Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan obsesif kompulsif atau obsessive compulsive disorder
(OCD) berasal dari dua kata yaitu obsession dan compulsion. Obsesi
(obsession) adalah pikiran, ide, atau dorongan yang kuat, berulang, dan
mengganggu. Sedangkan kompulsi (compulsion) adalah tingkah laku yang
repetitif (seperti mencuci tangan atau memeriksa pintu atau gembok) atau
tindakan mental repetitif (seperti mengulang kata-kata tertentu atau
menghitung) yang dirasakan oleh seseorang sebagai salah satu keharusan
atau dorongan yang harus dikendalikan.1
Obsesi bisa menjadi sangat kuat dan menetap sehingga mengganggu
kehidupan sehai-hari dan menimbulkan distress serta kecemasan yang
signifikan.2
Kompulsi sering kali muncul sebagai jawaban terhadap pikiran obsesif
dan muncul dengan cukup sering serta kuat, sehingga mengganggu
kehidupan sehari-hari atau menyebabkan distress yang signifikan. Kompulsi
sering menyertai kompulsi yang seperti memberikan sedikit kelegaan untuk
kecemasan yang ditimbulkan oleh pikiran-pikiran obsesif.2
DSM membuat diagnosis gangguan obsesif kompulsif bila orang
terganggu oleh obsesi atau kompulsi yang berulang, atau keduanya
sedemikian rupa sehingga menyebabkan distress yang nyata, memakan
waktu lebih dari satu jam dalam sehari, atau secara signifikan mengganggu
hal-hal rutin yang normal, mengganggu fungsi kerja atau sosial.1
Prevalensi seumur hidup gangguan obsesif-kompulsif pada populasi
umum diperkirakan adalah 2 sampai 3 persen dimana pria dan wanita
memiliki resiko sama. Beberapa peneliti telah memperkirakan bahwa
gangguan obsesif-kompulsif ditemukan pada sebanyak 10 persen pasien
rawat jalan di klinik psikiatrik. Angka tersebut menyebabkan gangguan
obsesif-kompulsif sebagai diagnosis psikiatrik tersering yang keempat

1
setelah fobia, gangguan berhubungan zat, dan gangguan depresif berat.
Penelitian epidemiologis di Eropa, Asia, dan Afrika telah menegakkan
angka tersebut melewati ikatan kultural.3,4
Mengingat bahwa kasus gangguan obsesif kompulsif merupakan salah
satu masalah gangguan kesehatan jiwa dengan diagnosis tersering sehingga
perlu diketahui oleh mahasiswa kedokteran, maka pada referat ini
difokuskan membahas masalah gangguan obsesif kompulsif.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Gangguan Obsesif Kompulsif


Gangguan obsesif kompulsif berasal dari dua kata yaitu obsession dan
compulsion. Obsesi (obsession) adalah pikiran, ide, atau dorongan yang
kuat, berulang, dan mengganggu. Sedangkan kompulsi (compulsion) adalah
tingkah laku yang repetitif (seperti mencuci tangan atau memeriksa pintu
atau gembok) atau tindakan mental repetitif (seperti mengulang kata-kata
tertentu atau menghitung) yang dirasakan oleh seseorang sebagai salah satu
keharusan atau dorongan yang harus dikendalikan.1
Obsesi dapat menjadi sangat kuat dan menetap sehingga mengganggu
kehidupan sehari-hari dan menimbulkan distress serta kecemasan yang
signifikan. Tercangkup di dalamnya adalah keragu-raguan, impuls-impuls,
dan citra (gambaran) mental. Kompulsi sering kali muncul sebagai jawaban
terhadap pikiran obsesif dan muncul dengan cukup sering serta kuat,
sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari atau menyebabkan distress
yang signifikan. Kompulsi sering menyertai kompulsi yang seperti
memberikan sedikit kelegaan untuk kecemasan yang ditimbulkan oleh
pikiran-pikiran obsesif.2
Walaupun tindakan kompulsif dapat dilakukan dalam upaya
mengurangi ansietas terkait obsesi, tindakan ini tidak selalu berhasil.
Dilakukannya tindakan kompulsif dapat tidak mempengaruhi ansietas dan
bahkan dapat meningkatkannya. Seseorang dengan gangguan obsesif-
kompulsif biasanya menyadari irasionalitas dari obsesi dan merasakan
bahwa obsesi dan kompulsi sebagai ego-distonik. Gangguan obsesif-
kompulsif dapat merupakan gangguan yang menyebabkan ketidakberdayaan
karena obsesi dapat menghabiskan waktu dan dapat mengganggu secara
bermakna pada rutinitas normal seseorang, fungsi pekerjaan, aktivitas sosial
yang biasanya atau hubungan dengan teman dan anggota keluarga.3

3
Beberapa penelitian besar menemukan bahwa obsesi yang tersering adalah
pikiran tentang kontaminasi, dan kompulsi tersering adalah tindakan
“memeriksa” sesuatu. Namun, sebagian besar individu dengan gangguan ini
memiliki multipel obsesi dan kompulsi dari waktu ke waktu.5
Gangguan Obsesif-kompulsif diklasifikasikan dalam Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision
(DSM-IV-TR) sebagai gangguan kecemasan.6 DSM membuat diagnosis
gangguan obsesif kompulsif bila orang terganggu oleh obsesi atau kompulsi
yang berulang, atau keduanya sedemikian rupa sehingga menyebabkan
distress yang nyata, memakan waktu lebih dari satu jam dalam sehari, atau
secara signifikan mengganggu hal-hal rutin yang normal, mengganggu
fungsi kerja atau sosial.1

