Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Mata adalah anugerah yang sangat indah dari Allah SWT. Dengan
kedua mata kita dapat menikmati segala bentuk keindahan dunia. Dengan
demikian kesehatan mata harus selalu dijaga. Kesehatan mata tidak hanya
lahiriah yaitu sehat secara anatomi maupun fungsi, tetapi juga rohani yaitu
kesehatan hati.
Terdapat beberapa kelainan yang dapat mengganggu penglihatan dan
penampilan. Contohnya adalah tumor jinak konjungtiva. Terdapat dua jenis
tumor jinak yang bisa tumbuh di konjungtiva yakni pinguekula dan pterigium.
Kedua tumor jinak ini dibedakan berdasarkan lokasi dan menifestasinya.
Pinguekula biasanya tumbuh di sekitar kornea dan berwarna putih kekuningan
yang tidak mengganggu refraksi, sementara pterigium adalah pertumbuhan
jaringan konjungtiva ke dalam kornea dan biasanya menyebabkan kelainan
refraksi.
Pinguekula adalah suatu penonjolan berwarna putih kekuningan yang
tumbuh di dekat kornea. Ukurannya bisa semakin besar. Penyebabnya tidak
diketahui tetapi pertumbuhannya didukung oleh pemaparan sinar matahari dan
iritasi mata.
Penyebab pinguekula tidak begitu dipahami di mana faktor resikonya
adalah paparan sinar ultraviolet. Pinguekula tidak enak dilihat tetapi biasanya
tidak menyebabkan masalah yang serius dan tidak perlu dibuang/diangkat.
Indikasi terapi untuk pinguekula adalah mengurangi ketidaknyamanan dan
juga kepentingan kosmetik.
Pencegahan meliputi menghindari mata dari terpaparnya sinar
ultraviolet, menghindari debu, dan iritan lain yang beresiko. Prognosis
umumnya baik, namun pinguekula dapat berkembang menjadi pterigium.

1
BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS
Nama : Ny. J
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Sumberlawang, Sragen
Tgl pemeriksaan : 10 Oktober 2014
No. RM : 01276548

II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama
Mata terasa mengganjal

B. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dengan keluhan mata kanan terasa mengganjal. Mata
kanan juga nrocos dan terasa silau jika melihat. Keluhan terasa memberat
jika terkena angin, sinar matahari, dan kelelahan. Keluhan dirasakan sejak
tiga bulan yang lalu, yaitu sejak mata kanan pasien terkena cipratan
minyak goreng saat menggoreng lele. Pekerjaan pasien adalah sebagai juru
masak di rumah makan milik keluarganya di Kartasura. Pasien tidak
mengeluhkan adanya rasa nyeri, gatal, cekot-cekot, keluar kotoran dari
mata, mata merah, pusing, mual, dan muntah.
Pasien sudah delapan kali memeriksakan diri di poli mata RSDM
karena keluhan tersebut dan sebelumnya telah diberi obat tetes mata.
Pasien sebelumnya memakai kacamata baca dengan kekuatan +1.50 D.

2
C. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat hipertensi : disangkal

- Riwayat kencing manis : disangkal

- Riwayat alergi : disangkal

- Riwayat trauma : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat hipertensi : disangkal

- Riwayat kencing manis : disangkal

- Riwayat alergi : disangkal

- Riwayat sakit serupa : disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Kesan umum
Keadaan umum tampak sakit ringan, compos mentis, gizi kesan cukup
T = 120/90 mmHg N = 88x/menit Rr = 20x/menit S = 36,5C

B. Pemeriksaan subyektif OD OS
Visus sentralis jauh 6/6 6/6
Pinhole tidak dilakukan tidak dilakukan
Refraksi tidak dikoreksi tidak dikoreksi
Visus sentralis dekat tidak dilakukan tidak dilakukan
Koreksi tidak dikoreksi tidak dikoreksi
Visus Perifer
Konfrontasi test tidak dilakukan tidak dilakukan
Proyeksi sinar tidak dilakukan tidak dilakukan
Persepsi warna tidak dilakukan tidak dilakukan

