Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN


DIABETES MELITUS TIPE 1 (DM JUVENILE)

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK VI

1. Adelia aurelya putri (P1813040)


2. Trisna Widya Sari (P1813044)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES GRAHA EDUKASI
MAKASSAR
2020/2021
A. PENDAHULUAN

Diabetes melitus secara definisi adalah keadaan hiperglikemia kronik.


Hiperglikemia ini dapat disebabkan oleh beberapa keadaan, di antaranya adalah
gangguan sekresi hormon insulin, gangguan aksi/kerja dari hormon insulin atau
gangguan kedua-duanya (Weinzimer SA, Magge S. 2005).
Sebagai negara berkembang, Indonesia mengalami pertumbuhan yang
cukup pesat, terutama di beberapa daerah tertentu. Pertumbuhan ini juga diikuti
dengan perubahan dalam masyarakat, baik dalam bidang ilmu pengetahuan,
gaya hidup, perilaku, dan sebagainya. Namun, perubahan-perubahan ini juga tak
luput dari efek negatif. Salah satu efek negatif yang timbul dari perubahan gaya
hidup masyakarat modern di Indonesia antara lain adalah semakin meningkatnya
angka kejadian Diabetes Mellitus(DM) yang lebih dikenal oleh masyarakat awam
sebagai kencing manis.
Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolik yang bersifat kronik. Oleh
karena itu, onset Diabetes Mellitus yang terjadi sejak dini memberikan peranan
penting dalam kehidupan penderita. Setelah melakukan pendataan pasien di
seluruh Indonesia selama 2 tahun, Unit Kelompok Kerja (UKK) Endokrinologi
Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mendapatkan 674 data penyandang
Diabetes Mellitus tipe 1 di Indonesia. Data ini diperoleh melalui kerjasama
berbagai pihak di seluruh Indonesia mulai dari para dokter anak, endokrinolog
anak, spesialis penyakit dalam, perawat edukator Diabetes Mellitus, data Ikatan
Keluarga Penyandang Diabetes Mellitus Anak dan Remaja (IKADAR),
penelusuran dari catatan medis pasien, dan juga kerjasama dengan perawat
edukator National University Hospital Singapura untuk memperoleh data
penyandang Diabetes Mellitus anak Indonesia yang menjalani pengobatannya di
Singapura. Data lain dari sebuah penelitian unit kerja koordinasi endokrinologi
anak di seluruh wilayah Indonesia pada awal Maret tahun 2012 menunjukkan
jumlah penderita Diabetes Mellitus usia anak-anak juga usia remaja dibawah 20
tahun terdata sebanyak 731 anak. Ilmu Kesehatan Anak FFKUI (Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia) melansir, jumlah anak yang terkena Diabetes
Mellitus cenderung naik dalam beberapa tahun terakhir ini. Tahun 2011 tercatat
65 anak menderita Diabetes Mellitus, naik 40% dibandingkan tahun 2009. Tiga
puluh dua anak di antaranya terkena Diabetes Mellitus tipe 2. (Pulungan, 2010)
Peningkatan jumlah penderita Diabetes Mellitus yang cukup signifikan di
Indonesia ini perlu mendapatkan perhatian seiring dengan meningkatnya risiko
anak terkena Diabetes Mellitus. Deteksi dini pada Diabetes Mellitus merupakan
hal penting yang harus dilakukan untuk menghindari kesalahan atau
keterlambatan diagnosis yang dapat mengakibatkan kematian. Diabetes Mellitus
tipe 1 yang menyerang anak-anak sering tidak terdiagnosis oleh dokter karena
gejala awalnya yang tidak begitu jelas dan pada akhirnya sampai pada gejala
lanjut dan traumatis seperti mual, muntah, nyeri perut, sesak nafas, bahkan
koma. Dengan deteksi dini, pengobatan dapat dilakukan sesegera mungkin
terhadap penyandang Diabetes Mellitus sehingga dapat menurunkan risiko
kecacatan dan kematian (Pulungan, 2010)