2.2. Epidemiologi Gangguan Obsesif Kompulsif


Prevalensi seumur hidup gangguan obsesif-kompulsif pada populasi
umum diperkirakan adalah 2 sampai 3 persen dimana pria dan wanita
memiliki resiko sama. Beberapa peneliti telah memperkirakan bahwa
gangguan obsesif-kompulsif ditemukan pada sebanyak 10 persen pasien
rawat jalan di klinik psikiatrik. Angka tersebut menyebabkan gangguan
obsesif-kompulsif sebagai diagnosis psikiatrik tersering yang keempat
setelah fobia, gangguan berhubungan zat, dan gangguan depresif berat.
Penelitian epidemiologis di Eropa, Asia, dan Afrika telah menegakkan
angka tersebut melewati ikatan kultural.3,4
Untuk orang dewasa, laki-laki dan wanita sama mungkin terkena;
tetapi untuk remaja, laki-laki lebih sering terkena gangguan obsesif-
kompulsif dibandingkan perempuan. Usia onset rata-rata adalah kira-kira 20
tahun walaupun laki-laki memiliki onset usia yang agak lebih awal (rata-rata
sekitar usia 19 tahun) dibandingkan wanita (rata-rata sekitar 22 tahun).
Secara keseluruhan, kira-kira duapertiga dari pasien memiliki onset gejala
sebelum usia 25 tahun, dan kurang dari 15 persen pasien memiliki onset
gejala setelah usia 35 tahun. Gangguan obsesif-kompulsif dapat memiliki
onset pada remaja atau masa anak-anak pada beberapa kasus dapat pada usia

4
2 tahun. Orang yang hidup sendirian lebih banyak terkena gangguan
obsesif-kompulsif dibandingkan orang yang menikah, walaupun temuan
tersebut kemungkinan mencerminkan kesulitan yang di miliki pasien
dengan gangguan obsesif-kompulsif dalam mempertahankan suatu
hubungan. Gangguan obsesif-kompulsif ditemukan lebih jarang diantara
golongan kulit hitam dibandingkan kulit putih walaupun tersedianya jalur ke
pelayanan kesehatan dapat menjelaskan sebagian besar variasi tersebut
ketimbang perbedaan prevalensi antara ras-ras.3
Pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif umumnya dipengaruhi
oleh gangguan mental lain. Prevalensi seumur hidup untuk gangguan
depresif berat pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah kira-
kira 67 persen dan untuk fobia sosial adalah 25 persen. Diagnosis psikiatrik
komorbid lainnya pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah
gangguan pengaruh alkohol, fobia spesifik, gangguan panik, dan gangguan
makan.3
Pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif biasanya merupakan
orang-orang yang sukses, pemalu, keras kepala, perfeksionis, suka
menghakimi, sangat berhati-hati, kaku, dan pencemas yang kronis yang
menghindari keintiman dan hanya menikmati sedikit kesenangan dalam
hidupnya. Mereka suka bimbang dan banyak permintaannya dan sering kali
dianggap sebagai orang yang dingin, pendiam, dan tidak ramah. 7

2.3. Etiologi Gangguan Obsesif Kompulsif


1. Faktor Biologis
a. Neurotransmiter
Banyak uji coba kinis yang telah dilakukan terhadap berbagai
obat mendukung hipotesis bahwa suatu disregulasi serotonin adalah
terlibat di dalam pembentukan gejala obsesi dan kompulsi dari
gangguan. Data menunjukkan bahwa obat serotonergik lebih efektif
dibandingkan obat yang mempengaruhi sistem neurotransmiter lain.
Tetapi apakah serotonin terlibat di dalam penyebab gangguan obsesif-
kompulsif adalah tidak jelas pada saat ini. Penelitian klinis telah

5
mengukur konsentrasi metabolit serotonin sebagai contohnya, 5-
hydroxyndoleacetic acid (5-HIAA) di dalam cairan serebrospinal dan
afinitas sertai jumlah tempat ikatan trombosit pada pemberian
imipramine (yang berikatan dengan tempat ambilan kembali
serotonin) dan telah melaporkan berbagai temuan pengukuran tersebut
pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif. Beberapa penelitian
telah mengatakan bahwa sistem neurotransmiter kolinergik dan
dopaminergik pada pasien gangguan obsesif-kompulsif adalah dua
bidang penelitian riset untuk di masa depan.3

b. Studi pencitraan otak


Berbagai penelitian pencitraan otak fungsional, sebagai contoh
PET (positron emission tomography), telah menemukan peningkatan
aktifitas (sebagai contoh, metabolisme dan aliran darah) di lobus
frontalis, ganglia basalis (khususnya kaudata), dan singulum pada
pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Baik tomografi komputer
(CT scan) dan pencitraan resonansi magnetik (MRI) telah menemukan
adanya penurunan ukuran kaudata secara biateral pada pasien dengan
gangguan obsesif-kompulsif. Baik penelitian pencitraan otak
fungsional maupun struktural konsisten dengan pengamatan bahwa
prosedur neurologis yang melibatkan singulum kadang-kadang efektif
dalam pengobatan pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif. Suatu
penelitian MRI baru-baru ini melaporkan peningkatan waktu relaksasi
T1 di korteks frontalis. 3

c. Genetik
Data genetik yang tersedia mengenai gangguan obsesif
kompulsif menunjang hipotesis bahwa gangguan ini mempunyai
komponen genetik yang signifikan. Penelitian kesesuaiaan pada anak
kembar untuk gangguan obsesif-kompulsif telah secara konsisten
menemukan adanya angka kesesuaian yang lebih tinggi secara
bermakna pada kembar monozigotik dibandingkan kembar dizigotik.
Penelitian keluarga pada pasien gangguan obsesif kompulsif telah

6
menemukan bahwa 35 persen sanak saudara derajat pertama pasien
gangguan obsesif-kompulsif juga menderita gangguan. 3

2. Faktor Perilaku
Menurut ahli, obsesi adalah stimuli yang dipelajari. Stimulus yang
relatif netral menjadi dikaitkan dengan ketakutan atau kecemasan
melalui proses pembiasaan responden dengan memasangkannya dengan
peristiwa yang secara alami adalah berbahaya atau menghasilkan
kecemasan. Sehingga, objek dan pikiran yang sebelumnya netral
menjadi stimuli yang terbiasakan yang mampu menimbulkan
kecemasan atau gangguan. 3
Kompulsi dicapai dalam cara yang berbeda. Seseorang
menemukan bahwa tindakan tertentu menurunkan kecemasan yang
berkaitan dengan pikiran obsesional. Jadi, strategi menghindar yang
aktif dalam bentuk perilaku kompulsif atau ritualistik dikembangkan
untuk mengendalikan kecemasan. Secara bertahap, karena manfaat
perilaku tersebut dalam menurunkan dorongan sekunder yang
menyakitkan (kecemasan), strategi menghindar menjadi terfiksasi
sebagai pola perilaku kompulsif yang dipelajari. 3

3. Faktor Psikososial
a. Faktor kepribadian
Gangguan obsesif-kompulsif adalah berbeda dari gangguan
kepribadian obsesif-kompulsif. Sebagian besar pasien gangguan
obsesif-kompulsif tidak memiliki gejala kompulsif pramorbid. Dengan
demikian, sifat kepribadian tersebut tidak diperlukan atau tidak cukup
untuk perkembangan gangguan obsesif-kompulsif. Hanya kira-kira 15
sampai 35 persen pasien gangguan obsesif-kompulsif memiliki sifat
obsesional pramorbid.3
b. Faktor psikodinamika
Sigmund Freud menjelaskan tiga mekanisme pertahanan
psikologis utama yang menentukan bentuk dan kualitas gejala dan

7
sifat karakter obsesif-kompulsif; isolasi, meruntuhkan (undoing), dan
pembentukan reaksi. 3

1) Isolasi
Isolasi adalah mekanisme pertahanan yang melindungi
seseorang dari afek dan impuls yang mencetuskan kecemasan. Jika
terjadi isolasi, afek dan impuls yang didapatkan darinya adalah
dipisahkan dari komponen idesional dan dikeluarkan dari
kesadaran. Jika isolasi berhasil sepenuhnya, impuls dan afek yang
terkait seluruhnya terepresi, dan pasien secara sadar hanya
menyadari gagasan yang tidak memiliki afek yang berhubungan
dengannya. 3
2) Undoing
Karena adanya ancaman terus-menerus bahwa impuls
mungkin dapat lolos dari mekanisme primer isolasi dan menjadi
bebas, operasi pertahanan sekunder diperlukan untuk melawan
impuls dan menenangkan kecemasan yang mengancam keluar ke
kesadaran. Tindakan kompulsif menyumbangkan manifestasi
permukaan operasi defensif yang ditujukan untuk menurunkan
kecemasan dan mengendalikan impuls dasar yang belum diatasi
secara memadai oleh isolasi. Operasi pertahanan sekunder yang
cukup penting adalah mekanisme meruntuhkan (undoing). Seperti
yang disebutkan sebelumnya, meruntuhkan adalah suatu tindakan
kompulsif yang dilakukan dalam usaha untuk mencegah atau
meruntuhkan akibat yang secara irasional akan dialami pasien
akibat pikiran atau impuls obsesional yang menakutkan. 3
3) Pembentukan reaksi
Pembentukan reaksi melibatkan pola perilaku yang
bermanifestasi dan sikap yang secara sadar dialami yang jelas
berlawanan dengan impuls dasar. Seringkali, pola yang terlihat oleh
pengamat adalah sangat dilebih-lebihkan dan tidak sesuai. 3
4) Faktor psikodinamik lainnya