3
C. Pemeriksaan Obyektif
1. Sekitar mata
Tanda radang tidak ada tidak ada
Luka tidak ada tidak ada
Parut tidak ada tidak ada
Kelainan warna tidak ada tidak ada
Kelainan bentuk tidak ada tidak ada

2. Supercilium
Warna hitam Hitam
Tumbuhnya normal Normal
Kulit sawo matang sawo matang
Geraknya dalam batas normal dalam batas
normal

3. Pasangan Bola Mata dalam Orbita


Strabismus tidak ada tidak ada
Pseudostrabismus tidak ada tidak ada
Exophtalmus tidak ada tidak ada
Enophtalmus tidak ada tidak ada
Anopthalmus tidak ada tidak ada

4. Ukuran bola mata


Mikrophtalmus tidak ada tidak ada
Makrophtalmus tidak ada tidak ada
Ptisis bulbi tidak ada tidak ada

5. Gerakan Bola Mata


Temporal superior normal normal
Temporal inferior normal normal
Temporal normal normal
Nasal normal normal

4
Nasal superior normal normal
Nasal inferior normal normal

6. Kelopak mata
Gerakannya dalam batas normal dalam batas
normal
Lebar rima 10 mm 10 mm
Oedem tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
Entropion tidak ada tidak ada
Ekstropion tidak ada tidak ada

7. Sekitar saccus lakrimalis


Oedem tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada

8. Sekitar glandula lakrimalis


Odem tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada

9. Tekanan intra okuler


Palpasi N N
Tonometer Schiotz 10 mm 10 mm
Non Contact Tonometer tidak dilakukan tidak
dilakukan
Hiperemis tidak dilakukan tidak
dilakukan

10. Konjungtiva
Konjungtiva palpebra superior
Oedem tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
Sekret tidak ada tidak ada

5
Konjungtiva palpebra inferior
Oedem tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
Sekret tidak ada tidak ada
Konjungtiva fornix
Oedem tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
Sekret tidak ada tidak ada
Konjungtiva bulbi
Oedem tidak ada tidak ada
Hiperemis tida kada tidak ada
Sikatrik tidak ada tidak ada
Injeksi konjungtiva tidak ada tidak ada
Injeksi siliar tidak ada tidak ada
Sekret tidak ada tidak ada
Lain-lain pinguekula (+) pinguekula (-)
11. Sklera
Warna putih putih
Penonjolan tidak ada tidak ada

12. Cornea
Ukuran 12 mm 12 mm
Limbus jernih Jernih
Permukaan rata, mengkilap rata,
mengkilap
Sensibilitas normal Normal
Keratoskop (Placido) tidak dilakukan tidak
dilakukan
Fluoresin Test tidak dilakukan tidak
dilakukan
Arcus senilis (-) (-)

13. Kamera Okuli Anterior

6
Isi jernih jernih
Kedalaman dalam dalam

14. Iris
Warna coklat coklat
Gambaran spongious spongious
Bentuk bulat bulat
Sinekia anterior tidak ada tidak ada

15. Pupil
Ukuran 2 mm 2 mm
Bentuk bulat bulat
Tempat sentral sentral
Reflek direct (+) (+)
Reflek indirect (+) (+)
Reflek konvergensi baik baik

16. Lensa
Ada/tidak ada ada
Kejernihan jernih jernih
Letak sentral sentral
Shadow test (-) (-)

17. Corpus vitreum


Kejernihan tidak dilakukan tidak
dilakukan
FOTO PASIEN:

