Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN SECTIO CAESARIA (SC)

A.    DEFINISI
  Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta
berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2017)
  Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500
gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi & Wiknjosastro, 2016)
  Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding
perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2012)

B.    ETIOLOGI
Manuaba (2012) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen,
perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres
dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan
beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
1.      CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai
dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara
alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga
panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami.
Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan
kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan
patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran
bidang panggul menjadi abnormal.
2.      PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh
kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan
eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu
kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati
agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3.      KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan
ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm
di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
4.      Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar
memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi
kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan
secara normal.
5.      Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan
adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan
ibu sulit bernafas.
6.      Kelainan Letak Janin
a.       Kelainan pada letak kepala
1)      Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling
rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,
kerusakan dasar panggul.
2)      Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling rendah ialah muka.
Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
3)      Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap paling depan.
Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak
belakang kepala.
b.      Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala difundus
uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang,
yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak
sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).

C.    PATOFISIOLOGI
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr dengan
sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu distorsi
kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu.
Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC
ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan.
Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan
mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi
kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril.
Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional dan
umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi
janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan
mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu
terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh
terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot
nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan
menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses
penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme sehingga
tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik juga menurun.
Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun.
Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain
itu motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi.
(Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2015)

E.     PEMERIKSAAN PENUNJANG


1.   Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
2.   Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio,
berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht bila
menggunakan pemindaian CT.
3.   Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi,
perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
4.   Uji laboratorium
a.   Fungsi lumbal                    : menganalisis cairan serebrovaskuler
b.   Hitung darah lengkap       : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
c.   Panel elektrolit
d.   Skrining toksik dari serum dan urin
e.   AGD
f.    Kadar kalsium darah
g.   Kadar natrium darah
h.   Kadar magnesium darah (Manuaba (2012).

F.    KOMPLIKASI

Yang sering terjadi pada ibu SC adalah : Manuaba (2012).


1.   Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas dibagi menjadi:
a.   Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
b.  Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung
c.   Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
3.   Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-cabang arteri
uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
4.   Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme paru yang
sangat jarang terjadi.
5.   Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi
ruptur uteri.
Yang sering terjadi pada ibu bayi : Kematian perinatal

G. Asuhan Keperawatan

Pengkajian dasar data klien (Muchtar. 2015).


-Sirkulasi
Hipertensi, perdarahan vagina mungkin ada.
-Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi dengan tanda kegagalan dan atau refleksi negatif
pada kemampuan sebagai wanita.
-Makanan/ cairan
Nyeri epigastrik, gangguan penglihatan, edema (tanda-tanda hipertensi karena kehamilan)
(HKK).
-Nyeri/ ketidaknyamanan
Distosia, persalinan lama/ fungsional, kegagalan induksi, nyeri tekan uterus mungkin ada.
-Keamanan
Penyakit hubungan seksual aktif (misal: herpes)
-Inkompabilitas Rh yang berat
Adanya komplikasi ibu seperti HKK, diabetes, penyakit ginjal, jantung, atau infeksi asenden =
trauma abdomen pranatal.
-Prolaps tali pusat, distres janin.
Ancaman kelahiran janin premature.
-Presentasi bokong dengan versi sefalik eksternal yang tidak berhasil.
Ketuban telah pecah selama 24 jam atau lebih lama.
-Seksualitas
-Disporposi sefalopelvis (CPD)
Kehamilan multipel atau gestasi (uterus sangat distensi)
Melahirkan sesarea sebelumnya, bedah uterus atau serviks sebelumnya.
Tumor/ neoplasma yang menghambat pelvis/ jalan lahir.

-Penyuluhan/ pembelajaran
Kalahiran sesarea dapat atau mungkin tidak direncanakan, mempengaruhi kesepian dan
pemahaman klien terhadap prosedur.
-Pemeriksaan diagnostic
Hitung darah lengkap :Golongan darah (ABO) dan pengocokan silang,tes coombs.
Urinalisis : Menentukan kadar albumin atau glukosa.
Kultur : Mengidentifikasi adanya virus herpes simpleks tipe II.
Pelvimetri : Menentukan CPD
Amniosentesis : Mengkaji maturnitas paru janin
Ultrasonografi : Melokalisasi plasenta, menentukan pertumbuhan, kedudukan dan
presentasi janin.
Tes sres kontraksi/ tes non stres : Mengkaji respon janin terhadap gerakan/ stres dari pola
kontraksi uterus/ pola abnormal.
Pemantauan elektronik : Memastikan status janin/ aktivitas uterus.

