik sampai beberapa menit. Ini ditandai dengan refleks yang
sangat lemah, sangat pucat, napas lambat dan dangkal, nadi lemah, serta otot-otot
bahwa penderita sudah mati, tetapi dalam waktu singkat tampak lagi fungsi-fungsi
vitalnya. Saat seperti ini sudah cukup menyebabkan terjadinya hipoksemia, sehingga
Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan napas ( airway). Jika
penderita dapat berbicara maka jalan napas kemungkinan besar dalam keadaan
adekuat. Obstruksi jalan napas sering terjadi pada penderita yang tidak sadar, yang
dapat disebabkan oleh benda asing, muntahan, jatuhnya pangkal lidah, atau akibat
fraktur tulang wajah. Usaha untuk membebaskan jalan napas harus melindungi
vertebra servikalis (cervical spine control), yaitu tidak boleh melakukan ekstensi,
fleksi, atau rotasi yang berlebihan dari leher. Dalam hal ini, kita dapat melakukan
chin lift atau jaw thrust sambil merasakan hembusan napas yang keluar melalui
hidung. Bila ada sumbatan maka dapat dihilangkan dengan cara membersihkan
dengan jari atau suction jika tersedia. Untuk menjaga patensi jalan napas selanjutnya
dilakukan pemasangan pipa orofaring. Bila hembusan napas tidak adekuat, perlu
bantuan napas. Bantuan napas dari mulut ke mulut akan sangat bermanfaat
(breathing). Apabila tersedia, O2 dapat diberikan dalam jumlah yang memadai. Pada
penderita dengan cedera kepala berat atau jika penguasaan jalan napas belum dapat
14
memberikan oksigenasi yang adekuat, bila memungkinkan sebaiknya dilakukan
intubasi endotrakheal.
Status sirkulasi dapat dinilai secara cepat dengan memeriksa tingkat kesadaran
dan denyut nadi (circulation). Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah mencari ada
tidaknya perdarahan eksternal, menilai warna serta temperatur kulit, dan mengukur
tekanan darah. Denyut nadi perifer yang teratur, penuh, dan lambat biasanya
cedera kepala, tekanan darah sistolik sebaiknya dipertahankan di atas 100 mmHg
untuk mempertahankan perfusi ke otak yang adekuat. Denyut nadi dapat digunakan
secara kasar untuk memperkirakan tekanan sistolik. Bila denyut arteri radialis dapat
teraba maka tekanan sistolik lebih dari 90 mmHg. Bila denyut arteri femoralis yang
dapat teraba maka tekanan sistolik lebih dari 70 mmHg. Sedangkan bila denyut nadi
hanya teraba pada arteri karotis maka tekanan sistolik hanya berkisar 50 mmHg. Bila
ada perdarahan eksterna, segera hentikan dengan penekanan pada luka. Cairan
resusitasi yang dipakai adalah Ringer Laktat atau NaCl 0,9%, sebaiknya dengan dua
jalur intra vena. Pemberian cairan jangan ragu-ragu, karena cedera sekunder akibat
hipotensi lebih berbahaya terhadap cedera otak dibandingkan keadaan edema otak
akibat pemberian cairan yang berlebihan. Posisi tidur yang baik adalah kepala dalam
posisi datar, cegah head down (kepala lebih rendah dari leher) karena dapat
Patah tulang tengkorak merupakan suatu retakan pada tulang tengkorak. Patah
15
tulang tengkorak bisa melukai arteri dan vena, yang kemudian mengalirkan darahnya
ke dalam rongga di sekeliling jaringan otak. Patah tulang di dasar tengkorak bisa
merobek meningens (selaput otak). Cairan serebrospinal (cairan yang beredar diantara
otak dan meningens) bisa merembes ke hidung atau telinga. bakteri kadang memasuki
tulang tengkorak melalui patah tulang tersebut, dan menyebabkan infeksi serta
kerusakan hebat pada otak. sebagian besar patah tulang tengkorak tidak memerlukan
pembedahan, kecuali jika pecahan tulang menekan otak atau posisinya bergeser.
Gegar otak (kontusio serebri) merupakan memar pada otak, yang biasanya
disebabkan oleh pukulan langsung dan kuat ke kepala. Robekan otak adalah robekan
pada jaringan otak, yang seringkali disertai oleh luka di kepala yang nyata dan patah
tulang tengkorak. Gegar otak dan robekan otak lebih serius daripada konkusio. MRI
menunjukkan kerusakan fisik pada otak yang bisa ringan atau bisa menyebabkan
kelemahan pada satu sisi tubuh yang diserati dengan kebingungan atau bahkan koma.
Jika otak membengkak, maka bisa terjadi kerusakan lebih lanjut pada jaringan
otak, pembengkakan yang sangat hebat bisa menyebabkan herniasi otak. Pengobatan
akan lebih rumit jika cedera otak disertai oleh cedera lainnya, terutama cedera dada.
16
c. Perdarahan Intrakranial
dalam otak atau diantara otak dengan tulang tengkorak. Hematoma intrakranial bisa
terjadi karena cedera atau stroke. Perdarahan karena cedera biasanya terbentuk di
dalam pembungkus otak sebelah luar (hematoma subdural) atau diantara pembungkus
otak sebelah luar dengan tulang tengkorak (hematoma epidural). Kedua jenis
perdarahan diatas biasanya bisa terlihat pada CT SCAN atau MRI. Sebagian besar
perdarahan terjadi dengan cepat dan menimbulkan gejala dalam beberapa menit.
Perdarahan menahun (hematoma kronis) lebih sering terjadi pada usia lanjut
dan membesar secara perlahan serta menimbulkan gejala setelah beberapa jam atau
hari. Hematoma yang luas akan menekan otak, menyebabkan pembengkakan dan
pada akhirnya menghancurkan jaringan otak. Hematoma yang luas juga akan
menyebabkan otak bagian atas atau batang otak mengalami herniasi. Pada perdarahan
intrakranial bisa terjadi penurunan kesadaran sampai koma, kelumpuhan pada salah
satu atau kedua sisi tubuh, gangguan pernafasan atau gangguan jantung, atau bahkan
kematian. Bisa juga terjadi kebingungan dan hilang ingatan, terutama pada usia lanjut.
meningens dan tulang tengkorak. Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak telah
merobek arteri. Darah di dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi sehingga lebih
cepat memancar. Gejala berupa sakit kepala hebat bisa segera timbul tetapi bisa juga
baru muncul beberapa jam kemudian. Sakit kepala kadang menghilang, tetapi
beberapa jam kemudian muncul lagi dan lebih parah dari sebelumnya. Selanjutnya
bisa terjadi peningkatan kebingungan, rasa ngantuk, kelumpuhan, pingsan dan koma.
Diagnosis dini sangat penting dan biasanya tergantung kepada ct scan darurat.
17
tulang tengkorak untuk mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan pencarian dan
Perdarahan bisa terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala berat atau beberapa
saat kemudian setelah terjadinya cedera kepala yang lebih ringan. Hematoma subdural
yang bertambah luas secara perlahan paling sering terjadi pada usia lanjut (karena
venanya rapuh) dan pada alkoholik. Pada kedua keadaan ini, cedera tampaknya
scan dan mri bisa menunjukkan adanya genangan darah. Hematoma subdural pada
bayi bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena tulang tengkoraknya masih
lembut dan lunak. Hematoma subdural yang kecil pada dewasa seringkali diserap
- linglung
- perubahan ingatan
18
19