.
B. EPIDEMIOLOGI

Angka kejadian diabetes di USA adalah sekitar 1 dari setiap 1500 anak
(pada anak usia 5 tahun) dan sekitar 1 dari setiap 350 anak (pada usia 18
tahun). Puncak kejadian diabetes adalah pada usia 5-7 tahun serta pada masa
awal pubertas seorang anak. Kejadian pada laki dan perempuan sama
(Weinzimer SA, Magge S. 2005).
Insiden tertinggi diabetes mellitus tipe 1 terjadi di Finlandia, Denmark serta
Swedia yaitu sekitar 30 kasus baru setiap tahun dari setiap 100.000 penduduk.
Insiden di Amerika Serikat adalah 12-15/100 ribu penduduk/tahun, di Afrika
5/100.000 penduduk/tahun, di Asia Timur kurang dari 2/100 ribu penduduk/tahun
(Weinzimer SA, Magge S. 2005).
Insiden di Indonesia sampai saat ini belum diketahui. Namun dari data
registri nasional untuk penyakit DM pada anak dari UKK Endokrinologi Anak PP
IDAI, terjadi peningkatan dari jumlah sekitar 200-an anak dengan DM pada tahun
2008 menjadi sekitar 580-an pasien pada tahun 2011. Sangat dimungkinkan
angkanya lebih tinggi apabila kita merujuk pada kemungkinan anak dengan DM
yang meninggal tanpa terdiagnosis sebagai ketoasidosis diabetikum ataupun
belum semua pasien DM tipe 1 yang dilaporkan. Data anak dengan DM di
Subbagian endokrinologi anak IKA FK UNS/RSUD Dr. Moewardi Surakarta
tahun 2008-2010 adalah sebanyak 11 penderita
DM dengan rincian 4 meninggal karena KAD (semuanya DM tipe 1).
Sedangkan 6 anak yang hidup sebagai penderita DM terdiri dari 3 anak DM tipe
1 serta 4 anak DM tipe 2.

C. KLASIFIKASI
International Society of Pediatric and Adolescence Diabetes dan WHO
merekomendasikan klasifikasi DM berdasarkan etiologi (Tabel 1). DM tipe 1
terjadi disebabkan oleh karena kerusakan sel β-pankreas. Kerusakan yang
terjadi dapat disebabkan oleh proses autoimun maupun idiopatik. Pada DM tipe
1 sekresi insulin berkurang atau terhenti. Sedangkan DM tipe 2 terjadi akibat
resistensi insulin. Pada DM tipe 2 produksi insulin dalam jumlah normal atau
bahkan meningkat. DM tipe 2 biasanya dikaitkan dengan sindrom resistensi
insulin lainnya seperti obesitas, hiperlipidemia, kantosis nigrikans, hipertensi
ataupun hiperandrogenisme ovarium (Rustama DS, dkk. 2010).
Klasifikasi DM berdasarkan etiologi (ISPAD 2009).
1. DM Tipe-1 (destruksi sel-β)
a. Immune mediated
b. Idiopatik
2. DM tipe-2
3. DM Tipe lain
a. Defek genetik fungsi pankreas sel
b. Defek genetik pada kerja insulin
c. Kelainan eksokrin pankreas
Pankreatitis; Trauma/pankreatomi; Neoplasia; Kistik fibrosis;
Haemokhromatosis; Fibrokalkulus pankreatopati; dll.
d. Gangguan endokrin
Akromegali; Sindrom Cushing; Glukagonoma; Feokromositoma;
Hipertiroidisme; Somatostatinoma; Aldosteronoma; dll.
e. Terinduksi obat dan kimia
Vakor; Pentamidin; Asam Nikotinik; Glukokortikoid; Hormon tiroid;
Diazoxid; Agonis -adrenergik; Tiazid; Dilantin; -interferon; dll.
4. Diabetes mellitus kehamilan
Sumber: ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009.