Diagnosa Keperawatan

1.Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan (trauma jaringan)


2.Pola napas tak efektif berhubungan dengan supresi pada ssp
3.Cemas berhubungan dengan tindakan pasca operasi

Intervensi

1.Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan (trauma jaringan)

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2 x 2 jam diharapkan klien dapat mengontrol nyeri
yang dibuktikan dengan Criteria hasil :
-Klien menyatakan nyeri hilang/ terkontrol
-Ekspresi wajah tidak menunjukkan rasa menahan sakit
-Kualitas nyeri menunjukkan skala 0-3
-Perilaku relaksasi
-TD 120/80 — 130/90 mmHg
-Nadi 90x/ menit
-Pola nafas efektif 24x/ menit

Intervensi
-Berikan informasi dan petunjuk antisipasi mengenai penyebab ketidaknyamanan dan intervensi
yang tepat
-Evaluasi tekanan darah (TD) dan nadi. Perhatikan perubahan perilaku (bedakan antara
kegelisahan karena nyeri atau kehilangan darah akibat dari proses pembedahan.
Ubah posisi klien, kurangi rangsangan yang berbahaya dan berikan gosokan punggung anjurkan
penggunaan teknik pernafasan dan relaksasi dan distraksi (rangsangan jaringan kutan)
-Palpasi kandung kemih, perhatikan adanya rasa penuh, memudahkan berkemih periodic setelah
pengangkatan kateter indwelling.
-Anjurkan penggunaan dengan penyokong.
-Lakukan latihan nafas dalam, spirometri intensif dan batuk dengan menggunakan prosedur-
prosedur tepat, 30 menit setelah pemberian analgesic.

Rasional
-Meningkatan pemecahan masalah, membantu mengurangi nyeri berkenaan dengan ansietas dan
ketakutan karena ketidaktahuan dan memberikan rasa control.
-Pada banyak klien menyebabkan gelisah
-Merilekskan otot dan mengalihkan perhatian dari sensasi nyeri, meningkatkan kjetidaknyaman
dan menurunkan distraksi tidak menyenangkan, meningkatkan rasa ketidaksejahteraan.
-Kembalinya kandung kemih normal memerlukan 4-7 hari dan over distena kandung kemih
menciptakan peranan dorongan dan ketidaknyamanan.
-Mengangkat payudara kedalam dan keatas mengakibatkan posisi lebih nyaman dan menurunkan
kelelahan otot.
-Napas dalam meningkatkan upaya pernafasan, pembebatan menurunkan regangan area insisi
dan mengurangi nyeri dan ketidaknyaman berkenaan dengan gerakan otot abdomen, baruk
diindikasikan bila sekresi atau ronki terdengar.

2.Pola napas tak efektif berhubungan dengan supresi pada ssp

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2 x 2 jam diharapkan Klien dapat bernafas secara
efektif yang dibuktikan dengan criteria hasil:
-Pola nafas efektif 24x/ menit

Intervensi
-Pertahankan jalan udara pasien dengan memiringkan kepala, hiperekstensi rahang, alirean darah
faringeal
-Observasi frekuensi dan kedalaman pernafasan, pemakaian otot-otot Bantu pernafasan
-Pantau tanda-tanda vital secara terus menerus
-Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernafasan dan jenis
pembedahan.
-Lakukan latihan gerakan sesegera mungkin pada pasien yang reaktif dan lanjutkan pada pasca
operasi.

Rasional
-Mencegah obstruksi jalan nafas
-Dilakukan untuk memastikan efektifitas pernafasan sehingga upaya memperbaikinya dapat
segera dilakukan.
-Meningkatkan pernfasan, takikardia/ brakikardia menunjukkan kemungkinan terjadinya
hipoksia.
-Evaluasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aspirasi dari muntah.
-Ventilasi dalam yang aktif membuka alveolus, mengeluarkan sekresi, meningkatkan
pengangkutan oksigen, membuang gas anestesi.

3.Cemas berhubungan dengan tindakan pasca operasi

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2 x 3 jam diharapkan klien dapat mengatasi
ansietas yang dibuktikan dengan Criteria hasil :
-Klien mengungkapkan rasa takut dari masalah
-Klien mengungkapkan rasa ansietas berkurang
-Menggunakan mekanisme koping yang tepat.
-Menunjukkan TTV normal

Intervensi
-Kaji respon psikologis kejadian dan ketersediaan system pendukung.
-Tetap bersama klien dan tetap bicara perlahan, tunjukkan empati.
-Beri penguatan aspek positif dari ibu dan kondisi janin
-Anjurkan klien atau pasangan mengungkapkan dan mengekspresikan perasaan
-Dukung atau arahkan kembali mekanisme koping yang diekspresikan
-Berikan masa privasi, kurangi rangsang lingkungan.

Rasional
-Makin klien mengatakan ancaman makin besar tingkat ansietas
-Membantu membatasi transmisi ansietas interpersonal dan mendemonstrasikan perhatian
terhadap klien.
-Memfokuskan pada kemungkinan keberhasilan hasil akhir dan membantu membawa ancaman
yang dirasakan.
-Membantu mengidentifikasi perasaan atau masalah negative dan memberikan kesempatan untuk
mengatasi perasaan berduka
-Mendukung mekanisme koping dasar otomatik, meningkatkan kepercayaan diri dan penerimaan
menurunkan ansietas.
-Memungkinkan kesempatan bagi klien/ pasangan untuk menginternalisasi informasi, menyusun
sumber-sumber dan mengatasi dengan efektik.
DAFTAR PUSTAKA

(Sarwono, 2017). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan
masalah kolaboratif. Jakarta: EGC
(Gulardi & Wiknjosastro, 2016). Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
(Mansjoer, 2012). Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika
Manuaba (2012). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana, Jakarta : EGC
(Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2015)Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Muchtar. 2015. Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai