PENDAHULUAN
Farmasi klinik merupakan perluasan peran profesi petugas farmasi yang tidak hanya
beroirentasi kepada obat namunjuga kepada pasien dan bertujuan meningkatkan kualitas
terapi obat. Aktifitas farmais klinik terpusat kepada pasien, bekerjasama dan berkolaborasi
antar profesi dengan dokter dan perawat dalam tim pelayanan kesehatan
mengharuskan perluasan dari paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug
oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi kepada pasien ( patient oriented) dengan
Pelayanan farmasi klinikpun terbukti efektif dalam menangani terapi pada pasien.
Selain itu, pelayanan tersebut juga efektif untuk mengurangi biaya pelayanan kesehatan dan
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Hal itu terutama diperoleh dengan melakukan
pemantauan resep dan pelaporan efek samping obat. Pelayanan ini terbukti dapat menurunkan
Disisi lain, pada farmasi klinik, apoteker didefinisikan terlihat dalam merawat pasien
pada semua fase perawatan kesehatan. Mereka harus memiliki pengetahuan yang mendalam
tentang obat yang terintegrasi dengan pemahaman yang mendasar dari biomedis, farmasi,
kehidupan sosial, dan ilmu klinis. Apoteker klinis berpedoman pada bukti terapi, ilmu
berkembang, teknologi terbaru, dan prinsip-prinsip hukum, etika, sosial, budaya, ekonomi,
kefarmasian di Rumah Sakit merupakan pelayanan langsung yang diberikan apoteker kepada
pasien dalam rangka meningkatkan efek terapi dan meminimalkan resiko terjadinya efek
samping jarena obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup
Tahun 2016 diantaranya adalah: pengkajian dan pelayanan resep, penelusuran riwayat
penggunaan obat, rekonsiliasi obat, Pelayanan Informasi Obat (PIO), konseling, visitel,
Pemantauan Terapi Obat (PTO), Monitoring Efek Samping Obat (MESO), Evaluasi
Pengguanaan Obat (EPO), dispensing sediaan steril, dan Pemantauan Kadar Obat dalam
Darah (PKOD).
kesehatan, bahwa dalam pemberian obat ke pasien dan melakukan informasi obat ke pasien
PEMBAHASAN
Farmasi klinik merupakan ilmu farmasi yang menekankan fungsi farmasis untuk
meningkatkan outcome pengobatan. Secara filosofis, tujuan farmasi klinik adalah untuk
menghormati pilihan pasien. Saat ini disiplin ilmu tersebut semakin dibutuhkan dengan
adanya paradigma baru tentang layanan kefarmasian yang berorientasi pada pasien. Tenaga
farmasi yang bekerja di rumah sakit dan komunitas (apotek, puskesmas, klinik, balai
pengobatan dan dimanapun terjadi peresepan ataupun penggunaan obat). Harus memiliki
kompetensi yang dapat mendukung pelayanan farmasi klinik yang berkualitas. Dimana
melalui penerapan pengetahuan dan berbagai fungsi terspesialisasi dalam perawatan pasien
Farmasi klinik merupakan perluasan peran profesi petuga sfarmasi yang tidak hanya
berorientasi kepada obat namun juga kepada pasien dan bertujuan untuk meningkatkan
kualitas terapi obat. Aktifitas farmasi klinik terpusat kepada pasien, bekerja sama, dan
berkolaborasi antar profesi dengan dokter dan perawat dalam tim pelayanan kesehatan
3. Meminimalkan biaya
Istilah farmasi klinik mulai muncul pada tahun 1960-an di Amerika, dengan
penekanan pada fungsi farmasis yang bekerja langsung bersentuhan dengan pasien. Saat itu
farmasi klinik merupakan suatu disiplin ilmu dan profesi yang relatif baru, dimana
munculnya disiplin ini berawal dari ketidakpuasan atas norma praktek pelayanan kesehatan
pada saat itu dan adanya kebutuhan yang meningkat terhadap tenaga kesehatan profesional
farmasi klinik dimulai dari University of Michigan dan University of Kentucky pada tahun
Sejak masa Hipocrates (460-370 SM) yang dikenal sebagai “Bapak Ilmu
Kedokteran”, belum dikenal adanya profesi Farmasi. Seorang Dokter yang mendiagnosa
penyakit, juga sekaligus merupakan seorang “Apoteker” yang menyiapkan obat. Semakin
lama penyediaan obat semakin rumit, baik formula maupun pembuatannya. Sehingga
Pada tahun 1240 M, Raja Jerman Frederick II memerintahkan pemisahan secara resmi
antara Farmasi dan Kedokteran dalam dekritnya yang terkenal “Two Silices”. Buku
