Anda di halaman 1dari 11

CASE REPORT

TEKNIK BREAKING BAD NEWS PADA PASIEN ANAK


DENGAN STADIUM TERMINAL

DISUSUN OLEH:

Widya Wira Putri - 1102013303

KELOMPOK 5

BIDANG KEPEMINATAN PALLIATIVE CARE

Dosen Pengampu: dr. Riyani Wikaningrum, DMM, MSc

Dosen Tutor : dr. Syukrini Bahri, Sp. PK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS YARSI

2016 / 2017
ABSTRAK

Background : Perawatan paliatif merupakan pendekatan yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas
hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang
mengancam jiwa, melalui indentifikasi dini dan pemeriksaan yang teratur serta penanganan masalah-
masalah lain, seperti masalah fisik, psikososial dan spiritual. Penyakit terminal merupakan penyakit
progresif yaitu penyakit yang menuju arah kematian.
Presentasi Kasus : Pasien An. S umur 6 tahun, menderita Retinablastoma. Kanker tersebut awalnya
mengenai mata kanannya, lama kelamaan mengenai mata kirinya. Keadaan An. S semakin lama
semakin memburuk. Rumah sakit telah berupaya maksimal untuk kesembuhan An. S namun keadaanya
tidak kunjung membaik. Dokter menjelaskan kepada ibu An. S bahwa prognosis anaknya buruk bahkan
dapat menyebabkan kematian dan menyarankan agar An.S dirawat di rumah saja untuk meningkatkan
kualitas hidupnya. Ibu Sharif bersikap tertutup tentang penyakit An. S ketika An. S bertanya tentang
penyakitnya.
Diskusi : Dokter dan orang tua sering merasa kesuliatan dalam menyampaikan berita buruk tentang
kematian terutama pada pasien dengan penyakit terminal. Terdapat beberapa perbedaan dalam
menyampaikan berita buruk tentang kematian pada pasien dewasa dan pasien anak. Pasien anak tidak
memiliki kematangan emosional yang baik dalam mepersepsikan tentang arti kematian, sehingga
mereka tidak memiliki reaksi awal yang kuat terhadap berita tersebut.
Kesimpulan : Para ahli berpendapat dengan komunikasi secara terbuka pada anak tentang prognosis
penyakit yang dialaminya dan membiarkan anak mengetahui setiap fase terapi yang akan dijalaninya,
akan membuat penyampaian berita buruk dan kematian pada anak lebih mudah. Di akhir hidupnya,
pasien dan keluarga disarankan agar lebih banyak berdoa memohon rahmat dan karunia atas segala
sesuatu yang diridhai Allah. Allah telah menjanjikan surga kepada anak yang meninggal sebelum
baligh, oleh karena itu orang tua tidak perlu bersedih dan meratapi kepergian anaknya terlalu lama.

Kata Kunci : Penyakit Terminal, Berita Buruk, Palliative Care

ABSTRACT

Background : Palliative care is an approach that improves the quality of life of patients and their
families facing the problem associated with life-threatening illness, through the prevention and relief of
suffering by means of early identification and impeccable assessment and other problems, physical,
psychosocial and spiritual. Terminal illness is progressive, likely to lead to their death.
Case Prentation : Child named S, 6 y.o, suffering from Retinoblastoma. At the first, the cancer cells
seen just on his right eye, later it crosses to both eyes. His condition was deteriorating, eventhough the
hospital have done their best to cure him.Doctor said, the prognosis of his cancer is poor and may lead
to death, then suggests to improve his quality of life, he’d better home care. His mother avoid her
zchild if he asked the question about his illness. Doctor and parent think that, breaking bad news about
dying is so hard to do, especially patient in terminal illness.
Discussion : There are many differentiation about breaking bad news between adult patient and
pediatric patient. Pediatric patient doest have good emotional maturity in defining about dying, so that
they don’t have strong initial response to that bad news.
Conclution : Expert said by communicating frankly to children about prognosis of their diseases,
telling them each therapy they have to do, will make bad news more acceptable. At the end of his life,
the patient and family suggested that more pray for mercy and grace for everything that God approves.
God has promised heaven to the children who die before puberty, therefore parents don’t need to
grieve and lament the passing of his son too long.

Keywords : Terminal illness, Bad News, Palliative Care


LATAR BELAKANG

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 812/Menkes/SK/VII/2007 ,


terjadi peningkatan jumlah pasien dengan penyakit yang belum dapat disembuhkan
baik pada dewasa dan anak seperti penyakit kanker, degeneratif, paru obstruktif
kronis, cystic fibrosis, stroke, parkinson, gagal jantung, penyakit genetika, dan
penyakit infeksi seperti Human Immunodeficiency Virus/Acquired immune deficiency
syndrome) HIV/AIDS yang memerlukan perawatan paliatif, disamping kegiatan
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Perawatan Paliatif adalah suatu
pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga
dalam menghadapi masalah-masalah yang terkait dengan penyakit yang mengancam
jiwa, melalui pencegahan dan meringankan penderitaan pasien dengan identifikasi
awal dan penilaian secara teratur serta pengobatan rasa sakit dan masalah lainnya
seperti fisik, psikososial dan spiritual. (WHO, 2005). Pada saat ini, pelayanan
kesehatan di Indonesia belum menyentuh kebutuhan pasien dengan penyakit yang
sulit disembuhkan tersebut, terutama pada stadium lanjut dimana prioritas pelayanan
tidak hanya pada penyembuhan.
Penyakit terminal merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang menuju
kearah kematian. Contohnya seperti penyakit jantung, kanker atau seseorang dengan
penyakit terminal ini dapat dikatakan harapan untuk hidupnya tipis, tidak ada lagi
obat-obatan, dan tim medis pun sudah menyerah (White, 2002).
Penting bagi tenaga medis untuk menyampaikan berita buruk tentang kematian
kepada pasien dengan stadium terminal. Penyampaian berita buruk tentang kematian
yang disampaikan dengan sikap dan cara yang tepat dapat meningkatkan penerimaan
pasien dan keluarga tentang penyakitnya, memudahkan untuk merencanakan terapi
lebih lanjut, mendorong pencapaian tujuan terapi yang realistis, memberi dukungan
pada mental pasien, dan menguatkan hubungan dokter pasien.
Terdapat perbedaan dalam menyampaikan berita buruk tentang kematian pada anak
dan orang dewasa. Terkadang menyampaikan berita buruk tentang kematian pada
anak lebih sulit, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor yang pertama, “anak
tidak mengerti apa itu kematian” , kedua adalah sikap orang tua yang tertutup kepada
anak dan menganggap anak tidak perlu mengetahui penyakitnya, karena orang tua
pasien tidak ingin keadaan anaknya menjadi lebih buruk setelah mengetahui
penyakitnya. Sehingga anak membuat kesimpulan yang salah tentang penyakitnya.
Ada beberapa kebutuhan pasien anak dengan penyakit terminal, pertama,
komunikasi, penting bagi anak untuk berkomunikasi atau berbicara dengan yang lain
terutama oleh kedua orang tua karena dengan orang tua mengajak anak
berkomunikasi atau berbicara, anak merasa bahwa ia tidak sendiri dan ia merasa
ditemani. Kedua, memberitahu kepada anak bahwa ia tidak sendiri dalam menghadapi
penyakit tersebut. Ketiga, berdiskusi dengan saudara kandung, agar saudara kandung
ikut berpartisipasi dalam perawatan, Keempat, dukungan social akan meningkatkan
koping (Arnold,1998). Adapun tujuan dari penulisan laporan ini untuk mengetahui
bagaimana sebaiknya menyampaikan berita buruk tentang kematian khususnya pada
anak.
PRESENTASI KASUS

Identitas pasien :

1. Nama : An. S
2. Jenis Kelamin : Laki-laki
3. Umur : 6 tahun
4. Alamat : Jakarta Barat
5. Tanggal Kunjungan : 11 November 2016

