Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE

(ADHF) + DIURETIK DI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG

A. MASALAH KESEHATAN
Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) + Diuretik

B. DEFINISI
Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung akut yang
didefinisikan sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala-gejala atau tanda-
tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi ini dapat berupa disfungsi sistolik
maupun diastolic, abnormalitas irama jantung, atau ketidak seimbangan preload dan
afterload. ADHF dapat merupakan serangan baru tanpa kelainan jantung sebelumnya,
atau dapat merupakan dekompensasi dari gagal jantung kronik (chronic heart failure)
yang telah dialami sebelumnya. ADHF muncul bila cardiac output tidak dapat memenuhi
kebuuhan metabolisme tubuh (Putra, 2015).
ADHF adalah didefinisikan sebagai perburukan keadaan dari simtom HF yang
biasanya disebabkan oleh edema pulmonal kardiogenik dengan akumulasi cairan yang
cepat pada paru.
Gagal jantung merupakan gejala-gejala dimana pasien memenuhi ciri berikut:
gejala-gejala gagal jantung, nafas pendek yang khas selama istirahat atau saat melakukan
aktifitas, dan atau kelelahan; tanda-tanda reaksi cairan seperti kongestif pulmonal atau
pembengkakan tungkai (Cruoch MA, DiDomenico RJ, Rodgers Jo E, 2015).

C. ETIOLOGI
Ada beberapa keadaan yang mempengaruhi fungsi jantung. Penyebab yang paling
umum adalah kerusakan fungsional jantung dimana terjadi kerusakan atau hilangnya otot
jantung, iskemik akut dan kronik, peningkatan tahanan vaskuler dengan hipertensi atau
berkembangnya takiaritmia seperti atrial fibrilasi (AF). Penyakit jantung coroner yang
merupakan penyebab penyakit miokard, menjadi penyebab gagal jantung pada 70% dari
pasien gagal jantung. Penyakit katup sekitar 10% dan kardiomiopati sebanyak 10%
(Dickstein K, Cohen SA, Filippatos G, McMurray JJV, Ponikowski P, Atar D et al,
2015). Kardiomiopati merupakan gangguan pada miokard dimana otot jantung secara
struktur dan fungsionalnya menjadi abnormal dengan ketiadaan penyakit jantung coroner,
hipertensi, penyakit katup, atau penyakit jantung kongenital lainnya yang berperan
terjadinya abnormalitas miokard (Dickstein K, Cohen SA, Filippatos G, McMurray JJV,
Ponikowski P, Atar D et al, 2014).
Menurut Joseph (2009) penyebab umum ADHF biasanya berasal dari ventrikel
kiri, disfungsi diastolik, dengan atau tanpa Coronary Artery Disease (CAD), dan
abnormalitas vulvular. Meskipun sebagian pasien ADHF adalah pasien dengan riwayat
Heart Failure (HF) dan jatuh pada kondisi yang buru, 20% pasien lainnya yang
dinyatakan ADHF tidak memiliki diagnose HF sebelumnya.
Menurut ESC Guildelines for the diagnosis and treatment pf acute and chronic
heart failure (2008), penyebab umum gagal jantung karena penyakit otot jantung adalah
sebagai beikut:
Penyakit Jantung Koroner Banyak Manifestasi
Hipertensi Sering dikaitkan dengan hipertrofi ventrikel kanan dan fraks
injeksi
Kardiomiopati Factor genetic dan non-genetik (termasuk yang didapat seperti
myocarditis)
Hypertrophic (HCM), dilated (DCM), restrictive (RCM),
arrhythmogenic right ventricular (ARVC), yang tidak
terklarifikasikan
Obat-obatan ß-Bloker, calcium antagonist, antiarrhytmhics, cytoloxic agent
Toksin Alcohol, cocaine, hypo/hyperthyroidism, Cushing syndrome,
adrenal isufficiency, excessive growth hormone,
phaeochromocytoma
Nutrisional Defisiensi thiamine, selenium, caritine, obesitas, kaheksia
Infiltrative Sarcoidosis, amyloidosis, haemochromatosis, penyakit jaringan
ikat
Lainnya Penyakit chagas infeksi HIV, peripartum cardiomyopathy, gagal
ginjal tahap akhir.
D. TANDA DAN GEJALA
Gejala utama ADHF antara lain sesak napas, konngesti, dan kelelahan yang sering
tidak spesifik untuk gagal jantung dan sirkulasi. Gejala – gejala ini juga dapat disebabkan
oleh kondisi lain yang mirip dengan gejala gagal jantung, komplikasi yang
diidentifikasikan pada pasien dengan gejala ini. Variasi bentuk penyakit pulmonal
termasuk pneumonia, penyakit paru reaktif dan emboli pulmonal, mungkin sangat sulit
untuk dibedakan secara klinis dengan gagal jantung (Lindenfield J, 2010).
Menurut ESC Guildelines for the diagnosis and treatment pf acute and chronic
heart failure (2008), tanda dan gejala acute decompensated heart failure antara lain
tertera dalam table berikut:
Gambaran klinis yang Gejala Tanda
dominan
Edema perifer/ kongesti Sesak napas, kelelahan, Edema Perifer, peningkatan vena jugularis, 
Anoreksia edema pulmonal, hepatomegaly,asites, overl
oad cairan(kongesti), kaheksia
Edema pulmonal Sesak napas yang berat Crackles atau rales pada paru-paru bagian
saatistirahat atas, efusi,Takikardia, takipnea
Syok kardiogenik Konfusi, kelemahan, Perfusi perifer yang buruk,Systolic Blood
(lowoutput syndrome) dingin pada perifer Pressure(SBP) < 90mmHg, anuria atau
oliguria
Tekanan darah Sesak napas Biasanya terjadi peningkatantekanan darah,
tinggi(gagal jantung hipertrofi ventrikel kiri
hipertensif)
Gagal jantung kanan Sesak napas, kelelahan Bukti disfungsi ventrikelkanan, peningkatan
JVP,edema perifer hepatomegaly, kongesti
usus.

