Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Demensia adalah suatu kondisi penurunan fungsi mental-intelektual
(kognitif) yang progresif dengan kesadaran jernih, dapat disebabkan oleh
penyakit organik difus pada hemisfer serebri atau kelainan struktur
subkortikal. Fungsi kognitif yang menurun ini cukup berat sehingga
menganggu fungsi sosial dan pekerjaan individu.
2.2 Epidemiologi
Prevalensi demensia pada populasi lanjut usia (>65 tahun) berkisar 3-30%,
dengan 50-60% merupakan Demensia tipe Alzheimer. Demensia
Alzheimer tumbuh 2x lipat setiap pertambahan usia 5 tahun, bila prevalensi
demensia pada usia 65 tahun 3%, maka pada usia 70 tahun menjadi 6%.
Pada kasus demensia, 60% bersifat irreversible, 25% dapat dikontrol, 15%
bersifat reversible.
Penyebab demensia kedua adalah Demensia Vaskuler akibat dari penyakit
serebrovaskular. Hipertensi merupakan faktor predisposisi pada penyakit
ini. Demensia vaskular berjumlah 15-30% dari semua kasus demensia.
Penyebab lain dari demensia, mewakilkan 1-5% kasus, merupakan akibat
dari trauma kepala, alkohol, Huntington, dan Parkinson.
2.3 Faktor Resiko
Faktor resiko terjadinya demensia bisa dibagi menjadi faktor yang bisa
dimodifikasi dan yang tidak bisa dimodifikasi. Faktor resiko tersebut
ialah :
Tidak bisa Dimodifikasi

 Usia : Alzheimer bukan merupakan proses normal dari penuaan,


tetapi usia merupakan resiko terbesar untuk Alzheimer. Tetapi
bukan berarti juga Alzheimer terjadi di usia tua, beberapa kasus
dapat ditemukan pada usia 40-50 tahun. Setelah usia 65 tahun,
resiko Alzheimer meningkat 2x tiap 5 tahun. Penuaan dapat
menganggu mekanisme perbaikan di tubuh, termasuk otak.
Sehingga, disertai dengan faktor resiko lain yang meningkat seiring
usia seperti hipertensi, kolesterol, penyakit jantung, dapat lebih
meningkatkan resikonya lagi.
 Riwayat keluarga dan genetik : Sifatnya jarang ditemukan. Familial
Alzheimer’s Disease (AD) sebanyak <5% kasus AD. Apabila
seseorang memiliki Familial AD, maka anak laki-laki atau anak
perempuannya dapat memiliki kesempatan untuk AD lebih tinggi.
Hal ini diakibatkan adanya perubahan pada gen spesifik yang
diturunkan dari orangtua kepada anaknya. Sedangkan kebanyakan
kasus AD sifatnya sporadic, yang merupakan kombinasi dari
genetik, lingkungan, dan lifestyle.
 Jenis Kelamin : Wanita cenderung untuk memiliki AD
dibandingkan laki-laki, akan tetapi dibutuhkan penelitian lebih
lanjut mengenai pernyataan ini.

Dapat dimodifikasi

 Rokok : Perokok memiliki resiko 45% lebih tinggi dibandingkan


bukan perokok. Bukan hanya Demensia Alzheimer tapi juga
Demensia Vaskular. Bagi para perokok, dengan menghentikan
kebiasaan merokok dapat menurunkan resiko.
 Hipertensi : Seseorang dengan tekanan darah tinggi pada usia
pertengahan kehidupannya memiliki resiko untuk memiliki
demensia di usia lanjutnya. Tekanan darah tinggi memengaruhi
jantung, arteri dan sirkulasi darah sehingga meningkatkan resiko
Demensia terutama Demensia vaskular. Untuk menurunkan resiko,
dapat dilakukan terapi hipertensi dengan aktivitas fisik dan diet
yang lebih sehat, atau menggunakan farmakoterapi.
 Diabetes : Diabetes tipe 2 dapat meningkatkan resiko demensia,
Alzheimer’s, Demensia Vaskuler, dan Gangguan kognitif 2x lebih
tinggi dibandingkan yang tidak memiliki riwayat diabetes
 Kolesterol tinggi : Seseorang dengan kolesterol tinggi yang
diberikan “statin” memiliki resiko demensia lebih rendah, sehingga
tatalaksana kolesterol baik tidak hanya untuk jantung tapi juga
kesehatan otak dan saraf.
 Obesitas dan Inaktivitas Fisik
Faktor resiko lain

 Pendidikan rendah : Seseorang yang sering belajar dan mengasah


otaknya memiliki resiko demensia lebih rendah.
 Depresi : Seseorang yang mengalami depresi, bisa memiliki resiko
terhadap demensia, tetapi ada juga pendapat lain yang mengatakan
bahwa depresi merupakan gejala awal demensia
 Trauma Kepala : Deposit yang terbentuk di otak pasca trauma bisa
menyebabkan demensia
2.4 Patogenesis
Proses demensia dapat dimulai pada usia lima puluhan atau lebih dini.
Proses pembentukan plak amiloid pada penyakit AD terjadi sekitar 20
tahun sebelum muncul gejala. Namun, pada tahap ini gejala belum tampak
sehingga tidak mudah untuk mendeteksinya. Kecakapan intelektual
individu dengan demensia ringan sebanding dengan anak usia 9 tahun,
demensia sedang dengan anak usia 5 tahun dan demensia berat dengan bayi
usia 2 tahun.
Penyebab dari Demensia Alzheimer (AD) masih belum dapat ditentukan,
namun penelitian telah dilakukan untuk mencari penyebab terbentuknya
plak amiloid di dalam otak yang merupakan kelainan neuropatologis. 40
persen dari kasus AD memiliki riwayat keluarga dengan AD. Maka dari
itu, genetik dianggap berperan dalam perkembangan kelainan. Gen untuk
prekursor amiloid terletak pada rantai panjang kromosom 21. Protein /A4
merupakan protein yang merupakan bahan utama plak senilis, merupakan
peptida asam amino-42 yang merupakan pecahan dari protein prekursor
amiloid.
Neuropatologi dari AD adalah adanya atrofi difus dengan penipisan sulkus
kortikal dan pembesaran ventrikel serebri. Sedangkan patologi anatomi
ditemukan adanya plak senilis/amiloid, neurofibrillary tangles (terdiri dari
protein sitoskeletal, terutama protein tau yang merusak sel otak,
kebanyakan ditemukan di korteks, hipokampus, substantia nigra, dan lokus
ceruleus.), berkurangnya neuron (terutama di korteks dan hipokampus),
berkurangnya sinaps (50% dari korteks) dan degenerasi granulovaskuler sel
saraf. Neurotransmitter yang sering terlibat adalah asetilkolin dan
norepinefrin yang menjadi hipoaktif pada AD. Adanya degenerasi spesifik
dari neuron kolinergik terlihat pada nukleus basalis. Kolineasetiltransferase
merupakan enzim kunci untuk sintesis asetilkolin dan penurunan
kolinasetiltransferase menunjukkan adanya jumlah asetilkolin dan neuron
kolinergik. Penurunan kolinergik ini mendorong adanya penurunan fungsi
kognitif.
Pada demensia vaskuler, akibat dari adanya area multipel yang infark
sehingga terjadi lesi parenkim multipel yang menyebar di otak.
Demensia stadium dini
Dampak demensia fase dini umumnya berupa perubahan samar dalam
kepribadian, hendaya dalam ketrampilan sosial, berkurang minat dan
ambisi, afek labil dan dangkal, agitasi, sejumlah keluhan somatik, gejala
psikiatrik samar, penurunan bertahap kemampuan intelektual dan
ketajaman pikiran. Pasien dapat mengenali penurunan kemampuannya
pada permulaan tetapi lama kelamaan menyangkalnya dengan tegas.
Demensia dini sering mencetuskan keadaan depresi, dapat muncul dengan
gejala awal berupa gangguan emosi daripada gangguan kognitifnya.

Demensia stadium lanjut


a. Penurunan memori yang biasanya terjadi adalah daya ingat segera dan
daya ingat peristiwa jangka pendek (recent memory – hipokampus) tetapi
kemudian bertahap daya ingat recall (temporal medial dan regio
diesenfalik). Pasien biasanya berkonfabulasi (mengarang cerita) untuk
melakukan konfirmasi. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah mintalah
pasien untuk mengulang angka (normalnya dapat mengingat 6 angka dari
depan atau 4 angka dari belakang) atau menyebut kembail 2 kata atau 3
objek setelah 5 menit. Apakah pasien tahu nama dokter? Nama perawat?
Nama tempat pemeriksaan? Mengingat menu makan malam? Apakah
pasien mengetahui tanggal lahir? Kampung halaman? Nama dari
sekolahnya dulu?
b. Perubahan mood dan kepribadian seringkali diwarnai oleh kepribadian
sebelumnya (lebih kompulsif), awalnya depresi, ansietas atau iritabilitas,
kemudian menjadi menarik diri dan apatis. Apakah pasien menjadi
bermusuhan? Paranoid? Ketakutan? Tidak punya minat? Memakai kata
vulgar atau mengolok-olok?
c. Penurunan daya orientasi terutama orientasi waktu (nama, hari, tanggal,
bulan, tahun dan musim), tempat, atau bila berat bisa disorientasi orang.
Pasien mungkin tak dapat tidur nyenyak, berkeliaran di malam hari, dan
tersesat.
d. Pasien menjadi kurang tajam pemikirannya dibandingkan biasanya.
Apakah pasien memiliki masalah dalam mengerjakan sesuatu yang
biasanya dia kerjakan? Persamaan bola dengan jeruk? Lalat dan pohon?
e. Gangguan daya nilai pasien tidak dapat mengantisipasi akibat dari
perbuatannya. Apakah pasien bertindak impulsif? Apa yang akan pasien
lakukan bila melihat gedung terbakar?
f. Halusinasi biasanya sederhana, ilusi, delusi, preokupasi yang tak
tergoyahkan, ide-ide mirip waham (delusi)
g. Hendaya berbahasa seringkali samar dan tidak begitu persis, kadang
hampir mutisme. Dihubungkan dengan riwayat penyakit kronik, atau
gangguan psikiatri yang pernah dialaminya, penyakit psikiatrik dalam
keluarga, penyalahgunaan obat atau alkohol, trauma kepala, dan paparan
zat racun (toksin).
2.5 Klasifikasi
A. Dimensia yang tak dapat pulih (irreversible)

 Dimensia tipe Alzheimer (DTA)


DTA mencapai hampir 50% dari semua tipe demensia (5%-10% orang
berusia diatas 65 tahun, 50% diatas 85%). DTA adalah demensia
kortikal yang klasik yang sering didiagnosis secara berlebihan. DTA
dapat dimulai pada usia lima puluhan (awitan dini, familial, bentuk
pra-senil, sekitar 2% dari seluruh kasus) atau dapat pula dimulai pada
usia 60 tahunan sanpai 80 tahunan (awitan lambat, umumnya lebih
banyak) dan berkembang sampai kematian dalam waktu 6-10 tahun.
Gejala DTA yang tampak dalam kehidupan sehari-hari adalah
kegelisahan yang terjadi terus menerus dan sering mencari dalih untuk
menghindari kegiatan, namun respons sosial seringkali masih utuh
sampai saat akhir.
Atrofi korteks dan pelebaran ventrikel pada demensia yang sudah
nyata dapat terlihat dengan MRI, namun pada tahap demensia ringan
tidak begitu jelas. EEG (Elektro Ensefalografi) seringkali normal pada
stadium dini namun dapat merupakan tes skrining yang baik karena
pada dememnsia dengan penyebab reversible gambaran EEGnya
sering abnormal (kecuali untuk paresis umum dan hidrosephalus
tekanan normal).
Secara histologik, dijumpai plak senilis (saraf terminal degeneratif
yang dikelilingi oleh inti beta amiloid neurotoksik), kekusutan serabut
saraf (neurofibrillary tangles) dan degenerasi neuron
granulovakuolar. Penemuan terkini menunjukkan adanya degenerasi
primer pada neuron kolinergik di basal forebrain (bagian bawah otak
depan), terutama di nukuleus basalis (walaupun neuron serotonergik
dan neuron lain juga terlibat – sangat heterogen)
Ada peningkatan insiden pada wanita (1,5 : 1) hubungan keluarga
tingkat pertama – meningkat 3 kali lipat (terutama demensia prasenil)
dan sindrom down. Hanya sedikit DTA familian awitan dini
berhubungan dengan gen protein prekusor amiloid (gen APP ;
peningkatan produksi dan atau deposisi protein beta amiloid selama
bertahun-tahun atau puluhan tahun) pada kromosom 21 di dekat regio
yang berhubungan dengan sindrom down.

 Korea Huntington
Pada penyakit ini yang terjadi adalah demensia subkortikal. Gejala
psikiatrik bervariasi dari neurotik sampai psikotik (termasuk demensia)
dapat mendahuli gejala korea. Demensia selalu terjadi pada stadium
akhir. Penyakit ini termasuk autosomal dominant (lengan pendek dari
kromosom 4), sehingga perlu ditelusuri adakah riwayat penyakit dalam
keluarga.

 Penyakit Parkinson
Lesi terletak di bangsal ganglia (subkorteks). Pada beberapa pasien
terdapat Depresi (40%) dan atau Demensia. Pemberian levodopa hanya
memperbaiki gejala sementara.

 Lain-lain
Penyebab dimensia lainnya adalah kelumpuhan progresif supranuklear,
degenerasi spinosebelar, penyakit Pick, Parkinsonisme-Demensia
kompleks Guam, SSPE, penyakit Creutzfeldt Jacob, ensefalitis herpes
simpleks, Multiple Sclerosis, HIV, dan trauma kepala.
B. Demensia yang dapat pulih (reversible)

 Demensia Vakular
Demensia vaskular diperkirakan mencapai 10% dari populasi.
Membedakan demensia vaskular dari DTA adalah dari
riwayat awitannya yang cepat dan deteriorasinya yang seperti anak
tangga (bertahap kejut sehingga tidak selalu mudah di tengarai)
pada pasien berusia 50-60 tahun dan ada defisit neurologis fokal.
EEG mungkin dapat menunjukkan abnormalitas. Penyebab
demensia ini adalah episode trobo-embolik multiple (sejumlah
infark serebri patologik yang kecil-kecil) pada pasien dengan
penyakit aterosklerotik pembuluh darah besar atau katup jantung.
Biasanya juga dapat disebabkan hipertensi.

 Hidrosefalus tekanan normal (Normal pressure hydrocephalus)


Gejala klasiknya berupa trias yaitu ataksia, inkontinensia, dan
demensia progresif-demikian juga idiopatik dan setelah trauma
serebri, perdarahan atau infeksi. Tekanan cairan serebri spinal
normal tetapi dari pemeriksaan MRI ventrikelnya terlihat
membesar. Terapi berupa pembuatan shunt antara lumbal peritoneal
atau ventrikuloatrial.
C. Demensia Menetap yang Diinduksi Oleh Zat
Diagnosis dilakukan dengan menyingkirkan kemungkinan lainnya.
Umumnya ada riwayat menjadi peminum alkohol berat selama
bertahun-tahun. Demikian juga halnya dengan penyalahgunaan
sedatif hupnotik atau zat toksik seperti timah, perak, pelaut dan
organofosfat. Kemungkinan penyebab demensia meliputi :
- Intoksikasi obat
Umumnya karena terlalu banyak makan obat, tidak mengerti
intruksi , dll. Hati-hati terhadap major transqulizer dan minor
trsnquilizer, analgesik (terutama fenastein), digoksin,
primidon, fenasemid, metildopa. Lakukan evaluasi ulang dan
hentikan secepat mungkin.
- Tumor otak
Terytama tumor metastatic (dari paru dan mammae) dan
meningioma. Biasanya ada tanda fokal, kecuali jika tumor
terdapat pada lobus frontal.
- Trauma otak
Pada trauma otak, tidak biasa dijumpai demensia kecuali pada
hematom subdural yang dapat terjadi pada usia lanjut. Gejalanya
beruta sakit kepala dan mengantuk. Dalam kondisi ini jangan
melakukan lumbal pungsi. Lakukan CT scan atau MRI,
kemungkinan ateriografi untuk diagnostik.
- Infeksi
Setiap infeksi bermakna (pneumonia, infeksi saluran kemih) dapat
menyebabkan delirum dan meperburuk demensia pada usia lanjut.
Demensia dapat disebabkan oleh abses otak, sifilis SSP (paresis
umum-tes serologik darah dan cairan serebrospinal biasanya
positif), tuberkulosis dan meningitis kriptokokus.
- Gangguan Metabolik
Yang paling banyak adalah gangguan tiroid-hipotiroidisme
(demensia terjadi bahkan dengan kadar hormon yang mendekati
normal; dapat reversible; perhatikan adanya perlambatan EEG)
dan juga hipertiroidisme (tirotoksikosis apatetik, terutama pada
usia lanjut). Ketidakstabilan elektrolit juga merupakan penyebab
demensia yang umum dijumpai pada usia lanjut, seperti hipo atau
hipernatremia, hiperkalsemia.
- Gangguan janung, paru-paru, hati dan ginjal :
Terutama gagal jantung kronik, aritmia, hipoksia kronik, dan
hiperkapnia (missal emphysema), enselopati hepatic, uremia,
demensia dialisis.
- Lainnya :
Malnutrisi. Terutama vitamin B12 dan defisiensi folat.
2.6 Gambaran Klinis Umum
Secara umum gejala demensia dapat dibagi atas dua kelompok yaitu
gangguan kognisi dan gangguan non-kognisi. Keluhan kognisi terdiri
dari gangguan memori terutama gangguan memori terutama
kemampuan belajar materi baru yang sering merupakan keluhan
paling dini. Memori lama bisa terganggu pada demensia tahap lanjut.
Pasien biasanya mengalami disorientasi di sekitar rumah atau
lingkungan yang relatif baru. Kemampuan membuat keputusan dan
pengertian diri tentang juga sering ditemukan. Keluhan non-kognisi
meliputi kelihan neuropsikiatri atau kelompok behavioral
neuropsuchological symtoms of dementia (BPSD). Komponen
perilaku meliputi agitasi, tindakan agresif dan non agresif seperti
wondering, disihibisi dan gejala lainnya. Keluhan tersering adalah
depresi, gangguan tidur dan gejala psikosa seperti delusi dan
halusinasi. Gangguan motorik berupa kesulitan berjalan, bicara cadel,
dan gangguan gerak lainnya dapat ditemukan disamping keluhan
mioklonus.
2.7 Diagnosis dan Kriteria Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan pemeriksaan klinis berpedoman pada
ICD 10 atau PPDGJ III. Kriteria diagnosis lain yang umum
digunakan adalah DSM IV dan NINCDS-ADRDA. Dalam NINCDS-
ADRA, diagnosis dibedakan mulai dari diagnosis pasti, diagnosis
probable dan diagnosis possible untuk demensia tipe Alzheimer
maupun demensia tipe vaskuler. Umumnya diagnosis dibuat atas
dasar riwayat penyakit, pemeriksaan dan observasi langsung, tes
psikometrik, pemeriksaan laboratorium dan radio imaging bila perlu.

 Pemeriksaan fisik ( termasuk pemeriksaan neurologis standar )


Pemeriksaan terhadap sejumlah sejumlah penyebab (medik)
demensia – seperti gangguan endokrin, jantung, paru-paru, hati,
infeksi. Harus selalu dilakukan pemeriksaan neurologic yang
cermat dan mengindetifikasi kemungkinan adanya fokus di saraf
pusat yang dapat menyebabkan demensia. Ujilah kemampuan
pasien menghidua bau-bauan (saraf kranial I)- dapat
mengidentifikasi lesi lobus frontal yang besar. Juga selalu lakukan
tes pendengaran.
Pada demensia stadium lanjut terlihat adanya ataksia, wajah
menyeringai (facial grimaces), agnosia, apraksia, impersisten
motorik, dan atau preservasi motorik dan refleks patologik
(menggenggam, refleks mencucu, menghisap, glabella tap, kaki
kaku dll). Ketahuilah bahwa semua jenis penyakit lebih sering
terjadi pada pasien demensia .

 Pemeriksaan Laboratorium
Pemilihan tes berdasarkan etiologi yang dicurigai. Pertimbangan
skrining dengan ESR, CBC, STS, SMA 12, T3%T4, Vitamin B12
dan kadar folat, UA, rontgen dada, dan CT Scan. Tes lainnya
dilakukan sesuai dengan kebutuhan.

 Psikometrik (Tes Psikologis)


Pemeriksaan psikometrik berguna untuk (a) membantu
mengidentifikasi lesi fokal, (b) memberikan gambaran data besar,
(c) membantu diagnosis, dan (d) mengidentifikasi
kekuatan/kelebihan pasien untuk dipakai perencanaan terapi.
Tes yang bermanfaat untuk klinikus adalah WAIS, tes Bender
Gesalt, tes luria, dan ter baterai halstead & Rietan. Tes skrining
yang singkat namun bermanfaat adalah pemeriksaan status mini
mental (MMSE) dari Folsterin, dilengkapi dengan tes menggambar
jam.
Diagnosis Differensial
Proses menua normal dapat menyerupai demensia ringan, terutama
jika pasien tertekan oleh lingkungannya, isolasi sosial, kelelahan,
atau gangguan isolasi sosial, kelelahan atau gangguan penglihatan
dan pendengaran. Deteriorasi intelektual pada skizofrenia demensia
dengan adanya riwayat psikosis dan penarikan diri secara sosial
serta adanya riwayat psikosis dan penarikan diri secara sosial serta
adanya gangguan proses pikir yang khas. Suatu wawancara Amytal
dapat membantu membedakan demensia dari skizofrenia katatonik.
Pada delirum ada tingkat kesadaran yang berubah dan berfluktuasi.
Delirum dan demensia seringkali ada bersama-sama, tetapi delirum
harus jelas dahulu sebelum diagnosis demensia dapat ditegakkan.
Depresi berat adlaha penyebab yang paling sering dari
pseudodemensia. Tidak seperti pasien demensia, pasien dengan
depresi mempunyai onset yang reltif cepat (keluarga biasanya dapat
mengetahui saat munculnya gejala), pasien mengeluh ada gangguan
memori berar, perubahan afektif, menekankan ketidakmampuannya
dan kegagalannya, dan sering menjawab pertanyaan sederhana
dengan “saya tidak tahu”.
2.8 Tatalaksana Komprehensif
- Terapi Suportif

 Berikan perawatan fisik yang baik, misalnya nutrisi yang bagus,


kacamata, alat Bantu dengar, alat proteksi (untuk naik tangga,
kompor, obat-obatan) dan lain-lain.
 Pertahankan pasien berada dalam lingkungan yang sudah
dikenalnya dengan baik, jika memumngkinkan. Usahakan pasien
dikelilingi oleh teman teman lamanya dan benda benda yang
biasa didekatnya
 Pertahankan keterlibatan pasien melalui kontak personal,
orientasi yang sering (mengingatkan nama hati, jam dst)
 Bantulah untuk mempertahankan rasa percaya diri pasien.
Rawatlah mereka seperti orang dewasa.
 Hidari suasana yang remang remang, terpencil; juga hindari
stimulasi berlebihan.
- Terapi simptomatik
Kondisi psikiatrik memerlukan obat-obatan dengan dosis yang
sesuai:

 Ansietas akut, kegelisahan, agresi, agitasi: Haloperidol 0,5 mg


per oral 3x sehari; Risperidon 1 mg peroral sehari. Hentikan
setelah 4-6 minggu
 Ansietas non psikotik, agitasi: Diazepam 2 mg peroral 2x sehari,
venlafaxin XR. Hentikan setelah 4-6 minggu.
 Agitasi kronik : SSRI (missal Fluxetine 10-20mg/hari dan atau
buspiron (15mg 2x sehari); juga pertimbangkan beta bloker dosis
rendah.
 Depresi; Pertimbangkan SSRI dan anti depresan baru lainnya
dahulu; dengan trisiklik mlai perlahan-lahan dan tingkatkan
sampai ada efek-misal desipramin 75-150 mg per oral sehari
 Insomnia: hanya untuk penggunaan jangka pendek
- Terapi Khusus

 Identifikasi dan koreksi semua kondisi yang dapat diterapi


 Tidak ada terapi obat khusus untuk demensia yang ditemukan
bermanfaat secara konsisten, walaupun banyak yang sedang
diteliti.
 Donepezil (Aricept 5-10mg, satu kali sehari, malam hari)
 Rivastigmine (Exelon 6-12 mg, dua kali sehari)
 Galantamine (Reminyl 8-16 mg, dua kali sehari)
- BPSD (Behaviour and Psychological Syndrome of Dementia)
Strategi tatalaksana meliputi pengembangan program aktivitas dan
pemberia obat bila perlu. Program aktivitas meiputi stimuli kognitif,
mental dan afektif yang dikemas dalam bentuk yang sesuai untuk
pasien tersebut.
Beberapa prisip tatalaksana yang perlu diperhatikan adalah :

 Kualitas hidup orang dengan dimensia


 Kemunduran kognitif terjadi pelan berangsur-angsur, tidak
sekaligus hilang semuanya
 Kenikmatan tidak memerlukan memori yang penuh
 Sadari bahwa informasi yang terakhir didapat bisanya cepat
dilupakan
 Selesaikan masalah secara kreatif
 Orang dengan demensia tumbuh surut
 Sikap keluarga/pelaku rawat berpengaruh terhadap kondisi
demensia
Tatalaksana demensia harus disesuaikan dengan tahapan demensia,
kondisi lingkungan dan sumber sumber dukungan yang ada (fisik
maupun finansial), sarana terapi yang tersedia serta harapan pasien
dan keluarga. Pemberian obat untuk gangguan prilaku pada dimensia
bersifat simptomatik.

Anda mungkin juga menyukai