Anda di halaman 1dari 23

A.

Latar Belakang

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Negara yang digunakan untuk melaksanakan
pembangunan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pajak dipungut dari warga Negara Indonesia dan
menjadi salah satu kewajiban yang dapat dipaksakan penagihannya. Pembangunan nasional
Indonesia pada dasamya dilakukan oleh masyarakat bersama-sama pemerintah Oleh karena itu
peran masyarakat dalam pembiayaan pembangunan harus terus ditumbuhkan dengan
meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kewajibannya membayar pajak. Pajak menyumbang
sekitar 70°o dari seluruh penerimaan negara. Tanpa adanya pajak, sebagian besar kegiatan
pembangunan negara akan sulit dilaksanakan.

Besamya peluang pendapatan dari sektor pajak tersebut membuat setiap negara di dunia membuat
undang-undang perpajakan yang berfungsi sebagai pedoman untuk menghimpun penerimaan
negara dari masyarakat untuk pembiayaan pembangunan. Pajak memiliki fungsi penting dalam
meningkatkan perekonomian suatu Negara. Khususnya bagi pemerintahan, pajak dipungut karena
telah terbukti pajak memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap penerimaan negara.
Walaupun bagi masyarakat pada umumnya pajak menjadi beban dikarenakan keharusan membayar
pajak yang dirasa membebankan. Di Indonesia, pajak merupakan sumber utama dalam Anggaran
Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) yang digunakan untuk pembangunan dan meningkatkan
kesejahteraan rakyat.

B. ldentifikasi Masalah

berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan diatas, maka dapat diidentifikasikan
beberapa masalah sebagai berikut :

1. Penerimaan pajak yang tidak sesuai target, dan tidak tepat waktu.

2. Banyak terjadi kekeliruan perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) atau PPh Kurang Bayar.

3. Tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan yang tiap tahun semakin menurun.

4. Upaya meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak yang kurang maksimal.

BAB 2 Bagian 1A

B. ldentifikasi Masalah berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan diatas, maka dapat
diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut :

1. Penerimaan pajak yang tidak sesuai target, dan tidak tepat waktu.

2. Banyak terjadi kekeliruan perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) atau PPh Kurang Bayar.

3. Tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan yang tiap tahun semakin menurun.
4. Upaya meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak yang kurang maksimal.

Pendekatan pajak dari segi hukum (Rochmat Soemitro,1993: 50-51) disebut orang hukum pajak.
Pendekatan ini lebih menitik beratkan pada segi hukumnya, pada hubungan hukumnya, sehingga
pajak dilihat dari segi hak dan kewajiban: siapa berhak memungut pajak, apa kewajiban pemungut
pajak terhadap wajib pajak, siapa wajib pajak, apa hak dan kewajiban wajib pajak terhadap fiskus
(penguasa pemungut pajak) apa pajak itu dilihat dari kaca mata seorang sarjana hukum, bila hutang
pajak itu timbul, bila hutang pajak itu hapus. bagaimana cara pembayaran pajak; apa sanksi saksi
yang terdapat dalam hukum pajak; apa arti sanksi administratif, dan apa sanksi pidana. Mencakup
juga dasar falsafah hukum pajak dan pembenaran (rechtvaardiging) pemungutan pajak.

Pajak dilihat dari segi hukum dapat didefinisikan sebagai berikut: Pajak (utang pajak] adalah
perikatan yang timbul karena undang undang (jadi dengan sendirinya) yang mewajibkan seseorang
yang memenuhi syarat (Tatbestand) yang ditentukan dalan undang-undang, untuk membayar suatu
jumlah tertentu kepada negara (masyarakat) yang dapat dipaksakan, dengan tiada mendapat
imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran hegara (pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan, fungsi budgetair).

BAB 2 bagian 2a

A. Fungsi Perpajakan

Dalam tulisannya yang berjudul “Perdagangan dan Ekonomi Nasional" ng dimuat dl Majalah
Ekonomi dan Keuangan Indonesia, Agustus 1956, Barlin Halim mengutip pernyataan Romesh Dutt
yang menyatakan bahwa: "Pajak yang ditarik oleh raja dapat dimisalkan sebagai embun di atas tanah
yang dihisap matahari, lalu dikembalikan sebagai hujan yang menyuburkan. (Chidir Ali, 1993 : 1)

D.1. Fungsi Budgetair. Fungsi budgetair dari paiak adalah fungsi untuk mengisi kas negara yang
merupakan salah satu sumber yang utama bagi penerimaan anggaran negara. (di Indonesia salah
satu sumber yang utama bagi APBN/APBD)

D.2. Fungsi Regulerend (Fungsi Mengatur). Fungsi regulerend adalah fungsi mengatur di bidang
sosial dan perekonomian pada umumnya dalam rangka mencapai tuiuan tertentu yang diharapkan
oleh negara/pemerintah. Misalnya dalam rangka meningkatkan daya saing produksi dalam negeri.
(Oyok Abuyamin, 2012: 3)

C. Sistem Pemungutan Pajak


1. Official Assessment System. Adalah suatu sistem pemungutan paiak yang berdasarkan UU
pemerintah (fiskus) diberi wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Ciri Official
Assessment System: (a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada
fiskus. (b) Wajib Pajak bersifat menunggu (pasif.). (c) Utang pajak yang harus dibayar oleh WP timbul
setelah diterbitkannya surat ketetapan pajak (SKP) oleh fiskus.

2.Self Assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang berdasarkan UU memberikan
kepercayaan kepada WP untuk melaksanakan hak dan kewajibannya di bidang perpajakan. Ciri Self
Assessment System: (a) WP menghitung dan memperhitungkan sendiri oleh WP, pajak yang hams
dibayar/pajak yang terutang. (b) WP membayar/menyetor sendiri pajak yang harus dibayar/pajak
yang terutan ke Bank/Kantor Pos. (c) WP melaporkan sendiri pajak yang harus dibayar/pajak yang
terutang. (d) Pemerintah (Fiskus) mengawasi pelaksanaan hak dan kewajiban WP dibidang
perpajakan.

3. With Holding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang berdasarkan UU memberi
kepercayaan/wewenang kepada p'mak ketiga (bukan pemerintah dan bukan WP yang bersangkutan)
untuk memotong atau memungut pajak yang wajib dipotong/ dipungut dam WP yang wajib
membayarnya. Pihak ketiga wajib menyetorkan hasil pemotongan/pemungutan pajak tersebut. Ciri
With Holding System: (a) Pemotongan/pemungutan pajak dilakukan oleh pihak ketiga (bukan
pemerintah/bukan fiskus). (b) Pemotong/Pemungut pajak wajib menyetorkan hasil
pemotongan/pemungutan pajak tersebut. (c) Pemerintah (fiskus) mengawasi pelaksanaan
pemotongan/pemungutan dan penyetoran oleh pihak ketiga.

B. Hukum Perpajakan

Hukum paiak, yang juga disebut hukum Fiskal, adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang
meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya
kembali kepada masyarakat dengan melalui kas negara, sehingga ia merupakan bagian dari hukum
publik, yang mengatur hubungan-hubungan antara negara dengan orang-orang atau badan-badan
(hukum) yang berkewajiban membayar pajak (selanjutnya sering disebut wajib pajak). (R. Santoso
Brotodihardjo, 1993 : 1)

Hukum pajak ialah suatu kumpulan peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai
pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak. Dengan kata lain, hukum pajak menerangkan:
Siapa-siapa Wajib Pajak (subyek), dan apa kewajiban-kewajiban mereka terhadap pemerintah, hak-
hak pemerintah, obyek-obyek apa yang dikenakan pajak, timbul dan hapusnya hutang pajak, cara
penagihan, cara mengajukan keberatan-keberatan dan sebagainya. (Rochmat Soemitro, 1979: 24-25)

D. Hukum Perpnjakan Materil

Hukum Perpajakan Materil memuat norma-norma yang menerangkan antara lain tentang keadaan,
perbuatan, peristiwa hukum, yaitu (1) Obyek pajak (yang dikenakan pajak), (2) Subyek pajak (siapa
yang dikenakan pajak), (3) Tarif Pajak (berapa besar pajak yang dikenakan), (4) Pengertian
Penghasilan (5) Ketentuan tentang timbul dan hapusnya utang pajak dan (6) Ketentuan tentang
hubungan hukum antara pemungut pajak/ pemerintah dan pembayar pajak (WP). Contoh: UU PPh.
E. Hukum Perpajakan Pormil

Hukum perpajakan formil isinya mengenai bentuk atau cara-cara untuk melaksanakan hukum pajak
materil, bagaimana menjelmakan hukum materiil tersebut menjadi suatu kenyataan Dengan
demikian, hukum perpajakan formil memuat antara lain tentang: (1) Tata cara penyelenggaraan
(prosedur) penetapan dan ketetapan utang pajak; (2) Wewenang fiskus untuk mengadakan
pengawasan kepada para WP mengenai perbuatan, keadaan peristiwa yang menimbulkan utang
pajak; (3) Kewajiban pembayar pajak (WP). yaitu antara lain menghitung, membayar melaporkan
Pembayaran pajak berdasarkan pembukuan/pencatatan, (4) Penagihan pajak dan (5) Prosedur
mengajukan keberatan, banding. Contoh: UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

F.2. asas sesuai falsafah ( Pancasila)

Hukum pajak, yang tertuang dalam perundang-undangan pajak, tidak terkecuali, harus berlandaskan
Pancasila dan Pancasila harus tercermin dan dijabarkan dalam pelaksanaan undang-undang pajak

F.3. asas keadilan

Tujuan hukum ialah mencapai keadilan, maka hukum pajak harus ditunjukkan untuk
terselenggaranya keadilan. Karena Indonesia mempunyai falsafah Pancasila, maka keadilan yang
harus tercermin dalam hukum pajak ialah keadilan menurut konsepsi Pancasila.

F.4. Asas Daya Pikul

Kemampuan membayar pajak dinamakan daya pikul. Kesamaan dalam pemungutan pajak sesuai
asas keadilan yaitu kesamaan dalam daya pikul wajib pajak. Jadi beban pajak harus sama atau
seimbang dengan daya pikul nya. Manifestasi dari asas daya pikul di Indonesia diterapkan melalui
PTKP ( penghasilan tidak kena pajak) dalam UU pajak penghasilan.

F.5. Asas Yuridis

Tugas hukum ialah menjamin kepastian hukum. Kepastian hukum dapat tercapai apabila hukum itu
berbentuk tertulis (UU), yang merupakan peraturan yang skstimatis, logis dan pasti. Hukum pajak
harus dapat memberi perlindungan hukum berupa keadilan. baik bagi masyamkat Wajib pajak
maupun kepada negara/pemerintah. Peraturan yang dibentuk harus tegas dan jelas. Di Indonesia
asas yuridis ini dinyatakan dalam sumber Hukum Pajak. yaitu dalam Pasal 23 A UUD 1945 yang
menyatakan: Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan
undang-undang. Untuk memberikan kepastian hukum perlu diperhatikan beberapa faktor, yaitu: a.
materi obyek: b. subyek yang tersangkut; c. tempat; d. waktu; e. pendefinisian; f. penyempitan/
perluasan; g. ruang Iingkup; h. penggunaan bahasa hukum; i. penggunaan istilah baku: j. syarat-
syarat lain.

E6. Asas Ekonomi

Pajak yang dipungut oleh negara tidak boleh mengakibatkan terhambatnya kelancaran produksi dan
perdagangan.Dengan memberikan fasilitas perpajakan ditujukan untuk mendorong ivestasi dalam
rangka kelancaran produksl dan perdagangan.
E7. Asa: pemungutan yang tepat (Convenience of payment)

Pemungutan pajak dilakukan sedekat mungkin dengan detik diterimannya penghasilan wajib pajak.
Antara lain, pajak dipungut pada saat pegawai menerima gajinya (withholding tax), petani pada
saat panen, kontraktor pada saat menerima pembayaran.

F.8. Asas Kesesuaian dengan Tujuan

Pentingnya pengetahuan, pengertian dan pemahaman, dari pilar-pilar perpajakan yang terdiri dari
para: pembuat UU Perpajakan (Legislauf). Eksekutlf, Yudlkauf, adminsltrasl perpalakan, Indeu dan
masyarakat. Tujuan yang dikaitkan dengan pungutan pajak harus terjelma atau terlaksana sehingga
manfaat dipungutnya pajak dari rakyat betuI-betul dirasakan oleh masyarakat. Kesejahteraan
umum/masyarakat yang merupkan tujuan negara yang dananya dibiayai dari rakyat melalui
pembayaran pajak, harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat dengan bukti-bukti yang
konkrit, maka secara pskkologis adanya pajak akan mendapat respons yang positif dari pihak wajib
pajak.

f. 9. asas efisiensi, finansial

Pemungutan pajak harus efisien, ada dua kriteria, yaltu: efisiensi intern (ongkos pemungutan dan
penagihan pajak: al.Witholdmg tax) dan efisiensi ekstern (pengawasan admknitrasi perpajakan atas
kemungkinan penghindaran/penyelundupan pajak).

F.10.Asas Non-Diskriminasi

Dalam hukum pajak. asas nondiskriminasi berarti bahwa dalam semua kasus yang sama peraturan
pajak harus diberlakukan/diterapkan secara sama/seragam tanpa membedakan golongan/politjk,
suku bangsa, agama. Selain kesamaan dalam hukum paiak. antara lain misalnya sengketa pajak di
pengadilan ,juga kesamaan dalam beban pajak harus sesuai dengan daya pikulnya.

E.11. Asas non-opportunitas

Asas non-opportunitas pada dasarnya merupakan kebalikan dari asas opportunitas. Asas
opportunitas ialah suatu kewenangan yang diberikan kepada jaksa agung untuk mendeponir atau
mengesampingkan perkara. sehingga suatu perkara tidak diusut Iebih lanjut dengan pertimbangan
kepentingan umum. Paiak yang dipungut dari rakyat digunakan untuk kepentingan umum.Uang
negara pada dasarnya berasal dari rakyat (paiak), ialah uang rakyat yang harus
dipertanggungjawabkan kepada rakyat. Segala bentuk penyelewengan uang negara yang berasal dari
rakyat (pajak) harus diadili secara terbuka sebagai pertanggungjawaban kepada rakyat. Pengusutan
undak pidana di bidang perpajakan akan selalu bermanfaat bagi kepentingan umum. algemeen
beelang, yaitu meliputi kepentingan umum. karena uang yang diselewengkan ialah uang milik rakyat,
yaitu dari hasil pajak. Dengan demikian, asas non-opportunitas dalam hukum pajak mutlak
diberlakukan karena sesuai dengan kepentingan umum atau algemeen belang.

F. 12 Asas non-analogi

Analogi sebagai suatu seni dari konstruksi hukum mempunyai pengertian: 20 atau membawa suatu
perbuatan tertentu yang tidak ada peraturannya, ke dalam suatu perbuatan/ perkara lain yang yang
telah diatur, Karena mempunyai unsur kesamaan dengan ruang lingkup peraturan tersebut. Suatu
peraturan yang tadinya tidak diatur, menjadi masuk dalam lingkungan peraturan hukum. Rochmat
soemitro berpendapat bahwa analogi tidak dapat digunakan atau diterapkan, baik dalam hukum
pidana maupun dalam hukum pajak, Karena menerapkan analogi dalam hukum pajak akan banyak
menimbulkan bahaya dan sangat merugikan masyarakat. Karena analogi pada hakekatnya
merupakan wewenang Hakim di pengadilan, maka peraturan pajak atau Direktorat Jenderal Pajak
tidak mempunyai wewenang menggunakan lembaga analogi dan menerapkan peraturan Perundang-
undangan pajak. Apabila Direktorat Jenderal Pajak menerapkan analogi, maka analogi tersebut tidak
mempunyai kekuatan mengikat dan jika analogi dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak ini
menimbulkan ketidak adilan atau merugikan wajib pajak, hal dapat dijadikan sengketa di pengadilan.
Prinsip non analogi dalam hukum pajak, harus dipegang Teguh.

F. 13. Asas-asas dalam peradilan pajak

Wajib pajak akan mencari keadilan di bidang perpajakan melalui Saluran-saluran hukum yang
khusus disediakan oleh uu untuk maksud tersebut.

F. 14. Asas kebebasan mencari keadilan

Apabila terjadi bahwa WP merasa diperlakukan tidak adil, Iya selalu mempunyai hak untuk mencari
keadilan melalui saluran khusus yang disediakan oleh uu. Asas kebebasan mencari keadilan termasuk
hak asasi manusia yang melekat pada diri pribadi manusia.

F. 15. asas kesamaan dihadapan pengadilan

Orang yang bersengketa di depan pengadilan mempunyai kedudukan yang sama tinggi: Tak
pandang kedudukan, pangkat jabatan, agama, aliran dan sebagainya. para pihak yang bersengketa di
muka pengadilan berhak dan dapat menuntut diperlakukan sama, dalam arti diberikan kesempatan
yang sama secara bebas.

F. 16. Asas perlindungan para pihak

Para pihak yang bersengketa harus diberikan perlindungan yang sama: artinya, jika para pihak
kurang mengerti akan hak-haknya, maka mereka harus diberitahu mengenai hal itu titik kalau salah
satu pihak dilanggar oleh pihak lain hal ini juga harus diberitahukan.
F. 17. Azas netralisasi, tidak berat sebelah

Hakim merupakan pejabat yang harus berdiri di atas para pihak, Artinya, Hakim tidak boleh
memihak kepada salah satu pihak. Oleh karena itu, jika antara Hakim dengan sakah satu pihak ada
hubungan khusus, baik hubungan kekeluargaan, maupun hubungan usaha, Hakim harus
mengundurkan diri (verconing plicht, kohinghar), dengan maksud agar Hakim diri bersikap
memihak.

F.18. asas masalah bersifat hukum

masalah yang dibawa ke muka pengadilan (pajak) murni ialah masalah yang bersifat hukum, yang
tunduk pada hukum tertentu sehingga diselesaikan (rechtsvragen). Masalah yang bercorak
kebijaksanaan (beliedsvragen) Tidak dapat diajukan ke pengadilan, dan pengadilan tidak berwenang
menuntut sengketa yang bercorak kebijaksanaan. Kebijaksanaan ialah sesuatu yang diambil
berdasarkan wewenang yang diberikan kepada seorang pejabat berdasarkan pertimbangannya yang
tidak dapat dinilai oleh Hakim. Yang dapat menarik tindakan kebijaksanaan hanya pejabat atasan
langsung, sehingga bila ada sengketa tentang kebijaksanaan, maka hal ini harus dilakukan kepada
atas langsung. Jika Hakim turut campur dengan masalah kebijaksanaan, maka hal ini akan berarti
Hakim turut duduk dalam kursi pelaksanaan administrasi, hal mana dianggap bertentangan dengan
pemisahan kekuasaan yudikatif dan administratif.

F.19. asas kekeluargaan dan kegotongroyongan dalam memutuskan sengketa

Bangsa Indonesia merupakan bangsa berasaskan Pancasila yang mengandung sifat kekeluargaan
dan kegotongroyongan. Dalam perpajakan, ada lembaga surat keberatan. Lembaga surat keberatan
ini merupakan suatu cara penyelesaian sengketa pajak antara wajib pajak dengan Direktorat
Jenderal Pajak yang dilakukan dalam administrasi atau intern administrasi. Sengketa pajak yang
diselesaikan melalui surat keberatan, sifatnya lunak, tidak aku, tidak banyak terikat pada ketentuan
hukum yang kaku. Cara mengemukakan masalah tidak terlalu formal, cara membuktikan juga tidak
keras atau ketat seperti terjadi pada pengadilan titik yang dapat dipermasalahkan dalam surat
keberatan, tidak saja masalah hukumnya, tetapi juga masalah kebijaksanaan. WP dapat secara bebas
mengajukan alasan-alasannya: suasana tidak seperti dalam pengadilan, dimana para pihak saling
dihadapkan dan pula berhadapan dengan hakim titik karena sifatnya yang tidak formal ini, banyak
hal dapat diselesaikan berdasarkan kekeluargaan, berdasarkan saling pengertian dan saling percaya.

F. 20. Asa obyektivitas penilaian

Dalam memutus suatu perkara, Hakim yang tidak berat sebelah atau Netral harus dapat bertindak
objektif, tidak dipengaruhi oleh sifat-sifat subyektif yang mudah dipengaruhi dari luar. Untuk dapat
mengadakan penilaian yang obyektif diperlukan pengetahuan tentang data yang ada hubungannya
dengan perkara dan harus dapat membebaskan dari segala prasangka.

F.21. asas keterbukaan untuk umum (Openbaarheid)

Pengadilan, juga pengajian pajak, yang diadakan di hadapan majelis pertimbangan pajak (sekarang
pengadilan pajak), mempunyai sifat terbuka bagi setiap orang. Maksud Keterbukaan ini lebih
mendukung kenetralan hakim, objektivitas hakim, dan pula mendorong Hakim bersikap lebih
berhati-hati dalam penilaian dan dalam mengambil keputusan.
F. 22. Asas mengikat para pihak

Putusan pengadilan (pajak) mempunyai daya mengikat para pihak yaitu wajib pajak dan Direktorat
Jenderal Pajak. Iq100 dilaksanakan sesuai dengan cara lazim bahkan Bila perlu dapat dipaksakayanm

F. 23. Asas beban bukti

Lazimnya dalam peradilan berlaku adagium Siapa yang mendakwa, wajib membuktikan. Jadi kalau
yang menuntut supaya pajaknya diturunkan maka ia harus membuktikan, Apa sebabnya pajaknya
harus turun. Tetapi adagium ini tidak selalu berlaku, karena Hakim sering memutuskan bahwa yang
harus membuktikan ialah pihak yang lebih mudah memberikan bukti disebut de meest gerede patij.