D. KRITERIA DIAGNOSIS

Diabetes melitus ditegakkan berdasarkan ada tidaknya gejala. Bila dengan gejala
(polidipsi, poliuria, polifagia), maka pemeriksaan gula darah abnormal satu kali sudah
dapat menegakkan diagnosis DM. Sedangkan bila tanpa gejala, maka diperlukan paling
tidak 2 kali pemeriksaan gula darah abnormal pada waktu yang berbeda (Rustama DS,
dkk. 2010; ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009).
Kriteria hasil pemeriksaan gula darah abnormal adalah:
1. Kadar gula darah sewaktu >200 mg/dl atau
2. Kadar gula darah puasa >126 mg/dl atau
3. Kadar gula darah 2 jam postprandial >200 mg/dl.
Untuk menegakkan diagnosis DM tipe 1, maka perlu dilakukan pemeriksaan
penunjang, yaitu C-peptide <0,85 ng/ml. C-peptide ini merupakan salah satu
penanda banyaknya sel β-pankreas yang masih berfungsi. Pemeriksaan lain adalah
adanya autoantibodi, yaitu Islet cell autoantibodies (ICA), Glutamic acid
decarboxylase autoantibodies (65K GAD), IA2( dikenal sebagai ICA 512 atau
tyrosine posphatase) autoantibodies dan Insulin autoantibodies (IAA). Adanya
autoantibodi mengkonfirmasi DM tipe 1 karena proses autoimun. Sayangnya
pemeriksaan autoantibodi ini relatif mahal (Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD
Clinical Practice Consensus Guidelines 2009).
E. ETIOLOGI

Dokter dan para ahli belum mengetahui secara pasti penyebab diabetes
tipe- 1. Namun yang pasti penyebab utama diabetes tipe 1 adalah faktor
genetik/keturunan. Resiko perkembangan diabetes tipe 1 akan diwariskan
melalui faktor genetik.
1. Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya
DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang
memiliki tipe antigen HLA (human leucosite antigen). HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan
proses imun lainnya.
2. Faktor-faktor Imunologi
Adanya respons autotoimun yang merupakan respons abnormal
dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan
asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin
endogen.
3. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.

F. PERJALANAN PENYAKIT

Perjalanan penyakit ini melalui beberapa periode menurut ISPAD Clinical


Practice Consensus Guidelines tahun 2009, yaitu:
 Periode pra-diabetes
 Periode manifestasi klinis diabetes
 Periode honey-moon
 Periode ketergantungan insulin yang menetap.
1. Periode pra-diabetes
Pada periode ini gejala-gejala klinis diabetes belum nampak karena baru ada
proses destruksi sel β-pankreas. Predisposisi genetik tertentu memungkinkan
terjadinya proses destruksi ini. Sekresi insulin mulai berkurang ditandai
dengan mulai berkurangnya sel β-pankreas yang berfungsi. Kadar C-peptide
mulai menurun. Pada periode ini autoantibodi mulai ditemukan apabila
dilakukan pemeriksaan laboratorium.
2. Periode manifestasi klinis
Pada periode ini, gejala klinis DM mulai muncul. Pada periode ini sudah
terjadi sekitar 90% kerusakan sel β-pankreas. Karena sekresi insulin sangat
kurang, maka kadar gula darah akan tinggi/meningkat. Kadar gula darah
yang melebihi 180 mg/dl akan menyebabkan diuresis osmotik. Keadaan ini
menyebabkan terjadinya pengeluaran cairan dan elektrolit melalui urin
(poliuria, dehidrasi, polidipsi). Karena gula darah tidak dapat di-uptake
kedalam sel, penderita akan merasa lapar (polifagi), tetapi berat badan akan
semakin kurus. Pada periode ini penderita memerlukan insulin dari luar agar
gula darah di-uptake kedalam sel.
3. Periode honey-moon
Periode ini disebut juga fase remisi parsial atau sementara. Pada periode ini
sisa-sisa sel β-pankreas akan bekerja optimal sehingga akan diproduksi
insulin dari dalam tubuh sendiri. Pada saat ini kebutuhan insulin dari luar
tubuh akan berkurang hingga kurang dari 0,5 U/kg berat badan/hari. Namun
periode ini hanya berlangsung sementara, bisa dalam hitungan hari ataupun
bulan, sehingga perlu adanya edukasi ada orang tua bahwa periode ini
bukanlah fase remisi yang menetap.
4. Periode ketergantungan insulin yang menetap. Periode ini merupakan
periode terakhir dari penderita DM. Pada periode ini penderita akan
membutuhkan insulin kembali dari luar tubuh seumur hidupnya.
Pitfall dalam diagnosis

Diagnosis diabetes seringkali salah, disebabkan gejala-gejala awalnya tidak


terlalu khas dan mirip dengan gejala penyakit lain. Di samping kemiripan gejala
dengan penyakit lain, terkadang tenaga medis juga tidak menyadari
kemungkinan penyakit ini karena jarangnya kejadian DM tipe 1 yang ditemui
ataupun belum pernah menemui kasus DM tipe 1 pada anak. Beberapa gejala
yang sering menjadi pitfall dalam diagnosis DM tipe 1 pada anak di antaranya
adalah:
1. Sering kencing: kemungkinan diagnosisnya adalah infeksi saluran kemih
atau terlalu banyak minum (selain DM). Variasi dari keluhan ini adalah
adanya enuresis (mengompol) setelah sebelumnya anak tidak pernah
enuresis lagi.
2. Berat badan turun atau tidak mau naik: kemungkinan diagnosis adalah
asupan nutrisi yang kurang atau adanya penyebab organik lain. Hal ini
disebabkan karena masih tingginya kejadian malnutrisi di negara kita. Sering
pula dianggap sebagai salah satu gejala tuberkulosis pada anak.
3. Sesak nafas: kemungkinan diagnosisya adalah bronkopnemonia. Apabila
disertai gejala lemas, kadang juga didiagnosis sebagai malaria. Padahal
gejala sesak nafasnya apabila diamati pola nafasnya adalah tipe Kusmaull
(nafas cepat dan dalam) yang sangat berbeda dengan tipe nafas pada
bronkopnemonia. Nafas Kusmaull adalah tanda dari ketoasidosis.
4. Nyeri perut: seringkali dikira sebagai peritonitis atau apendisitis. Pada
penderita DM tipe 1, nyeri perut ditemui pada keadaan ketoasidosis.
5. Tidak sadar: keadaan ketoasidosis dapat dipikirkan pada kemungkinan
diagnosis seperti malaria serebral, meningitis, ensefalitis, ataupun cedera
kepala
(Brink SJ, dkk. 2010)
G. PILAR-PILAR MANAJEMEN DM TIPE 1

Tatalaksana pasien dengan DM tipe 1 tidak hanya meliputi pengobatan


berupa pemberian insulin. Ada hal-hal lain selain insulin yang perlu diperhatikan
dalam tatalaksana agar penderita mendapatkan kualitas hidup yang optimal
dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD
Clinical Practice Consensus Guidelines. 2009)
Terdapat 5 pilar manajemen DM tipe 1, yaitu:
1. Insulin
2. Diet
3. Aktivitas fisik/exercise
4. Edukasi
5. Monitoring kontrol glikemik

1. Insulin
Insulin merupakan terapi yang mutlak harus diberikan pada penderita DM
Tipe 1. Dalam pemberian insulin perlu diperhatikan jenis insulin, dosis
insulin, regimen yang digunakan, cara menyuntik serta penyesuaian dosis
yang diperlukan.
a. Jenis insulin: kita mengenal beberapa jenis insulin, yaitu insulin kerja
cepat, kerja pendek, kerja menengah, kerja panjang, maupun insulin
campuran (campuran kerja cepat/pendek dengan kerja menengah).
Penggunaan jenis insulin ini tergantung regimen yang digunakan.
b. Dosis insulin: dosis total harian pada anak berkisar antara 0,5-1 unit/kg
berat badan pada awal diagnosis ditegakkan. Dosis ini selanjutnya akan
diatur disesuaikan dengan faktor-faktor yang ada, baik pada penyakitnya
maupun penderitanya.
c. Regimen: kita mengenal dua macam regimen, yaitu regimen
konvensional serta regimen intensif. Regimen konvensional/mix-split
regimen dapat berupa pemberian dua kali suntik/hari atau tiga kali
suntik/hari. Sedangkan regimen intensif berupa pemberian regimen basal
bolus. Pada regimen basal bolus dibedakan antara insulin yang diberikan
untuk memberikan dosis basal maupun dosis bolus.
d. Cara menyuntik: terdapat beberapa tempat penyuntikan yang baik dalam
hal absorpsinya yaitu di daerah abdomen (paling baik absorpsinya),
lengan atas, lateral paha. Daerah bokong tidak dianjurkan karena paling
buruk absorpsinya.
e. Penyesuaian dosis: Kebutuhan insulin akan berubah tergantung dari
beberapa hal, seperti hasil monitor gula darah, diet, olahraga, maupun
usia pubertas terkadang kebutuhan meningkat hingga 2 unit/kg berat
badan/hari), kondisi stress maupun saat sakit.

