Anda di halaman 1dari 7

PENANGANAN DAN PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI PANGAN

“PENGOLAHAN LIMBAH PULP KAKAO SEBAGAI NATA DE COCO”

OLEH

MIFTAHURROHMAH

J1A018075

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI

UNIVERSITAS MATARAM

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) termasuk tanaman tahunan yang tergolong
dalam kelompok tanaman caulofloris, yaitu tanaman yang berbunga dan berbuah pada
batang dan cabang. Tanaman ini pada garis besarnya dapat dibagi atas dua bagian, yaitu
bagian vegetatif yang meliputi akar, batang, daun dan bagian generatif yang meliputi
bunga dan buah (Lukito dkk, 2010). Habitat asli tanaman kakao adalah hutan tropis
dengan naungan pohon-pohon yang tinggi, curah hujan tinggi, suhu sepanjang tahun
relatif sama, serta kelembaban tinggi yang relatif tetap. Dalam habitat seperti itu,
tanaman kakao akan tumbuh tinggi tetapi bunga dan buahnya sedikit. Jika dibudidayakan
di kebun, tinggi tanaman umur tiga tahun mencapai 1,8 – 3,0 meter dan pada umur 12
tahun dapat mencapai 4,50 – 7,0 meter. Tinggi tanaman tersebut beragam, dipengaruhi
oleh intensitas naungan serta faktor-faktor tumbuh yang tersedia. Tanaman kakao bersifat
dimorfisme, artinya mempunyai dua bentuk tunas vegetatif. Tunas yang arah
pertumbuhannya ke atas disebut dengan tunas ortotrop atau tunas air (wiwilan atau
chupon), sedangkan tunas yang arah pertumbuhannya ke samping disebut dengan
plagiotrop (cabang kipas atau fan) ( Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan,
2010 ).
Perkembangan kakao dapat dilihat dari segi luas areal pertanaman maupun
sumbangannya kepada Negara sebagai komoditas ekspor. Hingga tahun 2006, luas
perkebunan cokelat di Indonesia 1,19 juta ha, dengan komposisi 92,8% merupakan
perkebunan rakyat dengan rata-rata pertumbuhan perluasan areal 7,4% per tahun. 1
Perkembangan areal tanaman kakao rakyat yang cukup pesat di Indonesia, perlu
didukung dengan kesiapan sarana dan metode pengolahan yang cocok untuk petani agar
mereka mampu menghasilkan biji kakao dengan mutu seperti yang dipersyaratkan oleh
Standar Nasional Indonesia. Sebagian besar produksi kakao diekspor dalam bentuk biji
(bahan baku) sedangkan ekspor dalam bentuk olahan baru mencapai 17-20%.2 Padahal
nilai tambah terbesar diperoleh dari produksi olahannya seperti pasta, lemak, bungkil dan
bubuk untuk makanan dan minuman.
Limbah kakao merupakan bahan makanan non konvensional yang dapat
digunakan sebagai bahan baku industri pakan ternak. potensi perkebunan kakao di
indonesia yang saat ini sedang dikembangkan, sehingga produksi limbah yang dihasilkan
cukup melimpah. Limbah kakao diantaranya terdiri dari kulit buah dan kulit biji kakao.
Perkembangan luas lahan, produksi dan produktivitas kakao Indonesia dari tahun 2008
hingga 2013. Data Ditjenbun (2014) menunjukkan bahwa luas penanaman kakao dalam
tiga tahun terakhir relatif konstan. Pada tahun 2013 luas lahan kakao tercatat 1.745.789
ha, dengan produksi biji kakao sebesar 938,8 ribu ton. Berdasarkan rasio biji kakao
dengan KBK maka diketahui potensi bahan kering KBK sebesar 872,3 ribu ton/tahun.
Limbah kakao diantaranya terdiri dari kulit buah dan kulit biji kakao.
Upaya perbaikan mutu biji kakao perlu dilakukan secara stimulan dan terintegrasi
dengan pengembangan industri. Dari total produksi biji kakao nasional yang mencapai
450.000 ton per tahun, hanya kurang dari 20% yang diolah dan dipasarkan dalam bentuk
sekundernya berupa pasta coklet, bubuk cokelat, dan beberapa produk turunan lainnya.
Padahal perkembangan produk yang demikian dapat memberikan nilai tambah yang lebih
besar, membuka peluang pasar dan menyerap tenaga kerja diperdesaan.
Limbah kakao merupakan bahan makanan non konvensional yang dapat
digunakan sebagai bahan baku industri pakan ternak. potensi perkebunan kakao di
indonesia yang saat ini sedang dikembangkan, sehingga produksi limbah yang dihasilkan
cukup melimpah. Limbah kakao diantaranya terdiri dari kulit buah dan kulit biji kakao.
Perkembangan luas lahan, produksi dan produktivitas kakao Indonesia dari tahun 2008
hingga 2013. Data Ditjenbun (2014) menunjukkan bahwa luas penanaman kakao dalam
tiga tahun terakhir relatif konstan. Pada tahun 2013 luas lahan kakao tercatat 1.745.789
ha, dengan produksi biji kakao
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kakao

