OLEH
NI LUH DIYAH SETIANDARI
2014901207
FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN (ITEKES) BALI
DENPASAR
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
b. Penyebab
Menurut Mukhripah Damaiyanti (2014), penyebab defisit perawatan diri
adalah:
1. Faktor Predisposisi
a) Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan kliensehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
b) Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri.
c) Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang
kurang menyebabkan ketidak pedulian dirinya dan lingkungan
termasuk perawatan diri.
d) Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungan. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan
kemampuan dalam perawatan diri.
2. Faktor Presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah
kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual,
cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan
individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
e. Akibat
Menurut Damaiyanti (2012), ada dua dampak dari defisit perawatan diri,
antara lain yaitu:
1) Dampak Fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik
yang sering terjadi adalah, gangguan intergritas kulit, gangguan
membrane mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan
gangguan fisik pada kuku.
2) Dampak Psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah
gangguan kebutuhan aman nyaman, kebutuhan cinta mencintai,
kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.
III.Pohon Masalah dan Data yang perlu dikaji
1. Pohon Masalah
Pasien Keluarga
SP 1 SP 1
1. Identifikasi kebersihan diri, 1. Identifikasi masalah keluarga
berdandan, makan, dan BAB/BAK dalam merawat pasien
2. Jelaskan pentingnya kebersihan diri dengan masalah kebersihan
3. Jelaskan alat dan cara kebersihan diri diri, berdandan, makan,
4. Masukan kedalam jadwal kegiatan BAB/BAK
pasien. 2. Jelaskan defisit perawatan
diri
3. Jelaskan cara merawat
kebersihan diri, berdandan,
makan, BAB/BAK
4. Bermain peran cara merawat
5. Rencana tindak lanjut
keluarga/ jadwal keluarga
untuk merawat pasien
SP 2 SP 2
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1P), 1. Evaluasi SP 1
berikan pujian 2. Latih keluarga merawat
2. Jelaskan pentingnya berdandan langsung ke pasien,
3. Latih cara berdandan (untuk laki-laki: kebersihan diri, dan
berpakaian, menyisir rambut dan berdandan
cukur rambut), dan (untuk perempuan: 3. RTL keluarga/ jadwal
berpakaian, menyisir rambut dan keluarga untuk merawat
berhias) pasien
4. Masukan dalam jadwal kegiatan
pasien
SP 3 SP 3
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1P dan 1. Evaluasi kemampuan SP 2
SP2P), beri pujian 2. Latih keluarga merawat
2. Jelaskan cara dan alat makan yang langsung ke pasien cara
benar makan
3. Jelaskan cara menyiapkan makanan 3. RTL keluarga/ jadwal
4. Jelaskan cara merapikan peralatan keluarga untuk merawat
makan setelah makan dan minum pasien
5. Praktek makan sesuai dengan tahapan
makan yang baik
6. Latih kegiatan makan dan minum
7. Masukan dalam jadwal kegiatan
pasien
SP 4 SP 4
1. Evaluasi kemampuan pasien yang lalu 1. Evaluasi kemampuan
(SP 1,2 dan 3) keluarga
2. Latih cara BAB dan BAK yang benar 2. Evaluasi kemampuan pasien
3. Jelaskan tempat BAB/BAK yang 3. Rencana tindak lanjut
sesuai dan benar keluarga
4. Jelaskan cara membersihkan diri - Follow up
setelah melakukan BAB dan BAK - Rujukan
b. Etiologi
Beberapa faktor penyebab skizofrenia menurut Nuratif dan Kusuma
(2015):
1) Keturunan
Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi
saudara tiri 0,9-1,8%, bagi saudara kandung 7-15%, bagi anak
dengan salah satu orang tua yang menderita Skizofrenia 40-68%,
kembar 2 telur 2- 15% dan kembar satu telur 61-86%.
2) Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya
Skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium
dan waktu klimakterium, tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.
3) Metabolisme
Teori ini karena penderita Skizofrenia tampak pucat, tidak sehat,
ujung ekstremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat
badan menurun serta pada penderita penyakit katatonik konsumsi
menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan
mempersembahkan obat halusinogenik.
4) Susunan saraf pusat
Penvebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada
diensefalon atau kortek otak, tetapi kelainan patologis yang
ditemukan mungkin disebabkan oleh perubahan postmortem atau
merupakan artefakt pada waktu membuat sediaan.
5) Teori Adolf Meyer
Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga
sekarang tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau
fisiologis yang khas pada SSP tetapi Meyer mengakui bahwa suatu
konstitusi yang inferior atau penyakit badaniah dapat mempengaruhi
timbulnya Skizofrenia. Menurut Meyer Skizofrenia merupakan
suatu reaksi yang salah, suatu maladaptif, sehingga timbul
disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang tersebut
menjauhkan diri dari kebenaran (otisme).
6) Teori Sigmund Freud
Skizofrenia terdapat (1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena
penyebab psikogenik atau somatik (2) superego dikesampingkan
sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yang berlaku serta terjadi suatu
regresi ke fase narsisisme dan (3) Kehilangan kapasitas untuk
pemindahan (transference) sehingga terapi psikoanalitik tidak
mungkin.