7
OD

OD dan OS

IV. KESIMPULAN PEMERIKSAAN


OD OS
Visus sentralis jauh 6/6 6/6

8
Pinhole tidak dilakukan tidak dilakukan
Refraksi tidak dikoreksi tidak dikoreksi
Visus sentralis dekat tidak dilakukan tidak dilakukan
Sekitar mata dalam batas normal dalam batas
normal
Supercilium dalam batas normal dalam batas
normal
Pasangan bola mata dalam dalam batas normal dalam batas
orbita
normal
Ukuran bola mata dalam batas normal dalam batas
normal
Gerakan bola mata dalam batas normal dalam batas
normal
Kelopak mata dalam batas normal dalam batas
normal
Sekitar saccus lakrimalis dalam batas normal dalam batas
normal
Sekitar glandula lakrimalis dalam batas normal dalam batas
normal
Tekanan Intra okuler dalam batas normal dalam batas
normal
Konjunctiva bulbi pinguekula (+) dalam batas
normal
Sklera dalam batas normal dalam batas
normal
Kornea dalam batas normal dalam batas
normal
Camera oculi anterior dalam batas normal dalam batas
normal
Iris dalam batas normal dalam batas
normal
Pupil dalam batas normal dalam batas
normal
Lensa dalam batas normal dalam batas
normal
Corpus vitreum tidak dilakukan tidak dilakukan

9
V. DIAGNOSIS BANDING
OD Pinguekula
OD Pterigium
OD Pseudopterigium

VI. DIAGNOSIS
OD Pinguekula

VII. PENATALAKSANAAN
A. Nonmedikamentosa
Menghindari paparan asap, debu, dan angin

B. Medikamentosa
Cendo lyteers 6 dd gtt I
Gentamycin ED 4 dd gtt I

VIII. PROGNOSIS OD OS
Ad vitam bonam bonam
Ad sanam dubia ad bonam bonam
Ad fungsionam bonam bonam
Ad kosmetikum dubia ad bonam bonam

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Pinguekula adalah suatu tumor jinak berupa penonjolan berwarna putih
kekuningan di konjungtiva yang biasanya tumbuh di daerah nasal konjungtiva.

B. Anatomi
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian
belakang. Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini.
Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet.
Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea. Selaput ini mencegah
benda-benda asing di dalam mata seperti bulu mata atau lensa kontak (contact
lens), agar tidak tergelincir ke belakang mata. Bersama-sama dengan kelenjar
lacrimal yang memproduksi air mata, selaput ini turut menjaga agar kornea tidak
kering.
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :
a. Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar
digerakkan dari tarsus.
b. Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di
bawahnya.

11
c. Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat
peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar
dengan jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.
Sklera adalah bagian putih bola mata yang bersama-sama dengan
kornea merupakan pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sklera berjalan dari
papil saraf optik sampai kornea. Sklera sebagai dinding bola mata merupakan
jaringan yang kuat, tidak bening, tidak kenyal dan tebalnya kira-kira 1 mm.
Sklera anterior ditutupi oleh 3 lapis jaringan ikat vaskular. Sklera
mempunyai kekakuan tertentu sehingga mempengaruhi pengukuran tekanan bola
mata. Dibagian belakang saraf optik menembus sklera dan tempat tersebut
disebut kribosa. Bagian luar sklera berwarna putih dan halus dilapisi oleh kapsul
Tenon dan dibagian depan oleh konjungtiva. Diantara stroma sklera dan kapsul
Tenon terdapat episklera. Bagian dalamnya berwarna coklat dan kasar dan
dihubungkan dengan koroid oleh filamen-filamen jaringan ikat yang berpigmen,
yang merupakan dinding luar ruangan suprakoroid.
Kekakuan sklera dapat meninggi pada pasien diabetes melitus, atau
merendah pada eksoftalmos goiter, miotika, dan meminum air banyak.

C. Imunologi Mata
Seperti halnya dengan respons imun yang terjadi di organ-organ lain, mata
juga memberikan respons imun, baik humoral maupun selular. Respons imun
humoral terutama terjadi melalui IgE dan sel mast yang mengawali reaksi
alergi. IgG kadar tinggi dalam darah dapat berperan dalam penyakit autoimun
yang mengenai mata seperti pemfigoid mata. Respons imun seluler terutama
melibatkan sel T.
Mata merupakan kelanjutan susunan saraf pusat sedang konjungtiva
merupakan kelanjutan dari jaringan ikat. Sel mast ditemukan dalam
konjungtiva, koroid dan saraf mata serta mukosa konjungtiva yang
merupakan komponen mata. Vitreus dan kornea adalah avaskular dan tidak
dimasuki sel mast. Iris, korpus siliar, dan koroid merupakan lapisan lanjutan

12
sebagai uvea. Uvea terlibat primer dalam hipersensitivitas seluler dan penyakit
kompleks imun, sedang konjungtiva dilibatkan hipersensitivitas cepat atau
alergi.
Mata merupakan bagian tubuh yang unik yang dapat memberikan
petanda dari proses imun aktif langsung seperti endapan Corneal Immune
Rings (CIR), yang analog dengan presipitasi Ouchterlony, floating
lymphocytes (floaters) yang analog dengan migrasi sel dan reaksi serupa
Arthus yang menimbulkan edem dan infiltrasi granulosit di kornea,
konjungtiva dan kulit atas pengaruh mediator kemotaktik seperti C5a.

D. Epidemiologi
Pinguekula tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah
iklim panas dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering.
Faktor yang sering mempengaruhi adalah daerah dekat ekuator, yakni daerah yang
terletak kurang 370 Lintang Utara dan Selatan dari ekuator. Prevalensi tinggi
sampai 22% di daerah dekat ekuator dan kurang dari 2% pada daerah yang
terletak di atas 400 Lintang. Insiden Pinguekula cukup tinggi di Indonesia
yang terletak di daerah ekuator, yaitu 13,1%.
Pasien di bawah umur 15 tahun jarang terjadi Pinguekula. Prevalensi
pinguekula meningkat dengan umur, terutama dekade ke-2 dan ke-3 dari
kehidupan. Insiden tinggi pada umur antara 20 dan 49. Kejadian berulang
(rekuren) lebih sering pada umur muda daripada umur tua. Laki-laki 4 kali
lebih resiko dari perempuan dan berhubungan dengan merokok, pendidikan
rendah, riwayat terpapar lingkungan di luar rumah.

E. Etiologi dan Faktor Resiko


Penyebab pasti terjadinya pinguekula tidak diketahui. Namun terdapat
beberapa faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya pinguekula.Faktor resiko
yang mempengaruhi pinguekula adalah lingkungan yakni radiasi ultraviolet
sinar matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan faktor herediter.
1. Radiasi ultraviolet

13
Faktor resiko lingkungan yang utama sebagai penyebab timbulnya pinguekula
adalah terpapar sinar matahari. Sinar ultraviolet diabsorbsi kornea dan
konjungtiva menghasilkan kerusakan sel dan proliferasi sel. Letak lintang,
waktu di luar rumah, penggunaan kacamata dan topi juga merupakan faktor
penting.
2. Faktor Genetik
Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pinguekula
dan berdasarkan penelitian case control menunjukkan riwayat keluarga
dengan pinguekula, kemungkinan diturunkan autosom dominan.

3. Faktor lain
Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea
merupakan pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limbal
defisiensi, dan saat ini merupakan teori baru patogenesis dari pinguekula.
Debu, kelembaban yang rendah, dan trauma kecil dari bahan partikel tertentu,
dry eye juga dapat menyebabkan pinguekula.

F. Patogenesa
Lesi degeneratif dari konjungtiva bulbar ini terjadi sebagai hasil dari
radiasi sinar ultraviolet (UV), namun sering juga dihubungkan dengan iritasi
benda iritan seperti debu. Sel epithelium yang melapisi pinguekula dapat saja
normal, menipis, atau menebal. Sementara kalsifikasi jarang terjadi.
Pinguekula biasanya terjadi secara bilateral, karena kedua mata
mempunyai kemungkinan yang sama untuk kontak dengan sinar ultra violet, debu
dan kekeringan.
Daerah nasal konjungtiva relatif mendapat sinar ultra violet yang lebih
banyak dibandingkan dengan konjungtiva yang lain, karena disamping kontak
langsung, juga dari pantulan hidung. Hal ini mengakibatkan pinguekula lebih
sering terjadi pada daerah nasal konjungtiva.
Pinguekula dianggap terjadi akibat degenerasi atau degradasi serat
kolagen dalam konjungtiva. Degenerasi konjungtiva menciptakan deposit dan

14
pembengkakan jaringan yang biasanya akan datar.Pinguekula lebih umum terjadi
pada orang paruh baya atau lebih tua.
Hal ini karena seiring bertambahnya usia, kelenjar lakrimalis mulai menurun
fungsinya untuk membasahi mata sehingga mata cenderung kering dan tidak
terlindungi. Namun, mereka bisa muncul lebih awal jika seseorang di bawah
sinar matahari sangat sering. Pinguekula mungkin bertambah parah dari waktu ke
waktu dan tumbuh lebih besar terutama jika perlindungan terhadap matahari
tidak digunakan.

G. Manifestasi Klinis
Pinguekula sering bermanifestasi di dekat limbus pada zona
interpapebral, paling sering daerah nasal, berupa penonjolan putih kekuningan,
deposit subepithelial yang amorf. Pinguekula dapat membesar secara bertahap
dalam periode waktu yang lama. Inflamasi berulang dan iritasi okuli mungkin
dijumpai.

H. Diagnosis
Seorang dokter mata biasanya dapat mendiagnosa pinguekula dengan
observasi eksternal, secara umum menggunkan instrumen yang disebut slit
lamp. Slit lamp adalah sebuah mikroskop dengan sumber cahaya dan dapat
memperjelas struktur mata bagi pemeriksa. Bagaimanapun, karena pinguekula
dapat saja terlihat seperti pertumbuhan jaringan mata yang serius, penting bagi
penderita untuk memeriksakan mata mereka pada ahli mata yang profesional.
Secara histopatologi, jaringan kolagen subepitelial menjadi berfragmen,
bergelombang, dan lebih basofilik dengan pewarnaan hematoksilin-eosin.
Jaringan juga diwarnai dengan pewarna jaringan elastic dan bukan jaringan
yang tidak elastic. Jaringan ini biasanya tidak elastik terhadap terapi dengan
elastase yang tidak mencegah pewarnaan positif untuk elastin. Jenis degenerasi
kolagen ini, sebagaimana karakteristik pewarnaan pada jaringan elastic disebut
elastoid atau degenerasi elastotik atau secara sederhana, elastosis.

15
Ada 3 karakteristik pinguekula yang konsisten:
1. Degenerasi basofilik kolagen (elastosis). Perubahan ini bermanifestasi
sebagai nodul dari degenerasi basofilik terfragmentasi. Juga disebut
degenerasi kolagen elastotic karena akan merosot noda hitam dengan
Verhoeff-van Gieson noda dan memberikan penampilan serat elastis.
Kontroversi muncul karena beberapa peneliti percaya sudah ada serat
elastis yang terlibat sementarayang lain menunjukkan elastase yang tidak
menghilangkan noda tersebut. Ada juga mungkin degenerasi kolagen urat saraf
yang tidak basofilik.
2. Peradangan kronis di substantia propria. Peradangan biasanya dimediasi oleh
limfosit dan sel-sel inflamasi mononuklear.
3. Peningkatan vaskularisasi. Tidak ada dari temuan ini yang khusus, namun
mereka hampir tidak berubah. Selain epitel yang melapisi dikatakan
menipis, epitel dapat pula hiperplastik atau displastik (dalam hal diagnosis
utama adalah displasia). Mungkin terdapat pula fokus keratinisasi.