Indonesia merupakan salah satu negara pembudidaya tanaman kakao paling luas di dunia
dan termasuk negara penghasil kakao terbesar ketiga setelah Ivory Coast dan Ghana, yakni
dengan nilai produksi tahunannya mencapai 572 ribu ton. Berdasarkan data dari Direktorat
Jendral Perkebunan (2006), pada tahun 2003 luas areal penanaman kakao telah mencapai 917
ribu hektar dan tersebar di seluruh provinsi, kecuali DKI Jakarta (T. Wahyudi dan P. Rahardjo
dalam Rizky D.P).

Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang peranannya cukup
penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber
pendapatan dan devisa negara. Disamping itu kakao juga berperan dalam mendorong
pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Pada tahun 2002, perkebunan kakao
telah menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu kepala keluarga
petani yang sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta memberikan
sumbangan devisa terbesar ke tiga sub sector perkebunan setelah karet dan minyak sawit dengan
nilai sebesar US $ 701 juta. Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang menempati
peringkat ketiga ekspor sektor perkebunan dalam menyumbang devisa negara, setelah komoditas
karet dan CPO. Pada 2006 ekspor kakao mencapai US$ 975 juta atau meningkat 24,2%
dibanding tahun sebelumnya (Suryani dan Zulfebriansyah, 2005). Luas areal perkebunan kakao
di Indonesia pada 2006 mencapai 1,19 juta hektar dengan rata-rata pertumbuhan lahan 7,4% per
tahun. Produksi buah kakao tahun 2006 mencapai 779,5 ribu ton atau tumbuh rata-rata 3,8% per
tahun. (Suryani dan Zulfebriansyah, 2005).

Kulit buah kakao (shel fod husk) adalah merupakan limbah agroindustri yang dihasilkan
tanaman kakao (Theobroma cacao L.) Buah coklat yang terdiri dari 74 % kulit buah, 2 %
plasenta dan 24 % biji. Hasil analisa proksimat mengandung 22 % protein dan 3-9 % lemak
(Nasrullah dan A. Ella, 1993 dalam Baharuddin). Pakar lain menyatakan kulit buah kakao
kandungan gizinya terdiri dari bahan kering (BK) 88 % protein kasar (PK) 8 %, serat kasar (SK)
40,1 % dan TDN 50,8 % dan penggunaannya oleh ternak ruminansia 30-40 % dilaporkan oleh
Anonimus (2001). Komponen utama dari buah kakao adalah kulit buah, plasenta, dan biji. Kulit
buah merupakan komponen terbesar dari buah kakao, yaitu lebih dari 70% berat buah masak.
Persentase biji kakao di dalam buah hanya sekitar 27-29%, sedangkan sisanya adalah plasenta
yang merupakan pengikat dari 30 sampai 40 biji.