An. S berusia 4 tahun ketika pertama kali ia terdiagnosis dengan


retinoblastoma. Awalnya ibu An. S melihat keanehan pada mata kanan anaknya. Dia
menemukan ada warna putih dalam lingkaran tengah mata (pupil) ketika mata
anaknya terkena cahaya. Matanya menjadi tidak bisa bergerak dan fokus pada arah
yang sama. Awalnya retinablastoma tersebut mengenai mata sebelah kanannya, lama
kelamaan menyebar ke mata kirinya. Lalu ditemukan pula benjolan pada mata kirinya
sebesar bola kasti hingga menutupi hidungnya. Pada umur 6 tahun, penglihatannya
mulai menghilang secara keseluruhan.
Pada saat kunjungan, kesadaran pasien komposmentis, TD 110/70, Nadi 80x/menit.
Riwayat pengobatan sebelumnya pernah dilakukan kemoterapi. Keadaan umum
pasien lemah, gangguan morbiditas, nafsu makan pasien menurun, mual muntah, dan
sering merasa nyeri yang hebat pada matanya.
Retinoblastoma yang dialami An. Sharif semakin lama semakin memburuk,
awalnya ketika ibu Sharif diberitahu mengenai keadaan anaknya ia berusaha untuk
denial dan tetap melakukan pengobatan. Ibu An. S berusaha untuk menutupi keadaan
penyakit An. S, ketika An. S menanyakan keadaannya, serta tetap memberikan
semangat pada An. S dan menjanjikan kesembuhan padanya.
Semua upaya pengobatan berdasarkan protokol telah dilakukan dirumah sakit, namun
keadaan An. S tetap memburuk. Akhirnya dokter onkologi yang menangani An. S
memutuskan untuk memulangkan An. S, dan merujuk untuk melakukan perawatan di
rumah saja yang dibantu oleh Rachel-House sambil menikmati akhir kehidupannya
bersama ibunya di rumah, walaupun awalnya ibu An. S menolak.
Perlahan ibunya pun mulai terbuka untuk menceritakan keadaan An. S, dan
An. S pun mulai dapat memahami tentang penyakitnya. Ibunya di bantu oleh Rachel-
House memberikan perawatan paliatif dirumah, selain itu Rachel-House juga
membantu menjelaskan secara perlahan ke An.S tentang penyakitnya dan apa yang
akan terjadi apabila penyakitnya semakin memburuk (kematian).
Walaupun Ibu An. S sempat merasa sedih mengetahui kejadian buruk yang
dapat terjadi pada anaknya, tapi semenjak An.S mengetahui tentang penyakitnya dan
ikhlas menerimanya, ibu An. S merasa menjadi lebih tenang. An. S juga sering
menangis menahan kesakitan dan berkata bahwa dia sudah lelah dengan penyakitnya.
Ibu An. S selalu mengajak An. S untuk berdoa setiap waktu dan sering mengajaknya
mengaji bersama. Semua keluarga dan saudara An. S selalu berkumpul bersama untuk
menghibur dan menghabiskan waktu bersama An. S dengan harapan dapat
meningkatkan kualitas hidup An. S di akhir hidupnya.
DISKUSI

Retinablastoma adalah keganasan intraokular primer yang paling sering pada


bayi dan anak dan merupakan tumor neuroblastik yang secara biologi memiliki
kemiripan dengan neuroblastoma dan medulloblastoma. Retinoblastoma disebabkan
oleh mutasi gen RB1, yang terletak pada lengan panjang kromosom 13 pada locus 14
(13q14) protein pRB, yang berfungsi sebagai supresor pembentukan tumor.
Retinablastoma memiliki manifestasi klinis, leukokoria (white pupillary reflex) yang
digambarkan sebagai mata yang bercahaya, berkilat, atau cat’s eye appearance,
strabismus dan inflamasi ocular (Lohmann,2000)
Retinoblastoma dengan stadium lanjut prognosisnya sangat buruk. Survival
rate pasien retinoblastoma dengan stadium terminal apabila ditinjau dari dunia medis
hanya berkisar hitungan bulan. Tim medis harus menyampaikan berita buruk tersebut
kepada pasien dan keluarga. Biasanya penyampaian berita buruk tentang kematian
pada pasien anak, didahului dengan menjelaskan terlebih dahulu pada orang tua anak.
Apabila orang tua merasa tidak dapat melakukannya, tim Palliative Care akan
membantu menjelaskannya.
Berita buruk adalah berita (informasi) yang secara drastis dan negatif
mengubah pandangan hidup pasien tentang masa depannya. Berita buruk sering
diasosiakan dengan suatu diagnosis terminal, namun seorang dokter keluarga
mungkin akan menghadapi banyak situasi yang mengharuskan untuk menyampaikan
berita buruk, seperti hasil USG seorang ibu hamil yang menunjukan bahwa janinnya
telah meninggal, atau suatu penyakit kanker yang sudah memasuki stadium tingkat
lanjut, yang akan sulit disembuhkan (Gerald,2005).
Tim medis sering merasa kesuliatan dalam menyampaikan berita buruk
terutama untuk penyakit yang mengancam jiwa. Alasannya antara lain merasa tidak
siap dan tidak mempunyai pengalaman dalam menyampaikan berita buruk, khawatir
berita tersebut akan membuat stress dan memberi efek negatif pada pasien dan
keluarganya, serta akan mengganggu hubungan terapetik.
Penyampaian berita buruk dengan sikap dan cara yang tepat dapat
meningkatkan penerimaan pasien dan keluarga tentang penyakitnya dan rencana
terapi lebih lanjut, sebagai pendorong pencapaian tujuan terapi yang realistis, dan
memberi dukungan pada mental pasien, serta menguatkan hubungan dokter-pasien.
Terdapat beberapa perbedaan dalam menyampaikan berita buruk tentang
kematian pada pasien dewasa dan pasien anak, Tentunya ketika dokter ingin
menyapaikan berita buruk tentang kematian pada anak, dokter akan terlebih dahulu
menyampaikan berita tersebut kepada orang tua si anak. Anak tidak memiliki
kematangan emosional yang baik dalam mepersepsikan tentang arti kematian, selain
itu mekanisme koping pada anak belum terbentuk dalam menghadapi kematian
(Ferrell,2007). Anak cenderung tidak mengetahui apa itu kematian dan anak tidak
dapat memproses berita buruk sama seperti yang orang dewasa lakukan. Anak yang
berumur kurang 12 tahun biasanya tidak memahami apa itu kematian secara
permanen sehingga mereka tidak memiliki reaksi awal yang kuat terhadap berita
tersebut. Kebanyakan psikolog percaya dengan berkata jujur merupakan strategi yang
terbaik dalam mendiskusikan kematian dengan anak (Benaroch, 2016). Respon anak
terhadap pertanyaan mengenai kematian merupakan dasar tingkat kematangan anak
dalam mengartikan kematian. Pada anak pra sekolah, anak mengartikan kematian
sebagai : kematian adalah sudah tidak ada nafas, dada dan perut datar, tidak bergerak
lagi, dan tidak bisa berjalan layaknya orang dapat berjalan seperti orang sebelum
meninggal (White,2010).
Orang tua dapat mengukur, apa yang anak mereka ketahui tentang
penyakitnya melalui pertanyaan yang anak lontarkan kepada orang tua.
Ketika anak dengan keadaan sakit stadium terminal bertanya, “Apakah saya akan
meninggal?” pertanyaan ini menunjukan bahwa anak mengetahui bahwa penyakit
yang dideritanya sulit disembuhkan dan mengancam jiwanya.
Jika orang tua tidak menjawab pertanyaan anak, maka anak akan berusaha
menanyakan hal tersebut pada orang lain atau memendam pertanyaan tersebut,
sehingga mengakibatkan anak menjadi lebih khawatir. Ditambah, ketika dokter
datang untuk melakukan follow up, lalu sesudahnya dokter dan orang tua berbicara
sambil berbisik di tempat yang berbeda, akan membuat anak membuat kesimpulan
yang salah tentang penyakitnya. Padahal dengan menjawab pertanyaannya,
kepercayaan anak terhadap orang tua menjadi terbangun dan ia akan merasa
kekhawatiran mereka penting bagi orang tuanya. Selama perjalanan penyakitnya anak
menjadi lebih sensitif, terkadang ia merasa tidak dipedulikan dan ditinggalkan oleh
keluarga dan saudara kandungnya.
Terkadang beberapa orang tua memiliki pemikiran yang salah, kebanyakan dari
mereka menutupi dan merahasiakan keadaan anaknya ketika anak bertanya tentang
penyakitnya. Mereka beranggapan apabila sang anak mengetahui keadaannya yang
sesungguhnya, anak menjadi tidak bersemangat dan putus asa. Namun, beberapa ahli
menyatakan dengan komunikasi secara terbuka pada anak tentang prognosis penyakit
yang dialaminya dan membiarkan anak mengetahui setiap fase terapi yang akan
dijalaninya, akan membuat penyampaian berita buruk tentang kematian pada anak
lebih mudah (Radbruch,2009).
Para ahli dalam penelitian (Radbruch,2009) menyarankan penggunaan sebuah
cerita untuk menjelaskan suatu konsep kematian akan lebih mudah dimengerti oleh
anak. Hal ini akan memudahkan anak untuk memahami kondisinya. Selain itu, orang
tua harus mengatakan dengan jujur dalam mendiskusikan kematian. Walaupun hal
tersebut sulit untuk dilakukan namun hal tersebut penting. Apabila orang tua sulit
untuk menyampaikannya, tim Palliative Care akan membantu menjelaskan kepada
anak sebanyak apa yang orang tua ingin sampaikan ke anak.
Setiap orang memiliki respon awal yang berbeda beda dalam menanggapi
kematian. Menurut (Yosep,2007) tahap-tahap kematian dapat dibagi menjadi 5 :
Denial and isolation (menolak dan mengisolasi diri), Anger (marah), Bergaining
(tawar-menawar), Depression (depresi), dan Acceptance (penerimaan/menerima
kematian).
Untuk membuat pasien menjadi tenang dan menerima keadaannya, penting untuk kita
melakukan pendekatan secara spiritual. Ketika anak meninggal sebelum baligh, Allah
akan menjanjikan anak itu untuk mengajak orang tuanya untuk masuk surga
bersamanya. Selain itu sang anak akan langsung masuk surga dan bahagia di surga.
Rasullah SAW. bersabda :
“Tidaklah seorang muslim kematian tiga anak nya yang belum baligh, kecuali, Allah
pasti akan memasukkannya ke dalam surga berkat kasih sayang-Nya kepada anak-
anaknya tersebut”(HR Bukhori muslim)

Ada beberapa hal yang mesti diketahui oleh orang tua pun kita, agar kematian tersebut
bisa menjadi berkah dan mengantarkan kita menuju "surga" Allah. Diantaranya,
adalah sebagai berikut:

1. Sabar Dan Ikhlas


Orang tua mesti sabar dan ikhlas menerima kepergian sang anak, tidak meratapi
kepergiannya secara berlebihan boleh menangis dan bersedih asal tidak berlarut-
larut sehingga dapat menimbulkan keburukan bagi kesehatannya.

2. Sadar dan memuja Allah


Yaitu dengan mengucapkan kalimat istirja (innaa lillahi wa inna ilaihi raji'un) dan
merenungi kandungan maknanya. Kita, anak kita, dan segala sesuatu yang ada di
sekitar kita semuanya adalah milik Allah. Anak adalah amanah, titipan dari Allah,
yang mesti kita jaga dan pelihara dengan sebaik-baiknya. Karena "anak" ibarat
barang titipan tentu suatu saat jika sang pemilik akan mengambil kembali miliknya
tersebut kita harus berlapang dada menyerahkan barang titipan tersebut kepada
sang pemilik.

3. Mengharap pahala atas kematian sang "anak".


Kematian seorang "anak" bukanlah suatu musibah melainkan himpunan berkah
yang mesti dipetik oleh orang yang ditinggalkan. Orang tua semestinyalah
memohon pahala dan keberkahan dari peristiwa tersebut, maka dengan senang hati
Allah akan melimpahkan banyak kebaikan dan pahala kepada hambanya yang
meminta dengan setulus hati.

Anak beragama Islam yang meninggal dunia pada waktu kecil, di alam Barzakh
dia dikumpulkan pada suatu tempat di bawah penjagaan Nabi Ibrahim as. Setelah
kiamat tiba, mereka langsung dipindahkan ke dalam surga" Jadi mereka tidak
melalui Mahsyar, Hisab, Mizan dan sebagainya. Rasullullah SAW. bersabda :

“Tiap-tiap anak orang Islam yang mati sebelum baligh akan dimasukkan ke dalam
surga dengan rahmat Allah” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari hadist diatas, dengan jelas Allah telah menjanjikan surga kepada sang
anak yang meninggal sebelum baligh. Hendaknya orang tua mengikhlaskan
kepergian anaknya, walaupun sulit bagi orang tua untuk menerima kenyataan
tersebut, namun sang anak akan lebih bahagia disurga dibandingkan harus selalu
menahan rasa sakitnya.
Di akhir hidup anak, pasien dan keluarganya disarankan agar lebih banyak
berdoa, memohon rahmat dan karunia dan segala sesuatu yang diridhai Allah,
tercapai harapan yang diinginkannya, dan meningkatkan kualitas hidup di akhir
hidupnya.

“Dan Tuhan-mu Berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan aku


perkenankan bagimu. Sesumgguhnya orang-orang yang sombong tidak mau
menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (Q.s. Ghāfir
(40):60).

Selain berdoa, juga disarankan banyak mendekatkan diri kepada Allah (Taqarrub
Ilallāh), antara lain, dengan cara memperbanyak zikr Allāh (ingat dan menyebut
Asma Allah), seperti membaca istighfār, tasbīh, tahmīd, membaca Alquran dan
sebagainya.

“Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-
Ku, dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku” (Qs. al-Baqarah (2):152).