Dalam periode tradisional ini, fungsi farmasis yaitu menyediakan, membuat dan
mendistribusikan produk yang berkhasiat obat. Tenaga farmasi sangat dibutuhkan di apotek
sebagai peracik obat. Periode ini mulai goyah saat terjadi revolusi industri dimana terjadi
perkembangan pesat di bidang industri tidak terkecuali industri farmasi. Ketika itu sediaan
obat jadi dibuat oleh industri farmasi dalam jumlah besar-besaran. Dengan beralihnya
sebagian besar pembuatan obat oleh industri maka fungsi dan tugas farmasi berubah. Dalam
pelayanan resep dokter, farmasis tidak lagi banyak berperan pada peracikan obat. Karena obat
yang tertulis di resep sudah bentuk obat jadi yang tinggal diserahkan kepada pasien.
Pada periode ini mulai terjadi pergeseran paradigma yang semula pelayanan farmasi
berorientasi pada produk, beralih ke pelayanan farmasi yang berorientasi lebih pada pasien.
perubahan yang mencolok pada praktek kefarmasian khususnya di Rumah Sakit, yaitu
dengan ikut sertanya tenaga farmasi di bangsal dan terlibat langsung dalam pengobatan
pasien.
3. Bersifat pasif, dengan melakukan intervensi setelah pengobatan dimulai dan memberi
4. Bersifat aktif, dengan memberi masukan kepada dokter sebelum pengobatan dimulai,
Dalam sistem pelayanan kesehatan pada konteks farmasi klinik, farmasis adalah ahli
pengobatan dalam terapi. Mereka bertugas melakukan evaluasi pengobatan dan memberikan
rekomendasi pengobatan, baik kepada pasien maupun tenaga kesehatan lain. Farmasis
merupakan sumber utama informasi ilmiah terkait dengan penggunaan obat yang aman, tepat
Praktek pelayanan farmasi klinik di Indonesia relatif baru berkembang pada tahun
2000an, dimulai dengan adanya beberapa sejawat farmasis yang belajar farmasi klinik di
berbagai institusi pendidikan di luar negeri. Belum sepenuhnya penerimaan konsep farmasi
klinik oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit merupakan salah satu faktor lambatnya
Masih dianggap asing atau merupakan keganjilan jika apoteker yang semula berfungsi
menyiapkan obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit, kemudian ikut masuk ke bangsal
perawatan dan memantau perkembangan pengobatan pasien, apalagi jika turut memberikan
rekomendasi pengobatan, seperti yang lazim terjadi di negara maju. Farmasis sendiri selama
ini terkesan kurang meyakinkan untuk bisa memainkan peran dalam pengobatan. Hal ini
kemungkinan besar disebabkan oleh sejarah pendidikan farmasi yang bersifat monovalen
dengan muatan sains yang masih cukup besar (sebelum tahun 2001), sementara pendidikan
ke arah klinik masih sangat terbatas, sehingga menyebabkan farmasis merasa gamang
patofisiologi, farmakoterapi, dll. Dengan adanya minat studi Farmasi Klinik dan Komunitas.
Bersamaan denga itu, mulai tahun 2001, banyak pelayanan kefarmasian di Indonesia.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Dengan Direktorat Bina Farmasi
salah satu pelayanan kesehatan utama, tidak sekedar sebagai penunjang. Menangkap peluang
itu, Fakultas Farmasi menjadi salah satu pioner dalam pendidikan farmasi klinik. Disisi lain,
beberapa sejawat farmasis Rumah Sakit di Indonesia mulai melakukan kegiatan pelayanan
farmasi klinik, walaupun masih terbatas. Namun demikian, bukan berarti perkembangan
farmasi klinik serta merta meningkat pesat, bahkan perkembangannya masih jauh dari
kebijakan dan masyarakat luas bahwa adanya pelayanan farmasi langsung kepada pasien
akan benar-benar meningkatkan outcome terapi bagi pasien, seperti yang diharapkan ketika
pemindahan pasien dari satu rumah sakit ke rumah sakit yang lain, antar ruang
perawatan, serta pada pasien yang keluar dari rumah sakit ke layanan kesehatan
terkait obat, bila ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan kepada dokter
penulis resep.
informasi mengenai seluruh obat/sediaan farmasi lain yang pernah dan sedang
digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam
yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan komprehensif yang diberikan kepada
dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar
rumah sakit.
