Anda di halaman 1dari 12

KRIMINOLOGI

“PERJUDIAN”

Tugas ini ditujukan ntuk memenuhi Ujian Tengah Semester (UTS)

Dosen Pembimbing : Dr. Haris S.H, M.Hum

Di Susun Oleh:

Yusron Abdika (201610110311122)

Kurnia Azhar (201610110311131)

Maulana Akbar(201610110311114)

Ardiansyah (201610110311152)

Hendra Wasi kusuma (201610110311239)

Ibnu Tsani Al-Faqih (201610110311132)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

FAKULTAS HUKUM

2017/2018
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang  
Dalam pergaulan sehari-hari, manusia tidak bisa lepas dari norma dan
aturan yang berlaku di masyarakat. Apabila semua angota masyarakat mentaati
norma dan aturan tersebut, niscaya kehidupan masyarakat akan tenteram, aman,
dan damai. Namun dalam kenyataannya, sebagian dari anggota masyarakat ada
yang melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap norma dan aturan tersebut.
Pelanggaran terhadap norma dan aturan yang berlaku dalam masyarakat dikenal
dengan istilah penyimpangan sosial atau istilah yang sering digunakan dalam
perspektif psikologi adalah patologi sosial (social pathology). Akibat
penyimpangan sosial ini, memunculkan berbagai permasalahan kehidupan
masyarakat yang selanjutnya dikenal dengan penyakit sosial.
Penyimpangan sosial dari sekelompok masyarakat atau individu akan
mengakibatkan masalah sosial, menurut Kartini (2003) kejadian tersebut terjadi
karena adanya interaksi sosial antar individu, individu dengan kelompok, dan
antar kelompok. Interaksi sosial berkisar pada ukuran nilai adat-istiadat, tradisi
dan ideologi yang ditandai dengan proses sosial yang diasosiatif. Adanya
penyimpangan perilaku dari mereka terhadap pranata sosial masyarakat.
Ketidaksesuaian antar unsur-unsur kebudayaan masyarakat dapat membahayakan
kelompok sosial kondisi ini berimplikasi pada disfungsional ikatan sosial. Apabila
kejadian tersebut terus terjadi dalam masyarakat, maka perjudian, tawuran antar
pelajar dan mabuk-mabukan tersebut akan menjadi virus mengganggu kehidupan
masyarakat. Masyarakat akan resah dan merasa tidak tenteram. Andaikan tubuh
kita diserang virus, tentu tubuh kita akan merasa sakit. Begitu pula masyarakat
yang diserang virus, tentu masyarakat tersebut akan merasa sakit. Sakitnya
masyarakat ini bisa dalam bentuk keresahan atau ketidak-tenteraman keidupanan
masyarakat. Oleh karena itulah, perjudian, tawuran antar pelajar dan mabuk-
mabukan itu dikategorikan sebagai penyakit masyarakat atau penyakit sosial.
Penyakit sosial adalah perbuatan atau tingkah laku yang bertentangan dengan
norma kebaikan, stabilitas lokal, pola kesederhanaan, moral, hak milik, solidaritas
bangsa, disiplin, kebaikan dan hukum formal. Sebenarnya penyakit sosial itu tidak
hanya perjudian, tawuran antar pelajar dan kriminalitas. Masih banyak perilaku
masyarakat yang bisa disebut menjadi virus penyebab penyakit sosial, misalnya:
alkoholisme, penyalahgunaan Napza, pelacuran, dan mungkin masih banyak lagi
perilaku masyarakat yang bisa menimbulkan keresahan dan mengganggu
keteraman masyarakat.
Faktor apa yang menyebabkan timbulnya berbagai penyakit masyarakat
tersebut? Para ahli sosiologi menyatakan bahwa penyakit sosial itu timbul karena
adanya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh orang atau sekelompok
orang terhadap norma dan aturan yang berlaku dalam masyarakat. Pelanggaran
terhadap norma dan aturan masyarakat inilah yang kemudian dikenal dengan
penyimpangan sosial. Beberapa fenomena yaitu perilaku perjudian, sebagai salah
satu penyakit sosial masyarakat yang sampai saat ini masih saja terjadi ditengah-
tengah masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Pembahsan tentang Perjudian
2. Frekuensi kejahatan tentang Perjudian
3. Modus-modus Tindak pejudian
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Perjudian

Meskipun masalah perjudian sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan,


tetapi baik dalam KUHP maupun UU No. 7 tahun 1974 ternyata masih mengandung beberapa
kelemahan. Kelemahan ini yang memungkinkan masih adanya celah kepada pelaku perjudian
untuk melakukan perjudian. Adapun beberapa kelemahannya adalah : Perundang-undangan
hanya mengatur perjudian yang dijadikan mata pencaharian, sehingga kalau seseorang
melakukan perjudian yang bukan sebagai mata pencaharian maka dapat dijadikan celah
hukum yang memungkinkan perjudian tidak dikenakan hukuman pidana Perundang-
undangan hanya mengatur tentang batas maksimal hukuman, tetapi tidak mengatur tentang
batas minimal hukuman, sehingga dalam praktek peradilan, majelis hakim seringkali dalam
putusannya sangat ringan hanya beberapa bulan saja atau malah dibebaskan
Pasal 303 bis ayat (1) angka 2, hanya dikenakan terhadap perjudian yang bersifat ilegal,
sedangkan perjudian yang legal atau ada izin penguasa sebagai pengecualian sehingga tidak
dapat dikenakan pidana terhadap pelakunya. Dalam praktek izin penguasa ini sangat mungkin
disalahgunakan, seperti adanya KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) dengan pejabat yang
berwenang.
Menurut Kartini Kartono dalam bukunya yang berjudul patologi sosial, perjudian
adalah pertaruhan dengan sengaja yaitu mempertaruhkan suatu nilai atau sesuatu yang
dianggap bernilai dengan menyadari adanya resiko dan harapan-harapan tertentu dalam
peristiwa-peristiwa permainan, pertandingan, perlombaan dan kejadian-kejadian yang tidak
atau belum pasti hasilnya. Pengaturan perjudian sendiri dapat ditemukan dalam pasal 303
KUHP, pasal 303 bis KUHP dan UU nomor 7 tahun 1974 tentang penertiban perjudian.
Perjudian (gambling) dalam kamus Webster didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang
melibatkan elemen risiko. Risiko didefinisikan sebagai kemungkinan terjadinya suatu
kerugian. Sementara Carson dan Butcher (1992) dalam buku Abnormal Psychology and
Modern Life, mendefinisikan perjudian sebagai memasang taruhan atas suatu permainan atau
kejadian tertentu dengan harapan memperoleh suatu hasil atau keuntungan yang besar. Apa
yang dipertaruhkan dapat saja berupa uang, barang berharga, makanan, dan lain-lain yang
dianggap emiliki nilai tinggi dalam suatu komunitas. Definisi serupa dikemukakan oleh
Stephen Lea, et al (1987) dalam buku The Individual in the Economy, A Textbook of
Economic Psychology seperti yang dikutip oleh Papu (2002).

Menurut mereka perjudian adalah suatu kondisi dimana terdapat potensi


kehilangan sesuatu yang berharga atau segala hal yang mengandung risiko. Namun demikian,
perbuatan mengambil risiko dalam perilaku berjudi, perlu dibedakan pengertiannya dari
perbuatan lain yang juga mengandung risiko. Ketiga unsur dibawah ini mungkin dapat
menjadi faktor yang membedakan perilaku berjudi dengan perilaku lain yang juga
mengandung risiko: Perjudian adalah suatu kegiatan sosial yang melibatkan sejumlah uang
(atau sesuatu yang berharga) dimana pemenang memperoleh uang dan imbalan lainnya yang
dianggap berharga. Risiko yang diambil bergantung pada kejadian-kejadian di masa
mendatang, dengan hasil yang tidak diketahui, dan banyak ditentukan oleh hal-hal yang
bersifat kebetulan atau keberuntungan. Risiko yang diambil bukanlah suatu yang harus
dilakukan, kekalahan atau kehilangan dapat dihindari dengan tidak ambil bagian dalam
permainan judi. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa perjudian adalah perilaku yang
melibatkan adanya risiko kehilangan sesuatu yang berharga dan melibatkan interaksi sosial
serta adanya unsur kebebasan untuk memilih apakah akan mengambil risiko kehilangan
tersebut atau tidak. Dari pengertian diatas maka ada tiga unsur agar suatu perbuatan dapat
dinyatakan sebagai judi. Yaitu adanya unsur :

