Anda di halaman 1dari 15

Disusun oleh :

Nama : Kartika Rani

Npm : 205190033

UNIVERSITAS MITRA INDONESIA

FAKULTAS KESEHATAN

PROGRAM STUDI S1 GIZI

2020/2021
Ma'rifatullah (Mengenal Allah)

Setiap muslim seharusnya mengenal tuhannya dengan baik, yaitu: Allah ; satu-
satunya Dzat yang berhak untuk disembah dan ditaati. Ma'rifatullah adalah puncak
aqidah dan tauhid seorang muslim. Ma'rifatullah merupakan tolak ukur kualitas
keislaman dan keimanan seseorang, karena untuk mencapai ketinggian iman
seorang muslim harus tahu dan mengenal dengan baik siapa tuhannya.

Makna Ma'rifatullah

Ma'rifatullah bukanlah mengenali dzat Allah, karena hal itu tidak mungkin
terjangkau oleh akal manusia yang terbatas. Ma'rifatullah menurut Ibnul Qoyyim,
sebagaimana di definisikan oleh ahli ma'rifah adalah : "ilmu yang membuat
seseorang melakukan apa yang menjadi kewajiban bagi dirinya dan konsekuensi
pengenalannya”.

Ma'rifatullah tidak  dimaknai dengan arti harfiah semata, namun dimaknai dengan
pengenalan terhadap jalan yang mengantarkan manusia semakin dekat dengan
Allah, mengenalkan rintangan dan tantangan yang ada dalam perjalanan
mendekatkan diri pada Allah.

Figur teladan dalam ma'rifatullah adalah Rasulullah, Dialah sosok yang paling
mengenal Allah, paling dekat denganNya, dan paling taat kepada perintah-
perintahNya.
Rasulullah SAW bersabda : "Sayalah orang yang paling mengenal Allah dan
paling takut kepadaNya".(HR. Bukhari dan Muslim). Tingkatan berikutnya yang
paling mengenal Allah adalah : ( َ‫) اَ ْل ُعلَ َما ُء ال َعا ِملُون‬. Ulama' yang mengamalkan
ilmunya. 

‫إِنَّ َما يَ ْخشَى هّللا َ ِمنْ ِعبَا ِد ِه ال ُعلَ َما ُء‬....: ‫قال تعالى‬ 
"Sesungguhnya yang takut pada Allah di antara hamba-hambanya hanyalah
'ulama'”. (QS,35:28 )

Orang yang mengenali Allah, dengan benar adalah orang yang mampu mewarnai
dirinya dengan segala macam bentuk ibadah. Kita akan mendapatinya sebagai
orang yang rajin sholat, pada saat yang lain kita dapati ia senantiasa berzikir,
tilawah, pengajar, mujahid, pelayan masyarakat, dermawan, dll. Tidak ada ruang
dan waktu ibadah kepada Allah, kecuali dia ada di sana. Dan tidak ada ruang dan
waktu yang di benci Allah, melainkan ia menjauhinya.
Urgensi Ma'rifatullah

Ma'rifatullah adalah puncak kesadaran yang akan menentukan perjalanan hidup


selanjutnya. Dengan ma'rifatullah manusia bisa mengetahui tujuan hidup yang
sesungguhnya. Ketiadaan ma'rifatullah membuat orang hidup tanpa arah dan tujuan
yang jelas, bahkan orang yang tidak mengenal Allah dengan benar akan menjalani
hidupnya seperti binatang. (QS,47:12).

Ma'rifatullah adalah asas perjalanan ruhiyah manusia secara keseluruhan. Orang


yang mengenal Allah akan merasakan hidupnya tenang, lapang, dan dia hidup
dalam rentangan panjang antara sabar dan syukur.

Dari ma'rifatullah ini manusia akan mengenali kehidupan di luar  alam materi,
seperti malaikat, jin dan ruh.

Dengan ma'rifatullah seorang muslim akan senantiasa menjaga dirinya dari


melanggar aturan-aturan Allah SWT sehingga hidupnya di penuhi dengan rahmat
dan ridho Allah.