7) Eugen Blueler
Penggunaan istilah Skizofrenia gejala utama penyakit ini yaitu jiwa
yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses
berfikir, perasaan dan perbuatan. Gejala gangguan gejala
Skizofrenia menjadi 2 kelompok gejala penyakit gejala gangguan
pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan gejala gejala gejala
sekunder (waham, halusinasi dan gejala katatonik atau gangguan
psikomotorik yang lain).
c. Klasifikasi
Jenis skizofrenia berdasarkan gejala utama menurut Nuratif dan Kusuma
(2015):
1) Skizofrenia Simplek
Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa
kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses
berfikir sukar ditemukan, waham dan halusinasi jarang didapat, jenis
ini timbulnya perlahan-lahan.
2) Skizofrenia Hebefrenia
Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada
masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah
gangguan proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya
depersenalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor
seperti manerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering
terdapat, waham dan halusinasi banyak sekali.
3) Skizofrenia Katatonia
Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta
sering didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh
gelisah katatonik atau stupor katatonik.
4) Skizofrenia Paranoid
Gejala yang mencolok ialah waham primer, disertai dengan waham-
waham sekunder dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti
ternyata adanya gangguan proses berfikir, gangguan afek emosi dan
kemauan.
5) Episode Skizofrenia akut
Gejala Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam
keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan
ini timbul perasaan seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri
berubah, semuanya seakan- akan mempunyai suatu arti yang khusus
baginya.
6) Skizofrenia Residual
Keadaan Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi tidak
jelas adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah
beberapa kali serangan Skizofrenia.
7) Skizofrenia Skizo Afektif
Disamping gejala Skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaaan
juga gejala-gejala depresi (skizo depresif) atau gejala mania (psiko-
manik). Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa defek,
tetapi mungkin juga timbul serangan lagi.
d. Penatalaksanaan
1. Penggunaan Obat Antipsikosis
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut
antipsikotik yang bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan
perubahan pola fikir yang terjadi pada pasien Skizofrenia. Terdapat 3
kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu:
a) Antipsikotik konvensional
Obat antipsikotik konvensional merupakan obat yang digunakan
paling lama serta mempunyai efek samping yang serius. Contoh
obat antipsikotik konvensional antara lain:
1) Haloperidol sediaan tablet 0,5 mg, 1,5 mg, 5mg dan injeksi
5mg/ml, dosis 5-15mg/hari.
2) Stelazine (trifluoperazin) sediaan tablet 1 mg dan 5 mg, dosis
10-15 mg/hari.
3) Mellaaril (thioridazine) sediaan tioridazin tablet 50 dan 100
mg, dosis 150-600 mg/hari.
4) Thorazine (chlorpromazine) sediaan tablet 25 dan 100 mg
dan injeksi 25 mg/ml, dosis 150-600 mg/hari.
5) Trilafon (perphenazine) sediaan tablet 2, 4, 8 m, dosis 12-24
mg/hari.
6) Prolixin (fluphenazine) sediaan tablet 2,5 mg, 5 mg, dosis 10-
15 mg/hari.
Akibat berbagai efek yang ditimbulkan oleh antipsikotik
konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan
penggunaan newer atypical antipsycotic. Ada 2 pengecualian
( harus dengan antipsikotik konvensional). Pertama, pada
pasien ang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang
pesat menggunakan antipsikotik konvensional tanpa efek
samping yang berarti. Kedua, bila pasien mengalami
kesulitan minum pil secara reguler.
b) Newer apical antipsycotics
Obat-obatan yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena
prinsip kerjanya berbeda, dan sedikit menimbulkan efek samping
jika dibandingkan dengan antipsikotik konvensional. Contoh
newer atypical antipsycotic antara lain:
1) Risperdal (risperidone) sediaan tablet 1, 2, 3 mg, dosis 2-6
mg/hari.
2) Seroquel (quetiapine)
3) Zyprexa (olanzopine)
c) Clozaril (Clozapine)
Clozaril memiliki efek samping yang jarang tapi sangat serius
dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%), clozarine dapat
menurunkan jumlah sel darah putih ang berguna untuk
melawan infeksi. Yang artinya, pasien yang mendapat obat
tersebut harus memeriksa sel darah putih secara reguler.
2. Terapi Elektrokonvulsif (ECT).
3. Pembedahan bagian otak.
4. Perawatan di Rumah Sakit
5. Psikoterapi.
a) Terapi Psikoanalisa
Metode terapi ini berdasarkan konsep freud yang bertujuan
menyadarkan individu akan konflik yang tidak disadarinya serta
mekanisme pertahanan yang digunakan untuk pengendalian
kecemasannya.
b) Terapi perilaku
Terapi perilaku ini menekankan prinsip pengkondisian klasik dan
operan, karena terapi ini berkaitan dengan perilaku yang nyata.
Paul dan Lentz menggunakan dua bentuk program psikososial
untuk meningkatkan fungsi kemandirian, yaitu:
1) Social Learning Program: menolong penderita Skizofrenia
untuk mempelajari perilaku-perilaku yang sesuai.
2) Social Skills Training: terapi ini melatih penderita mengenai
ketrampilan atau keahlian sosial.
c) Terapi Humanistik
Terapi kelompok dan terapi keluarga.
DAFTAR PUSTAKA