E. PATOFISIOLOGI
ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal jantung
kronik asimptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat juga terjadi pada
mereka yang tidak pernah mengalami gagal jantung sebelumnya. Etiologi ADHF dapat
bersumber dari kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler. Etiologi ini beserta dengan
faktor presipitasilainnya akan menimbulkan kelainan atau kerusakan pada jantung yang
diakibatkan oleh proses iskemia miokard atau hipertropi remodeling otot jantung atau
kerusakan katup jantung yang dapat menyebabkan disfungsi ventrikel sehingga terjadi
gangguan preload maupun afterload sehingga menurunkan curah jantung (Price, 2005)
Bila curah jantung menurun, maka tubuh akan mengeluarkan mekanisme
neurohormonal untuk mengkompensasi penurunan curah jantung. Mekanisme ini
melibatkan sistem adrenergik, renin angiotensin dan aldosteron sehingga terjadi
peningkatan tekanan darah akibat vasokonstriksi arteriol dan retensi natrium dan air. Pada
individu dengan remodeling pada jantungnya, mekanisme kompensasi akan
menempatkannya pada keadaan gagal jantung asimptomatik dimana jantungnya telah
mengalami disfungsi terutama ventrikel tetapi masih bisa dikompensasi agar tetap dapat
mempertahankan metabolisme dalam tubuh. Tetapi bila telah mencapai ambang batas
kompensasi, maka mekanisme ini akan terdekompensasi sehingga muncul gejala klinis
tergantung dari ventrikel yang terkena sehingga muncul ADHF (Price, 2005). 
Proses remodeling maupun iskemia miokard akan menyebabkan kontraksi
miokard menurun dan tidak efektif untuk memompa darah. Hal ini akan menimbulkan
penurunanstroke volume dan akhirnya terjadi penurunan curah jantung. Penurunan
kontraktilitas miokard pada ventrikel kiri (apabila terjadi infark di daerah ventrikel kiri)
akan menyebabkan peningkatan beban ventrikel kiri. Hal ini disebabkan
karena penurnan kontraktilitas miokard disertai dengan peningkatan venous return (aliran 
balik vena). Hal ini tentunya akan meningkatkan bendungan darah di paru – paru.
Bendungan ini Bendungan ini akan menimbulkan transudasi cairanakan ke jaringan dan
alveolus paru sehingga terjadilah oedema paru. Oedema ini tentunya akan menimbulkan
gangguan pertukaran gas di paru –paru (Price, 2005). 
Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh akan
melakukan kompensasi melalui perangsangan sistem adrenergik dan RAA untuk memper
tahankan curah jantung ke arah normal. Sedangkan apabila tubuh tidak mampu lagi
melakukan kompensasi, maka penurunan curah jantung akan memicu penurunan aliran
darah ke jaringan berlanjut. Apabila terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, akan
memicu retensi
garam dan air oleh sistem renin angiotensin aldosteron. Retensi ini akan menjadi lebih pr
ogresif karena tidak diimbangi dengan peningkatan tekanan atrium kanan akibat proses
dekompensasi, sehingga terjadi kelebihan volume cairan yang berujung pada oedema
perifer (Price, 2005). 
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan penunjang untuk kasus ADHF menurut Harfiah (2006):
1) Laboratorium :
 Hematologi : Hb, Ht, Leukosit
 Elektrolit : K, Na, Cl, Mg
 Enzim Jantung (CK-MB, Troponim, LDH)
 Gangguan fungsi ginjal dan hati : B UN, Creatinin, Urine Lengkap, SGOT, SGPT
 Gula darah
 Kolesterol, Trigliserida
 Analisa Gas Darah
2) Elektrokardiografi, untuk melihat adanya:
 Penyakit jantung coroner : iskemik, infark
 Pembesaran jantung (LVH : left ventricular hypermerophy)
 Aritmia
 Pericarditis
3) Foto Rontgen Thoraks, untuk melihat adanya:
 Edema alveolar
 Edema interstitials
 Efusi pleura
 Pelebaran vena pulmonalis
 Pembesaran jantung
 Echocardiogram menggambarkan ruang-ruang dan katup jantung
 Radionuklir
 Mengevaluasi fungsi ventrikel
 Mengidentifikasi kelainan fungsi miokard
4) Pemantauan Hemodinamika (Katerisasi Arteri Pulmonal Multilumen) Bertujuan
untuk:
 Mengetahui tekanan dalam sirkulasi jantung dan paru
 Mengetahui saturasi O2 di ruang-ruang jantung
 Biopsi endomiokarditis pada kelainan otot jantung
 Meneliti elektofisiologis pada aritmia ventrikel berat reccurent
 Mengetahui beratnya lesi katup jantung
 Mengidentifikasi penyempitan arteri coroner
 Angiografi ventrikel kiri (identifikasi hipokinetik, aneurisma ventrikel, fungsi
ventrikel kiri)
 Arteriografi koroner (identifikasi lokasi stenosis arteri koroner)
5) Echocardiogram - Menggambarkan ruang-ruang pada jantung

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Tirah Baring
Kebutuhan pemompaan jantung diturunkan, untuk gagal jantung kongesti tahap akut
dan sulit disembuhkan.
2. Pemberian diuretic
Pemberian terapi diuretic bertujuan untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui
ginjal. Obat ini tidak diperlukan bila pasien bersedia merespon pembatasan aktivitas,
digitalis dan diet rendah natrium.
3. Pemberian morphin
Untuk mengatasi edema pulmonal akut, vasodilatasi perifer, menurunkan aliranbalik
vena dan kerja jantung, menghilangkan ansietas karena dispnea berat.
4. Terapi vasodilator
Obat-obat vasoaktif merupakan pengobatan utama pada penatalaksanaan gagal
jantung. Obat ini berfungsi untuk memperbaiki pengosongan ventrikel dan
peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat
diturunkan dan dapat dicapai penurunan dramatis kongesti paru dengan cepat.
5. Terapi digitalis
Digitalis adalah obat utama yang diberikan untuk meningkatkan kontraktilitas
(inotropik) jantung dan memperlambat frekuensi ventrikel serta peningkatan
efisiensi jantung. Ada beberapa efek yang dihasilkan seperti : peningkatan
curahjantung, penurunan tekanan vena dan volume darah, dan peningkatan
diuresisyang mengeluarkan cairan dan mengurangi edema.

6. Inotropik positif
 Dopamin >> Pada dosis kecil 2,5 s/d 5 mg/kg akan merangsang alpha-adrenergik
beta-adrenergik dan reseptor dopamine ini mengakibatkan keluarnya katekolamin
dari sisi penyimpanan saraf. Memperbaiki kontraktilitas curah jantung dan isi
sekuncup. Dilatasi ginjal-serebral dan pembuluh koroner. Pada dosis maximal
10-20 mg/kg BB akan menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban
kerja jantung.
 Dobutamin >> Merangsang hanya betha adrenergik. Dosis mirip dopamine
memperbaiki isi sekuncup, curah jantung dengan sedikit vasokonstriksi dan
tachicardi.
7. Dukungan diet (pembatasan natrium)
Pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi edema,
seperti pada hipertensi atau gagal jantung. Dalam menentukan ukuran sumber natrium
harus spesifik dan jumlahnya perlu diukur dalam milligram.
Tindakan-tindakan mekanis:
 Dukungan mekanis ventrikel kiri (mulai 1967) dengan komterpulasi balon intra
aortic / pompa PBIA. Berfungsi untuk meningkatkan alirankoroner, memperbaiki
isi sekuncup dan mengurangi preload dan afterload ventrikel kiri.
 Tahun 1970, dengan extracorporeal membrane oxygenation (ECMO). Alat ini
menggantikan fungsi jantung paru. Mengakibatkan aliran darah danpertukaran
gas. Oksigenasi membrane extrakorporeal dapat digunakan untukmemberi waktu
sampai tindakan pasti seperti bedah by pass arteri koroner,perbaikan septum
atau transplantasi jantung dapat dilakukan (Nasution,2006)

H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian Primer
1.1) Airway
Kepatenan jalan nafas meliputi pemeriksaan obstruksi jalan nafas, adanya benda
asing, adanya suara nafas tambahan.

1.2) Breathing
Frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu nafas, retraksi dada, adanya
sesak nafas, palpasi pengembangan paru, auskultasi suara nafas, kaji adanya suara
nafas tambahan.
1.3) Circulation
Pengkajian mengenai volume darah dan cardiac output serta adanya
perdarahan. pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna kulit,
nadi.
b. Pengkajian Sekunder
1. Aktivitas/istirahat
 Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri
dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
 Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah
pada aktivitas
2. Sirkulasi
 Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit
jantung, bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septik, bengkak pada kaki,
telapak kaki, abdomen.
 Tanda :
TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan), Tekanan Nadi ; mungkin sempit,
Irama Jantung; Disritmia Frekuensi jantung ; Takikardia Nadi apical ; PMI
mungkin menyebar dan merubah, posisi secara inferior ke kiri, Bunyi
jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4dapat, terjadi, S1 dan S2
mungkin melemah, Murmur sistolik dan diastolic, Warna ; kebiruan, pucat
abu-abu, sianotik, Punggung kuku ;pucat atau sianotik dengan pengisian,
kapiler lambat, Hepar ;pembesaran/dapat teraba, Bunyi napas ;
krekels, ronkhi, Edema ;mungkin dependen, umum atau pitting , khususnya
pada ekstremitas.
3. Integritas ego
 Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan
penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
 Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas,
marah,ketakutan dan mudah tersinggung.
4. Eliminasi
 Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari
(nokturia), diare/konstipasi.
5. Nutrisi
 Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan
signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah,pakaian/sepatu terasa
sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan
diuretic.
 Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites)
serta edema (umum, dependen, tekanan dan pitting).
6. Higiene
 Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.
 Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal
7. Neurosensori
 Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
 Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan
mudahtersinggung.
8. Nyeri/Kenyamanan
 Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kananatas dan
sakit pada otot.
 Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi diri.
9. Pernapasan
 Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau
denganbeberapa bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum,
riwayatpenyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.
 Tanda :
1. Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot
asesoripernpasan.
2. Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk
terusmenerus dengan/tanpa pemebentukan sputum.
3. Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edemapulmonal)
4. Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.
5. Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
6. Warna kulit ; Pucat dan sianosis
10. Interaksi social
 Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik.
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan reflek batuk,
penumpukan secret.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus,
meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
J. INTERVENSI
Diagnosa
No. Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi
keperawatan
1. Penurunan NOC : NIC :
curah jantung 1. Cardiac Pump Cardiac Care
berhubungan effectiveness 1. Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas,lokasi,
dengan 2. Circulation Status durasi)
Perubahan 3. Vital Sign Status 2. Catat adanya disritmia jantung
kontraktilitas 3. Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac
Setelah diberikan asuhan
miokardial/peru output
keperawatan selama ….x….
bahan 4. Monitor status kardiovaskuler
diharapkan tanda vital dalam
inotropik. 5. Monitor status pernafasan yang menandakan
batas yang dapat diterima
gagal jantung
(disritmia terkontrol atau
6. Monitor abdomen sebagai indicator penurunan
hilang) dan bebas gejala
perfusi
gagal jantung.
7. Monitor balance cairan
Kriteria Hasil:
8. Monitor adanya perubahan tekanan darah
1. Tanda Vital dalam
9. Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan
rentang normal (Tekanan
antiaritmia
darah, Nadi, respirasi)
10. Atur periode latihan dan istirahat untuk
2. Dapat mentoleransi
menghindari kelelahan
aktivitas, tidak ada
11. Monitor toleransi aktivitas pasien
kelelahan
12. Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan
3. Tidak ada edema paru,
ortopneu
perifer, dan tidak ada
13. Anjurkan untuk menurunkan stress
asites
4. Tidak ada penurunan
kesadaran
Vital Sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor adanya puls paradoksus
8. Monitor adanya puls alterans
9. Monitor jumlah dan irama jantung
10. Monitor bunyi jantung
11. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
12. Monitor suara paru
13. Monitor pola pernapasan abnormal
14. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
15. Monitor sianosis perifer
16. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
17. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

2. Bersihan jalan NOC : NIC :


nafas tidak 1. Respiratory status : Airway suction
efektif Ventilation 1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
berhubungan 2. Respiratory status : 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
dengan Airway patency suctioning.
penurunan 3. Aspiration Control 3. Informasikan pada klien dan keluarga tentang
reflek batuk, Setelah diberikan asuhan suctioning
penumpukan keperawatan selama ….x…. 4. Minta klien nafas dalam sebelum suction
secret. diharapkan klien dapat dilakukan.
menunjukkan keefektifan 5. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
jalan napas memfasilitasi suksion nasotrakeal
6. Gunakan alat yang steril sitiap melakukan
Kriteria Hasil : tindakan
1. Mendemonstrasikan 7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam
batuk efektif dan suara setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
nafas yang bersih, tidak 8. Monitor status oksigen pasien
ada sianosis dan dyspneu 9. Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan
(mampu mengeluarkan suction
sputum, mampu bernafas 10. Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila
dengan mudah, tidak ada pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan
pursed lips) saturasi O2, dll.
2. Menunjukkan jalan nafas
yang paten (klien tidak Airway Management
merasa tercekik, irama 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau
nafas, frekuensi jaw thrust bila perlu
pernafasan dalam rentang 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
normal, tidak ada suara 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
nafas abnormal) nafas buatan
3. Mampu 4. Pasang mayo bila perlu
mengidentifikasikan dan 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
mencegah factor yang 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
dapat menghambat jalan 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
nafas tambahan
8. Lakukan suction pada mayo
9. Berikan bronkodilator bila perlu
10. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
Lembab
11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2

3. Gangguan NOC : NIC :


pertukaran gas 1. Respiratory Status : Gas Airway Management
berhubungan exchange 1. Pasang mayo bila perlu
dengan edema 2. Respiratory Status : 2. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
paru ventilation 3. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
3. Vital Sign Status 4. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
Setelah diberikan asuhan tambahan
keperawatan selama ….x…. 5. Lakukan suction pada mayo
diharapkan gangguan 6. Berika bronkodilator bial perlu
pertukaran gas teratasi 7. Berikan pelembab udara
Kriteria Hasil : 8. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
1. Mendemonstrasikan keseimbangan.
peningkatan ventilasi dan 9. Monitor respirasi dan status O2
oksigenasi yang adekuat
2. Memelihara kebersihan Respiratory Monitoring
paru paru dan bebas dari 1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha
tanda tanda distress respirasi
pernafasan 2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
3. Mendemonstrasikan penggunaan otot tambahan, retraksi otot
batuk efektif dan suara supraclavicular dan intercostals
nafas yang bersih, tidak 3. Monitor suara nafas, seperti dengkur
ada sianosis dan dyspneu 4. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
(mampu mengeluarkan kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
sputum, mampu bernafas 5. Catat lokasi trakea
dengan mudah, tidak ada 6. Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan
pursed lips) paradoksis)
4. Tanda tanda vital dalam 7. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan /
rentang normal tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan
napas utama
9. auskultasi suara paru setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya
4. Kelebihan NOC : NIC :
volume cairan 1. Electrolit and acid base Fluid management
berhubungan balance 1. Timbang popok/pembalut jika diperlukan
dengan 2. Fluid balance 2. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
menurunnya 3. Hydration 3. Pasang urin kateter jika diperlukan
laju filtrasi 4. Monitor hasil Lab yang sesuai dengan retensi
Setelah diberikan asuhan
glomerulus, cairan (BUN, Hmt , osmolalitas urin  )
keperawatan selama ….x….
meningkatnya 5. Monitor status hemodinamik termasuk CVP,
diharapkan keseimbangan
produksi ADH MAP, PAP, dan PCWP
volume cairan dapat
dan retensi 6. Monitor vital sign
dipertahankan
natrium/air. 7. Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan
Kriteria hasil
(cracles, CVP , edema, distensi vena leher, asites)
1. Terbebas dari edema,
8. Kaji lokasi dan luas edema
efusi, anaskara
9. Monitor masukan makanan/cairan dan hitung
2. Bunyi nafas bersih, tidak
intake kalori harian
ada dyspneu/ ortopneu
10. Monitor status nutrisi
3. Terbebas dari distensi
11. Berikan diuretik sesuai interuksi
vena jugularis, reflek
12. Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi
hepatojugular (+)
dilusi dengan serum Na < 130 mEq/L
4. Memelihara tekanan vena
13. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih
sentral, tekanan kapiler
muncul memburuk
paru, output jantung dan
vital sign dalam batas
Fluid Monitoring
normal
1. Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan
5. Terbebas dari kelelahan,
dan eliminasi
kecemasan atau
2. Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak
kebingungan
seimbangan cairan (Hipertermia, terapi diuretik,
6. Menjelaskan indikator
kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi
kelebihan cairan
hati, dll )
3. Monitor berat badan
4. Monitor serum dan elektrolit urine
5. Monitor serum dan osmilalitas urine
6. Monitor BP, HR, dan RR
7. Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan
irama jantung
8. Monitor parameter hemodinamik infasif
9. Catat secara akutar intake dan output
10. Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem
perifer dan penambahan BB
11. Monitor tanda dan gejala dari edema
12. Beri obat yang dapat meningkatkan output urin

5. Intoleransi NOC : NIC :


aktivitas 1. Energy Conservation Energy Management
berhubungan 2. Self Care : ADLs 1. Observasi adanya pembatasan klien dalam
dengan melakukan aktivitas
Setelah diberikan asuhan
kelemahan 2. Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan
keperawatan selama ….x….
terhadap keterbatasan
diharapkan terjadi
3. Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
peningkatan toleransi pada
4. Monitor nutrisi  dan sumber energi yang adekuat
klien setelah dilaksanakan
5. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan
tindakan keperawatan selama
emosi secara berlebihan
di RS
6. Monitor respon kardiovaskuler  terhadap aktivitas
Kriteria Hasil :
7. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat
1. Berpartisipasi dalam
pasien
aktivitas fisik tanpa
disertai peningkatan
Activity Therapy
tekanan darah, nadi dan
1. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik
RR
dalam merencanakan progran terapi yang tepat.
2. Mampu melakukan
2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
aktivitas sehari hari
mampu dilakukan
(ADLs) secara mandiri
3. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten
yangsesuai dengan kemampuan fisik, psikologi
dan social
4.  Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
5. Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda, dll
6. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang
disukai
7. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan di
waktu luang
8. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
9. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas
10. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
11. Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual

DAFTAR PUSTAKA
Crouch MA, DiDomenico RJ, Rodgers Jo E. 2015. Applying Consensus Guidelines
in the Management of acute decompensated heart failure. California : 41st ASHP
Midyear Clinical
Meeting.www.ashpadvantage.com/website_images/pdf/adhf_scios_06.pdf. Diakses
pada tanggal 24 Maret 2019.
Dickstein K, Cohen SA, Filippatos G, McMurray JJV, Ponikowski P, Atar D et al. 2016. ESC
Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012.
European Journal of Heart Failure [serial on the internet].
http://eurjhf.oxfordjournals.org/content/10/10/933.full.pdf #page= 1&view=FitH.
Diakses pada tanggal 24 Maret 2019.
Hanafiah, A. 2006. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Joseph SM, Cedars AM, Ewald GA, et al. 2015. Acute decompensated heart
failure:contemporary medical management. Tex Heart Inst J.
Lindenfeld J. 2015. Evaluation and Management of Patients with Acute Decompensated Heart
Failure. Journal of Cardiac Failure.
http://www.heartfailureguideline.org/assets/document/2010_heart_failure_guideline_e
c_12.pdf . Diakses pada tanggal 24 Maret 2019.
Mc.Bride BF, White M. 2016. Acute Decompensated Heart Failure: Pathophysiology. Journal of
Medicine. http://www.medscape.com/viewarticle/459179_3. Diakses pada tanggal
24 Maret 2019.
Nasuution SA, Ismail D. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3. Jakarta: EGC
Price A.S Wilson L.M. 2015. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit-edisi 6. Jakarta :
ECG.
Putra, Semara. 2015. Asuhan Keperawatan pada Pasien ADHF. Jakarta : ECG.
Rasad, Sjahriar. 2017. Radiologi Diagnostik Edisi ke-2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Rusdi Gazali,Malueka. 2016. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press.

Anda mungkin juga menyukai