Buah Ma'rifatullah

Puncak ilmu adalah mengenal Allah. seseorang dikatakan sukses dalam belajar
atau menuntut ilmu apabila dia semakin mengenal Allah dan semakin Dekat pada
Allah. Jadi, percuma sekolah tinggi, gelar prestisius segudang, harta melimpah dan
jabatan melangit bila itu semua tidak menjadikannya semakin dekat, semakin kenal
dan semakin taat pada Allah.

Ma'rifatullah adalah ni'mat yang sangat besar. Mengenal Allah akan membuahkan
ahklaq mulia. Betapa tidak, dengan mengenal Allah kita akan merasa di tatap, di
dengar dan di perhatikan oleh Allah, sehingga langkah dan gerak kita terarah pada
jalan yang dikehendaki Allah. inilah keni'matan hidup yang sebenarnya.

Dengan ma'rifatullah hidup menjadi tenang, terarah, ringan dan bahagia.


Sebaliknya jika kita jauh dari Allah, hidup akan terasa berat, sempit, sengsara,
tenggelam dalam lumpur dosa, dan terus menerus hidup dalam rentang waktu dan
ruang kehinaan. 

‫ش ُرهُ يَ ْو َم ا ْلقِيَا َم ِة أَ ْع َمى‬ َ ً‫شة‬


ُ ‫ض ْن ًكا َونَ ْح‬ َ ‫ي فَإِنَّ لَهُ َم ِع ْي‬
ْ ‫ض عَنْ ِذ ْك ِر‬
َ ‫ َو َمنْ اَ ْع َر‬: ‫قال تعالى‬
"Barang siapa yang berpaling dari peringatanku maka sesungguhnya baginya
kehidupan yang sempit dan akan kami bangkitkan pada hari kiamat dalam
keadaan buta". (QS. Thaahaa,124 ).

Ciri-ciri Orang yang Mengenal Allah (Al-arif billah)

berikut adalah ciri-ciri Orang yang ma'rifah :

1. tidak takut dan tidak bersedih hati ( َ‫ )الَ َخ ْوفٌ َعلَ ْي ِه ْم َواَل ُه ْم يَ ْحزَ نُون‬dengan urusan
duniawi. Karena itulah kualitas ma'rifah kita bisa diukur, bila kita selalu
cemas dan takut kehilangan dunia, berarti kita belum mengenal Allah
dengan baik. Sebab orang yang ma'rifah, susah senangnya tidak diukur oleh
ada tidaknya dunia, tetapi diukur oleh dekat tidaknya dirinya dengan Allah.
2. Orang yang ma'rifah akan senantiasa menjaga kualitas ibadahnya. Karena
dengan terjaganya ibadah akan mendatangkan banyak manfaat dan 
keuntungan dalam hidup, diantaranya :
o Hidup selalu berada di jalan yang benar.
o Memiliki kekuatan dalam menghadapi cobaan hidup.
o Allah akan selalu mengaruniakan dalam hidupnya.
o Akan selalu optimis dalam menghadapi kehidupan.
o Memiliki kendali dan kontrol dalam hidup, sehingga tidak selalu
terjerumus kedalam jurang kema'siatan.
o Selalu berada dalam bimbingan dan pertolongan Allah.
o Memiliki Ruhiyah imaniah yang kuat.

Sarana Ma'rifatullah

Diantara sarana yang dapat mengantarkan kita pada ma'rifatullah adalah :

َّ ‫) ال َع ْق ُل ال‬
1. Akal sehat ( ‫سلِي ُم‬
Akal sehat manusia jika digunakan untuk memikirkan dan merenungkan apa
yamg ada di sekelilingnya dari ciptaan Allah dapat menjadikan pemiliknya
sampai pada ma'rifatullah yang sempurna. Alqur-an menjelaskan dalam
berbagai ayatnya pengaruh perenungan makhluk terhadap pengenalan
kepada sang berfirman: ”sesunggunya dalam penciptaan langit dan
bumi,khaliq. Allah dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda –
tanda bagi orang yang berakal. Yaitu orang – orang yang mengingat Allah
dalam keadaan berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi ( seraya berkata ) " Ya tuhan
kami, tiadalah engkau menciptakan ini dengan sia – sia. Maha suci engkau
maka peliharalah kami dari siksa api neraka”.(QS. 03: 190-191).
Rasulullah Sha. Bersabda :
ِ ‫ق هَّللا ِ َواَل تَفَ َّك ُروا فِي َذا‬
ِ ‫ت هَّللا‬ ِ ‫تَفَ َّك ُروا فِ ْي َخ ْل‬
"berfikirlah kalian tentang ciptaan Allah dan janganlah berfikir tentang dzat
Allah" (HR. Abu Nu'aim).
2. Para Nabi dan Rasul ( ‫س ُل‬ ُّ ‫) األَ ْنبِيَا ُء َو‬
ُ ‫الر‬
Kita dapat mengenal Allah dengan baik melalui dakwah dan penjelasan dari
para rasul. Karena mereka memang di utus untuk mengenalkan dan
mengajak manusia kepada Allah. Allah SWT berfirman :"Sesungguhnya
kami telah mengutus rasul – rasul kami dengan membawa bukti – bukti
nyata dan telah telah kami turunkan bersama mereka Al-kitab dan neraca
(keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan".(QS,57:25)
3. Nama dan sifat Allah ( ُ‫الصفَات‬ ِّ ‫س َما ُء َو‬ ْ َ‫) األ‬
Mengenali nama dan sifat Allah disertai dengan perenungan makna dan
pengaruhnya bagi kehidupan ini menjadi sarana untuk mengenali Allah. cara
inilah yang Allah gunakan untuk memperkenalkan dirinya kepada makhluk-
Nya. Dengan asma dan sifat ini terbukalah jendela bagi manusia untuk
mengenali Allah lebih dekat lagi. Asma dan sifat Allah akan menggerakkan
dan membuka hati manusia untuk menyajikan pancaran cahaya Allah. Allah
berfirman: "katakanlah: serulah Allah atau Ar- Rahman. Dengan nama yang
mana saja kamu seru, dia memiliki nama–nama yang baik .(‫") األسماء الحسنى‬
Qs,17:110.

Saudaraku…! Di tengah kondisi yang semakin sulit dan zaman yang semakin
hancur tidak ada yang bisa menolong kita selai Allah. maka salah satu ikhtiar
untuk menggapai pertolongan-Nya dengan meningkatkan pengenalan kita kepada 
Allah. cara menggapainya adalah dengan memperbaik kualitas ibadah kita serta
dengan terus menerus berusaha untuk istiqomah di jalan-Nya.
Ma’rifaturrasul

Pengertian Ma’rifatur rasul yaitu mengetahui bahwasanya Muhammad adalah rasul


Allah; penyampai ajaran dari Allah, beliau jujur (benar) di dalam menyampaikan
ajarannya baik dalam masalah Iijab (mewajibkan suatu perkara), Tahrim
(mengharamkan suatu perkara) dan dalam mengabarkan tentang peristiwa yang
terjadi pada masa lampau dan yang akan terjadi di masa mendatang di dunia, di
alam barzakh dan alam akherat.

Ciri-ciri Rasulullah :

1. Memiliki sifat-sifat asasiyah. Sifat asasiyah ini terdiri dari sidiq, amanah,
tabligh dan fathanah. Sifat ini harus dimiliki oleh setiap rasul yang
mengemban atau membawa risalah dari Allah SWT.
2. Memiliki mu’jizat.
Salah satu contohnya adalah mu’jizat Rasulullah SAW ketika membelah
bulan. Allah berfirman dalam (QS. 54 : 1 – 2): “Telah dekat (datangnya)
saat itu dan telah terbelah bulan. Dan jika mereka (orang-orang musyrikin)
melihat sesuatu tanda (mu`jizat), mereka berpaling dan berkata: “(Ini
adalah) sihir yang terus menerus“.
3. Berita kedatangannya.
Dalam al-Qur’an Allah mengatakan (QS. 61 : 6): “Dan (ingatlah) ketika Isa
Putra Maryam berkata: “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan
Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat
dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan
datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)“. Maka tatkala rasul
itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka
berkata: “Ini adalah sihir yang nyata“.
4. Berita kenabian.
Setiap rasul senantiasa membawa perintah Allah untuk mengajak umatnya
ke jalan yang baik. Perihal kerasulan mereka pun Allah beritahukan. Dalam
al-Qur’an Allah berfirman (QS. 7 : 158): “Katakanlah: “Hai manusia
sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang
mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka
berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul Nya, Nabi yang ummi yang
beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya)
dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk“.
5. Adanya hasil dari da’wah yang dilakukannya.
Hal ini dapat kita lihat, pada hasil da’wah Rasulullah SAW yang dari segi
kualitas, mereka memiliki keimanan yang sangat kokoh, tidak tergoyahkan
oleh apapun juga. Kemudian dari segi kuantitas, jumlah mereka demikian
banyaknya, tersebar ke seluruh pelosok jazirah Arab, bahkan melewati
jazirah Arab.

Allah SWT berfirman (QS. 48 : 29): “Muhammad itu adalah utusan Allah dan
orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir,
tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka ruku` dan sujud
mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada
muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan
sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya
maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak
lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya
karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan
orang-orang mu’min). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.”

Sifat-sifat Rasulullah :

1. Manusia sempurna.
Allah berfirman (QS. 14 : 11): “Rasul-rasul mereka berkata kepada
mereka: “Kami tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, akan tetapi Allah
memberi karunia kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-
hamba-Nya. Dan tidak patut bagi kami mendatangkan suatu bukti kepada
kamu melainkan dengan izin Allah. Dan hanya kepada Allah sajalah
hendaknya orang-orang mukmin bertawakkal.”
2. Terpelihara dari kesalahan.
Allah berfirman (QS. 5 : 67): “Hai Rasul, sampaikanlah apa yang di
turunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang
diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah
memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.”
3. Benar.
Allah berfirman (QS. 53 : 3-4): “Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al
Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain
hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).”
4. Cerdas.
Allah berfirman (QS. 48 : 27): “Sesungguhnya Allah akan membuktikan
kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu)
bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya
Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan
mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui
apa yang tiada kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan
yang dekat.”
5. Amanah.
Allah berfirman (QS. 69 : 44-46): “Seandainya dia (Muhammad) mengada-
adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami. Niscaya benar-benar kami
pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong
urat tali jantungnya.”
6. Menyampaikan.
Allah berfirman (QS. 5 : 67): “Hai Rasul, sampaikanlah apa yang di
turunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang
diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah
memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.”
7. Komitmen yang sempurna.
Allah berfirman (QS. 17 : 73): “Dan sesungguhnya mereka hampir
memalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar
kamu membuat yang lain secara bohong terhadap Kami; dan kalau sudah
begitu tentulah mereka mengambil kamu jadi sahabat yang setia.”

Hikmah Mempelajari Sirah Nabawiyah :

Dalam konteks diri kita sebagai umat Nabi Muhammad Saw, maka setiap kita tentu
saja harus mengenal beliau agar kita bisa meneladaninya, tapi upaya mengenal ini
bukanlah sekedar mempelajarinya secara kronologis dari sebelum lahir hingga
wafatnya, tapi juga harus dapat mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa yang
terjadi, inilah hakikatnya memahami sirah Nabawiyah.

