Anda di halaman 1dari 15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Penelitian yang Relevan

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan, penelitian interferensi bahasa

khususnya pada Program Studi Pendidikan Pahasa, Sastra Indonesia dan Daerah

sudah pernah dilaksanakan oleh Meilisa Novita Balino (2011) dengan judul

“Interferensi Kata dalam Bahasa Mori Dialek Molio’a Terhadap Bahasa

Indoesia di SMAN 1 Mori Atas”. Penelitian ini menguraikan bentuk-bentuk

interferensi kata bahasa Mori dialek Molio’a terhadap penggunaan bahasa

Indonesia di SMAN 1 Mori Atas. Pada penelitian ini ditemukan interferensi kata

dialek Molio’a dalam bentuk fonologi, morfologi dan sintaksis. Selanjutnya,

ST.Hadijah (2012) dengan judul “ Interferensi Bahasa Bugis terhadap

Penggunaan Bahasa Indonesia di Desa Paddumpu Kabupaten Toli-toli”.

Penelitian ini menguraikan interferensi fonologi bahasa Bugis terhadap

penggunaan Bahasa Indonesia di desa Padumpu Kabupaten Toli-toli didapatkan

bentuk interferensi dalam bidang fonologi.

Dari beberapa penelitian yang sudah dilakukan, semuanya meneliti

mengenai bentuk tuturan. Namun dalam Penelitian ini, peneliti akan meneliti

interferensi bahasa Pamona dalam teks narasi siswa SMP Negeri 3 Pamona

Selatan.

6
7

2.2 Kajian Pustaka

2.2.1 Hakikat Bahasa

Bahasa adalah suatu sistem simbol lisan yang arbiter yang dipakai oleh

anggota suatu masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi antar

sesamanya, berlandaskan pada budaya yang mereka miliki bersama (Darjowidjojo

2010:6). Sejalan Menurut Chaer dan Agustina (2012:14) Bahasa adalah alat untuk

menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau juga perasaan. Lynos (dalam buku

Aslinda dan Len, 2010:1) dikatakan bahwa bahasa harus bersistem, berwujud

simbol yang kita lihat dan kita dengar dalam lambang, serta bahasa digunakan

oleh masyarakat dalam berkomunikasi.

Chaer dan Agustina (2004:12) mengatakan bahwa bahasa itu bersifat

dinamis, maksudnnya bahasa itu tidak lepas dari berbagai kemungkinan

perubahan yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Bahasa juga bersifat universal,

artinya memiliki ciri-ciri yang sama dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di dunia

ini. Ciri-ciri universal ini tentunya merupakan unsur bahasa yang paling umum,

yang bisa dikaitkan dengan ciri-ciri atau sifat-sifat bahasa lain. Selanjutnya

pendapat (Chaer 2012:33) bahasa adalah suatu lambang bunyi bersifat arbitrer,

digunakan oleh suatu masyarakat tutur untuk bekerja sama, berkomunikasi dan

mengidentifikasi diri.

Selain itu menurut pendapat (Seyawati 2010:1) bahasa adalah alat

komunikasi dan kerja sama yang paling yang paling efektif dalam berkomunikasi.

Selanjutnya adapun pendapat (Chaer 2006:1)bahasa adalah suatu sistem lambang


8

bunyi, bersifat arbiter, digunakan oleh suatu masyarakat tutur untuk bekerja sama,

berkomunikasi dengan mengidentifikasi diri.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa

adalah sistem lambang berupa bunyi yang bersifat sewenang-wenang yang

diapakai oleh anggota masyarakat untuk saling berhubungan, berinteraksi,

berkomunikasi, dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Halim (dalam Setyawati, 2010:1) sebagai bahasa nasional fungsi

bahasa adalah: (1) Lambang kebanggan nasional; (2) Lambang identitas nasional;

(3) alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial,

budaya, dan bahasa; (4) alat perhubungan antar budaya dan daerah. Menurut

Ismawati. (2006:9) Sebagai bahasa Negara fungsi bahasa adalah : (1) bahasa

resmi Negara; (2) bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan; (3)

bahasa resmi dalam perhubungan antar tingkat nasional, baik untuk kepentingan

perencanaan dan pelaksanaan pembangunan maupun untuk kepentingan

pemerintah; (4) bahasa resmi di dalam kebudayaan dan pemanfaatan ilmu

pengetahuan dan teknologi modern.

Berdasarkan dari pendapat para ahli yang dikemukakan diatas,maka fungsi

bahasa yaitu: (1) alat untuk berinteraksi sosial; (2) alat untuk berkomunikasi; (3)

alat untuk menjalankan kegiatan; (4) alat untuk menesuaikan diri dengan norma-

norma sosial; (5) alat penghubung; (6) alat pemersatu.

Penggunaan bahasa dalam masyarakat sosiolinguistik merupakan ilmu

antardisiplin sosiologi dan linguistik, dua bidang ilmu empiris yang mempunyai
9

kaitan sangat erat. Sosiologi adalah kajian yang objektif dan ilmiah mengenai

manusia di dalam masyarakat, dan proses sosial yang ada dalam masyarakat

sedangkan linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa atau bidang

ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Jadi sosiolinguistik adalah

ilmu yang mempelajari bahasa dalam masyarakat yang digunkan dalam

berkomunikasi sehari-hari dilingkungan masyarakat. Menurut. Sumarsono.

(2008:7) objek utama sosiologi bukan bahasa, melainkan masyarakat, dan dengan

tujuan mendiskripsikan masyarakat dan tingkah laku.dan objekutama

sosiolinguistik adalah variasi bahasa, bukan masyarakat. Kridaklasana (dalam

Chaer dan Agustina, 2004:2) mendefinisikan sosiolinguistik adalah ilmu yang

mempelajari ciri dan berbagai variasi bahasa, serta hubungan diantara para

bahasawan dengan ciri dan fungsi varian bahasa itu di dalam suatu masyarakat

bahasa. sosiolinguistk berhubungan dengan perincian-perincian penggunaan

bahasa yang sebenarnya, seperti deskripsi pola-pola pemakaian bahasa/dialek

dalam budaya tertentu. Pemilihan bahasa/dialek tertentu dilakukan oleh penutur,

topik dan latar pembicara.

2.2.2 Perubahan, Pergeseran, dan Pemerataan Bahasa

Bahasa dapat berubah karena adanya paerubahan menyangkut bahasa

sebagai kode, dimana sesuai dengan sifatnya dinamis, dan sebagai akibat

persentuhan dengan kode-kode lain. Pergeseran bahasa menyangkut masalah

mobilitas penutur dimana sebagai akibat dari perpindahan penutur atau para

penutur itu sendiri yang menyebabkan terjadinya pergeseran itu. Sedangkan

pemerataan bahasa lebih menyangkut masalah sikap atau penilaian terhadap suatu
10

bahasa, untuk tetap menggunakan bahasa tersebut di tengah-tengah bahasa

lainnya.

1. Perubahan Bahasa

Pertanyaan pertama yang mengusik pikira kita dalam

membicarakan masalah perubahan bahasa adalah, apakah perubahan

bahasa itu dapat diamati atau diobservasi Wardhaught (dalam Chaer dan

Agustina 2010:134)

Perubahan bahasa (linguistik change) adalah mengenai soal bahasa

sebagai kode, dimana sesuai dengan sifatnya yang dinamis, dan sebagai

akibat persentuhan dengan kode-kodelain, bahasa itu bisa berubah.

Perubahan itu dapat terjadi pada semua tataran linguistik; fonologi;

morfologi; sintaksis; semantik; maupun leksikon.

2. Pergeseran Bahasa

Pergeseran bahasa (language shifi) menyangkut masalah

penggunaan bahasa oleh seorang penutur atau sekelompok penutur yang

bisa terjadi sebagai akibat perpindahan dari satu masyarakat tutur ke

masyarakat tutur yang lainnya. Misalnya jika seorang penutur pindah ke

tempat lain yang menggunakan bahasa yang lain, dan bercampur dengan

mereka. Pendatang ini untuk keperluan komunikasi mau tidak mau, harus

menesuaikan diri dengan menanggalkan bahasanya sendiri, lalu

menggunakan bahasa penduduk setempat.


11

3. Pemerataan Bahasa

Pemerataan bahasa menyangkut masalah sikap atau penilaian

terhadap suatu bahasa, untuk tetap menggunakan bahasa tersebut di

tengah-tengah bahasa lainnya. Dapat disaksikan bahwa penggunakan B1

oleh sejumah penutur dari suatu masyarakat yang bilingual atau

multilingual cenderung menurun akibat adanya B2 yang mempunyai

fungsi yang lebih superior.

2.2.5 Pemilihan Bahasa

Variabel pedorong timbulnya pemilihan bahasa dalam proses terjadinya

interferensi adalah dominan keluarga, persahabatan, agama, pendidikan,dan

pekerjaan. Domain keluarga dan persahabatan menekankan aspek keakraban

sedangkan domain agama, pendidikan, dan pekerjaan menekankan aspek status.

Menurut Fasold (Chaer, 2004:153) hal yang pertama yang terbayang bila

masyarakat memikirkan bahasa adalah “bahasa keseluruhan”dimana

membyangkan dalam masyarakat bilingual atau multilingual berbicara dua bahasa

atau lebih dan memilh yang mana harus dilakukan. Dalam hal ini, ada tiga jenis

pilihan yang dilakukan, yaitu pertama dengan ahli kodenya artinya menggunakan

satu bahasa pada satu keperluan dan menggunakan bahasa yang lain pada

keperluan lain. Kedua dengan melakukan campur kode, artinya menggunakan satu

bahasa tertentu dengan dicampuri serpihan-serpihan dari bahasa lain. Ketiga

memilih satu variasi yang sama.

2.2.6 Bilingualisme
12

Istilah bilingualisme dalam bahasa Indonesia disebut juga kedwibhasaan

dan istilahnya secara harfiah sudah dapat dipahami apa maksudnya blingualisme

itu, yaitu berkenaan dengan penggunaan duabahasa atau dua kode bahasa. Secara

sosiolinguistik, secara umum bilingualisme diartikan seagai penggunaan duaa

bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

bergantian Mackey dan Fisham (Chaer,2004:84) untuk menggunakan dua bahasa

tentunya penutur harus menguasai kedua bahasa itu.

Pertama, bahasa ibunya sendiri atau bahasa pertamanya (disingkat B1) dan

yang kedua adalah bahasa lain yang menjadi bahasa keduanya (disingkat B2)

penutur yang dapat menggunakan kedua bahasa itudisebut bilingual (dalam

bahasa Indonesia disebut juga kedwibahasaan) sedangkan kemampuan untuk

menggunakan dua bahasa disebut bilingulitas.

2.2.7 Pengertian Interferensi

Istilah interferensi pertama kali digunkan oleh Weinreidi (1953), untuk

menyebut adanya perubahan sistem suatu bahasa sehubung dengan adanya

persentuhan bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh

penutur yang bilingual, bilingual adalah penutur yang menggunkan dua bahasa

secara bergantian (Chaer dan Agustina, 2010:120)

Kemampuan dwibahasa atau penutur bilingual sangat bervariasi, ada

penutur yang menguasai B1 dan B2 sama baiknya tetapi ada pula yang tidak.

Selanjutnya ada yang kemampuan ternhadap B2nya sangat minim. Penutur


13

bilingual yang mempunyai kemampuan terhadap B1 dan B2 sama baiknya tentu

tidak kesulitan untuk menggunakan kedua bahasa tersebut kapan saja diperlukan.

Interferensi secara umum dapat diartikan sebagai pencampuran dalam

bidang bahasa. Pencampuran yang dimaksud adalah pencampuran dua bahasa atau

saling pengaruh antara dua bahasa. Menurut Hartman dan Stork (dalam Chaer dan

Agustina, 2010:121) interferensi merupakan pengacuan yang terjadi sebagai

akibat terbawany kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa ibu atu dialek ke dalam

bahasa. Namun dalam situasi sosiolinguistik yang banyak dibicarakan adalah

interferensi yang dikemukakan oleh Weinreich (dalam Chaer dan Agustina, 2-

19:122) dalam bukunya language in contact, interfernsi yang dimaksud adalah

interferensi yang tampak dalam perubahan sistem suatu bahasa, baik mengenai

sistem fonologi, morfologi, maupun sistem lainnya.

Berdasarkan definisi interferensi para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa

interferensi adalah pengacuan yang terjadi akibat terbawanya kebiasaan ujaran

bahasa ibu (B1) terhadap penggunaan bahasa Indonesia B2 sehingga adanya

peristiwa seperti ini dapat memunculkan pencampuran penggunaan bahasa antara

bahasa ibu dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional oleh penutur

bilingual. Dengan adanya hal seperti ini akan mengakibatkan persentuhan dengan

mengalihkan unsur bahasa daerah kedalam bahasa Indonesia saa bertutur atau

berinteraksi sehingga menyimpang dari kaidah atau aturan bahasa yang digunakan

khususnya bahasa Indonesia.


14

1.2.8 Jenis Jenis Interferensi

Interferensi merupakan gejala umum dalam sosiolinguistik yang terjadi

sebagai akibat dari kontak bahasa, yaitu penggunaan dua bahasa, yaitu

penggunaan dua bahasa atau lebih dalam masyarakat tutur yang multilingual.

Wenreich (dalam Chaer 2010:122) juga membagi bentuk-bentuk

interferensi atas tiga bagian, yaitu interferensi fonologi, interferensi morfologi,

dan interferensi sintaksis.

1. Interferensi Fonologi

Fonologi berasal dari bahasa Yunani yaitu phone yang berarti ‘bunyi’ dan

logos yang berarti ‘ilmu’ sebagai ilmu. Fonologi lazim diartikan sebagai bagian

dari kajian linguistik yang mempelajari, membahas, membicarakan, dan

menganalisis bunyi-bunyi bahasa yang diproduksi oleh alat ucap manusia (Chaer,

2009:1).

Aslinda dan Syafyahya (2010:67) mengatakan bahwa interferensi di

bidang fonologi terjadi bila penutur mengidentifikasi fonem system bahasa

pertama, kemudian memakainya dalam system bahasa kedua (bahasa sasaran(.

Dalam mengucapkan kembali bunyi itu, penutur menyesuaikan pengucapannya

dengan aturan fonetik bahasa pertama (BI). Dalam tataran fonologi, keberadaan

fonem-fonem suatu bahasa memegang peranan yang penting.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa interferensi fonologi

merupakan penyimpangan dalam bentuk tata bunyi suatu bahasa dengan


15

menyerap bunyi-bunyi bahasa lain. Diambil contoh kata tidak akan mengalami

penghilangan fonem /k/ di akhir sehingga menjadi kata tida.

2. Interferensi Morfologi

Morfologi berasal dari bahasa Yunani yaitu morf yang artinya ‘bentuk’

dan logi artinya ‘ilmu’. Morfologi yaitu bagian ilmu bahasa yang membicarakan

seluk beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata

dannterhadap golongan dan arti kata (Tarigann, 2009:4). Selanjutnya Menurut

Aslinda dan Leni (2007:75) interferensi dalam bidang morfologi dapat terjadi

antara lain pada penggunaan unsur-unsur pembentuk kata, pola proses morfologis

dan afiks.

Dari penjelasan di atas, bahwa interferensimorfologi merupakan bentuk

penyimpangan bahasa, yakni adanya unsur bahasa lain yang mempengaruhi

bahasa lainnya yang berkaitan dengan seluk-beluk kata, perubahan kata, dan

makna perubahan kata tersebut. Sebagai contoh kata sekolah menjadi kata

mosikolah

3. Interferensi Sintaksis

Menurut M. Ramlan (1987:21) "sintaksis merupakan bagian atau cabang

dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk wacana, kalimat, klausa, dan

frase. Berbeda dengan moflrfologi yang mebicarakan seluk-beluk kata dan

morfem".
16

Adanya interferensi yang terjadi tentu menjadi pengaruh negatif terhadap

penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar karena dlam struktur kalimat

bahasa daerah berbeda dengan struktur bahasa Indonesia. Tapi jika ditinjau dari

segi pengembangan bahasa, interferensi tersebut merupakan sebuah kekayaan

bahasa yang dimiliki oleh Negara Indonesia. Sebagai contoh pigi beli mie dua

yang seharusnya pergi beli mie dua bungkus

2.2.9 Faktor-faktor Terjadinya Interferensi

Menurut Wenreich (Avid, 2008) ada beberapa faktor yang menyebabkan

terjadinya interferensi, antara lain:

1). Kedwibahasaan Peserta Tutur

Kedwibahasaan peserta tutur merupakan pangkal terjadinya interferensi

dan berbagai pengaruh lain dari bahasa sumber, baik dari bahasa daerah maupun

bahasa asing. Hal itu disebabkan terjadinya kontak bahasa dalam diri penutur

yang dwibahasawan,yang pada akhirnya dapat menimbulkan interferensi.

2). Tipisnya Kesetiaan Pemakai Bahasa Penerima

Tipisnya kesetiaan dwibahasawan terhadap bahasa penerima cenderung

akan menimbulkan sikap kurang positif. Hal ini menyebabkan pengabaian kaidah

bahasa penerima yang digunakan dan pengambilan unsur-unsur bahasa sumber

yang dikuasai penutur secara tidak terkontrol. Sebagai akibatnya akan mucul

bentuk interferensi dalam bahasa penerima yang sedang digunakan oleh penutur,

baik secara lisan maupun tertulis.


17

3). Tidak Cukupnya Kosakata Bahasa Penerima

Perbedaan kata suatu bahasa pada umumnya hanya terbatas pada

pengungkapan berbagai segi kehidupan yang terdapat di dalam msyarakat yang

bersangkutan, serta bagi kehidupan lain yang dikenalnya. Oleh karena itu, jika

masyarakat itu bergaul dengan segi kehidupan baru dari luar, akan bertemu dan

mengenal konsep baru yang dipandang perlu. Karena mereka belum mempunyai

kosakata untuk mengungkapkan konsep baru tersebut, lalu mereka menggunakan

kosakata bahasa sumber untuk mengungkapkannya, secara sengaja pemakai

bahasa akan menyerap atau meminjam kosakata bahasa sumber untuk

mengungkapkan konsep baru tersebut. Faktor ketidak cukupan atau terbatasnya

kosakata bahasa penerima untuk mengungkapkan suatu konsep baru dalam bahasa

sumber, cenderung akan menimbulkan terjadinya interferensi.

4). Menghilangnya Kata-kata yang Jarang Digunakan

Kosakata dalam suatu bahasa yang jarang dipergunakan cenderung akan

menghilang. Jika hal ini terjadi, berarti kosakata bahasa yang bersangkutanakan

menjadi kian menipis. Apabila bahasa tersebut dihadapkan pada konsep baru dari

luar, disatu pihak akan memanfaatkan kembali kosakata yang sudah menghilang

dan dilain pihak akan menyebabkan terjadinya interferensi, yaitu penyerapan atau

peminjaman kosakata baru dari bahasa sumber.

5). Kebutuhan Akan Sinonim

Sinonim dalam pemakaian bahasa mempunyai fungsi yang cukup penting,

yaitu sebagai variasi dalam pemilihan kata untuk menghindari pemakaian kata
18

secara berulang-ulang yang bisa mengakibatkan kejenuhan. Dengan adanya kata

yang bersisnonim, pemakai bahasa dapat mempunyai variasi kotakata yang

dipergunakan untuk menghindari pemakaian kata secara berulang-ulang. Karena

adanya sinonim ini cukup penting, pemakai bahasa sering melakukan interferensi

dalam bentuk penyerapan atau peminjaman kosakata baru dari bahasa sumber

untuk memberikan sinonim pada bahasa penerima. dengan demikian, kebutuhan

kosakata yang bersinonim dapat mendorong pemakaian bahasa.

Berdasarkan definisi oleh para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa

interferensi adalah pengacuan yang terjadi akibat terbawanya krbiasaan ujaran

bahasa ibu (B1) terhadap penggunaan bahasa indonesia (B2) sehingga dengan

adanya peristiwa seperti ini dapat memunculkan pencampuran penggunaan bahasa

antara bahasa ibu dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional oleh penutur

bilingual. Kemampuan dengan adanya hal seperti ini akan mengakibatkan

persentuhan dengan mengalihkan unsur bahasa daerah kedalam bahasa Indonesia

saat bertutur atau berinteraksi sehingga menyimpang dari kaidah atau aturan

bahasa yang digunakan khususnya bahasa Indonesia.

2.2.11 Hakikat Teks Narasi

Teks narasi adalah karangan yang berisi rangkaian peristiwa. Menurut

suparno dan Yunus (2010:4.31) narasi atau sering disebut juga naratif berasal dari

kata bahasa inggris narration (cerita) dan narrative (yang menceritakan). Karangan

narasi menyajikan serangkaian peristiwa. Dengan kata lain, teks semacam ini
19

hendak memenuhi keingintahuan pembaca yang selalu bertanya, “apa yang

terjadi?”

Narasi merupakan suatu bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah

tindak-tanduk yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang

terjadi dalam suatu kesatuan waktu (Keraf, 2007:136) oleh karenanya, pengarang

harus mampu menyampaikan runtutan peristiwa secara berurut yang dituangkan

dalam bentuk tulisan.

Narasi atau kisahan cerita merupakan ungkapan gagasan tertulis yang

subjeknya berupa peristiwa atau kejadian yang saling berhubungan (Nurhadi,

2017:186) cerita juga bisa dikatakan sebagai karangan yang mengisahkan suatu

peristiwa yang disusun secara kronologis (berdasarkan sistematika waktu) jadi

kata kunci paragraf cerita adalah peristiwa.

Dalam teks narasi, siswa mampu mencritakan atau mengisahkan suatu kejadian

atau peristiwa yang benar-benar terjadi. Untuk memiliki keterampilan mengarang

yang baik siswa dituntut memiliki kosa kata yang banyak dan pengetahuan

kaidah-kaidah penulisan, sehingga tulisannya dapat diterima khalayak ramai. Teks

narasi ini biasanya berisi opini dan fakta.

Menurut Gorys Keraf (2000:136) Ciri-ciri atau karakteristik teks narasi adalah

sebagai berikut:

1. Menonjolkan unsur perbuatan atau tindakan

2. Dirangkai dalamurutan waktu

3. Berusaha menjawab pertanyaan “apa yang terjadi?”


20

4. Ada konfiks

Narasi dibangun oleh sebuah alur cerita. Alur ini tidak akan menarik jika

tidak ada konfiks. Selain alur cerita, konfiks dan susunan kronologis.

Ciri-ciri narasi lebih lengkap lagi diungkapkan oleh Atar Semi (2003:31) sebagai

berikut:

1. Berupa cerita tentang peristiwa atau pengalaman penulis.

2. Kejadian atau peristiwa yang disampaikan berupa peristiwa yang

disampaikan berupa peristiwa yang benar-benar terjadi, dapat berupa

semata-mata imajinasi atau gabung keduanya.

3. Berdasarkan konfiks, karena tanpa konfiks biasanya narasi tidak menarik.

4. Memiliki nilai estetika.

5. Menekankan susunan secara kronologis.

Anda mungkin juga menyukai