B. Kandungan Kakao

Dalam 100 gram biji kakao yang telah dihaluskan ada berbagai zat gizi
yang terkandung, yaitu:

 228 gr kalori

 14 gr lemak

 0 mg kolesterol

 21 mg natrium

 58 gr karbohidrat

 20 gr protein

 2 gr gula

 33 gr serat makanan

 13 % kalsium

 77% zat besi

C. Pengolahan Limbah Pulp kakao sebagai Nata De Coco


Salah satu produk hasil samping yang dapat dihasilkan dari cairan lender biji
kakao adalah nata cacao. Produk tersebut hamper sama dengan nata de coco yanga
bahannya berasal dari air kelapa. Dengan proses fermentasi yang serupa yaitu
pemnafaatan bakteri acetobacter xylinum, cairan lender biji kakao dapat menghasilkan
nata. Cara embuatan nata de cacao sama dengan pembuatan nata de coco yaitu relative
sederhanan dan mudah dikerjakan, hanya saja memerlukan suasana yang bersih dan
kondisi yang aseptis. Raktor yang berpengaruh pada pembuatan nata meliputi sumber
gula, suhu fermentasi,  tingkat keasaman medium, lama fermentasi dan aktivitas
bakterinya. Gula merupakan salah satu nutrisi yang sangat diperlukan oleh
mikroorganisme untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Sampai pada konsentrasi
tertentu penambahan gula akan meningkatkan pertumbuhan bakteri acetobter xylinum
sehingga pembentukan nata dari hasil perombaan gula menjadi semakin tinggi.
Untuk memperoleh hasil nata de cacao yang lebih putih, dalam pembuatannya
harus dilakukan pengenceran limbah cair biji kakao. Hal ini disebabkan cairan biji kakao
mengandung yang langsung diambil dari pabrik pengolahan biji kakao masih
mengandung kotoran-kotoran dan masih berwarna kuning cokelat. Adapun tujuan
pengenceran media (limbah cair biji kakao) adalah untuk memucatkan warna kuning
cokelat dari limbah cair biji kakao agar nata yang dihasilkan lebih putih.

Tahapan pembuatan starter:

1. Timbang bahan yang sudah disiapkan.


2. Siapkan larutan pertama berupa air kelapa yang telah diendapkan dan  disaring, ambil
1.060 ml air kelapa. Panaskan sampai mendidih.
3. Tambahkan asam asetat glacial 25% dan 100 gr glukosa. Aduk hingga gula larut.
4. Buat larutan kedua berupa larutan urea yang dimasukkan dalam 60 ml air kelapa,
kemudian panaskan hingga mendidih
5. Tuang larutan kedua dengan larutan pertama yang telah disiapkan.
6. Pindahkan dalam botol starter dan tutup dengan kapas steril dan tunggu sampai dingin
7. Tambahkan 10% biakan, agar biakan tumbuh miring pada permukaan gunakan aquades
steril sebanyak 10 ml.
8. Letakkan botol kedalam rak inkubasi selama 6-8 hari sampai terbentuk lapisan putih pada
media.

Tahapan pembuatan nata de cacao adalah:

1. Pulp cacao diiris tipis kemudian dicuci sampai bersih.


2. Bahan dimasukkan ke dalam blander kemudian ditambahkan air dengan     perbandingan
1:15.
3. Setelah diblender bahan disaring untuk memisahkan ampasnya dengan sari buah.
4. Sari buah ditambahkan sukrosa 75%, amonium sulfat 0,5%, asam asetat hingga pH
mencapai 3,7.
5. Dilakukan pemanasan terhadap medium fermentasi pada suhu 100oC selama 30 menit,
kemudian didinginkan.
6. Setelah dingin ditambahkan starter nata kemudian dituang dalam nampan.
7. Medium diinkubasi selama  14 hari, kemudian dilakukan pemanenan nata.
8. Lembaran nata yang terbentuk dicuci dan dipotong kecil-kecil, kemudian direbus sampai
mendidih (suhu 30oC).
9. Air rebusan nata diganti dengan air yang baru dan direndam selama semalam. Hal ini
dilakukan sebanyak 2-3 kali sampai aroma asamnya hilang.
10. Nata direbus dalam larutan gula 25 % selama 20 menit dan direndam selama semalam.
Setelah itu baru dikemas

Anda mungkin juga menyukai