F.24. kasus motivasi / beralasan putusan

Setiap putusan pengadilan harus diberikan landasan hukum yang kuat dan harus beralasan.
Penolakan tuntutan tidak cukup kalau tidak di berikan alasannya. Tetapi kalau tuntutan dipenuhi
atau dibenarkan, Putusan tidak perlu di beri alasan. maksudnya pemberian alasan atas suatu
penolakan ialah agar pihak yang merasa belum puas atas keputusan itu dapat membantah alasan
yang digunakan untuk menolak permohonan /tuntutan.

F. 25. Asas patuh putusan

Putusan pengadilan merupakan sarana untuk mengakhiri sengketa (pajak) Pengadilan tidak ada
artinya jika putusannya tidak mempunyai daya mengikat. jika putusan pengadilan final, para pihak
hams tunduk, bahkan bila perlu dapat dipisahkan.

F.26. asas opportunitas/non-opportunitas

Dalam sengketa pajak. tidak berlaku asas opportunitas atau atau asas non-uppotunitas. Dalam
sengketa pajak. para pihak memunyai kedudukan yang sama, mempunyai hak yang sama.

F. 27. Asas naik banding

Kata naik banding (apel) yang terdapat dalam hukum pajak sebenarnya ialah kata yang ditinjaun dari
segi yuridjs, kurang tepat. Naik banding dilakukan oleh WP apabila keberatnnya ditolak oleh Kantor
pajak. dengan melampirkan SK Keberatan. Kata minta banding kurang tepat, karena pada
hakekamya perkara yang disebut minta banding itu merupakan sengketa yuridis yang murni. yang
untuk pertama kalinya diajukan kepada suatu lembaga peradilan. Hal hal yang dikemukakan dalam
minta banding tidak perlu sama seperti yang dialukan dalam surat keberatan. bahkan dapat diajukan
haI-hal yang baru. yang dalam surat keberatan tidak pemah dipersoalkan. Jadi. mlnta banding dalam
pajak yang diaksanakan di majelis Pertimbangn Pajak (sekarang Pengadilan Pajak), pada hakekatnya
merupakan penyelesaian tingkat partama dari sengket pajak. yang setaraf dengan pengadilan tingkat
pertama pada pengadilan umum. Dalam Pengadilan Pajak. majelis Pertimbangan Pajak (sekarang
Pengadilan Pajak) ialah satu-satunya pengadilan yang memenuhi syarat peradilan administrasi
murni.

F.  28. Asas penerapan Ordonansi Kepatuhan (Billijkheids Ordonnantie)

Keputusan Majelis Pertimbangan Pajak, merupakan putusan tertinggi yang pada waktu ini
dimungkinkan oleh Hukum Pajak. Diatas itu tidak ada lagi keputusan lembaga lain yang sifatnya
yuridis. Ada satu saluran lagi yang terbuka, setelah Putusan Majelis Pertimbangan pajak. yaitu
penerapan Ordonansi Kepatutan/Btllykheids Ordonnana'e. Pelaksanaan Billijkheids Ordonanntie ini
ada ditangan Presiden, selaku kepala badan ekskutif. Apabila penerapan UU Pajak menyebabkan
ketidakadilan yang besar yang sangat benentangan dengan kepentingan masyarakat umum. maka
presiden atas pemohonan WP yang bersangkutan dapat menerapkan Billijkheids Ordonanntie untuk
menghilangkan ketidakadnan yang besar itu. Setelah Maielis Pertimbangan Pajak meniadi
Pengadilan Pajak yang bermuara pada Mahkamah Agung, maka Billjkheids Ordonnantie tidak perlu
lagi, karena Ma dapat melakukan kasasi terhadap sengketa perpajakan.

F. 29. Asas arbitrase

Bagi pajak yang termasuk dalam hukum publik, sukar untuk menerapkan asas arbitrase seperti
banyak terjadi dalam perdata. Sifat hukum publik yang mengikat itu sukar dilaksanakan dalam
arbitrase apabila timbul sengketa.

F .30. asas ne bis in idem

Asas ne bis idem seperti terdapat dalam pengadilan pada umumnya aku juga terhadap sengketa
pajak ne bis in Idem berarti suatu perkara atau sengketa yang telah diajukan ke badan peradilan
tidak dapat dilakukan untuk kedua kalinya kepada badan peradilan titik apel atau banding bukan
merupakan pengajuan soal yang sama dihadapan badan pengadilan, melainkan merupakan tindak
lanjutan dari suatu sengketa di muka pengadilan. Surat keberatan lain daripada naik banding.
Lembaga surat keberatan tidak termasuk lembaga penyelesaian sengketa pajak secara yuridis
melainkan berdiri sendiri di luar lembaga peradilan murni.

F. 31. Asas kepastian hukum

Dalam hukum pajak kepastian hukum sangat diperlukan, Karena ini mengenai kewajiban setiap
warga negara terhadap negara. Kepastian hukum Yang tersimpul dalam UU banyak bergantung
wadah ketegasan, kejelasan Kepastian yang disebabkan oleh ragu-ragu UU, Susunan kalimat, Atau
dubius atau ragu-ragu. Kepastian hukum memberikan jaminan bahwa subjek hukum tidak akan
diperlakukan secara sewenang-wenang, sehingga setiap orang mengetahui hak dan kewajiban yang
diberikan oleh UU.

F. 32. Asas tertib hukum

Dalam bidang perpajakan, tertib hukum menghendaki bahwa setiap orang tahu kewajibannya dan
melakukan kewajibannya sesuai ketentuan uu. Setiap WP dalam melaksanakan hak dan kewajiban
yang diberikan kepadanya oleh kuuko mah wajib Memegang teguh tertib hukum Itu.
F. 33. Asas legalitas

Dalam bidang perpajakan asas legalitas mempunyai kedudukan yang sangat penting. Jika UU tidak
tegas menyebutkan bahwa WP harus membayar pajak ini itu yang tarifnya sekian, Maka tidak akan
ada orang mau memenuhi kewajibannya secara sukarela. Ketegasan UU sangat diperlukan, lebih-
lebih karena pajak tidak memberikan imbalan secara langsung dapat ditunjuk.

F. 34. Asas pengendalian

Pelaksanaan UU dilakukan oleh badan eksekutlf c.q. Direktorat Jendral Pajak melalui peraturan
pelaksanaan. Peraturan pelaksanan pengendalikan pelaksanaan ketentuan peraturan per-UU-an
pajak yang dikoordinasikan oleh Direktorat jenderal Pajak dengan bantuan Kepala Kantor Wilayah
DIP. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pengendalian itu meliputi bidang teknik dan administrasi,
pengenaan pajak. pemasukan penerimaan pajak. pengawasan pembayaran pajak. penyelesaian
keberatan dan pembayaran kembali kelebihan pembayaran paiak dan |aporan pengendaliaanya.

F. 35. Asas tanggung jawab, asas kejuluran, asas kepercayaan

Asas tanggungjawab ini ialah tanggungjawab WP. Wajib Pajak bertanggungiawab atas segala
kewajiban yang oleh UU dibebankan kepadanya. Salah satu tanggungjawab yang terpenting adalah
memasukan surat pemberitahuan (SPT). lebih-lebih Pajak Penghasilan yang menerapkan
SelfAssessment Sistem, tanggungjawab WP besar sekali. Di samping asas tanggungjawab dalam PPh.
masih terdapat asas kejujuran. yang wajib dimiliki oleh WP. Tanpa asas keiujuran WP,
SelfAssessment tak akan berhasil. Berdasarkan asas kejujuran ini. pemerintah menerapkan asas
kepercayaan dan memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada WP untuk menghltung. membayar
dan melaporkan jumlah pajak yang terutang. Kemudian ada asas tanggungjawab yang sesuai dengan
besar kecilnya perbuatan yang akan dikenakan saksi sesual besar kecilnya perbuatan, antara lain
sanksi administrasi atau sanksi pidana.

E36. Asas daluarsa

Daluarsa dalam hukum pajak dapat menyangkut dua hal yaitu: (a) mengenai hak pemerintah untuk
mengenakan pajak dan (b) mengenai hak pemerintah untuk menagih pajak, termasuk opcenten dan
dendanya dengan surat paksa. Kalau daluarsa itu menyangkut (a) dan (b), maka dalam istilah
perpajakan dikatakan kita berhadapan dengan daluarsa kuat, akan tetapi jika daluarsa itu hanya
mengenai (b), maka kita berhadapan dengan daluarsa Iemah. Dan walaupun pajak sudah daluarsa,
masih juga membayar pajak dengan sukarela tanpa ada paksaan dari Direktorat lenderal Paiak. Dan
jika ini terjadi, maka akan timbul suatu natuurlijke verbintenis (suatu perikatan alamiah). Ada pula
lembaga yang menyerupai daluarsa, tetapi bukan daluarsa, yaitu '

"lampaunya suatu jangka waktu". yang menyebabkan hilangnya hak atau dikenakan denda. Contoh:
(a) jangka waktu memasukkan SPT: (b) jangka waktu memasukkan surat keberatan: (c) jangka
waktu memasukkan surat naik banding; (d) jangka waktu memutuskan surat keberatan (jika tidak
diputuskan dalam jangka waktu 12 bulan terhitung sejak dimasukkan surat keberatan maka surat
keberatan dianggap diterima).

F.37. asas hierarki, kejenjangan

Asas hierarki ini merupakan asas administrasi pajak. Dalam struktur dan organisasi perpajakan,
hierarki ini harus benar-benar diperhatikan urutan peraturan perpajakan menurut hierarki ialah
sebagai berikut: ( 1) Pancasila;( 2) UUD 1945; (3) GBHN/ Keputusan;MPR (4) UU umum dan khusus;
(5) PP; (6) Keputusan Presiden/ Per. Presiden; (7) Kep. /Per. Menteti Keuangan; (8) Kep. /Per.
Direktur jenderal pajak; (9) Kep. / Per. Direktur; (10) Kep. /Per. Kanwil; (11) Kep. /Per. Kepala KPP.

F.38. Asas jaminan, asas rahasia jabatan

Soal pajak merupakan suatu pribadi seseorang yang tidak perlu diketahui orang lain. Oleh karena
itu, Soal pajak yang menyangkut soal harta kekayaan, penghasilan atau utang, merupakan masalah
pribadi yang dijamin oleh UU dan oleh pejabat pelaksana perundang-undangan pajak. Bila rahasia
WP dilanggar maka WP dapat mengajukan tuntutan kepada hakim (delik aduan, klachdelik).
kepastian hukum yang terdapat dalam UU pajak memberikan jaminan kepada WP. wajib pajak harus
dilindungi dan dijamin bahwa web dapat melaksanakan hak hak asasi manusia dengan baik dan
secara bebas.

F39. Asas konsistensi, asas saling menghargai

PBB mempunyai hak untuk diperlakukan secara adil dan konsisten sepanjang masa. Kepatuhan WP
yang konsisten wajib diimbangi dengan perlakuan baik Yang konsisten pula. Asas konsistensi dan
saling menghargai merupakan sandi utama untuk kerjasama yang baik antara WP dan administrasi
perpajakan. Hubungan baik antar WP dan administrasi pajak wajib dipelihara secara konsisten demi
kepentingan umum

F.40. asas etika perpajakan

Etika pada web harus dikembangkan; kejujuran yang mendukung baik buruk harus dipupuk dan
dikembangkan. Bahasa Inggris akan lebih mantap lagi apabila WP diberikan penyuluhan perihal
pajak, sehingga tahu Apa manfaat pajak bagi masyarakat dana Apa manfaat pajak bagi WP. Dengan
menebalkan moral WP akan bersikap lebih baik terhadap negara, Dan tidak akan melakukan
penyelundupan pajak, karena merendahkan martabat warga negara Republik Indonesia. Direktorat
Jenderal Pajak perlu membenahi korps SDM pajak titik khusus tentang kode etik pegawai Direktorat
Jenderal Pajak dinyatakan dalam pasal 36b KUP yaitu: 1. Menteri Keuangan berkewajiban untuk
membuat kode etik pegawai Direktorat Jenderal Pajak. 2. Wajib mematuhi pegawai Direktorat
Jenderal Pajak wajib mematuhi kode etik pegawai Direktorat Jenderal Pajak. 3. Komite kode etik.
Pengawasan pelaksanaan dan penampungan pengaduan pelanggaran kode etik pegawai Direktorat
Jenderal Pajak dilaksanakan oleh komite kode etik yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan peraturan Menteri Keuangan. (Pasal 36 B UU No. 28 Tahun 2007)
F. 41. Asas kerakyatan atau asas demokrasi

Asas kerakyatan atau asas demokrasi memang inheren dalam perpajakan. Pasal 23 A UUD 1945
berbunyi: “ pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan
undang-undang “. Peraturan perundang-undangan pajak tidak dapat diberlakukan sebelum
mendapat persetujuan dari rakyat terlebih dahulu. Persetujuan dari rakyat ini diperoleh dari DPR
yang terdiri dari para wakil sakit, yang langsung dipilih oleh rakyat melalui pemilu. Jika sudah
disetujui DPR ini berarti peraturan pajak akan dituangkan dalam bentuk UU. Maka dengan ini sila
keempat dari Pancasila sudah terjabar dalam UU pajak.

A. Dasar hukum
UU No. 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tatacara perpajakan (KUP) Sebagaimana
telah beberapa kali diubah dan terakhir diubah dengan UU Nomor 28 Tahun 2007 UU Nomor 16
Tahun 2009 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU Nomor 5 tahun 2008
tentang perubahan keempat atas UU No 6 tahun 1983 tentang KUP menjadi UU. ( dalam uraian
selanjutnya digunakan singkatan UU KUP)

6. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dan
administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak
dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

11. surat pemberitahuan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan
perhitungan dan/ atau pembayaran pajak objek pajak dan/ atau bukan objek pajak, dan/ kata harta
dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Cc. penyidik tindak pidana di bidang perpajakan

1. Oleh PNS penyidik di lingkungan DJP. Penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan hanya
dapat dilakukan oleh pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal
Pajak yang Diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana di bidang perpajakan.
2. Penyidik tindak pidana pajak. Menurut penjelasan pasal 44 ayat (1), Pejabat pegawai negeri
sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang dianggap sebagai penyidik tindak
pidana dibidang perpajakan oleh pejabat yang berwenang adalah penyidik tindak pidana di
bidang perpajakan. penyidik tindak pidana di bidang perpajakan dilaksanakan menurut
ketentuan yang diatur dalam undang-undang hukum acara pidana yang berlaku.
3. Wewenang penyidik:
a. menerima, mencari mengumpulkan, dan meneliti Keterangan atau laporan
berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar Keterangan atau laporan
tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
b. peneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau
badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak
pidana di bidang perpajakan;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan
dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
d. Memeriksa buku catatan dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di
bidang perpajakan;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,
pencatatan dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti
tersebut;
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan;
g. Menyuruh berhenti dan / atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau
tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang
benda dan / atau dokumen yang dibawa;
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
i. memanggil orang Untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi;
j. Menghentikan penyidikan; dan/ atau
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan Menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penyitaan. Dalam penjelasan pasal 44 ayat (2) dinyatakan bahwa, pada ayat ini
diatur wewenang pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Direktorat
Jenderal Pajak sebagai penyidik tindak pidana di bidang perpajakan, Termasuk
melakukan penyitaan. Penyitaan tersebut dapat dilakukan, baik terhadap barang
bergerak maupun tidak bergerak, termasuk rekening bank, piutang, dan surat
berharga milik wajib pajak, penanggung pajak, dan/ oto pihak lain yang telah
ditetapkan sebagai tersangka.

4. Memberitahukan penyidik. Penyidik memberitahukan dimulainya penyidikan dan


menyampaikan hasil penyelidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik Pejabat
polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-
undang hukum acara pidana.
5. Bantuan penegak hukum. Dalam rangka pelaksanaan kewenangan penyidik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), penyidik dapat meminta bantuan aparat penegak hukum lain. (Pasal
44 UU Nomor 28 Tahun 2007)

.C. tindak pidana di bidang perpajakan: tindak pidana karena Alpa

Alpa sehingga menimbulkan kerugian pendapatan negara. Setiap orang yang karena kealpaannya:

a. Tidak menyampaikan surat pemberitahuan; atau


b. Menyampaikan surat pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau
melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian
pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan
yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam pasal 13A, di denda paling sedikit 1 (satu)
kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau di Pidana kurungan paling
singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun. ( pasal 38 undang-undang Nomor 28
Tahun 2007)

Sanksi pidana. Dalam penjelasan pasal 38 dinyatakan bahwa: pelanggaran terhadap


kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh wajib pajak, sepanjang menyangkut tindakan
administrasi perpajakan, dikenai sanksi administrasi dengan menerbitkan Surat Ketetapan
Pajak atau surat tagihan pajak, sedangkan yang menyangkut tindak pidana dibidang
perpajakan dikenal sanksi pidana.

Tindak pidana. perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini bukan
merupakan pelanggaran administrasi melainkan merupakan tindak pidana di bidang
perpajakan.

Diharapkan tumbuhnya kesadaran WP. Dengan adanya sanksi pidana tersebut, diharapkan
tumbuhnya kesadaran wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakan seperti yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan Perpajakan.

Lalai. Kealpaan yang dimaksud dalam pasal ini berarti tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau
kurang mengindahkan kewajibannya sehingga perbuatan tersebut dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara.

.D. tindak pidana di bidang perpajakan: tindak pidana dengan sengaja

1. Sengaja menimbulkan kerugian pendapatan negara. Setiap orang yang dengan sengaja:
a. Tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak;
b. Menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau
pengukuhan pengusaha kena pajak;
c. Tidak menyampaikan surat pemberitahuan;
d. Menyampaikan surat pemberitahuan dan / atau keterangan yang isinya tidak benar
atau tidak lengkap;
e. Menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 29;
f. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau
dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang
sebenarnya;
g. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak
memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain;
h. Tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan
atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan
yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi online
di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (11); atau
i. Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau Dipungut. Sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling
sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling
banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
2. Sanksi berat. Menurut penjelasan pasal 39 ayat (1), perbuatan atau tindakan sebagaimana
dimaksud pada ayat ini yang dilakukan dengan sengaja dikenai sanksi yang berat mengingat
pentingnya peranan penerimaan pajak dalam penerimaan negara.
3. Tidak mendaftarkan diri. Dalam perbuatan atau tindakan ini termasuk pula setiap orang
yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri, menyalahgunakan atau menggunakan tanpa
hak Nomor Pokok Wajib pajak, atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak
pengukuhan pengusaha kena pajak.
4. Dua kali sanksi pidana. Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambahkan 1(satu)
kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana Apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di
bidang perpajakan Sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani
pidana penjara yang dijatuhkan.
5. Mencegah pengulangan. Dalam penjelasan pasal 39 ayat (2) dinyatakan bahwa: untuk
mencegah terjadinya pengulangan tindak pidana dibidang perpajakan, bagi mereka yang
melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan Sebelum lewat 1 (satu) tahun sejak
selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan dikenai sanksi
pidana lebih berat ya itu ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana yang
diatur pada ayat (1).
6. Percobaan tindak pidana. Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak
pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau
pengukuhan pengusaha kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, atau
menyampaikan surat pemberitahuan dan / atau keterangan yang isinya tidak benar atau
tidak lengkap, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dalam rangka mengajukan
permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak Omah
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua)
tahun dan denda paling sedikit dua kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/ apa
kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah
restitusi yang dimohonkan dan/ atau Kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan. (Pasal
39 UU Nomor 28 Tahun 2007)
7. Penyalahgunaan NPWP,PKP, dan SPT tidak benar. Menurut penjelasan pasal 39 ayat (3),
penyalahgunaan atau penggunaan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau pengukuhan
pengusaha kena pajak atau penyampaian surat pemberitahuan yang isinya tidak benar atau
tidak lengkap dalam rangka mengajukan permohonan restitusi pajak dan / atau kompensasi
pajak atau pengkreditan pajak yang tidak benar sangat merugikan negara. Oleh karena itu,
Percobaan melakukan tindak pidana tersebut merupakan delik tersendiri.

E. tindak pidana di bidang perpajakan: tindak pidana dengan sengaja menerbitkan nota
menggunakan faktur pajak tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya/ belum dikukuhkan
sebagai pengusaha kena pajak

1. Sengaja. Setiap orang yang dengan sengaja:


a. Menerbitkan dan / atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti
pemotongan pajak, dan / atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi
yang sebenarnya; atau
b. menerbitkan faktur pajak, tetapi belum dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6
(enam) tahun serta denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalam faktur
pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan / atau bukti setoran
pajak dan paling banyak 6 (enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti
pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/ Atau bukti setoran pajak. (Pasal
39A UU Nomor 28 Tahun 2007)
2. Dikenai sanksi pidana. Dalam penjelasan pasal 39 a dinyatakan bahwa: faktur pajak sebagai
bukti pungutan pajak merupakan sarana administrasi yang sangat penting dalam
pelaksanaan ketentuan pajak pertambahan nilai. demikian juga bukti pemotongan pajak dan
bukti pemungutan pajak merupakan sarana untuk mengkreditkan atau pengurangan pajak
terutang sehingga setiap penyalahgunaan faktur pajak, bukti pemotongan pajak, bukti
pemungutan pajak, dan /atau Bukti setoran pajak dalam mengakibatkan dampak negatif
dalam keberhasilan pemungutan pajak pertambahan nilai dan pajak penghasilan. Oleh
karena itu, penyalahgunaan tersebut berupa penerbitan dan / atau penggunaan faktur
pajak, bukti pemotongan pajak, bukti pemungutan pajak, dan/ ing Atau bukti setoran pajak
yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya dikenai sanksi pidana.