 Permainan / perlombaan. Perbuatan yang dilakukan biasanya berbentuk


permainan atau perlombaan. Jadi dilakukan semata-mata untuk bersenang-
senang atau kesibukan untuk mengisi waktu senggang guna menghibur hati.
Jadi bersifat rekreatif. Namun disini para pelaku tidak harus terlibat dalam
permainan. Karena boleh jadi mereka adalah penonton atau orang yang ikut
bertaruh terhadap jalannya sebuah permainan atau perlombaan.
 Untung-untungan. Artinya untuk memenangkan permainan atau perlombaan
ini lebih banyak digantungkan kepada unsur spekulatif / kebetulan atau
untung-untungan. Atau faktor kemenangan yang diperoleh dikarenakan
kebiasaan atau kepintaran pemain yang sudah sangat terbiasa atau terlatih.
 Ada taruhan. Dalam permainan atau perlombaan ini ada taruhan yang
dipasang oleh para pihak pemain atau bandar. Baik dalam bentuk uang
ataupun harta benda lainnya. Bahkan kadang istripun bisa dijadikan taruhan.
Akibat adanya taruhan maka tentu saja ada pihak yang diuntungkan dan ada
yang dirugikan. Unsur ini merupakan unsur yang paling utama untuk
menentukan apakah sebuah perbuatan dapat disebut sebagai judi atau bukan.
Dari uraian di atas maka jelas bahwa segala perbuatan yang memenuhi
ketiga unsur diatas, meskipun tidak disebut dalam Peraturan Pemerintah RI
Nomor 9 Tahun 1981 adalah masuk kategori judi meskipun dibungkus
dengan nama-nama yang indah sehingga nampak seperti sumbangan,
semisal PORKAS atau SDSB. Bahkan sepakbola, pingpong, bulutangkis,
voley dan catur bisa masuk kategori judi, bila memenuhi unsur tersebut

B. Jenis-Jenis Perjudiana
Dalam PP No. 9 tahun 1981 tentang Pelaksanaan Penertiban Perjudian,
perjudian dikategorikan menjadi tiga. Pertama, perjudian di kasino yang terdiri
dari Roulette, Blackjack, Baccarat, Creps, Keno, Tombola, Super Ping-pong,
Lotto Fair, Satan, Paykyu, Slot Machine (Jackpot), Ji Si Kie, Big Six Wheel, Chuc
a Luck, Lempar paser / bulu ayam pada sasaran atau papan yang berputar
(Paseran). Pachinko, Poker, Twenty One, Hwa Hwe serta Kiu-Kiu. Kedua,
perjudian di tempat keramaian yang terdiri dari lempar paser / bulu ayam pada
sasaran atau papan yang berputar (Paseran), lempar gelang, lempar uang (Coin),
kim, pancingan, menembak sasaran yang tidak berputar, lempar bola, adu ayam,
adu sapi, adu kerbau, adu domba/kambing, pacu kuda, karapan sapi, pacu anjing,
kailai, mayong/macak dan erek-erek. Ketiga, perjudian yang dikaitkan dengan
kebiasaan yang terdiri dari adu ayam, adu sapi, adu kerbau, pacu kuda, karapan
sapi, adu domba/kambing.
Jika kita perhatikan perjudian yang berkembang dimasyarakat bisa dibedakan
berdasarkan alat / sarananya. Yaitu ada yang menggunakan hewan, kartu, mesin
ketangkasan, bola, video, internet dan berbagai jenis permainan olah raga. Selain
yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah tersebut diatas, masih banyak
perjudian yang berkembang di masyarakat. Semisal “adu doro”, yaitu judi dengan
mengadu burung merpati. Dimana pemenangnya ditentukan oleh peserta yang
merpatinya atau merpati yang dijagokannya mencapai finish paling awal. Yang
paling marak biasanya saat piala dunia. Baik di kampung, kantor dan cafe, baik
tua maupun muda, sibuk bertaruh dengan menjagokan tim favoritnya masing-
masing. Bahkan bermain caturpun kadang dijadikan judi. Sehingga benar kata
orang “kalau orang berotak judi, segala hal dapatdijadikan sarana berjudi”.
Pada umumnya masyarakat Indonesia berjudi dengan menggunakan kartu
remi, domino, rolet dan dadu. Namun yang paling marak adalah judi togel (toto
gelap). Yaitu dengan cara menebak dua angka atau lebih. Bila tebakannya tepat
maka sipembeli mendapatkan hadiah beberapa ratus atau ribu kali lipat dari
jumlah uang yang dipertaruhkan. Judi ini mirip dengan judibuntut yang
berkembang pesat pada tahun delapanpuluhan

