DISUSUN OLEH :
KELOMPOK VI
.
B. EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian diabetes di USA adalah sekitar 1 dari setiap 1500 anak
(pada anak usia 5 tahun) dan sekitar 1 dari setiap 350 anak (pada usia 18
tahun). Puncak kejadian diabetes adalah pada usia 5-7 tahun serta pada masa
awal pubertas seorang anak. Kejadian pada laki dan perempuan sama
(Weinzimer SA, Magge S. 2005).
Insiden tertinggi diabetes mellitus tipe 1 terjadi di Finlandia, Denmark serta
Swedia yaitu sekitar 30 kasus baru setiap tahun dari setiap 100.000 penduduk.
Insiden di Amerika Serikat adalah 12-15/100 ribu penduduk/tahun, di Afrika
5/100.000 penduduk/tahun, di Asia Timur kurang dari 2/100 ribu penduduk/tahun
(Weinzimer SA, Magge S. 2005).
Insiden di Indonesia sampai saat ini belum diketahui. Namun dari data
registri nasional untuk penyakit DM pada anak dari UKK Endokrinologi Anak PP
IDAI, terjadi peningkatan dari jumlah sekitar 200-an anak dengan DM pada tahun
2008 menjadi sekitar 580-an pasien pada tahun 2011. Sangat dimungkinkan
angkanya lebih tinggi apabila kita merujuk pada kemungkinan anak dengan DM
yang meninggal tanpa terdiagnosis sebagai ketoasidosis diabetikum ataupun
belum semua pasien DM tipe 1 yang dilaporkan. Data anak dengan DM di
Subbagian endokrinologi anak IKA FK UNS/RSUD Dr. Moewardi Surakarta
tahun 2008-2010 adalah sebanyak 11 penderita
DM dengan rincian 4 meninggal karena KAD (semuanya DM tipe 1).
Sedangkan 6 anak yang hidup sebagai penderita DM terdiri dari 3 anak DM tipe
1 serta 4 anak DM tipe 2.
C. KLASIFIKASI
International Society of Pediatric and Adolescence Diabetes dan WHO
merekomendasikan klasifikasi DM berdasarkan etiologi (Tabel 1). DM tipe 1
terjadi disebabkan oleh karena kerusakan sel β-pankreas. Kerusakan yang
terjadi dapat disebabkan oleh proses autoimun maupun idiopatik. Pada DM tipe
1 sekresi insulin berkurang atau terhenti. Sedangkan DM tipe 2 terjadi akibat
resistensi insulin. Pada DM tipe 2 produksi insulin dalam jumlah normal atau
bahkan meningkat. DM tipe 2 biasanya dikaitkan dengan sindrom resistensi
insulin lainnya seperti obesitas, hiperlipidemia, kantosis nigrikans, hipertensi
ataupun hiperandrogenisme ovarium (Rustama DS, dkk. 2010).
Klasifikasi DM berdasarkan etiologi (ISPAD 2009).
1. DM Tipe-1 (destruksi sel-β)
a. Immune mediated
b. Idiopatik
2. DM tipe-2
3. DM Tipe lain
a. Defek genetik fungsi pankreas sel
b. Defek genetik pada kerja insulin
c. Kelainan eksokrin pankreas
Pankreatitis; Trauma/pankreatomi; Neoplasia; Kistik fibrosis;
Haemokhromatosis; Fibrokalkulus pankreatopati; dll.
d. Gangguan endokrin
Akromegali; Sindrom Cushing; Glukagonoma; Feokromositoma;
Hipertiroidisme; Somatostatinoma; Aldosteronoma; dll.
e. Terinduksi obat dan kimia
Vakor; Pentamidin; Asam Nikotinik; Glukokortikoid; Hormon tiroid;
Diazoxid; Agonis -adrenergik; Tiazid; Dilantin; -interferon; dll.
4. Diabetes mellitus kehamilan
Sumber: ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009.
D. KRITERIA DIAGNOSIS
Diabetes melitus ditegakkan berdasarkan ada tidaknya gejala. Bila dengan gejala
(polidipsi, poliuria, polifagia), maka pemeriksaan gula darah abnormal satu kali sudah
dapat menegakkan diagnosis DM. Sedangkan bila tanpa gejala, maka diperlukan paling
tidak 2 kali pemeriksaan gula darah abnormal pada waktu yang berbeda (Rustama DS,
dkk. 2010; ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009).
Kriteria hasil pemeriksaan gula darah abnormal adalah:
1. Kadar gula darah sewaktu >200 mg/dl atau
2. Kadar gula darah puasa >126 mg/dl atau
3. Kadar gula darah 2 jam postprandial >200 mg/dl.
Untuk menegakkan diagnosis DM tipe 1, maka perlu dilakukan pemeriksaan
penunjang, yaitu C-peptide <0,85 ng/ml. C-peptide ini merupakan salah satu
penanda banyaknya sel β-pankreas yang masih berfungsi. Pemeriksaan lain adalah
adanya autoantibodi, yaitu Islet cell autoantibodies (ICA), Glutamic acid
decarboxylase autoantibodies (65K GAD), IA2( dikenal sebagai ICA 512 atau
tyrosine posphatase) autoantibodies dan Insulin autoantibodies (IAA). Adanya
autoantibodi mengkonfirmasi DM tipe 1 karena proses autoimun. Sayangnya
pemeriksaan autoantibodi ini relatif mahal (Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD
Clinical Practice Consensus Guidelines 2009).