F. tindak pidana dibidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah lampau waktu 10 tahun.

1. Sepuluh tahun. Tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah lampau waktu 10
(sepuluh) tahun sejak saat terhutangnya paiak. berakhirnya Masa Pajak. berakhirnya Bagian Tahun
Pajak, atau berakhimya Tahun Pajak yang bersangkutan.(Pasal 4O UU No. 6 Tahun 1983)

2. Kepastian hukum. Menurut penjelasan Pasal 40 . tindak pidana di bidang perpajakan daluwarsa 10
(sepuluh) tahun, dari seiak saat terutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak. Bagian Tahun Paiak atau
Tahun Pajak yang bersangkutan. Hal tersebut dimaksudkan guna memberikan suatu kepastian
hukum bagi Waiib Pajak, Penuntut Umum dan HakimJangka waktu 10 (sepuluh) tahun tersebut
adalah untuk menyesuaikan dengan daluwarsa penyimpanan dokumen-dokumen perpajakan yang
dijadikan dasar penghitungan jumlah pajak yang terutang, selama 10 (sepuluh) tahun

BAB 21 SUBYEK PAJAK PENGHASILAN

A. Dasar Huknm

UU No. 7 Tahun 1983 tentang Paiak Penghasilan tentang Paiak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah, terakhir diubah dengan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pembahan Keempat
Atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. (dalam uraian selanjutnya
disingkat UU PPh)

BAB 22 OBYEK PAJAK PENGHASILAN

A. Dasar Hukum

UU No.7 Tahun 1983 tentang Pajak penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir
diubah dengan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang Undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. (dalam uraian selanjumya disingkat UU PPh)
C. SubyekPajak

1.Yang menjadi Subjek Pajak adalah: (a) 1.0rang pribadi; 2.warisan yang belum terbagi sebagai satu
kesatuan menggantikan yang berhak; (b) badan; dan (c) bentuk usaha tetap.(Pasal 2(1) UU No.
36/2008) Dalam penielasan Pasal 2 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2008 diuraikan sebagai berikut:

2. Orang pribadi; warisan yang belum terbagi. Huruf a: 1. Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat
bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia. 2. Warisan yang belum
terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang
berhak yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai subjek pajak pengganti
dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat
dilaksanakan.

3. Badan Huruf b: Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi:perseroan terbatas,
perseroan komanditer. perseroan Iainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah
dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, . koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan. yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi Iainnya, = lembaga,
danbentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

4. BUMN dan BUMD. Badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah merupakan subjek
pajak tanpa memperhatikan nama dan bentuknya sehingga setiap unit tertentu dari badan
Pemerintah, misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh
penghasilan merupakan subjek pajak.

5. Perkumpulan. Dalam pengertian perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan, perhimpunan.


atau ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama.

B. Obyek Pajak Penghasilan

Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan. yaitu setiap tambahan   kemampuan ekonomis yang:
diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan.
dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:

a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi. uang pensiun, atau imbalan
dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini; Semua pembayaran atau
imbalan sehubungan dengan pekerjaan, seperti upah, gaji, premi asuransi jiwa, dan asuransi
kesehatan yang dibayar oleh pemberi kerja, atau imbalan dalam bentuk lainnya adalah Objek Pajak.
lmbalan dalam bentuk naturaPengertian imbalan dalam bentuk lainnya termasuk imbalan dalam
bentuk natura yang pada hakikatnya merupakan penghasilan.

b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; Dalam pengertian hadiah
termasuk hadiah dari undian, pekerjaan, dan kegiatan seperti hadiah undian tabungan, hadiah dari
pertandingan olahraga dan lain sebagainya.Yang dimaksud dengan penghargaan adalah imbalan
yangdiberikan sehubungan dengan kegiatan tertentu, misalnya imbalan yang diterima sehubungan
dengan penemuan benda-benda purbakala.

c. Laba usaha;

d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengallhan harta termasuk; (d.1) Keuntungan karena
pengallhan harta kepada perseroan. persekutuan. dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal; (d2) Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham. sekutu, atau
anggota yang diperoleh perseroan. persekutuan, dan badan Iainnya: (d3) Keuntungan karena
likuidasi. penggabungan. peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau
reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun; (dA) Keuntungan karena pengalihan harta
berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan
usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan (d.5)
Keuntungan karena peniualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut
serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;

Penjelasan huruf d ini i menyatakan bahwa: .

Selisih harga mempakan keuntunganApabila Wajib Pajak menjual harta dengan harga yang lebih
tinggi dari nilai sisa buku atau lebih tinggi dari harga atau nilai perolehan, selisih harga tersebut
merupakan keuntunganDalam hal penjualan harta tersebut terjadi antara badan usaha dan
pemegang sahamnya, harga jual yang dipakai sebagai dasar untuk penghitungan keuntungan dari
penjualan tersebut adalah harga pasar. Misalnya, PT S memiliki sebuah mobil yang digunakan dalam
kegiatan usahanya dengan nilai sisa buku sebesar Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah). Mobil
tersebut dijual dengan harga Rp60.000.000,00 (enam puluh Juta rupiah). Dengan demikian,
keuntungan PT S yang diperoleh karena penjualan mobil tersebut adalah Rp20.000.000,00 (dua
puluh juta rupiah). Apabila mobil tersebut dijual kepada salah seorang pemegang sahamnya dengan
harga Rp55.000.000.00 (lima puluh lima Juta rupiah), nilai jual mobil tersebut tetap dihitung
berdasarkan harga pasar sebesar Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Selisih sebesar Rp20
000 000,00 (dua puluh iuta rupiah) merupakan keuntungan bagi PT D dan bagj pemegang saham
yang membeli mobil tersebut selisih sebesar Rp5 000.000.00 (lima juta rupiah) mempakan
penghasilan. Keuntungan dari penjualan harta merupakan obyek pajak Apabila suatu badan
dilikuidasi. keuntungan dari penjualan harta,   yaitu selisih antara harga jual berdasarkan harga pasar
dan nilai sisa buku harta tersebut. merupakan obpek pajak. Demikian juga selisih Iebih antara harga
pasar dan nilai sisa buku dalam hal terjadi penggabungan, peleburan. pemekaran, pemecahan, dan
pengambilalihan usaha merupakan penghasilan. Dalam hal terjadi pengalihan hana sebagal
pengganti saham atau penyertaan modal, keuntungan berupa selisih antara harga pasar dari harta
yang diserahkan dan nilai bukunya merupakan penghasilan. Keuntungan berupa selislh antara harga
pasar dan nilai perolehan atau nilai sisa buku atas pengahhan harta berupa hibah, bantuan atau
sumbangan merupakan penghasilan bagi pihak yang mengalihkan kecuali harta tersebut d|hibahkan
kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat. Demikian juga, keuntungan
berupa selisih antara harga pasar dan nilai perolehan atau nilai sisa buku atas pengalihan ham
berupa bantuan atau sumbangan dan hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan
sosial tennasuk yayasan. koperasi, atau orang pribadi yang menialankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur Iebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan bukan merupakan
penghasilan. sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha. pekeriaan, kepemilikan,atau
penguasaan di antara pihak-plhak yang bersangkutan. Dalam hal Wajib Pajak pemilik hak
penambangan mengalihkan sebagian atau seluruh hak tersebut kepada Wajib Pajak lain, keuntungan
yang diperoleh merupakan objek pajak.

e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran
tambahan pengembalian pajak; Pengembalian pajak yang telah dibebankan sebagai biaya pada saat
menghitung Penghasilan Kena Pajak merupakan objek paiak. Sebagai contoh. Pajak Bumi dan
Bangunan yang sudah dibayardan dibebankan sebagai biaya,yang karena sesuatu sebab
dikembalikan, maka jumlah sebesar pengembalian tersebut merupakan penghasilan.

f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan Imbalan karena jamlnan pengembahan utang;

Dalam pengertian bunga termasuk pula premium diskonto dan imbalan sehubungan dengan iaminan
pengembalian utang. Premium terjadi apablla mlsalnya surat obligasi dijual di atas nilai nominalnya
sedangkan diskonto terjadi apabila sum: obligasi dibell dl bawah nilai nominalnya. Premium
tersebutmerupalan penghasilan bagiyangmenerbitkan obligasi dan dlstkonto merupakan
penghasilan bagi yang membeli obligasi.

g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi
kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;

Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis asuransi atau
pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota koperasi.