Pasien dan orang tua juga disarankan untuk tetap berprasangka baik (husnuzh
Zhan) kepada Allah SWT, dalam arti, pengharapannya kepada rahmat Allah melebihi
perasaan takutnya kepada azab. Diupayakan kepada setiap pasien, bila ajal akan tiba
tetap dalam keadaan iman dan Islam, penghujung kehidupan yang baik (Husnul
Khātimah) (Zuhroni, 2010)
KESIMPULAN

Berita buruk adalah berita (informasi) yang secara drastis dan negatif
mengubah pandangan hidup pasien tentang masa depannya. Dokter sering merasa
kesuliatan dalam menyampaikan berita buruk terutama untuk penyakit yang
mengancam jiwa. Penyampaian berita buruk dengan sikap dan cara yang tepat dapat
meningkatkan penerimaan pasien dan keluarga tentang penyakit pasien. Terdapat
beberapa perbedaan dalam menyampaikan berita buruk pada pasien dewasa dan
pasien anak. Anak cenderung tidak mengetahui apa itu kematian dan anak tidak dapat
memproses berita buruk sama seperti yang orang dewasa lakukan. beberapa ahli
menyatakan dengan komunikasi secara terbuka pada anak tentang prognosis penyakit
yang dialaminya dan mebiarkan anak mengetahui setiap fase terapi yang akan
dijalaninya, akan membuat penyampaian berita buruk pada anak lebih mudah. Di
akhir hidupnya, pasien dan keluarga disarankan agar lebih banyak berdoa memohon
rahmat dan karunia atas segala sesuatu yang diridhai Allah. Allah telah menjanjikan
surga kepada anak yang meninggal sebelum baligh, oleh karena itu orang tua tidak
perlu bersedih dan meratapi kepergian anaknya terlalu lama.
ACKNOWLADGEMENT

Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada Allah SWT, RS Kanker


Dharmais dan dr. Maria A. Witjaksono, Mpall yang telah memberikan bimbingan saat
kunjungan ke rumah pasien yang membutuhkan perawatan paliatif. Kepada dr.
Syukrini Bahni,Sp.PK yang telah memberikan bimbingannya sehingga laporan kasus
ini bisa terselesaikan. Tidak lupa kepada dr. Hj. Riyani Wikaningrum, DMM, MSc.
selaku dosen pengampu bidang kepeminatan palliative care, dr. Hj. Susilowati, M.Kes
selaku koordinator pelaksana blok elektif dan DR. Drh. Hj. Titiek Djannatun selaku
koordinator penyusun blok elektif. Dan terakhir terimakasih kepada seluruh anggota
kelompok 5 palliative care atas kerjasamanya selama blok elektif ini.
DAFTAR PUSTAKA

Arnold Dorothee. 1998. Spiritual Care and Palliative Care : Opportunities and
Challeges for Postoral Care [Internet] . 56 , 231 , pp 1242-4 viewed 20 November
2016, from WWW. Who.int/cancer/Palliative/definition

Benaroch, Roy 2006. Palliative Care Center Talking to Children About Death
[Internet]. 303 , 7345 , pp 1351-6 viewed 19 November 2016, from
http://www.webmd.com/palliative-care/talking_to_children_about_death

Fallon M and G. Hanks. 2006. ABC of Palliative 2nd Ed. Blackwell Publishing. BMJ
Book. USA,UK,AUSTRALIA.

Ferrell, B.R & Coyle, N.(Eds.)(2007). Textbook of Palliative nursing, 2 nd ed. New
York, NY: Oxford University Press

Gerald, C, 2005. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, edisi terjemahan.
Bandung : PT Refika Aditama

KEPMENKES RI NOMOR: 812/ MENKES/SK/VII/2007 Tentang Kebijakan


Perawatan Palliative Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Lohmann DR, Gallie BL; Retinoblastoma. GeneReviews® [Internet]. Seattle (WA):


University of Washington, Seattle; 1993-2016. 2000 Jul 18 [updated 2015 Nov 19.

Radbruch, Lucas. 2009. Palliative Care For Infant Children and Young People.
Pondazione Maruzza Lefebvre D’Ovidio Onslus Publishing. EAPC Book. Italy

White, PG. 2002. Word Hospice Palliative Care The Loss of Child Day. Pediatric
Heart Network, ww.hospiceinternational.com, diambil pada tanggal 12 Januari
2010

WHO | WHO Definition of Palliative Care; 2015. Viewed 17 November 2016, from:
http://www.who.int/cancer/palliative/definition/en/.

Yosep Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Refika Aditama, Bandung

Zuhroni. 2010. Pandangan Islam Terhadap Masalah Kedokteran dan Kesehatan.


Jakarta: Universitas Yarsi

Anda mungkin juga menyukai