E. ETIOLOGI
Dokter dan para ahli belum mengetahui secara pasti penyebab diabetes
tipe- 1. Namun yang pasti penyebab utama diabetes tipe 1 adalah faktor
genetik/keturunan. Resiko perkembangan diabetes tipe 1 akan diwariskan
melalui faktor genetik.
1. Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya
DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang
memiliki tipe antigen HLA (human leucosite antigen). HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan
proses imun lainnya.
2. Faktor-faktor Imunologi
Adanya respons autotoimun yang merupakan respons abnormal
dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan
asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin
endogen.
3. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.
F. PERJALANAN PENYAKIT
1. Insulin
Insulin merupakan terapi yang mutlak harus diberikan pada penderita DM
Tipe 1. Dalam pemberian insulin perlu diperhatikan jenis insulin, dosis
insulin, regimen yang digunakan, cara menyuntik serta penyesuaian dosis
yang diperlukan.
a. Jenis insulin: kita mengenal beberapa jenis insulin, yaitu insulin kerja
cepat, kerja pendek, kerja menengah, kerja panjang, maupun insulin
campuran (campuran kerja cepat/pendek dengan kerja menengah).
Penggunaan jenis insulin ini tergantung regimen yang digunakan.
b. Dosis insulin: dosis total harian pada anak berkisar antara 0,5-1 unit/kg
berat badan pada awal diagnosis ditegakkan. Dosis ini selanjutnya akan
diatur disesuaikan dengan faktor-faktor yang ada, baik pada penyakitnya
maupun penderitanya.
c. Regimen: kita mengenal dua macam regimen, yaitu regimen
konvensional serta regimen intensif. Regimen konvensional/mix-split
regimen dapat berupa pemberian dua kali suntik/hari atau tiga kali
suntik/hari. Sedangkan regimen intensif berupa pemberian regimen basal
bolus. Pada regimen basal bolus dibedakan antara insulin yang diberikan
untuk memberikan dosis basal maupun dosis bolus.
d. Cara menyuntik: terdapat beberapa tempat penyuntikan yang baik dalam
hal absorpsinya yaitu di daerah abdomen (paling baik absorpsinya),
lengan atas, lateral paha. Daerah bokong tidak dianjurkan karena paling
buruk absorpsinya.
e. Penyesuaian dosis: Kebutuhan insulin akan berubah tergantung dari
beberapa hal, seperti hasil monitor gula darah, diet, olahraga, maupun
usia pubertas terkadang kebutuhan meningkat hingga 2 unit/kg berat
badan/hari), kondisi stress maupun saat sakit.
2. Diet
Secara umum diet pada anak DM tipe 1 tetap mengacu pada upaya
untuk mengoptimalkan proses pertumbuhan. Untuk itu pemberian diet terdiri
dari 50-55% karbohidrat, 15-20% protein dan 30% lemak. Pada anak DM
tipe 1 asupan kalori perhari harus dipantau ketat karena terkait dengan dosis
insulin yang diberikan selain monitoring pertumbuhannya. Kebutuhan kalori
perhari sebagaimana kebutuhan pada anak sehat/normal. Ada beberapa
anjuran pengaturan persentase diet yaitu 20% makan pagi, 25% makan
siang serta 25% makan malam, diselingi dengan 3 kali snack masing-masing
10% total kebutuhan kalori perhari. Pemberian diet ini juga memperhatikan
regimen yang digunakan. Pada regimen basal bolus, pasien harus
mengetahui rasio insulin:karbohidrat untuk menentukan dosis pemberian
insulin.
3. Aktivitas fisik/exercise
Anak DM bukannya tidak boleh berolahraga. Justru dengan berolahraga
akan membantu mempertahankan berat badan ideal, menurunkan berat
badan apabila menjadi obes serta meningkatkan percaya diri. Olahraga akan
membantu menurunkan kadar gula darah serta meningkatkan sensitivitas
tubuh terhadap insulin. Namun perlu diketahui pula bahwa olahraga dapat
meningkatkan risiko hipoglikemia maupun hiperglikemia (bahkan
ketoasidosis). Sehingga pada anak DM memiliki beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi untuk menjalankan olahraga, di antaranya adalah target gula
darah yang diperbolehkan untuk olahraga, penyesuaian diet, insulin serta
monitoring gula darah yang aman.
Apabila gula darah sebelum olahraga di atas 250 mg/dl serta didapatkan
adanya ketonemia maka dilarang berolahraga. Apabila kadar gula darah di
bawah 90 mg/dl, maka sebelum berolahraga perlu menambahkan diet
karbohidrat untuk mencegah hipoglikemia.
4. Edukasi
Langkah yang tidak kalah penting adalah edukasi baik untuk penderita
maupun orang tuanya. Keluarga perlu diedukasi tentang penyakitnya,
patofisiologi, apa yang boleh dan tidak boleh pada penderita DM, insulin
(regimen, dosis, cara menyuntik, lokasi menyuntik serta efek samping
penyuntikan), monitor gula darah dan juga target gula darah ataupun HbA1c
yang diinginkan.
H. PENUTUP
Penderita terbanyak diabetes mellitus tipe 1 adalah usia anak dan remaja.
Perlu kewaspadaan pada tenaga medis mengenai penyakit ini maupun
komplikasi yang mungkin terjadi yang seringkali salah diagnosis. Keterlambatan
dalam diagnosis akan berakibat fatal bagi keselamatan jiwa penderita DM tipe 1.
Virus masuk ke
Faktor Genetik Respons auto imun tubuh Infeksi Lingkungan
Idiopatik
Defisiensi insulin
glikolisis glikogenesis glukoneogenesis
Pelepasan O2
M. Kep:
Kekurangan Dehidrasi
Hipoksia Perifer Volume cairan