Secara umum manfaat yang bisa kita petik hikmahnya dalam mengkaji dan
memahami sirah nabawiyah, adalah:

1. Memahami pribadi Rasulullah saw. sebagai utusan Allah (fahmu


syakhshiyah ar-rasul).
Dengan mengkaji sirah kita dapat memahami celah kehidupan Rasulullah
saw. sebagai individu maupun sebagai utusan Allah swt. Sehingga, kita tidak
keliru mengenal pribadinya sebagaimana kaum orientalis memandang
pribadi Nabi Muhammad saw. sebagai pribadi manusia biasa. “Hai nabi,
sesungguhnya kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar
gembira dan pemberi peringatan, Dan untuk jadi penyeru kepada agama
Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi. Dan
sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang mukmin bahwa
sesungguhnya bagi mereka karunia yang besar dari Allah.” (Al-Ahzab: 45-
47).
2. Mengetahui contoh teladan terbaik dalam menjalani kehidupan ini
(ma’rifatush shurati lil mutsulil a’la).
Contoh teladan merupakan sesuatu yang penting dalam hidup ini sebagai
patokan atau model ideal. Model hidup tersebut akan mudah kita dapati
dalam kajian sirah nabawiyah yang menguraikan kepribadian Rasulullah
saw. yang penuh pesona dalam semua sisi. “Sesungguhnya telah ada pada
(diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.” (Al-Ahzab: 21).
3. Dapat memahami turunnya ayat-ayat Allah swt. (al-fahmu ‘an-nuzuli
aayatillah).
Mengkaji sirah dapat membantu kita untuk memahami kronologis ayat-ayat
yang diturunkan Allah swt. Karena, banyak ayat baru dapat kita mengerti
maksudnya setelah mengetahui peristiwa-peristiwa yang pernah dialami
Rasulullah saw. atau sikap Rasulullah atas sebuah kejadian. Melalui kajian
sirah nabawiyah itu kita dapat menyelami maksud dan suasana saat
diturunkan suatu ayat.
4. Memahami metodologi dakwah dan tarbiyah (fahmu uslubid da’wah wat-
tarbiyah).
Kajian sirah juga dapat memperkaya pemahaman dan pengetahuan tentang
metodologi pembinaan dan dakwah yang sangat berguna bagi para dai.
Rasulullah saw. dalam hidupnya telah berhasil mengarahkan manusia
memperoleh kejayaan dengan metode yang beragam yang dapat dipakai
dalam rumusan dakwah dan tarbiyah.
5. Mengetahui peradaban umat Islam masa lalu (ma’rifatul hadharatil
islamiyatil madliyah). Sirah nabawiyah juga dapat menambah khazanah
tsaqafah Islamiyah tentang peradaban masa lalu kaum muslimin dalam
berbagai aspek. Sebagai gambaran konkret dari sejumlah prinsip dasar Islam
yang pernah dialami generasi masa lalu. “Kamu adalah umat yang terbaik
yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan
mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli
Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada
yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”
(Ali Imran: 110).
6. Menambah keimanan dan komitmen pada ajaran Islam (tazwidul iman wal
intima’i lil islam).
Sebagai salah satu ilmu Islam, diharapkan kajian sirah ini dapat menambah
kualitas iman. Dengan mempelajari secara intens perjalanan hidup
Rasulullah, diharapkan keyakinan dan komitmen akan nilai-nilai islam
orang-orang yang mempelajarinya semakin kuat. Bahkan, mereka mau
mengikuti jejak dakwah Rasulullah SAW.

Hakikat Manusia (Ma'rifatul Insan)

Keunikan pertama, manusia adalah makhluk Allah yang dimuliakan (mukarram).


Allah SWT berfirman: “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam,
Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang
baik-baik, dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas
kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS Al-Isra’: 70)

Salah satu hal yang mengindikasikan dimuliakannya manusia adalah peniupan ruh
pada diri manusia. Allah SWT berfirman, “Kemudian Dia menyempurnakan dan
meniupkan ke dalamnya ruh-Nya dan dia menjadikan bagi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. (QS As-Sajdah: 9)

Dalam sebuah hadits shahih riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah saw
menjelaskan bagaimana ruh ditiupkan pada setiap janin manusia. “Sesungguhnya
tiap-tiap kalian dikumpulkan ciptaannya dalam rahim ibunya, selama empat puluh
hari berupa nuthfah, lalu menjadi segumpal darah selama itu pula, lalu menjadi
segumpal daging selama itu pula, kemudian Allah mengutus malaikat untuk
meniupkan ruh kepadanya dan mencatat empat hal yang telah ditentukan, yaitu:
rezeki, ajal, amal, dan bahagia atau sengsaranya.”