2. Diet
Secara umum diet pada anak DM tipe 1 tetap mengacu pada upaya
untuk mengoptimalkan proses pertumbuhan. Untuk itu pemberian diet terdiri
dari 50-55% karbohidrat, 15-20% protein dan 30% lemak. Pada anak DM
tipe 1 asupan kalori perhari harus dipantau ketat karena terkait dengan dosis
insulin yang diberikan selain monitoring pertumbuhannya. Kebutuhan kalori
perhari sebagaimana kebutuhan pada anak sehat/normal. Ada beberapa
anjuran pengaturan persentase diet yaitu 20% makan pagi, 25% makan
siang serta 25% makan malam, diselingi dengan 3 kali snack masing-masing
10% total kebutuhan kalori perhari. Pemberian diet ini juga memperhatikan
regimen yang digunakan. Pada regimen basal bolus, pasien harus
mengetahui rasio insulin:karbohidrat untuk menentukan dosis pemberian
insulin.

3. Aktivitas fisik/exercise
Anak DM bukannya tidak boleh berolahraga. Justru dengan berolahraga
akan membantu mempertahankan berat badan ideal, menurunkan berat
badan apabila menjadi obes serta meningkatkan percaya diri. Olahraga akan
membantu menurunkan kadar gula darah serta meningkatkan sensitivitas
tubuh terhadap insulin. Namun perlu diketahui pula bahwa olahraga dapat
meningkatkan risiko hipoglikemia maupun hiperglikemia (bahkan
ketoasidosis). Sehingga pada anak DM memiliki beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi untuk menjalankan olahraga, di antaranya adalah target gula
darah yang diperbolehkan untuk olahraga, penyesuaian diet, insulin serta
monitoring gula darah yang aman.
Apabila gula darah sebelum olahraga di atas 250 mg/dl serta didapatkan
adanya ketonemia maka dilarang berolahraga. Apabila kadar gula darah di
bawah 90 mg/dl, maka sebelum berolahraga perlu menambahkan diet
karbohidrat untuk mencegah hipoglikemia.

4. Edukasi
Langkah yang tidak kalah penting adalah edukasi baik untuk penderita
maupun orang tuanya. Keluarga perlu diedukasi tentang penyakitnya,
patofisiologi, apa yang boleh dan tidak boleh pada penderita DM, insulin
(regimen, dosis, cara menyuntik, lokasi menyuntik serta efek samping
penyuntikan), monitor gula darah dan juga target gula darah ataupun HbA1c
yang diinginkan.

5. Monitoring kontrol glikemik


Monitoring ini menjadi evaluasi apakah tatalaksana yang diberikan sudah
baik atau belum. Kontrol glikemik yang baik akan memperbaiki kualitas hidup
pasien, termasuk mencegah komplikasi baik jangka pendek maupun jangka
panjang. Pasien harus melakukan pemeriksaan gula darah berkala dalam
sehari. Setiap 3 bulan memeriksa HbA1c. Di samping itu, efek samping
pemberian insulin, komplikasi yang terjadi, serta pertumbuhan dan
perkembangan perlu dipantau

Tabel Target kontrol metabolik pada anak dengan DM tipe 1


Target Baik
Baik Sedang Kurang
metabolik sekali
<120 <140
<180 >180
Preprandial mg/dL mg/dL

Postprandial <140 <200 <240 >240

Urin reduksi - - +- >+

HbA1c <7% 7-7.9% 8-9% >10%

Sumber: Rustama DS, dkk. 2010.

H. PENUTUP

Penderita terbanyak diabetes mellitus tipe 1 adalah usia anak dan remaja.
Perlu kewaspadaan pada tenaga medis mengenai penyakit ini maupun
komplikasi yang mungkin terjadi yang seringkali salah diagnosis. Keterlambatan
dalam diagnosis akan berakibat fatal bagi keselamatan jiwa penderita DM tipe 1.

Virus masuk ke
Faktor Genetik Respons auto imun tubuh Infeksi Lingkungan
Idiopatik

Kegagalan fungsi seperti virus penyakit gondok


mewarisi mempunyai tipe sistem Imun (mumps) dan virus coxsackie B4,
suatu antigen HLA ( Human
oleh agen kimia yang bersifat
predisposisi Leucocyte Antigen ) Tubuh menyerang
toksik,
tertentu jaringannya sendiri

Kerusakan sel β pankreas

Defisiensi insulin
glikolisis glikogenesis glukoneogenesis

Intake tidak adekuat Pembatasan Diit Hiperglikemia penimbunan gangguan lintas


sarbitol dari polibi (glukosa –
NOC:Nutrition Status sarbitol fruktasi)
lensa
Ketidakseimba NIC: nutritional management
Kolaborasi dg ahli gizi u/ mnentukan
ngan Nutrisi
jumlah kalori & nutrisi yg
Kurang dari
dibutuhkan pasien
keb. tubuh
Berikan makanan yg terpilih (sudah
 lipolisis
dikonsultasikan dengan ahli gizi)

Monitor jumlah nutrisi dan


kandungan kalori
Glukosa tdk smpai ke M Kep : Gang. Katarak
sel yg lapar (starvasi)
Persepsi Sensori
Glukosa tdk(Pengelihatan)
dpt di filtrasi
NOC :oleh
Anxiety Control
glomerulus Osmotic
NIC : ACTIVITY THERAPY
diuretik
Sepakat dengan pasien utuk membatasi tingkat
aktivitas pasien Poliuria
Pantau dan dokumentasikan perubahan status
Pasien
Sel < cairan

Fleksibilitas Urin banyak


mengandung glikosuria
Darah
glukosa

Pelepasan O2
M. Kep:
Kekurangan Dehidrasi
Hipoksia Perifer Volume cairan

M. Kep: NOC: Fluid Balance, Hydration


Ketidakefektifan NIC: Fluid Management,
perfusi jar. perifer polidipsia
Pertahankan catatan intake dan output
NOC: Ciculation Status
yg akurat
NIC:
DAFTAR PUSTAKAPasang urin kateter jika diperlukan
Monitor status hidrasi (Kelembaban
membrane mukosa, nadi adekuat, TD
ortostatik), jika perlu
Brink SJ, Lee WRW, Pillay K, Kleinebreil (2010). Diabetes in children and adolescents,
basic training manual for healthcare professionals in developing countries, 1sted.
Argentina: ISPAD, h 20-21.
Weinzimer SA, Magge S (2005). Type 1 diabetes mellitus in children. Dalam: Moshang
T Jr. Pediatric endocrinology. Philadelphia: Mosby Inc, h 3-18.
Rustama DS, Subardja D, Oentario MC, Yati NP, Satriono, Harjantien N (2010).
Diabetes Melitus. Dalam: Jose RL Batubara Bambang Tridjaja AAP Aman B.
Pulungan, editor. Buku Ajar Endokrinologi Anak, Jakarta: Sagung Seto 2010, h
124-161.
ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009. Pediatric Diabetes 2009: 10.
http://repository.maranatha.edu/3415/3/0910085_Chapter1.pdf (Diakses pada
tanggal 1 Maret 2015)

Anda mungkin juga menyukai