Termasuk dalam pengertian dividen adalah: (1) Pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak
langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun: (2) Pembayaran kembali karena likuidasi yang
melebihi jumlah modal yang disetor, (3) Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran
termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham; (4) Pembagian laba dalam bentuk
saham; (5) Penmtatan tambahan modal yang dilakukan mnpa penyetoran; (6) lumlah yang melebihi
jumlah setomn sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali
saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan; (7) Pembayamn kembali seluruhnya atau sebagian
dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika
pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secan
sah; (8) Pembayaran sehubungan dengan mnda-tanda laba, termasuk yang diten'ma sebagai
penebusan tanda-tanda laba tersebut; (9) Bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi: (10)
Bagian laba yang diterima oleh pemegang polis; (11) Pembagian berupa sisa hasil usaha kepada
anggota koperasi; (12) Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang
dibebankan sebagai biaya perusahaan.

Pembagian atau pembayaran dividen secara terselubung.

Dalam praktek sering dijumpai pembagian atau pembayaran dividen secara terselubung, misalnya
dalam hal pemegang saham yang telah menyetor penuh modalnya dan memberikan piniaman
kepada perseroan dengan imbalan bunga yang melebihi kewajaran.

Diperlakukan sebagai dividen.

Apabila terjadi hal yangdemikian maka selisih lebihantara bungayang dibayarkan dan tingkat bunga
yang berlaku di pasar, diperlakukan sebagai dividen.

Tidak boleh dlbebankan sebagai biaya

Bagian bunga yang diperlakukan sebagai dividen tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya oleh
perseroan yang bersangkutan.

h. Royalti atau imbalan alas penggunaan hak;

Royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau temtang dengan cara atau perhitungan apa pun,
baik dilakukan secara berkala maupun tidak. sebagai lmbalan atas :(h.1) Penggunaan atau hak
menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau
model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang atau bentuk hak kekayaan
lntelektual/industrial atau hak serupa lainnya; (h.2) Penggunaan atau hak menggunakan
peralatan/perlengkapan Industrial, komersial, atau ilmiah;(h.3) Pemberian pengetahuan atau
informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial;(h.4) Pemberian bantuan tambahan
atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada
angka h.1, penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan tersebut pada angka h.2.
atau pemberlan pengetahuan atau informasl tersebut pada angkah. 3, berupa: (h.4a) Penerimaan
atau hak menerlma rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang disalurkan kepada
masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa; (h.4.b)Penggunaan atau
hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau
radio yang disiarkan/dipancarkan melalui sateIit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa;
(h.4.c) Penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi; (h.5)
Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau pita video
untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio; dan (h.6) Pelepasan seluruhnya atau
sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan
lntelektual/industrial atau hak-hak lamnya sebagaimana tersebut di atas.

i. Sewa dan penghasilan Iain sehubungan dengan penggunaan harta;

Pengertian sewa: Dalam pengertian sewa termasuk imbalan yang diterima atau diperoleh dengan
nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan penggunaan harta gerak atau harta tak gerak,
misalnya sewa mobil, sewa kantor, sewa rumah, dan sewa gudang.

j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; "alimentasi"

Penerimaan berupa pembayaran berkala. misalnya "alimentasi" atau tunjangan seumur hidup yang
dibayar secara berulang-ulang dalam waktu Iertentu.

k. Keuntungan karena pembebasan utang. kecuali sampai dengan jumlah tenentu yang ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah;

Pembebasan utang oleh pihak yang berpiutang dianggap sebagai penghasilan bagi pihak yang
semula berutang, sedangkan bagi pihak yang ber piutang dapat dibebankan sebagai biaya.

Sampai junlah tententu dikecualikan sebagai objrk pajak.

namun, dengan peraturan pemerintah dapat ditetapkan bahwa pembebasan utang debitur kecil
misalnya Kredit Usaha Keluarga prasejahtera (Kukesra), Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Usaha Rakyat
(KUR), kredit untuk perumahan sangat sederhana, serta kredit kecil lainnya sampai dengan jumlah
tertentu dikecualikan sebagai objek pajak.

l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;

Taat asas sesuai Standar Akuntansi Keuangan: Keuntungan yang diperoleh karena iluktuasi kurs mata
uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai
dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.

m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva: Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva
sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 merupakan penghasilan.

n. Premi asuransi; Dalam pengertian premi asuransi termasuk premi reasuransi.

o. luran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggofanya yang terdiri dari Wajib Pajak
yang menialankan usaha atau pekerjaan bebas;
p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;

Tambahan kekayaan neto pada hakekamya merupakan akumulasi penghasilan baik yang telah
dikenakan pajak dan yang bukan Objek Pajak serta yang belum dikenakan pajakApabila diketahui
adanya tambahan kekayaan neto yang melebihi akumulasi penghasilan yang telah dikenakan pajak
dan yang bukan Objek Pajak, maka tambahan kekayaan neto tersebut merupakan penghasilan.

q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah;

Kegiatan usaha berbasis syariah memiliki landasan Hlosofi yang berbeda dengan kegiatan usaha yang
bersifat konvensional. Namun, penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha
berbasis syariah tersebut tetap merupakan objek pajak menurut Undang-Undang inl.

r. lmbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai


ketentuan umum dan tata cara perpaiakan; dan

s. Surplus Bank Indonesia.

Prinsip pemalakan atas penghasilan dalam pengeruan yang luas Undang-Undang ini menganut
prinsip pemalakan atas penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas
setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Palak dari manapun
asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut.

Tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan
kemampuan ekonomis.

Pengertian penghasilan dalam Undang-Undang ini tidak memperhatikan adanya penghasilan dari
sumber tertentu tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak merupakan ukuran terbaik mengenal
kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan
pemerimah untuk kegiatan rutin dan pembangunan.

Kelompok penghasilan

Dilihat dairl mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada

Wajib Pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:


- Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium,
penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya:

- Penghasilan dari usaha dan kegiatan;

- Penghasan dari modal. yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak seperti bunga, dividen,
royalti,  sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha; dan

- Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah.

Dilihat dari penggunaannya. penghasilan dapat dipakai untuk konsumsi dan dapat pula Dlktabung
untuk menambah kekayaan Wajib Pajak. Kerugian dikompensasikan dengan penghasilan lainnya
(kompensasi horizontal)

Karena Undang-Undang ini nl menganut pengertian penghasilan yang luas maka semua jenis
penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak digabungkan untuk mendapatkan
dasar pengenaan pajak. Dengan demikian, apabila dalam satu tahun Pajak suatu usaha atau kegiatan
menderita kerugian, kerugian

Anda mungkin juga menyukai