8
Pada teori psikoanalitik klasik, gangguan obsesif-kompulsif
dinamakan neurosis obsesif-kompulsif dan merupakan suatu regresi
dari fase perkembangan oedipal ke fase psikoseksual anal. Jika
pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif merasa terancam oleh
kecemasan tentang pembalasan dendam atau kehilangan objek
cinta yang penting, mereka mundur dari fase oedipal dan beregresi
ke stadium emosional yang sangat ambivalen yang berhubungan
dengan fase anal. Adanya benci dan cinta secara bersama-sama
kepada orang yang sama menyebabkan pasien dilumpuhkan oleh
keragu-raguan dan kebimbangan. Suatu ciri yang melekat pada
pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah derajat dimana
mereka terpaku dengan agresi atau kebersihan, baik secara jelas
dalam isi gejala mereka atau dalam hubungan yang terletak di
belakangnya. Dengan demikian, psikogenesis gangguan obsesif-
kompulsif, mungkin terletak pada gangguan dan perkembangan
pertumbuhan normal yang berhubungan dengan fase perkembangan
anal-sadistik. 3
5) Ambivalensi
Ambivalensi adalah akibat langsung dari perubahan dalam
karakteristik kehidupan impuls. Hal ini adalah ciri yang penting
pada anak normal selama fase perkembangan anal-sadistik; yaitu
anak merasakan cinta dan kebencian kepada suatu objek. Konflik
emosi yang berlawanan tersebut mungkin ditemukan pada pola
perilaku melakukan-tidak melakukan pada seorang pasien dan
keragu-raguan yang melumpuhkan dalam berhadapan dengan
pilihan. 3
6) Pikiran magis
Pikiran magis adalah regresi yang mengungkapkan cara
pikiran awal, ketimbang impuls; yaitu fungsi ego, dan juga fungsi
id, dipengaruhi oleh regresi. Yang melekat pada pikiran magis
adalah pikiran kemahakuasaan. Orang merasa bahwa mereka dapat
menyebabkan peristiwa di dunia luar terjadi tanpa tindakan fisik

9
yang menyebabkannya, semata-mata hanya dengan berpikir tentang
peristiwa tersebut. Perasaan tersebut menyebabkan memiliki suatu
pikiran agresif akan menakutkan bagi pasien gangguan obsesif-
kompulsif. 3

2.4. Gambaran Klinis


Obsesif dan kompulsi memiliki ciri tertentu secara umum:
1. Suatu gagasan atau impuls yang memaksakan dirinya secara bertubi-tubi
dan terus-menerus ke dalam kesadaran seseorang.
2. Suatu perasaan ketakutan yang mencemaskan yang menyertai manifestasi
sentral dan seringkali menyebabkan orang melakukan tindakan kebalikan
melawan gagasan atau impuls awal.
3. Obsesi dan kompulsi adalah asing bagi ego (ego-alien), yaitu dialami
sebagai suatu yang asing bagi pengalaman seseorang tentang dirinya
sendiri sebagai makhluk psikologis.
4. Tidak peduli bagaimana jelas dan memaksanya obsesi atau kompulsi
tersebut, orang biasanya menyadarinya sebagai mustahil dan tidak masuk
akal.
5. Orang yang menderita akibat obsesi dan kompulsi biasanya merasakan
suatu dorongan yang kuat untuk menahannya. 3

Gejala dari Obsesif Kompulsif ditandai dengan pengulangan pikiran


dan tindakan sedikitnya 4 kali untuk satu kompulsi dalam sehari dan
berlangsung selama 1 sampai 2 minggu selanjutnya. Gejala utama obsesi-
kompulsif harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 3
1. Perilaku dan pikiran yang muncul tersebut disadari sepenuhnya oleh
individu atau didasarkan pada impuls dalam dirinya sendiri. Individu
juga menyadari bahwa perilakunya itu tidak rasional, namun tetap
dilakukan untuk mengurangi kecemasan.
1. Beberapa perilaku yang muncul disadari oleh oleh individu dan
berusaha melawan kebiasaan dan pikiran-pikiran rasa cemas tersebut
sekuat tenaga, namun tidak berhasil

10
2. Pikiran dan tindakan tersebut tidak memberikan perasaan lega, rasa
puas atau kesenangan, melainkan disebabkan oleh rasa khawatir secara
berlebihan dan mengurangi stres yang dirasakannya.
3. Obsesi (pikiran) dan kompulsi (perilaku) sifatnya berulang-ulang secara
terus-menerus dalam beberapa kali setiap harinya.

Individu yang beresiko mengalami gangguan obsesif-kompulsif


adalah; 10
 Individu yang mengalami permasalahan dalam keluarga dari broken
home, kesalahan atau kehilangan masa kanak-kanaknya. (teori ini masih
dianggap lemah namun masih dapat diperhitungkan)
 Faktor neurobilogi dapat berupa kerusakan pada lobus frontalis, ganglia
basalis dan singulum
 Individu yang memilki intensitas stress yang tinggi - Riwayat gangguan
kecemasan - Depresi - Individu yang mengalami gangguan seksual

Gambaran obsesi dan kompulsi adalah heterogen pada dewasa, pada


anak-anak dan remaja. Gejala pasien individual mungkin bertumpang tindih
dan berubah dengan berjalannya waktu, tetapi gangguan obsesif-kompulsif
memiliki empat pola gejala yang utama.3
Pola yang paling sering ditemukan adalah suatu obsesi tentang
kontaminasi, diikuti oleh mencuci disertai penghindaran obsesif terhadap
objek yang kemungkinan terkontaminasi. Objek yang ditakuti seringkali
sukar untuk dihindari, sebagai contoh feses, urin, debu atau kuman. Pasien
mungkin secara terus-menerus menggosok kulit tangannya dengan mencuci
tangan secara berlebihan atau mungkin tidak mampu pergi keluar rumah
karena takut akan kuman. Walaupun kecemasan adalah respon emosional
yang paling sering terhadap objek yang ditakuti, rasa malu dan rasa jijik
yang obsesif juga sering ditemukan. Pasien dengan obsesi kontaminasi
biasanya percaya bahwa kontaminasi ditularkan dari objek ke objek atau
orang ke orang oleh kontak ringan. 3