C. Dasar Hukum Judi


Dalam al-Qur'an, kata maysir disebutkan sabanyak tiga kali, yaitu dalam
surat al-Baqaraħ (2) ayat 219, surat al-Mâ`idaħ (5) ayat 90 dan ayat 91. Ketiga
ayat ini menyebutkan beberapa kebiasaan buruk yang berkembang pada masa
jahiliyah, yaitu khamar, al-maysir, al-anshâb (berkorban untuk berhala), dan al-
azlâm (mengundi nasib dengan menggunakan panah). Penjelasan tersebut
dilakukan dengan menggunakan jumlahkhabariyyah dan jumlah insya`iyyah.
Dengan penjelasan tersebut, sekaligus al-Qur'an sesungguhnya menetapkan
hukum bagi perbuatan-perbuatan yang dijelaskan itu. Di dalamsurat al-Baqaraħ
(2) ayat 219 disebutkan sebagai berikut
Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.
Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi
manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya." Dan mereka bertanya
kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan."
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,
Sehubungan dengan judi, ayat ini merupakan ayat pertama yang diturunkan untuk
menjelaskan keberadaannya secara hukum dalam pandangan Islam. Setelah ayat
ini, menurut al-Qurthubiy, kemudian diturunkan ayat yang terdapat di dalam surat
al-Ma'idah ayat 91 (tentang khamar ayat ini merupakan penjelasan ketiga setelah
surat al-Nisa` ayat 43). Terakhir Allah menegaskan pelarangan judi dan khamar
dalam surat al-Ma'idah ayat 90.
Al-Thabariy menjelaskan bahwa "dosa besar" yang terdapat pada judi
yang dimaksud ayat di atas adalah perbuatan judi atau taruhan yang dilakukan
seseorang akan menghalangi yang hak dan, konsekwensinya, ia melakukan
kezaliman terhadap diri, harta dan keluarganya atau terhadap harta, keluarga dan
orang lain. Kezaliman yang dilakukannya terhadap dirinya adalah penurunan
kualitas keberagamaannya, dengan kelalaiannya dari mengingat Allah dan shalat.
Sedangkan kezaliman terhadap orang lain adalah membuka peluang terjadinya
permusuhan dan perpecahan. Sementara keuntungan yang ditumbulkan dari
perjudian itu hanya terbatas pada keuntungan material, kalau ia menang .

D. Akibat Perjudian
Dalam surat al-Baqaraħ (2) ayat 219, Allah SWT menjelaskan bahwa
khamar dan al-maysir mengandung dosa besar dan juga beberapa manfaat bagi
manusia. akan tetapi dosanya lebih besar dari manfaatnya. Manfaat yang
dimaksud ayat itu, khususnya mengenai al-maysir, adalah manfaat yang hanya
dinikmati oleh pihak yang menang, yaitu beralihnya kepemilikan sesuatu dari
seseorang kepada orang lain tanpa usaha yang sulit. Kalaupun ada manfaat atau
kesenangan lain yang ditimbulkannya, maka itu lebih banyak bersifat manfaat dan
kesenangan semu. Pada bentuk permainan al-mukhâtharaħ, pihak yang menang
bisa memperoleh harta kekayaan yang dijadikan taruhan dengan mudah dan bisa
pula menyalurkan nafsu biologisnya dengan isteri pihak yang kalah yang juga
dijadikan sebagai taruhan. Sedang pada bentuk al-tajzi`aħ, pihak yang menang
merasa bangga dan orang-orang miskin juga bisa menikmati daging unta yang
dijadikan taruhan tersebut. Akan tetapi, al-maysir itu sendiri dipandang sebagai
salah satu di antara dosa-dosa besar yang dilarang oleh agama Islam.
Penegasan yang dikemukakan pada suat al-Baqaraħ (2) ayat 219 bahwa
dosa akibat dari al-maysir lebih besar daripada manfaatnya memperjelas akibat
buruk yang ditimbulkannya. Di antara dosa atau risiko yang ditimbulkan oleh al-
maysir itu dijelaskan dalam surat al-Mâ`idaħ (5) ayat 90 dan 91. Kedua ayat
tersebut memandang bahwa al-maysir sebagai perbuatan setan yang wajib dijauhi
oleh orang-orang yang beriman. Di samping itu, al-maysir juga dipergunakan oleh
setan sebagai alat untuk menumbuhkan permusuhan dan kebencian di antara
manusia, terutama para pihak yang terlibat, serta menghalangi konsentrasi
pelakunya dari perbuatan mengingat Allah dan menunaikan shalat.
Al-Alusiy menjelaskan bahwa kemudaratan yang dapat ditimbulkan oleh
perjudian antara lain, selain perbuatan itu sendiri merupakan cara peralihan
(memakan) harta dengan cara yang batil, adalah membuat para pecandunya
memiliki kecenderungan untuk mencuri, menghancurkan harga diri, menyia-
nyiakan keluarga, kurang pertimbangan dalam melakukan perbuatan-perbuatan
yang buruk, berperangai keji, sangat mudah memusuhi orang lain. Semua
perbuatan itu sesungguhnya adalah kebiasaan-kebiasaan yang sangat tidak
disenangi orang-orang yang berfikir secara sadar (normal), tapi orang yang sudah
kecanduan dengan judi tidak menyadarinya, seolah-olah ia telah menjadi buta dan
tuli. Selain itu, perjudian akan membuat pelakunya suka berangan-angan dengan
taruhannya yang mungkin bisa memberikan keuntungan berlipat ganda

E. Penegakan Hukum Tentang Perjudian


Penegakan Hukum mempunyai hubungan yang erat antara kehidupan hukum
suatu bangsa dengan susunan atau tingkat perkembangan sosial bangsa itu sendiri,
karena tidak setiap bangsa atau Negara serta masyarakat memunyai kebutuhan
yang sama dalam kehidupan hukumnya. Demikianlah pada saat kita
membicarakan masyarakat yang tergolong sederhana sekali, terlihat di situ betapa
sederhananya pula dari kebutuhan masyarakat itu mengenai penyelenggaraan
hukumnya. Penyelenggaraan yang sederhana itu juga mengakibatkan bahwa
badan-badan yang belum begitu banyak dan rumit tata kerjanya. Penggunaan
upaya hukum, termasuk hukum pidana sebagai salah satu upaya untuk mengatasi
masalah social termasuk dalam bidang kebijakan social, yaitu segala usaha yang
rasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat sebagai suatu masalah yang
termasuk masalah kebijakan, maka penggunaan (hukum) pidana sebenarnya tidak
merupakan suatu keharusan (Muladi, 1998: 151). Penegakan hukum adalah
pekerjaan dari polri, dapat di sebutka polisi sebagai hukum yang hidup. Melalui
posisi itulah polisi mempunyai tanggungjawab untuk mengamankan dan
melindungi masyarakat.

“Pelaksanaan hukum di dalam masyarakat selain tergantung pada


kesadaran hukum masyarakat juga sangat banyak ditentukan oleh
aparat penegak hukum, oleh karena sering terjadi beberapa peraturan
hukum tidak dapat terlaksana dengan baik oleh karena ada beberapa
oknum penegak hukum yang tidak melaksanakan suatau keterangan
hukum sebagaimana mestinya (Sanyoto, 2008: 31).’’

Praktek perjudian merupakan sebuah tindakan yang memiliki pertalian dengan


kondisi sosial budaya masyarakat yang konsumeris dan hedonis di era globalisasi sehingga
masyarakat cenderung untuk didorong mengakumulasi harta benda melalui tindakan
spekulasi berupa perjudian sehingga menangan-angankan “kaya mendadak”.
Nilai-nilai sosial budaya masyarakat yang mengarah pada tindakan coba-coba dan
spekulatif merupakan hasil dari suatu proses degradasi nilai-nilai moral keagamaan sehingga
perjudian dianggap sebagai “pelarian sosial” yang dianggap akan menghasilkan keuntungan
besar dengan modal yang kecil / terbatas.
Praktek perjudian sulit diberantas karena telah menjadi budaya dan mendarahdaging
dalam kehidupan masyarakat, seperti yang terjadi di Bali. Kasus perjudian di Bali yang antara
lain berupa togel, adu ayam (tajen), main kartu dan bola adil. Menyusul berikutnya Polres
Buleleng yang mengungkap 87 kasus, Polres Tabanan 75 dan Ditreskrim Polda Bali 51 kasus.
Mengenai jenis perjudian yang sempat muncul, Dirreskrim menyebutkan sebagian besar
berupa togel dengan menginduk pada undian TSSM di Singapura. Berikut adlah contoh
contoh praktek perjudian yang ada dii tengah masyarakat adalah sebagai berikut
1. Praktek perjudian di tengah masyarakat yang sifatnya sangat tertutup dan
cenderung dilindungi oleh sebagian kecil masyarakat yang mendapatkan
keuntungan dari praktek haram tersebut, tentunya mendorong satuan Polri di
tingkat KOD untuk melibatkan masyarakat dan memberdayakan masyarakat
sehingga setiap informasi tentang praktek perjudian dapat dideteksi secara
dini. Oleh karena itu, satuan KOD harus : melakukan sosialisasi kepada
masyarakat tentang bahaya praktek perjudian yang merusak nilai-nilai moral,
sosial dan budaya masyarakat; melakukan koordinasi dengan tokoh RT, RW,
Karang Taruna, dan LSM untuk berpartisipasi dalam melaporkan kejadian
praktek perjudian di wilayahnya masing-masing; Melakukan komunikasi
dengan tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, dan tokoh pemuda untuk
memberikan informasi kepada masyarakat tentang praktek perjudian yang
melanggar hukum.
2. praktek perjudian di tengah masyarakat yang merupakan warisan budaya dan
bagian dari adat istiadat seperti judi sabung ayam di Bali, mendorong Polri di
tingkat KOD untuk menegakkan hukum terhadap praktek perjudian secara
berhati-hati dan selektif. Sepanjang perjudian yang dilakukan untuk
kepentingan ritual budaya masyarakat, maka harus diperbolehkan, namun
tetap dipantau agar supaya tidak keluar dari norma-norma budaya dan agama.
Oleh karena itu, Polri di tingkat KOD harus melakukan pendekatan kepada
tokoh agama, tokoh budaya dan tokoh adat untuk menjalin komunikasi dan
silaturahmi sehingga masyarakat tidak menggunakan adat budaya sebagai
kedok untuk melakukan sabung ayam.
3. praktek perjudian di tengah masyarakat yang marak belakangan ini memiliki
jaringan dan sindikat yang sangat sulit terkuak karena para bos atau pentolan
mafia ini seringkali memberikan imbalan materi dan iming-iming atau bahkan
setoran kepada oknum Polri sehingga mempengaruhi proses penegakkan
hukum di tingkat KOD. Sudah menjadi rahasia umum bahwa ada oknum
anggota Polri di tingkat KOD yang diduga “membeckingi” praktek perjudian
sehingga banyak dari oknum Polri tersebut yang diproses secara hukum dan
dipecat dari keanggotan Polri. Praktek perjudian yang beromzet milliran
rupiah ini tentunya mempengaruhi para personil Polri yang bertugas
menegakkan hukum dengan adanya tawaran materi dari para pihak yang
terlibat perjudian
4. praktek perjudian di tengah masyarakat mempengaruhi Polri di tingkat KOD
dalam upaya penegakkan hukumnya yang harus mengandalkan masyarakat
sebagai pihak yang tentunya paling awal mengetahui praktek perjudian di
daerahnya masing-masing. Oleh karena itu, Polri di tingkat KOD harus :
Membuka kotak pengaduan masyarakat di lokasi-lokasi strategis yang dapat
dijangkau oleh masyarakat untuk melaporkan setiap praktek perjudian yang
diketahuinya; Membuka saluran telehone, sms, fax, dan email di tingkat KOD
sehingga memudahkan masyarakat melaporkan praktek perjudian di
wilayahnya masing-masing; Memberikan hadiah dan penghargaan lainnya
kepada masyarakat yang mau dan bersedia memberikan pelaporan dan
informasi tentang praktek perjudian di tengah masyarakat; Membentuk
jaringan informan di tengah masyarakat yang dapat dijadikan sebagai sumber
informasi dan sumber intelijen dalam mendeteksi dini setiap praktek perjudian
di tengah masyarakat.

Berdasarkan hal itu, dapat ditegaskan bahwa praktek perjudian di tengah masyarakat
dapat mempengaruhi proses penegakkan hukum di tingkat KOD. Praktek perjudian dengan
berbagai modus operandi dan bentuknya harus mendorong Polri di tingkat KOD membuat
strategi penegakkan hukum yang jitu dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Hal ini
dikuatkan dengan teori “Fixing Broken Window”, yang menyatakan bahwa masyarakatlah
yang paling dini mendeteksi kemungkinan adanya pelanggaran hukum di lingkungan
sekitarnya, termasuk praktek perjudian. Oleh karena itu, masih menurut teori ini, pencegahan
terhadap tindak pidana di lingkungan sekitar harus berlandaskan pada kekuatan masyarakat
atau yang lebih dikenal dengan sebutan “Community Based Prevention”. Dengan demikian,
Polri sudah saatnya melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat sehingga dapat
membantu dalam mecegah praktek perjudian

E. Modus perjudian
Macam-macam modus perjudian adalah sebagai berikut:
1. Modus penyamaran tempat
Modus ini merupakan salah satu cara melakukan suatu tindakan perjudian yang
dimana perjudian tersebut dilakukan/dilaksanakan dengan cara menyamarkan
tempat perjudian, dengan tujuan agar tempat perjudian tersebut tidak di ketahui
pihak berwajib. Contohnya seperti Kasus yang ditemukan diJajaran polisi sektor
Denpasar Barat, mereka menggerebek satu ruko Pidada VII no.17 Denpasar
karena dijadikan tempat judi. Sebuah pintu berpintu rolling door merah
bertuliskan “Pijat Urut Tradisional Sehat Segar” ternyata dijadikan lokasi
perjudian ketangkasan, dengan ditemukannya alat ding dong.
2. Modus berkedok elektronik
Modus operandi perjudiannya dengan cara menggunakan koin yang dimana berisi
saldo untuk memainkan judi tersebut. Judi elektronik atau biasa disebut dengan
judi online ada banyak macamnya, asalkan perjudian tersebut berada di dunia
maya. Contohnya seperti : judi online bola, taruhan pacuan kuda, dll. Modus ini
semakin rapi karena tidak harus saling bertatap muka.
3. Modus dengan kartu permainan
Permainan judi ini menggunakan media kartu untuk mengetahui siapa yang
menang dan siapa yang kalah,banyak sekali jenis permainan judi kartu yang
berkembang di masyarakat seperti judi menggunakan kartu
Domino,Poker,Gaple,Domino.
4. Modus judi dengan hewan aduan
Modus menggunakan hewan aduan sangat populer dan banyak digemari di negara
Indonesia. Contohnya adalah Sabung Ayam, Perjudiannya yaitu adalah
mempertaruhkan nyawa ayam tersebut sampai salah satu ayam kalah atau mati.

Anda mungkin juga menyukai