Alam ruh adalah kehidupan pertama yang dilalui oleh setiap manusia. Kemudian
pada hari ke-120 dari pertumbuhan sebuah janin, sebagaimana disebutkan dalam
hadits diatas, ruh ditiupkan pada jasad manusia. Inilah alam rahim sampai dengan
jabang bayi keluar dari rahim ibunya. Begitu terlahir, manusia memasuki alam
baru yang disebut sebagai alam dunia. Kemudian manusia akan dimatikan,
jasadnya hancur, dan ruhnya berpindah ke alam barzakh. Pada Hari Kebangkitan,
ruh setiap manusia akan dikembalikan kedalam jasadnya masing-masing, untuk
kemudian menghadapi Pengadilan Allah dan menerima pembalasan yang
sempurna atas semua yang telah ia lakukan selama hidup di dunia.
Indikasi lain dimuliakannya manusia adalah diberikannya manusia oleh Allah
berbagai potensi seperti akal pikiran, kelebihan berbahasa, dan keindahan fisik.
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS At-Tiin: 4)

Disamping itu, manusia juga dimuliakan dengan ditundukkannya alam semesta


untuk manusia. Allah SWT berfirman, “Apakah kamu tidak melihat bahwasanya
Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi dan bahtera yang berlayar di
lautan dengan perintah-Nya, dan dia menahan (benda-benda) langit jatuh ke bumi
dengan izin-Nya? Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang kepada manusia.” (QS Al-Hajj: 65)

Dengan demikian Allah menciptakan gunung-gunung, lautan, sungai, binatang-


binatang, tumbuhan-tumbuhan, dan sebagainya hanyalah untuk kepentingan
manusia. Karena Allah telah menundukkan semua itu untuk manusia maka
manusia pun dengan akal pikirannya bisa mengelola dan memanfaatkan semua itu
untuk kelangsungan dan kesejahteraan hidupnya. Allah benar-benar maha pengasih
dan maha pemurah kepada manusia. Lalu apakah manusia tidak akan
mensyukurinya?

Keunikan kedua, manusia adalah makhluk Allah yang mendapat tanggung jawab
besar (mukallaf). Dahulu Allah telah menawarkan amanah kepada langit dan
gunung-gunung, tetapi semuanya menolak, dan hanya manusia yang menerimanya.
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada
langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat
itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh
manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (QS Al-Ahzab:
72)

Hanya saja tidak semua manusia bisa menunaikan amanahnya dengan baik.
Sebagian manusia justru sebaliknya berlaku khianat. Adapun amanah manusia
pada dasarnya ada dua. Amanah pertama adalah beribadah kepada Allah,
sebagaimana firman-Nya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS Adz-Dzariyat: 56) Sedangkan amanah
manusia yang kedua adalah menjadi khalifah diatas muka bumi sebagaimana yang
Allah jelaskan dalam QS Al-Baqarah ayat 30: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman
kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi (yaitu manusia).”
Keunikan ketiga, manusia adalah makhluk Allah yang diberi pilihan
(mukhayyar). Allah memberikan kebebasan kepada setiap manusia untuk beriman,
taat dan bersyukur atau sebaliknya kufur, ingkar, dan tidak bersyukur. Hanya saja
dengan kebebasan memilih ini manusia harus siap menanggung konsekuensinya,
yaitu adanya balasan atas pilihannya. Jika ia memilih untuk berbuat baik maka
iapun akan mendapat pahala, balasan kebaikan, dan surga. Sebaliknya, jika ia
memilih untuk berbuat buruk maka iapun akan mendapat dosa, balasan keburukan,
dan neraka.

Disamping beberapa keunikan diatas, kita juga harus menyadari bahwa hakikat
manusia diciptakan dan dimatikan adalah untuk diuji selama di dunia ini. Manusia
akan diuji siapakah yang paling baik amal perbuatannya. Allah SWT berfirman:
“Maha Suci Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan dia Maha Kuasa
atas segala sesuatu, yang menjadikan mati dan hidup, supaya dia menguji kamu,
siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan dia Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun.” (QS Al-Mulk: 1-2) Dalam ayat yang lain, Allah SWT berfirman,
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan
baginya, agar kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik
perbuatannya. (QS Al-Kahfi: 7)

Manusia juga akan diuji atas apa saja yang telah Allah anugerahkan kepadanya.
Allah memberikan anugerah yang berbeda-beda kepada setiap orang untuk
menguji apakah seseorang bisa menggunakan setiap anugerah yang Dia berikan
secara benar sesuai dengan yang Dia kehendaki ataukah tidak. Allah SWT
berfirman, “Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat
(saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu,
maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. (QS Al-Maidah: 48) Dalam ayat yang
lain, Allah SWT berfirman, “Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-
penguasa di bumi dan dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang
lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya
kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya dia
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al-An’am: 165)

Urgensi Syahadatain (Dua Kalimat Syahadat)


Di dalam Islam syahadatain (dua kalimat syahadat) merupakan rukun Islam yang
pertama dari 5 rukun Islam. Syahadat memiliki arti yang sangat penting
(ahammiyatusy syahadatain) bagi seorang muslim. Kenapa syahadatain merupakan
hal yang sangat penting bagi setiap muslim? Penjelasan singkat berikut insya Allah
dapat menjelaskannya kepada kita.
1. Syahadatain (dua kalimat syahadat) merupakan pintu masuk ke dalam Islam
(al madkhalu ilal islam).[QS. 47:19, 37:35, 3:18, 7:172, 25:23, 39:64-65].
Dengan mengucapkan dua kalimat syahadat seseorang sudah cukup untuk
diakui sebagai seorang Islam (muslim) yang memiliki hak dan kewajiban
yang sama dengan muslim yang lainnya.
2. Syahadatain merupakan inti sari ajaran Islam (khalashatu  ta'alimil islam)
[QS.2:21, 51:56, 21:25, 33:21, 3:31, 6:162, 3:19, 3:85, 45:18, 6:153].
Ibadah, akhlak dan mua'amalat merupakan implementasi dari syahadat
tauhid dan syahadat rasul.
3. Titik tolak perubahan (asasul inqilab)[QS. 6:122, 33:23, 37:35-37, 85:6-10,
18:2, 8:30]. Perubahan yang sangat mendasar dalam seluruh aspek
kehidupan bermula dari syahadatain, yakni perubahan dari jahiliyah menuju
Islam, dari kegelapan menuju cahaya terang, dari keterbelakangan menuju
kemajuan, dst.
4. Inti dakwah para rasul (haqiqatu da'watir rasul).[QS. 60:4, 18:110]. Konsep
dasar dari dakwa seluruh rasul Allah adalah syahadatain.
5. Fadhila yang besar (fadhailu 'azhimah). syahadatai memiliki fadhila atau
keutamaan yang luar biasa besarnya. Untuk melihat betapa besar dan
dahsyatnya keutamaan syahadat adalah dalil berikut. "Barang siapa
mengucapkan laa ilaha illallaah ia masuk syurga" dan keterangan "Barang
siapa mati sedangkan ia mengetahui bahwa tidak ada tuhan selain Allah ,
maka ia masuk surga". Bahasan berikutnya adalah Kandungan syahadat

HAKIKAT SABAR DAN IKHLAS

Kata ikhlas dan pasrah. Itulah yang banyak orang dengar dan dinasihatkan. Tidak
banyak orang yang mampu menguasai sikap ini. jika ditelisik lebih dalam lagi,
ikhlas berarti merelakan apa yang sudah bukan milik kita. Sedangkan pasrah
adalah sesuatu yang mesti kita serahkan semuanya kepada Yang Maha Kuasa.
Sayangnya, masih banyak orang yang salah kaprah dalam memaknainya sehingga
bukanlah sikap ikhlas, melainkan keluhan dan rasa sombong.