11
Pola kedua yang sering adalah obsesi keragu-raguan, diikuti oleh
pengecekan yang kompulsi. Obsesi seringkali melibatkan suatu bahaya
kekerasan, seperti lupa mematikan kompor atau tidak mengunci pintu.
Pengecekan tersebut mungkin menyebabkan pasien pulang beberapa kali ke
rumah untuk memeiksa kompor. Pasien memiliki keragu-raguan terhadap
diri sendiri yang obsesional, saat mereka selalu merasa bersalah karena
melupakan atau melakukan sesuatu. 3
Pola ketiga yang tersering adalah pola dengan pikiran semata-mata
pikiran obsesional yang mengganggu tanpa suatu kompulsi. Obsesi tersebut
biasanya berupa pikiran berulang akan suatu tindakan seksual atau agresi
yang dicela oleh pasien. 3
Pola keempat yang tersering adalah kebutuhan akan simetrisitas atau
ketepatan, yang dapat menyebabkan perlambatan kompulsi. Pasien secara
harfiah menghabiskan waktu berjam-jam untuk makan atau mencukur
wajahnya. Penumpukan obsesi dan kompulsi religius adalah sering pada
pasien obsesif-kompulsif. Trichotillomania (menarik rambut kompulsif) dan
menggigit kuku mungkin merupakan kompulsi yang berhubungan dengan
gangguan obsesif-kompulsif. 3
Terdapat juga beberapa gangguan yang biasa merupakan bagian
merupakan bagian dari atau dengan kuat dihubungkan dengan spectrum
GOK (gangguan gangguan obsesif-kompulsif)
1. Gangguan dismorfik tubuh (Body Dysmorphic Disorder)
Pada gangguan ini orang terobsesi dengan keyakinan bahwa
mereka buruk rupa atau bagian tubuh mereka berbentuk tidak normal.
2. Trikhotilomania
Orang dengan Trikhotilomania terus menerus mencabuti rambut
mereka sehingga timbul daerah-daerah botak.
3. Sindrom Tourettes
Gejala sindrom Tourettes meliputi gerakan yang pendek dan cepat,
tik dan ucapan kata-kata kotor yang tak terkontrol. 8

12
2.5. Kriteria Diagnosis
Kriteria diagnostik untuk gangguan obsesif-kompulsif menurut DSM-
IV-TR:
1. Salah satu obsesi atau kompulsi
Obsesi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:
a. Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan yang rekuren dan persisten
yang dialami, pada suatu saat dimana selama gangguan, sebagai
intrusif dan tidak sesuai, dan menyebabkan kecemasan dan
penderitaan yang jelas.
b. Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan tidak semata-mata
kekhawatiran yang berlebihan tentang masalah kehidupan yang nyata.
c. Orang tersebut berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran,
impuls, atau bayangan-bayangan tersebut untuk mentralkannya
dengan pikiran atau tindakan lain.
d. Orang tersebut menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan-
bayangan obsesional adalah keluar dari pikirannya sendiri (tidak
disebabkan dari luar seperti penyisipan pikiran).
Kompulsi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:
a. Perilaku (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau
tindakan mental (misalnya berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata
dalam hati) yang berulang yang dirasakannya mendorong untuk
melakukannya sebagai respon terhadap suatu obsesi, atau menurut
dengan aturan yang harus dipatuhi secara kaku.
b. Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau
menurunkan penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi
yang menakutkan, tetapi perilaku atau tindakan mental tersebut tidak
dihubungkan dengan cara yang realistik dengan apa mereka anggap
untuk menetralkan atau mencegah, atau jelas berlebihan.

2. Pada suatu waktu selama perjalanan gangguan, penderita telah menyadari


bahwa obsesi atau kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan.
Catatan: ini tidak berlaku bagi anak-anak

13
a. Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaan yang jelas,
menghabiskan waktu (menghabiskan lebih dari satu jam sehari), atau
secara bermakna mengganggu rutinitas normal orang, fungsi
pekerjaan (atau akademik) atau aktivitas atau hubungan sosial yang
biasanya.
b. Jika terdapat gangguan aksis I lainnya, isi obsesi atau kompulsi tidak
terbatas padanya (misalnya preokupasi dengan makanan jika terdapat
gangguan makan, menarik rambut jika terdapat trikotilomania,
permasalahan pada penampilan jika terdapat gangguan dismorfik
tubuh, preokupasi dengan obat jika terdapat suatu gangguan
penggunaan zat, preokupasi dengan menderita suatu penyakit serius
jika terdapat hipokondriasis, preokupasi dengan dorongan atau
fanatasi seksual jika terdapat parafilia, atau perenungan bersalah jika
terdapat gangguan depresif berat).
c. Tidak disebabkan oleh efek langsung suatu zat (misalnya obat yang
disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum. Sebutkan jika:
Dengan tilikan buruk: jika selama sebagian besar waktu selama
episode terakhir, orang tidak menyadari bahwa obsesi dan kompulsi
adalah berlebihan atau tidak beralasan. 3

14
Pedoman diagnosis menurut PPDGJ III:
1. Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan
kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama
sedikitnya dua minggu berturut-turut.
2. Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau
mengganggu aktivitas penderita.
3. Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:
a. Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri.
b. Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil
dilawan meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh
penderita.
c. Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut di atas bukan
merupakan hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar
perasaan lega dari ketegangan atau anxietas, tidak dianggap
sebagai kesenangan seperti dimaksud di atas.
d. Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan
pengulangan yang tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive).
4. Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif, dengan
depresi. penderita gangguan obsesif kompulsif seringkali juga
menunjukkan gejala depresif, dan sebaliknya penderita gangguan
depresi berulang dapat menunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama
episode depresifnya. Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut,
meningkat atau menurunnya gejala depresif umumnya dibarengi
secara paralel dengan perubahan gejala obsesif. Bila terjadi episode
akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis diutamakan dari gejala-
gejala yang timbul lebih dahulu. Diagnosis gangguan obsesif
kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada gangguan depresif pada
saat gejala obsesif kompulsif tersebut timbul. Bila dari keduanya tidak
adayang menonjol, maka baik menganggap depresi sebagai diagnosis
yang primer. Pada gangguan menahun maka prioritas diberikan pada
gejala yang paling bertahan saat gejala yang lain menghilang.

15
5. Gejala obsesif ”sekunder” yang terjadi pada gangguan skizofrenia,
sindrom Tourette, atau gangguan mental organk, harus dianggap sebagai
bagian dari kondisi tersebut. 9

F42.0 Predominan Pikiran Obsesif atau Pengulangan


Pedoman Diagnostik
1. Keadaan ini dapat berupa gagasan, bayangan pikiran, atau impuls
(dorongan perbuatan), yang sifatnya mengganggu (ego alien)
2. Meskipun isi pikiran tersebut berbeda-beda, umumnya hampir selalu
menyebabkan penderitaan (distress) 9

F42.1 Predominan Tindakan Kompulsif (obsesional ritual)


Pedoman Diagnostik
1. Umumnya tindakan kompulsif berkaitan dengan kebersihan (khususnya
mencuci tangan), memeriksa berulang untuk meyakinkan bahwa suatu
situasi yang dianggap berpotensi bahaya terjadi, atau masalah kerapian
dan keteraturan. Hal tersebut dilatarbelakangi perasaan takut terhadap
bahaya yang mengancam dirinya atau bersumber dari dirinya, dan
tindakan ritual tersebut merupakan ikhtiar simbolik dan tidak efektif
untuk menghindari bahaya tersebut.
2. Tindakan ritual kompulsif tersebut menyita banyak waktu sampai
beberapa jam dalam sehari dan kadang-kadang berkaitan dengan
ketidakmampuan mengambil keputusan dan kelambanan. 9

F42.2 Campuran Pikiran dan Tindakan Obsesif


Pedoman Diagnostik
1. Kebanyakan dari penderita obsesif kompulsif memperlihatkan pikiran
obsesif serta tindakan kompulsif. Diagnosis ini digunakan bialmana
kedua hal tersebut sama-sama menonjol, yang umumnya memang
demikian.
2. Apabila salah satu memang jelas lebih dominan,sebaiknya dinyatakan
dalam diagnosis F42.0 atau F42.1. hal ini berkaitan dengan respon yang

16
berbeda terhadap pengobatan. Tindakan kompulsif lebih respondif
terhadap terapi perilaku. 9

F42.8 Gangguan Obsesif Kompulsif Lainnya

F42.9 Gangguan Obsesif Kompulsif YTT

2.6. Terapi
1. Farmakoterapi
Pengobatan standar adalah memulai dengan obat spesifik-
serotonin, contohnya clomipramine (Anafranil) atau inhibitor ambilan
kembali spesifik serotonin (SSRI-serotonin specific reuptake inhibitor),
seperti Fluoxetine (Prozac). 3, 12
a. Penggolongan
1) Obat Anti-obsesif kompulsif trisiklik
Contoh: Clomipramine.
2) Obat Anti-obsesif kompulsif SSRI (Serotonin Reuptake Inhibitors)
Contoh: Sertraline, Paroxetine, Fluvoxamine, Fluoxetine,
Citalopram.7

b. Indikasi Penggunaan
Gejala sasaran (target syndrome): Sindrom Obsesif Kompulsif.
Butir-butir diagnostik Sindrom Obsesif Kompulsif:
1) Selama paling sedikit 2 minggu dan hampir setiap hari mengalami
gejala-gejala obsesif kompulsif yang memiliki ciri-ciri berikut:
a) Diketahui/disadari sebagai pikiran, bayangan atau impuls dari
diri individu sendiri;
b) Pikiran, bayangan, atau impuls tersebut harus merupakan
pengulangan yang tidak menyenangkan (ego-distonik);
c) Melaksanakan tindakan sesuai dengan pikiran, bayangan atau
impuls tersebut diatas bukan merupakan hal yang memberi

17
kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari
ketegangan atau ansietas);
d) Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang masih tidak
berhasil dilawan/dielakkan, meskipun ada lainnya yang tidak
lagi dilawan/dielakkan oleh penderita;

2) Gejala-gejala tersebut merupakan sumber penderitaan (distress)


atau menggangu aktivitas sehari-hari (disability)

Respon penderita gangguan obsesif kompulsif terhadap


farmakoterapi seringkali hanya mencapai pengurangan gejala sekitar
30%-60% dan kebanyakan masih menunjukkan gejala secara
menahun. Namun demikian, umumnya penderita sudah merasa sangat
tertolong. Untuk mendapatkan hasil pengobatan yang lebih baik, perlu
disertai dengan terapi perilaku (behavior therapy). 7
A. Clomipramine.
Clomipramine biasanya dimulai dengan dosis 25 sampai 50 mg
sebelum tidur dan dapat ditingkatkan dengan peningkatan 25 mg
sehari setiap dua sampai tiga hari, sampai dosis maksimum 250 mg
sehari atau tampak efek samping yang membatasi dosis. Karena
Clopramine adalah suatu obat trisiklik, obat ini disertai dengan efek
samping berupa sedasi, hipotensi, disfungsi seksual dan efek
samping antikolinergik, seperti mulut kering.3
B. SSRI.
Penelitian tentang Fluoxetine dalam gangguan obsesif-kompulsif
menggunakan dosis sampai 80 mg setiap hari untuk mencapai
manfaat terapeutik. Walaupun SSRI mempunyai efek seperti
overstimulasi, kegelisahan, nyeri kepala, insomnia, mual, dan efek
samping gastrointestinal, SSRI dapat ditoleransi dengan lebih baik
daripada obat trisiklik. Dengan demikian, kadang-kadang SSRI
digunakan sebagai obat lini pertama dalam pengobatan gangguan
obsesif kompulsif. 3

18
C. Obat lain.
Jika pengobatan dengan Clomipramine atau SSRI tidak berhasil,
banyak ahli terapi menambahkan lithium (Eskalith). Obat lain yang
dapat digunakan dalam pengobatan gangguan obsesif kompulsif
adalah inhibitor monoamin oksidase (MAOI = monoamine oxidase
inhibitor), khususnya Phenelzine (Nardil). 3

2. Terapi perilaku
Walaupun beberapa perbandingan telah dilakukan, terapi perilaku
sama efektifnya dengan farmakoterapi pada gangguan obsesif-kompulsif.
Dengan demikian, banyak klinisi mempertimbangkan terapi perilaku
sebagai terapi terpilih untuk gangguan obsesif-kompulsif. Terapi perilaku
dapat dilakukan pada situasi rawat inap maupun rawat jalan. Pendekatan
perilaku utama pada gangguan obsesif-kompulsif adalah pemaparan dan
pencegahan respon. Desensitisasi, menghentikan pikiran, pembanjiran,
terapi implosi, dan pembiasaan tegas juga telah digunakan pada pasien
gangguan obsesif kompulsif. Dalam terapi perilaku pasien harus benar-
benar menjalankannya untuk mendapatkan perbaikan. 3

3. Psikoterapi
Psikoterapi suportif jelas memiliki bagiannya, khususnya untuk
pasien gangguan obsesif-kompulsif, walaupun gejalanya memiliki
berbagai derajat keparahan, adalah mampu untuk bekerja dan membuat
penyesuaian sosial. Dengan kontak yang kontinu dan teratur dengan
tenaga yang profesional, simpatik, dan mendorong, pasien mungkin
mampu untuk berfungsi berdasarkan bantuan tersebut, tanpa hal tersebut
gejalanya akan menyebabkna gangguan. Kadang-kadang jika ritual dan
kecemasan obsesional mencapai intensitas yang tidak dapat ditoleraansi,
perlu untuk merawat pasien di rumah sakit sampai tempat penampungan
institusi dan menghilangkan stres lingkungan eksternal menurunkan
gejala sampai tingkat yang dapat ditoleransi. 3

19
Anggota keluarga pasien seringkali menjadi putus asa karena
perilaku pasien. Tiap usaha psikoterapik harus termasuk perhatian pada
anggota keluarga melalui dukungan emosional, penentraman, penjelasan
dan nasihat tentang bagaimana menangani dan berespons terhadap
pasien.3

4. Terapi lain
Terapi keluarga seringkali berguna dalam mendukung keluarga,
membantu menurunkan percekcokan perkawinan yang disebabkan
gangguan, dan membangun ikatan terapi dengan anggota keluarga untuk
kebaikan pasien. Terapi kelompok berguna sebagai sistem pendukung
bagi beberapa pasien. 3

5. Cognitive Behavior Therapy


Cognitive Behavior Therapy untuk mengatasi gangguan Obsesif-
Kompulsif. Mendasarkan pada perspektif kognitif dan perilaku, teknik
yang umumnya diterapkan untuk mengatasi gangguan obsesif-kompulsif
adalah exposure with response prevention. Pasien dihadapkan pada
situasi dimana ia memiliki keyakinan bahwa ia harus melakukan tingkah
laku ritual yang biasa dilakukannya namun mereka cegah untuk tidak
melakukan ritual itu. Jika klien dapat mencegah untuk tidak melakukan
ritual tersebut dan ternyata sesuatu yang mengerikannya tidak terjadi. Hal
ini dapat membantu dalam mengubah keyakinan individu akan tingkah
laku ritual. Teknik lain berupa terapi kognitif dimana mengajarkan jalan
terbaik dan efektif untuk merespon pikiran obsesif tanpa perlu sampai ke
kompulsif.12

2.7. Diagnosis Banding


Persyaratan diagnostic DSM-IV tentang ketegangan personal dan
gangguan personal membedakan gangguan obsesif-kompulsif dari pikiran
dan kebiasaan berlebihan yang umumnya atau ringan. Gangguan neurologis
utama yang dipertimbangkan dalam diagnosis banding adalah gangguan
Tourette, gangguan tik lainnya, epilepsy lobus temporalis, dan, kadang-
kadang, komplikasi trauma dan pasca ensefalitik.14

20
Gangguan Tourette. Gejala karakteristik dari gangguan Tourette
adalah tik motorik dan vocal yang sering dan hamper setiap hari terjadi.
Gangguan Tourette dan gangguan obsesif-kompulsif memiliki onset usia
yang sama dan gejala yang mirip. Kira-kira 90 persen pasien dengan
gangguan Tourette memiliki gejala kompulsif, dan sebanyak dua-pertiganya
memenuhi kriteria diagnostic untuk gangguan obsesif kompulsif.14

2.8. Prognosis
Lebih dari setengah pasien dengan gangguan obsesif kompulsif
memiliki onset gejala yang tiba-tiba. Kira-kira 50 sampai 70 persen pasien
memiliki onset gejala setelah suatu peristiwa yang menyebabkan stres,
seperti kehamilan, masalah seksual, dan kematian seorang sanak saudara.
Karena banyak pasien tetap merahasiakan gejalanya, mereka seringkali
terlambat 5 sampai 10 tahun sebelum pasien datang ke psikiater, walaupun
keterlambatan tersebut kemungkinan dipersingkat dengan meningkatkan
kesadaran akan gangguan tersebut diantara orang awam dan profesional.
Perjalanan penyakit biasanya lama tetapi bervariasi. Beberapa pasien
mengalami penyakit yang berfluktuasi, dan pasien lain mengalami penyakit
yang konstan. 3,12
Kira-kira 20 sampai 30 persen pasien dengan gangguan obsesif
kompulsif memiliki gangguan depresif berat, dan bunuh diri adalah risiko
bagi semua pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Suatu prognosis
buruk dinyatakan oleh mengalah (bukannya menahan) pada kompulsi, onset
pada masa anak-anak, kompulsi yang aneh (bizzare), perlu perawatan di
rumah sakit, gangguan depresif berat yang menyertai, kepercayaan waham,
adanya gagasan yang terlalu dipegang (overvalued) yaitu penerimaan obsesi
dan kompulsi, dan adanya gangguan kepribadian (terutama gangguan
kepribadian skizotipal). Prognosis yang baik ditandai oleh penyesuaian
sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa pencetus, dan suatu sifat
gejala yang episodik. Isi obsesional tampaknya tidak berhubungan dengan
prognosis. 3,12

21
BAB III
KESIMPULAN

Gangguan obsesif–kompulsif adalah suatu kondisi yang ditandai dengan


adanya pengulangan pikiran obsesif atau kompulsif, dimana membutuhkan
banyak waktu (lebih dari satu jam perhari) dan dapat menyebabkan penderitaan
(distress). Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala–gejala obsesif atau tindakan
kompulsif atau kedua–duanya harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya 2
minggu berturut–turut. Beberapa faktor berperan dalam terbentuknya gangguan
obsesif-kompulsif diantaranya adalah faktor biologi seperti neurotransmiter,
genetika, faktor perilaku dan faktor psikososial, yaitu faktor kepribadian dan
faktor psikodinamika. Ada beberapa terapi yang bisa dilakukan untuk
penatalaksanaan gangguan obsesif–kompulsif antara lain terapi farmakologi
(farmakoterapi) dan terapi tingkah laku. Prognosis pasien dinyatakan tidak bisa
sembuh sempurna. Dengan pengobatan bisa memberikan pengurangan gejala.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. American Psychiatric Association. 2000. Diagnostic and Statistical


Manual of Mental Disorder 4th Text rev. Washington, DC. APA
2. Nevid, J.S., Rathus, S.A., & Greene, B. 2005. Psikologi Abnormal (Jilid 1)
Alih bahasa : tim Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Jakarta : PT
Gelora Aksara Pratama
3. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. 2010. Kaplan dan Sadock Sinopsis
Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. 2rd rev. ed. Kusuma
M, translator. Jakarta: Erlangga
4. Katona C, Cooper C, Robertson M. 2012. At a Glance Psikiatri. 4th rev.
ed. Noviyanti C dan Hartiansyah Vidya, translator. Jakarta: Erlangga
5. Jerald Kay, Allan Tasman. 2006. Obsessive Compulsive
Disorder.WileyEssential Of Psychiatry.British Library Cataloguing.
6. William M Greenberg.Obsessive Compulsive Disorder. Available from :
emedicine.medscape.com
7. Maslim R. 2001 Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik
(Psychotropic Medication). 3rd rev. ed. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran
Jiwa FK – UNIKA Atmajaya.
8. Maramis WF, Maramis AA. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. 2rd rev.
ed. Surabaya: Airlangga University Press.
9. Maslim R. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas
dari PPDGJ – III. 1st ina. ed. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK –
UNIKA Atmajaya
10. Novedica. 2010. Obsessive Compulsive Disorder. Available from:
noel4.student.umm.ac.id
11. Fausiah, F & Widury, J. 2007. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa.
Jakarta: UI-Press.
12. Sadock VA. 2007. Kaplan dan Sadock Synopsis Sciences/ Clinical. Tenth
Edition. New York: Lippincott Williams dan Wilkins.
13. Robinson L, Smith M, Segal J. 2013. Obsessive-Compulsive Disorder
(OCD). Helpguide. Diakses pada tanggal 22 Mei 2018 di helpguide.org
14. Pinzon, R. 2006. Tatalaksana Farmakologis. Gangguan Spektrum
Autistik:Telaah Pustaka Kini. Dexa Media. Jurnal Kedokteran dan
Farmasi, No.4, vol.19, ISSN 0215-7551, hal. 169-172

23

Anda mungkin juga menyukai