I. Penatalaksanaan
Terapi lubrikasi untuk mencegah iritasi sering digunakan secara klinis.
Eksisi jaringan pinguekula hanya diindikasikan ketika pinguekula mengganggu
tampilan kosmetik atau lebih jauh pinguekula tersebut menjadi meradang secara
kronis. Penggunaan dari steroid topical dapat juga dipertimbangkan pada
pasien dengan inflamasi kronis. Bagaimanapun, proses penyembuhan pasca
operasi pengangkatan jaringan pinguekula, walaupun tidak sakit, biasanya
membutuhkan waktu yang lama. Biasanya juga terdapat angka kekambuhan
yang tinggi (50-60% di beberapa daerah). Sehingga, operasi biasanya
dihindari jika masalah yang timbul akibat pinguekula tidak begitu signifikan.
Komplikasi pinguekula termasuk; merah, iritasi, skar kronis pada
konjungtiva dan kornea, pada pasien yang belum eksisi, distorsi dan
penglihatan sentral berkurang, skar pada otot rektus medial yang dapat
menyebabkan diplopia.

16
Komplikasi sewaktu operasi antara lain perforasi korneosklera, graft
oedem, graft hemorrhage, retraksi graft, jahitan longgar, korneoskleral dellen,
granuloma konjungtiva, epithelial inclusion cysts, skar konjungtiva, skar
kornea dan astigmatisma, disinsersi otot rektus. Komplikasi yang terbanyak
adalah rekuren pinguekula post operasi.
Beberapa metode telah digunakan untuk mengurangi kekambuhan pasca
operasi. Satu metode yang dapat dipertimbangkan adalah radiasi beta. Walaupun
metode ini efektif pada pertumbuhan ulang pinguekula yang lambat, metode
ini dapat menimbulkan katarak. Metode yang aman digunakan adalah penggunaan
agen antikanker topikal yakni mitomycin-C.

J. Pencegahan
Belum ada hal yang begitu pasti untuk mencegah timbulnya kelainan ini,
ataupun mencegah pinguekula berkembang jadi pterigium. Bagaimanapun,
timbulnya pinguekula dan pterigium telah dihubungkan dengan radiasi sinar
ultraviolet. Oleh karena itu, paparan terhadap sinar matahari harus dikurangi. The
American Optometric Association (AOA) menyarankan bahwa kaca mata hitam
yang dipakai harus mampu menahan 99-100% dari sinar UV-A dan UV-B. Pasien
juga dapat menghindari debu dan iritan lain yang terdapat di lingkungan.

K. Prognosis
Biasanya pinguekula tumbuh secara lambat dan jarang sekali
menyebabkan kerusakan yang signifikan sehingga prognosis terbilang baik.
Sekali lagi, sebuah diagnosis harus dibuat untuk menyingkirkan kelainan yang
serius.

17
BAB IV
KESIMPULAN

Pinguekula adalah salah satu dari jenis tumor jinak yang terdapat pada
konjungtiva. Terdapat dua jenis tumor jinak yang bias tumbuh di konjungtiva
yakni pinguekula dan pterigium. Pinguekula biasanya tumbuh di sekitar
kornea dan berwarna putih kekuningan yang tidak mengganggu refraksi.
Pinguekula tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim
panas dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Penyebab
pasti terjadinya pinguekula tidak diketahui, namun terdapat beberapa faktor
resiko yang mempengaruhi terjadinya pinguekula. Faktor resiko yang
mempengaruhi pinguekula adalah lingkungan yakni radiasi ultraviolet sinar
matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan faktor herediter.
Biasanya pinguekula tumbuh secara lambat dan jarang sekali
menyebabkan kerusajan yang signifikan sehingga prognosis terbilang baik. Sekali
lagi, sebuah diagnosis harus dibuat untuk menyingkirkan kelainan yang serius.

18
DAFTAR PUSTAKA

Darkeh AK. Acute Pinguecula. Last updated 2 Mei 2006. Diunduh dari
www.emedicine.com. (diakses pada tanggal 18 Oktober 2014)

Ilyas S, Mailangkay, Taim H, Saman RR, Simarmata M, Widodo PS: Pinguekula.


Ilmu Penyakit Mata PERDAMI, Ed. Kedua. 239-262. Jakarta 2002, Sagung
Seto

Vaughan, D.G. Asbury, T. Riodan-Eva, P. Pinguekula. dalam : Oftalmologi


Umum, ed. Suyono Joko, edisi 14, Jakarta, Widya Medika, 2000, hal : 220-
232

19

Anda mungkin juga menyukai