Ketika seseorang sudah merelakan, berarti ia harus bisa tidak mengungkit-ungkit


akan hal itu lagi. Jika diungkit atau dibicarakan, maka tidak bisa ikhlas. Memang,
sangat sulit untuk merelakan sesuatu yang sudah pernah kita miliki, namun
sekarang sudah tidak lagi. Perlu diketahui bahwa apa yang sedang kita miliki saat
ini, hakikatnya bukanlah milik kita. Itu semua hanyalah titipan yang harus kita jaga
sebaik mungkin. Ketika Tuhan mengambilnya kembali, maka kita harus rela.
Karena pada dasarnya itu semua dulunya bukan milik kita.
Lalu, Tuhan pun mencabut titipan yang kita miliki. Maka sudah sewajarnya karena
itu semua adalah milik-Nya, bukan kepunyaan kita. Inilah yang perlu direnungkan
dan ditafakkuri. Jika ketidakikhlasan masih melekat dalam diri kita, maka bisa
dipastikan hidup kita tak mungkin bisa bahagia.

Sebagai contoh, saat kita terbaring sakit sehingga kita pun tak memiliki rasa sehat.
Jika kita tak bisa ikhlas dengan rasa sakit yang menimpa kita, justru hal itu akan
menjadi sakit yang berlebih. Karena ada rasa takut, khawatir, dan cemas. Pikiran
dan perasaan negatif itulah yang malah menjadikan penyakit kita semakin suka
singgah dalam tubuh kita. Begitu juga sebaliknya.

Padahal, antara sehat dan sakit, hidup kita lebih banyak sehatnya ketimbang sakit.
Namun, ketika Tuhan memberikan rasa sakit kepada kita, kenapa kita menjadi
tidak bisa menerima? Padahal, kita pun bisa menerima diri kita saat kita sehat.
Memang hal itu adalah wajar dan manusiawi. Karena sejatinya, kebutuhan dasar
manusia adalah mencari nikmat dan menghindari sengsara. Sehat adalah nikmat
dan sakit adalah sengsara.

Selanjutnya, pasrah bisa dimaknai menyerahkan segala urusan kita kepada Tuhan
setelah kita berusaha semampu kita. Namun, banyak orang yang menyikapi dan
berasumsi bahwa pasrah ya tidak melakukan apa pun. Praduga itulah yang salah.
Jika kita hanya menanti takdir dan tak mau berusaha, itu namanya putus asa, bukan
pasrah.

Perlu diketahui bahwa arti pasrah sesungguhnya adalah kita melakukan usaha
semaksimal dan sebaik-baik mungkin, sedangkan hasilnya itu terserah kepada
Tuhan YME. Mau dibuat sesuai dengan harapan kita atau tidak, itu terserah oleh-
Nya. Itulah pasrah sesungguhnya. Yang terpenting kita semua sudah melakukan
usaha sesuai dengan kemampuan kita.

Lalu, berkaitan dengan arti kata sabar. Banyak orang ketika sedang ada masalah
dan sedikit muncul amarah, dia mengatakan “sabar” sambil mengelus dada. Itu
bukan sabar, tetapi menahan amarah dan masih mengeluh dalam hatinya. Sabar
bukan mengeluh dan bukan menahan amarah. Sabar adalah kondisi ketika kita bisa
menerima keadaan dengan tetap memiliki hati yang tenang. Inilah sabar. Namun,
memanglah susah jikalau dilakukan. Akan tetapi, ketika tak dilatih, maka hal itu
tak akan bisa.

Hakikatnya, ikhlas, pasrah, dan sabar sangat berkaitan erat sehingga nantinya kita
bisa menjadi manusia yang bahagia karena bisa mencapai ketenangan. Karena
ketenangan bisa menciptakan kebahagiaan. Bahkan, lebih jauh lagi, ketenangan
bisa menciptakan pula sebuah solusi. bagi seorang yang beragama, tentunya cara
itu bisa dilakukan dengan cara beribadah ataupun berdzikir. Atau melakukan
amalan-amalan tertentu untuk bisa menenangkan hati dan pikiran.

Anda mungkin juga menyukai