Pelayanan Informasi Obat (PIO) adalah salah satu untuk mengurangi ketidak
mendapat keterampilan untuk menggunakan obat dengan tepat. Dalam beberapa studi,
kurang dari 60% pasien telah memahami bagaimana menggunakan obat yang mereka
terima. Informasi harus diberikan yang jelas, menggunakan bahasa umum dan meminta
pasien untuk mengulang kata-kata yang diucapkan petugas oleh dirinya sendiri terkait
(WHO,1994).
Dalam memberikan informasi terkait obat, apoteker harus memberikan
informasi obat untuk pasien yang akurat dan komprehensif. Informasi terapi obat juga
diinformasikan untuk profesional kesehatan, pasien, dan perawat pasien yang sesuai.
Tanggapan terhadap permintaan informasi obat umum dan pasien spesifik harus
disediakan secara akurat dan tepat waktu oleh apoteker dan harus ada penilaian untuk
1. Menjawab pertanyaan.
melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap.
lainnya.
7. Melakukan penelitian.
d. Konseling
terapi.
membantu untuk memastikan bahwa semua pasien diberikan informasi yang memadai
tentang obat yang mereka terima untuk membantu pasien berpartisipasi dalam
pengobatan.
medis, dan staf klinis lainnya yang diperlukan. Materi terkait obat yang
dikembangkan oleh layanan lain dan departemen serta sumber komersial harus
penyakitnya
e. Visite
apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi
klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait obat, memantau terapi
obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan terapi obat yang rasional,
dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan
lainnya.
Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar rumah sakit atas
permintaan pasien yang biasa disebut dengan pelayanan kefarmasian di rumah (home
diri dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien dan memeriksa terapi
visite dokter efektif menurunkan 86% tingkat kesalahan peresepan yang ditemukan
perawatan ICU dapat mengurangi hingga 60% kejadian efek samping obat yang
PTO adalah suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi
obat yang aman, efektif, dan rasional bagi pasien. Tujuan pemantauan terapi obat
terkait obat. Kompleksitas penyakit dan penggunaan obat, serta respon pasien yang
1. Pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respon terapi, Reaksi
tidak dikehendaki (ROTD) yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada
manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa, dan terapi. Efek samping obat adalah
reaksi obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi.
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) yang benar adalah dicatat pada
lembar MESO
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Farmasi Klinik merupakam suatu disiplin ilmu farmasi yang menekankan fungsi
Bertujuan untuk meningkatkan outcome pengobatan. Secara filosofis, tujuan farmasi klinik
pengobatan, serta menghormati pilihan pasien. Saat ini disiplin ilmu tersebut semakin
dibutuhkan dengan adanya paradigma baru tentang layanan kefarmasian yang berorientasi
pada pasien. Tenaga farmasi yang bekerja di Rumah Sakit dan komunitas , harus memiliki
III.2 Saran
Pada umumnya seorang farmasi klinik masih kurang peduli dalam memberikan
pemahaman kepada pasiennya mengenai obat, tata cara penggunaan dan indikasi obat.
Sehingga farmasi klinik wajib memberikan pemahaman lebih mengenai obat yang telah
Aslam M dkk, 2003. Clinical Pharmacy : Menuju pengobatan Rasional dan Penghargaan
Pilihan Pasien
Asalam M, Tan CK, Prayitno A. 2003. Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy) Menuju Pengobatan
Rasional dan Penghargaan atas Pilihan Pasien. 1st ed. Jakarta: PT. Gramedia.
Badan POM RI. 2012. Pedoman Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Bagi Tenaga
Kesehatan. Jakarta: Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT