Anda di halaman 1dari 37

HUBUNGAN PENGETAHUAN ORANG TUA DENGAN

KEBIASAAN DAN KEDISIPLINAN TOILETTRAINING PADA


ANAK PRA SEKOLAH DI SIDANEGARA

Di susun oleh :
Nama : Eli Yatul Hana Pratiwi
NIM : 108117080

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAAH
CILACAP
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua peristiwa yang


berbeda tetapi berlangsung sama. Keduanya saling berkaitan sehingga sulit
dipisahkan. Pada masa balita pertumbuhan dan perkembangan anak terjadi
sangat cepat. Masa seperti ini merupakan dasar dan tidak akan terulang lagi
pada kehidupan selanjutnya. Anak prasekolah atau early childhood adalah
anak yang berusia antara 3-6 tahun. Pada masa ini pertumbuhan
berlangsung dengan stabil, terjadi perkembangan dengan aktifitas jasmani
yang bertambah dan meningkatnya keterampilan dan proses berpikir
(Tanuwidjaya, 2008 dalam (Megaswara, 2015). Banyak sekali
pertumbuhan yang dialami oleh anak tahap prasekolah sebagai contoh
kontrol volunter dari spingter ani dan uretra sudah lebih baik sehingga
seharusnya anak sudah tidak mengompol lagi (Nursalam, 2005 dalam
(Megaswara, 2015). Salah satu masalah yang sering terjadi pada anak
adalah tentang pengaturan atau kontrol dalam BAK (buang air kecil) dan
BAB (buang air besar). Berdasarkan pendapat Hidayat (2005) yang
mengutip hasil penelitian (Andriani, dkk 2014 dalam (Komunitas et al.,
2017) latihan BAB atau BAK pada anak sangat membutuhkan persiapan
bagi ibu, baik secara fisik, psikologis, maupun intelektual. Melalui
persiapan tersebut, anak diharapkan dapat mengontrol kemampuan BAB
atau BAK secara mandiri.

Disiplin akan membantu anak usia dini untuk mengembangkan


kontrol dirinya (Suryadi, 2007 dalam Pramono et al., 2018)). Disiplin
adalah sebagai proses belajar yang mempengaruhi kepada ketertiban dan
mengendalikan diri. Disiplin juga diartikan sebagai watak yang dimiliki
seseorang yang merupakan hasil belajar sekaligus berdasarkan atas faktor
yang dibentuk lewat latihan atau disiplin di rumah maupun sekolah
(Mashar, 2011 dalam Pramono et al., 2018). Jadi, kedisiplinan adalah suatu
cara untuk membantu anak usia dini agar dapat memgembangkan
pengendalian diri dengan mengunakan disiplin anak agar dapat
memperoleh suatu batasan untuk memperbaiki tingkah lakunya yang salah
dan mendidik anak dalam keteraturan hidup kesehariannya akan
memunculkan watak disiplin.

Peran aktif orang tua pada anak pra sekolah tentang toilet training
adalah orangtua harus mulai melatih kemampuan anaknya untuk buang air
kecil dan buang air besar ke toilet. Orang tua harus sabar dan mengerti
kesiapan anak untuk memulai pengajaran menggunakan toilet. Orang tua
juga harus memiliki dukungan positif kepada anak agar anak berhasil
dalam melakukan toilet training. ( Dalam Komunitas et al., 2017)
Suksesnya toilet training tergantung pada kesiapan pada diri anak dan
keluarga terutama ibu, seperti kesiapan fisik yaitu kemampuan anak sudah
kuat dan mampu. Demikian juga dengan kesiapan psikologis dimana setiap
anak membutuhkan suasana yang nyaman dan aman agar anak mampu
mengontrol dan berkonsentrasi untuk BAB atau BAK. Mengajarkan toilet
training dibutuhkan metode atau cara yang tepat sehingga mudah
dimengerti oleh anak. Penggunaan metode yang tepat akan mempengaruhi
keberhasilan orangtua dalam mengajarkan konsep toilet training pada anak.
Ketika ibu memberikan penjelasan dengan cara yang baik, kemungkinan
besar anak akan mudah menerima apa yang disampaikan oleh ibu,
begitupun sebaliknya. Orang tua yang mempunyai tingkat pengetahuan
yang baik tentang toilet training akan menerapkan sesuai dengan
kemampuan dan kesiapan sang anak. Sebaliknya pada orang tua yang
kurang dalam pengetahuan tentang toilet training akan menerapakan tidak
sesuai dengan usia serta kemampuan anak, hal ini dapat menimbulkan
kecemasan, stres dan muncul rasa marah jika melihat anak tidak mampu
melakukan toilet training. ( Dalam Ners & Indonesia, 2016) dampak yang
paling umum dalam kegagalan toilet training seperti adanya perlakuan atau
aturan yang ketat dari orang tua kepada anaknya yang dapat mengganggu
kepribadian anak yang cenderung bersifat retentive dimana anak cenderung
bersikap keras kepala bahkan kikir. Hal ini dapat terjadi apabila orang tua
sering memarahi anak pada saat buang air besar atau buang air kecil atau
melarang anak untuk buang air besar atau buang air kecil saat bepergian
karena sukar mencari toilet. Bila orang tua santai dalam memberikan aturan
dalam toilet training maka anak akan dapat mengalami kepribadian
eksprensif dimana anak lebih tega, cenderung ceroboh, suka membuat gara-
gara, emosional dan seenaknya dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

Penelitian ( Muji Devi 2014 dalam Shalahuddin et al., 2018)


mengenai hubungan peran orang tua dengan kemapuan toilet training pada
anak, menyimpulkan bahwa 50% dari 24 responden menunjukan orang tua
memilki peran yang kurang baik. Faktor pertama yang mempengaruhi
peran adalah umur ibu, 26-35 tahun (66,7%) dimana dalam rentang umur
seperti itu orang tua mempunyai kesibukan dalam rumah tangga maupun
pekerjaan hal tersebut menyebabkan orang tua lelah dan stress. Faktor
kedua adalah pendidikan, dimana (75%) orang tua berpendidikan
menengah (SMA). Dengan latar belakang pendidikan menengah, orang tua
juga akan kurang mengerti tentang masalah yang terjadi pada anak karena
wawasan tentang peran orang tua masih kurang dari pada orang tua yang
latar belakang pendidikan perguruan tinggi.

B. Rumusan masalah
Bagaimana hubungan pengetahuan orang tua dengan kebiasaan dan
kedisiplinan toilettraining pada anak usia prasekolah di Sidanegara.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan orang tua dengan pola kebiasaan


toilet training pada anak usia prasekolah di Sidanegara.

2. Tujuan khusus :

a. Untuk menganilisis tingkat pengetahuan orang tua


b. Untuk mengetahui tentang toilettraining
c. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan orang tua dengan pola
kebiasaan toilettraining pada anak usia prasekolah di Sidanegara.

D. Hasil Penelitian
N Penulis Judul Jenis dan Desain Variabel Analisis Data Hasil Penelitian
o Tahun Penelitian Penelitian /
Responden
1. Chori Tingkat Pengetahuan Penelitian 41 Responden Analisis bivariat dengan Hasil yang diperoleh dari penelitian ini
Elsera 2016 Berhubungan dengan deskriptif chi square adalah tingkat pengetahuan responden
Sikap Ibu dalam Toilet kuantitatif dengan baik. Sikap responden sebagian besar
Training pada Toddler pendekatan cross mendukung toilet training. Ada hubungan
sectional antara tingkat pengetahuan dengan sikap
ibu dalam toilet training pada anak usia
toddler di Desa Glodogan Kecamatan
Klaten Selatan. Kesimpulan
2. Johninsi P. HUBUNGAN penelitian ini 40 orang Alat ukur yang Hasil penelitian menunjukan ada
Mendur PERAN ORANG bersifat survey digunakan adalah hubungan antara peran orang tua dan
Julia Rottie TUA DENGAN analitik dengan kuisioner, data yang kemampuan toilet training. Di mana
Yolanda KEMAMPUAN pendekatan cross diperoleh menggunakan berdasarkan uji chi square diperoleh nilai
Bataha TOILET TRAINING sectional uji chi square dengan p= 0,001% yang berarti nilai p lebih kecil
Program PADA ANAK PRA tingkat kemaknaan (α) dari nilai (α) = 0,05.
2018 SEKOLAH DI TK = 0,05.
GMIM SION
SENTRUM
SENDANGAN
KAWANGKOAN
SATU
3. Iwan HUBUNGAN penelitian yang 95 orang analisis univariat dan Hasil uji statistik menunjukan angka Sig.
Shalahuddi PENGETAHUAN digunakan adalah bivariat melalui (2-tailed) 0,000, nilai ini lebih kecil
n, Sandra DENGAN SIKAP metode deskriptif daripada batas kritis α = 0,05 (0,000 <
Pebrianti, IBU DALAM korelasi dengan 0,05) dan Correlation Coefficient
Indra PENERAPAN pendekatan cross (koefisien korelasi) menunjukan angka
Maulana TOILET TRAINING sectional. 0,674, dengan keputusan terdapat
2018 PADA ANAK USIA hubungan yang kuat antara tingkat
TODDLER DI DESA pengetahuan dengan sikap penerapan
MAJASARI GARUT toilet training.

4. Sherly Pengetahuan Ibu Penelitan ini 41 responden Analisis data univariat Hasil penelitan menunjukkan ada
Vermita Berhubungan dengan merupakan studi dan bivariate hubungan yang signifikan antara
Warlenda, Pelaksanaan Toilet kuantitatif analitik pengetahuan ibu (p = 0,00) dengan
Rini Novita Training pada Anak dengan pendekatan pelaksanaan toilet training pada anak usia
Sari Usia 3-5 Tahun di Cross Sectional. 3-5 tahun di PAUD Islam Cerliana Kota
Program PAUD Islam Cerliana Pekanbaru Tahun 2016. Diharapkan
2017 Kota Pekanbaru kepada ibu untuk mela?h anak agar BAK
dan BAB ditoilet sejak dini. Diharapkan
kepada pihak sekolah khususnya para
guru untuk mengajarkan toilet training
sejak dini pada anak dengan menghindari
penggunaan diapers.
5. Dikdik Meningkatkan Metode penelitian 20 orang dianalisis secara Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Pramono, Kedisiplinan Anak yang digunakan kuantitatif dan kualitatif melalui latihan pembiasaan penggunaan
Anni Usia Dini Melalui adalah metode toilet dengan baik dapat meningkatkan
Risnawati Latihan Pembiasaan penelitian tindakan kedisplinan anak usia dini di KB Al-
Penggunaan Toilet di kelas Hidayah Insan Mandiri Kabupaten
KB Al-Hidayah Insan Bandung sebesar 85%..
Mandiri Kabupaten
Bandung
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

1. Tinjauan Pustaka

A. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah


Pertumbuhan didefinisikan sebagai bertambahnya ukuran fisik dan
struktur tubuh seseorang karena bertambahnya jumlah dan besarnya sel
secara kuantitatif, seperti pertambahan ukuran berat badan, tinggi badan
dan lingkar kepala. Perkembangan didefinisikan sebagai pertambahan
kematangan fungsi dari masing-masing tubuh dan bersifat kualitatif,
seperti kemampuan anak untuk tengkurap, duduk, berjalan, berbicara,
memungut benda-benda di sekelilingnya, serta kematangan emosi dan
sosial anak (Nursalam, 2008). Menurut Wong (2008) Perkembangan
diartikan sebagai perubahan dan perluasan secara bertahap,
perkembangan tahap kompleksitas dari yang lebih rendah ke yang lebih
tinggi, peningkatan dan perluasan kapasitas seseorang melalui
pertumbuhan, maturasi dan pembelajaran.
Anak usia prasekolah termasuk dalam masa kanak-kanak awal yang
terdiri dari anak usia 3 sampai 6 tahun (Wong, 2008). Perkembangan
pada masa ini sangat penting, dimana masa ini merupakan masa emas
atau “golden age”. Berdasarkan beberapa teori pertumbuhan dan
perkembangan anak maka pertumbuhan dan perkembangan anak usia
prasekolah meliputi :
1. Pertumbuhan Fisik
Secara umum anak usia prasekolah yang sehat adalah anak yang
ramping, periang dan cekatan serta memiliki sikap tubuh yang baik.
Pertambahan tinggi pada usia ini rata-rata adalah 6,25-7,5 cm pertahun
misalnya, rata-rata anak usia 4 tahun adalah 101,25 cm. Pertambahan
berat badan rata-rata adalah 2,3 kg per tahun, misalnya berat badan rata-
rata anak usia 4 tahun adalah 16,8 kg (Muscari, 2005).
Volume berkemih pada usia ini rata-rata 500 sampai 1000 mL/hari. Anak
usia prasekolah sudah mulai terlatih untuk toileting dan sudah mampu
melakukan toilet training dengan mandiri pada akhir periode prasekolah.
Beberapa anak mungkin masih mengompol di celana dan sebagian besar
lupa untuk mencuci tangannya untuk membilas (Muscari, 2005 dan
Supartini, 2004). Seorang anak tidak dapat mengontrol buang air kecilnya
secara total sampai dia berusia 4 atau 5 tahun. Anak laki-laki umumnya
lebih lambat mengontrol buang air kecil daripada anak perempuan.
Pengontrolan berkemih di siang hari lebih mudah dicapai daripada
pengontrolan berkemih di malam hari dan terjadi lebih dini pada proses
perkembangan anak, biasanya pada usia 2 tahun (Potter & Perry, 2005).
Anak dalam fase usia ini seharusnya sudah mampu mengenali penuhnya
kandung kemih mereka, menahan urin selama 1 sampai 2 jam dan
mengomunikasikan keinginannya untuk berkemih kepada orang dewasa.
Anak kecil memerlukan pengertian, kesabaran dan konsistensi orang tuanya
(Potter & Perry, 2005).

2. Perkembangan Motorik
Perkembangan motorik dibagi menjadi 2 jenis, yaitu motorik kasar dan
motorik halus. Keterampilan motorik kasar anak usia prasekolah bertambah
baik, misalnya anak sudah dapat melompat dengan satu kaki, melompat dan
berlari lebih lancar serta dapat mengembangkan kemampuan olahraga
seperti meluncur dan berenang (Muscari, 2005).
Perkembangan motorik halus menunjukkan perkembangan utama yang
ditunjukkan dengan meningkatnya kemampuan menggambar, misalnya
pada usia 3 tahun, anak dapat membangun menara dengan 9 atau 10 balok,
membuat jembatan dari 3 balok, meniru bentuk lingkaran, dan menggambar
tanda silang (Muscari, 2005). Fase usia ini anak tetap beresiko pada cedera
meskipun tidak terlalu rentan seperti anak toddler, namun orang tua dan
orang dewasa lainnya harus tetap menekankan tindakan keamanan. Anak
usia prasekolah ini mendengarkan orang dewasa, mampu memahami serta
memperhatikan tindakan pencegahan karena anak usia ini merupakan
pengamat yang cermat dan meniru orang lain sehingga orang dewasa perlu
“melakukan apa yang mereka ajarkan” tentang masalah keamanan
(Muscari, 2005).

3. Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif (berpikir) sudah mulai menunjukkan
perkembangan. Anak sudah mempersiapkan diri untuk memasuki sekolah,
tampak sekali kemampuan anak belum mampu menilai sesuatu berdasarkan
apa yang mereka lihat. Anak membutuhan pengalaman belajar dengan
lingkungan dan orang tuanya (Hidayat, 2007). Berdasarkan teori Kognitif
Piaget (1969 dalam Muscari, 2005) menyatakan bahwa pada usia ini anak
memasuki tahap berpikir praoperasional karena tahapan ini dimulai dari
usia 2 tahun sampai 7 tahun. Tahapan ini memiliki dua fase yakni
prakonseptual dan intuitif, yaitu :
a. Fase prakonseptual (usia 2-4 tahun) yakni anak membentuk konsep yang
kurang lengkap dan logis dibandingkan dengan konsep orang dewasa.
Anak membuat klasifikasi yang sederhana, menghubungkan satu kejadian
dengan kejadian yang simultan (penalaran transduktif misalnya semua
wanita yang berperut besar pasti hamil) dan anak menampilkan pemikiran
egosentrik. Wong (2008) menyatakan bahwa egosentrisme merupakan ciri
yang menonjol pada tahap ini dalam perkembangan intelektual, hal ini
bukan berarti egois atau berpusat pada diri sendiri, tetapi ketidakmampuan
untuk menempatkan diri di tempat orang lain. Selain itu, pada usia ini
pemikiran mereka didominasi oleh apa yang mereka lihat, dengar, atau
alami.

b. Fase intuitif (usia 4-7 tahun) yakni anak mulai menunjukkan proses
berpikir intuitif (anak menyadari bahwa sesuatu adalah benar, tetapi tidak
dapat mengatakan/mengetahui alasan untuk melakukannya), mampu
membuat klasifikasi, menjumlahkan, menghubungkan objek- objek, dan
mampu menginterpretasikan objek dan peristiwa dari segi hubungan mereka
atau penggunaan mereka terhadap objek tersebut serta mulai menggunakan
banyak kata yang sesuai, tetapi kurang memahami makna sebenarnya,
misalnya anak usia 3 tahun rata-rata telah mengucapkan 900 kata, berbicara
kalimat dengan tiga atau empat kata, dan berbicara terus menerus (Muscari,
2005 dan Wong, 2008).

4. Perkembangan Psikoseksual
Freud (1905 dalam Wong, 2008) menyatakan bahwa anak usia
prasekolah termasuk ke dalam tahap falik dimana kepuasan anak berpusat
pada genitalia dan masturbasi sehingga genitalia menjadi area tubuh yang
menarik dan sensitif. Anak mulai mempelajari adanya perbedaan jenis
kelamin perempuan dan laki-laki dengan mengetahui adanya perbedaan alat
kelamin. Anak sering meniru ibu atau bapaknya untuk memahami identitas
gender, misalnya dengan menggunakan pakaian ayah dan ibunya (Supartini,
2004).
Banyak anak yang melakukan masturbasi pada usia ini untuk kesenangan
fisiologis dan membentuk hubungan yang kuat dengan orang tua lain jenis,
tetapi mengidentifikasi orang tua sejenis. Anak usia prasekolah merupakan
pengawas yang cermat tetapi kemampuan interpretasinya buruk sehingga
anak dapat mengenali tetapi tidak dapat memahami aktivitas seksual.
Apabila anak menanyakan tentang seks maka orang tua harus menjawab
pertanyaan mengenai seks dengan sederhana dan jujur, hanya memberikan
informasi yang anak tanyakan dan penjelasan lebih rincinya dapat diberikan
nanti serta sebelum menjawab pertanyaan anak, orang tua harus
mengklarifikasi kembali apa yang sebenarnya ditanyakan dan dipikirkan
anak tentang subjek spesifik (Muscari, 2005). Anak usia prasekolah ini
mengalami fase yang ditandai dengan kecemburuan dan persaingan
terhadap orang tua sejenis dan cinta terhadap orang tua lain jenis, yang
disebut sebagai konflik Odipus. Tahap ini biasanya berakhir pada akhir
periode usia prasekolah dengan identifikasi kuat pada orang tua sejenis
(Freud, 1905 dalam Muscari, 2005).

5. Perkembangan Psikososial
Berdasarkan teori Psikososial Erikson (1963 dalam Muscari, 2005)
menyatakan bahwa krisis yang dihadapi anak usia antara 3 dan 6 tahun
disebut “inisiatif versus rasa bersalah”, yakni anak berupaya menguasai
perasaan inisiatif dengan dukungan orang tua dalam imajinasi dan aktivitas
karena orang terdekat anak usia prasekolah adalah keluarga. Wong (2008)
menyatakan bahwa tahap inisiatif ini berkaitan dengan tahap falik Freud
dan dicirikan dengan perilaku yang instrusif dan penuh semangat, berani
berupaya, dan imajinasi yang kuat. Anak-anak mengeksplorasi dunia fisik
dengan semua indera dan kekuatan mereka. Mereka membentuk suara hati
dan tidak lagi hanya dibimbing oleh pihak luar, terdapat suara dari dalam
yang memperingatkan dan mengancam.
Perkembangan inisiatif ini diperoleh dengan cara mengkaji lingkungan
melalui kemampuan inderanya. Anak mengembangkan keinginan dengan
cara eksplorasi terhadap apa yang ada disekelilingnya. Hasil akhir yang
diperoleh adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu sebagai prestasi,
arahan dan tujuan (Supartini, 2004 dan Wong, 2008).
Perasaan bersalah akan timbul pada anak apabila anak tidak mampu
berprestasi sehingga merasa tidak puas atas perkembangan yang tidak
tercapai (Supartini, 2004). Perasaan bersalah pun muncul ketika orang tua
membuat anak merasa bahwa imajinasi dan aktivitasnya tidak dapat di
terima. Ansietas dan ketakutan terjadi ketika pemikiran dan aktivitas anak
tidak sesuai dengan harapan orang tua (Muscari, 2005).
Hubungan anak dengan orang lain semakin meluas pada masa ini. Anak
tidak saja menjalin hubungan dengan orang tua, tetapi juga dengan kakek-
nenek, saudara kandung, dan guru-guru di sekolah. Anak perlu melakukan
interaksi yang teratur dengan teman sebaya untuk membantu
mengembangkan keterampilan sosial (Muscari, 2005).

6. Perkembangan Moral
Perkembangan moral anak usia prasekolah sudah menunjukkan
adanya rasa inisiatif, konsep diri yang positif serta mampu mengidentifikasi
identitas dirinya (Hidayat, 2007). Supartini (2004) menjelaskan bahwa anak
usia ini secara psikologis mulai berkembang superego, yaitu anak mulai
berkurang sifat egosentrisnya (Supartini, 2004). Kohlberg (1968 dalam
Wong, 2008) menyatakan bahwa usia ini termasuk ke dalam tahap
prakonvensional, yakni anak-anak mengintegrasikan label baik/buruk dan
benar/salah yang terorientasi secara budaya dalam konsekuensi fisik atau
konsekuensi menyenangkan dari tindakan mereka. Awalnya anak-anak
menetapkan baik atau buruknya suatu tindakan dari konsekuensi tindakan
tersebut. Mereka menghindari hukuman dan mematuhi tanpa
mempertanyakan siapa yang berkuasa untuk menentukan bahwa perilaku
yang benar terdiri atas sesuatu yang memuaskan kebutuhan mereka sendiri
(dan terkadang kebutuhan orang lain). Unsur- unsur keadilan, memberi dan
menerima serta pembagian yang adil juga terlihat pada tahap ini, namun hal
tersebut diinterpretasikan dengan cara yang sangat praktis dan konkret tanpa
kesetiaan, rasa terima kasih, atau keadilan (Wong, 2008). Perasaan bersalah
muncul pada tahap ini dan penekanannya adalah pada pengendalian
eksternal. Standar moral anak usia ini adalah apa yang ada pada orang lain,
dan anak mengamati mereka untuk menghindari hukuman atau
mendapatkan penghargaan (Muscari, 2005)

B. Pengetahuan Orang tua


Pengetahuan merupakan salah satu faktor pendorong seseorang untuk
merubah perilaku atau mengadopsi perilaku baru. Ibu berperan sebagai pendidik
pertama dan utama dalam keluarga , sehingga ibu perlu di bekali pengetahuan dan
ketrampilan agar mengerti dan terampil dalam melaksanakan pengasuhan anak.
Pengetahuann orang tua sangat penting. Tingkat pengetahuan orang di penngaruhi
oleh beberapa factor , yaitu usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat
pendapatan, paparan informasi, konsultasi kedokter, dan social budaya. Pengetahuan
tentang toilet training merupakan faktor yang menentukan seseorang untuk melatih
anaknya untuk melakukan toilet training. . Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
yang menyatakan adanya hubungan antara pengetahuan dan sikap ibu dengan
pelaksanaan toilet training. Untuk menjalankan peran orang tua yang baik biasanya
mempunyai banyak masalah dalam rumah tangga atau masalah pekerjaan. Hasil
penelitian didukung oleh penelitian yang dilakukan ( Istikhomah 2014 dalam
Komunitas et al., 2017) yang menyimpulkan bahwa pendidikan mempengaruhi
proses belajar seseorang dalam melaksanakan toilet training, makin tinggi
pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi.
Namun hal tersebut bisa menyebabkan orang tua mudah lelah dan mengalami stress,
sehingga orang tua tidak dapat menjalankan perannya dengan baik (Supartini, 2008 ).
C. Faktor yang mempengaruhi

MenurutNotoatmodjo(2003) Nursalam dan Pariani (2001) pengetahuan


seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
a. Usia
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Usia
seseorang semakin bertambah maka daya tangkap dan pola pikirnya
semakin berkembang sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin
membaik. Menuru;t Hurlock (1998 dalam Nursalam dan Pariani, 2001)
semakin cukup usia seseorang maka tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja.
b. Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain.
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi di
masa lalu.
c. Tingkat Pendidikan
Pendidikan dapat menambah wawasan atau pengetahuan seseorang.
Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah menerima
informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki.
d. Pekerjaan
Pekerjaan adalah jenis kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh seseorang
untuk memperoleh penghasilan (Notoatmodjo, 1997). Menurut KBBI
(2008) pekerjaan adalah sesuatu yang dapat dikerjakan/dilakukan,
sementara bekerja adalah melakukan suatu pekerjaan.
e. Keyakinan
Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya
pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini dapat mempengaruhi
pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu bersifat positif maupun negatif.
f. Fasilitas
Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan
seseorang, misalnya radio, televisi, majalah, koran, dan buku.

g. Penghasilan
Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan individu. Apabila
penghasilan individu cukup besar maka individu tersebut akan mampu menyediakan
atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi.

h. Sosial Budaya
Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi
pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.

2. Kebiasaan Toilettraining
a. Pengertian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2008) kebiasaan adalah sesuatu
yang biasa dikerjakan dan dilakukan secara berulang untuk hal yang sama. Kebiasaan
toilettraining adalah sebuah usaha pembiassaan mengontrol buang air kecil ( BAK )
dan buang air besar ( BAB ) secara teratur dan benar. Latihan ini membutuhkan
kematangan otot - otot pada daerah pembuangan kotoran ( anus dan ssaluran kemih ).
Hal ini di biasakan di mulai anak pada waktu umur 15 bulan karena akan berpengaruh
pada perkembangan moral anak dan selanjutnya.
b. Penatalaksanaan
Toilet training merupakan salah satu usaha untuk melatih anak agar mampu
mengontrol dan melakukan buang air kecil dan buang air besar. . Salah satu aspek
perkembangan yang umum dalam periode pra sekolah adalah pengajaran ke toilet
sehingga anak sudah mampu menahan kandung kemih (Rudolph, 2007 dalam
(Shalahuddin et al., 2018). Usia 4-5 tahun adalah usia prasekolah, pada usia
prasekolah perkembangan fisik lebih lambat dan relatif menetap. Pada usia 4-5 tahun
anak sudah bisa mengenali keinginan untuk buang air besar dan buang air kecil dan
mampu menahannya serta mampu menyampaikan perasaan ini kepada orang tuanya
karena kontrol volunter dari spingter ani dan urethra dicapai pada waktu anak dapat
berjalan dan biasanya terjadi antara usia 18-24 bulan (Nursalam, 2005 dalam
(Megaswara, 2015).

c. Teknik Mengajarkan Toilet Training


Berikut ini beberapa teknik yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam
melatih anak buang air kecil dan buang air besar setelah orang tua
mengetahui tanda-tanda kesiapan anak melakukan toilet training yaitu :
a. Teknik Lisan
Teknik lisan merupakan usaha untuk melatih anak dengan cara memberikan
instruksi pada anak dengan kata-kata sebelum atau sesudah buang air kecil
dan besar. Teknik lisan ini mempunyai nilai yang cukup besar dalam
memberikan rangsangan untuk buang air kecil atau buang air besar, dimana
dengan lisan ini persiapan psikologis pada anak akan semakin matang dan
akhirnya anak mampu dengan baik dalam melaksanakan buang air kecil dan
buang air besar (Hidayat, 2008).
b. Teknik Modelling
Teknik modelling merupakan usaha melatih anak dalam melakukan buang
air kecil atau buang air besar dengan memberikan contoh, seperti
menggunakan boneka (Hidayat, 2008 dan Warner, 2006). Teknik ini
memiliki kekurangan yakni apabila contoh yang diberikan salah sehingga
akan dapat diperlihatkan pada anak akhirnya anak juga mempunyai
kebiasaan yang salah (Hidayat, 2008). Untuk itu, berikanlah contoh yang
benar pada anak.
c. Teknik pemilihan tempat duduk untuk eliminasi, misalnya :
1. Tempat duduk berlubang (potty chair) dan/atau penggunaan toilet.
Tempat duduk berlubang untuk eliminasi yang tidak ditopang oleh benda
lain memungkinkan anak merasa aman (Stark, 1994 dalam Wong, 2008).
2. Tempat duduk portable yang diletakkan di atas toilet biasa, yang
memudahkan transisi dari kursi berlubang untuk eliminasi ke toilet biasa
dan menempatkan bangku panjang yang kecil di bawah kaki untuk
membantu menstabilkan posisi anak (Wong, 2008).
3. Menempatkan kursi berlubang untuk eliminasi di kamar mandi dan
membiarkan anak mengamati ekskresinya ketika dibilas ke dalam toilet
untuk menghubungkan aktivitas ini dengan praktik yang biasa (Wong,
2008).
Teknik yang lain adalah :
4. Menghadapkan anak ke tangki toilet memberi dukungan tambahan.
Anak lelaki biasa memulai toilet training dalam posisi berdiri atau duduk di
kursi berlubang untuk eliminasi di toilet. Anak meniru perilaku ayahnya
dalam BAK selama masa prasekolah merupakan dorongan motivasi yang
sangat kuat bagi anak untuk melakukan toilet training (Wong, 2008).
5. Melakukan observasi pada saat anak merasakan BAK dan BAB.
6. Ajak anak ke kamar mandi.
7. Ingatkan pada anak bila akan melakukan BAK dan BAB.
8. Dudukkan anak di atas pispot atau orang tua duduk atau jongkok
dihadapannya sambil mengajak bicara atau bercerita.
9. Berikan pujian jika anak berhasil, namun apabila gagal jangan
disalahkan dan dimarahi.
10. Biasakan akan pergi ke toilet pada jam-jam tertentu.
11. Beri anak celana yang mudah dilepas dan dipasangkan kembali
(Hidayat, 2008).
Sesi latihan ini harus dibatasi 5 sampai 10 menit, orang tua harus menunggu
anaknya dalam melakukan toilet training dan kebiasaan sanitasi harus
dilakukan setiap kali selesai eliminasi (Wong, 2008).
Teknik-teknik di atas merupakan bentuk nyata dari perilaku orang tua dalam melatih
anak buang air kecil maupun buang air besar secara mandiri di toilet atau kamar
mandi.
3. Kedisiplinan toilettraining
a. Pengertian

Hal ini sesuai dengan pendapat ( Alim 2016 dalam Pramono et al., 2018)), disiplin
adalah pengajaran bimbingan atau dorongan yang dilakukan oleh orang dewasa yang
tujuannya menolong anak-anak belajar hidup sebagai makhluk sosial dan untuk
mencapai pertumbuhan serta perkembangan mereka yang seoptimalnya. Disiplin
Menurut Wyckoff, disiplin adalah proses belajar yang mempengaruhi kepada
ketertiban dan mengendalikan diri (Wyckoff:1997). Jadi, disiplin akan membantu
anak untuk mengembangkan kontrol dirinya (Suryadi, 2007:75 dalam Di et al., 2017).

Usia 7-12 bulan merupakan tahap awal perkembangan disiplin walaupun masih
sederhana yang bentuknya masih berupa pola keteraturan pada kehidupan sehari-
hari, seperti pelatihan pembuangan secara teratur atau toilet training, pola makan dan
pola tidur.

2. Metode Yang Diterapkan Dalam Disiplin


Menurut Suryadi (2007:8182 dalam Di et al., 2017), metode yang dapat diterapkan
dalam disiplin adalah sebagai berikut:
a) Penghargaan dalam menegakkan disiplin, sehingga anak mempunyai motivasi
untuk belajar.
b) Hukuman secara efektif yakni, hukuman hanya dapat diberikan bila anak berbuat
kesalahan dengan sengaja atau melakukan perbuatan buruk.
3. Faktor yang mempengaruhi kedisiplinan
Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk bersikap dan berperilaku sesuai
dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat sebagai patokan atau pedoman
bagi benar atau salahnya perbuatan tindakan manusia dalam masyarakat, untuk dapat
melaksanakannya diperlukan unsur-unsur pola perilaku yang mendasarinya.
Seseorang yang melakukan perilaku disiplin didorong oleh motif untuk melakukan
hal tersebut. Motif dapat diartikan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam
subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan.
Disiplin bukanlah hal yang mudah dilakukan maka dari itu perlu dorongan dan
faktor-faktor dari luar, adapun faktor-faktor yang mempengaruhi sikap disiplin
diantaranya adalah:

1. Faktor dari dalam (Intern)

Faktor dari dalam ini berupa kesadaran diri yang mendorong seseorang untuk
menerapkan disiplin pada dirinya.

2. Faktor dari luar (Ekstern)

Faktor dari luar ini berasal dari pengaruh lingkungan, yang terdiri dari lingkungan
keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.

a. Lingkungan keluarga
Faktor keluarga ini sangat penting terhadap perilaku anak dalam mempengaruhi
tingkat kedisiplinan anak, karena keluarga disini merupakan lingkungan yang paling
dekat pada diri seseorang dan tempat pertama kali seseorang berinteraksi. Keluarga
sebagai lingkungan pertama kali sebelum anak mengenal dunia yang lebih luas, maka
sikap dan perilaku seisi keluarga terutama kedua orang tua sangat mempengaruhi
pembentukan kedisiplinan pada anak dan juga serta tingkah lakuorang tua dan
anggota keluarga lainnya akan lebih mudah dimengerti anak apabila perilaku tersebut
berupa pengalaman langsung yang bisa di contoh oleh anak.

b. Lingkungan sekolah
Selain lingkungan keluarga, maka lingkungan sekolah merupakan faktor lain yang
juga mempengaruhi perilaku siswa termasuk kedisiplinannya, di sekolah seorang
siswa berinteraksi dengan siswa lain, dengan para guru yang mendidik dan
mengajarnya serta pegawai yang berada di lingkungan sekolah, sikap, perbuatan dan
perkataan guru yang dilihat dan didengar serta dianggap baik oleh siswa akan masuk
dan meresp dalam hatinya.

c. Lingkungan masyarakat

Masyarakat merupakan lingkungan yang mempengaruhi perilaku anak setelah anak


mendapatkan pendidikan dari keluarga dan sekolah. anak bermain dengan teman
sebayanya dan bergaul dengan masyarakat sehingga apa yang dilakukan oleh teman
atau masyarakat lainnya sangat berpengaruh bagi pembentukan tingkat disiplin anak,
maka dari itu pengawasan orang tua sangatlah penting. Dengan adanya dorongan dari
masyarakat orang tua dan kesadaran diri sendiri juga lingkungan yang mendukung
untuk berperilaku disiplin otomatis penanaman disiplin tidak terlalu sulit. Penanaman
disiplin akan bermuara pada pembentukan disiplin diri, hal ini akan terwujud pada
anak yang sudah dapat bertingkah laku baik. Pembentukan disiplin sangat besar
relevansinya dengan penerimaan otoritas orang tua. Dalam kondisi demikian anak
akan melakukan tugas-tugas yang diinginkan dari padanya. Kebiasaan anak untuk
memanfaatkan waktu belajar membuat jadwal kegiatan yang dimulai dengan bangun
pagi, pergi ke sekolah, istirahat siang, bersantai dan bermain, membantu orang tua,
dan belajar di rumah merupakan respons yang baik bahwa disiplin yang ditanamkan
oleh orang tua dapat diterapkan anak dalam kegiatan sehari-hari.
d. Kerangka Teori

Pertumbuhan dan
Berhasil
perkembangan anak usia
prasekolah (3-6 tahun) :
Gagal
- Pertambahan BB dan
TB
Kebiasaan Mengompol
- Melakukan toilet
( enuresis )
training secara
mandiri
Kurangnya kepedulian
orang tua terutama
ibu

Perilaku yang salah dalam


menerapkan Toilettraining
- Menggambar
- Fase Praoperasional
- Inisiatif vs Bersalah
- Tahap

Faktor yang
mempengaruhi :
Pengetahuan
- Usia ibu tentang Faktor - faktor yang
- Pengalaman Toilettraining mempengaruhi :
- Tingkat
Pendidikan a. Faktor endogen
- Pekerjaan - Jenis kelamin
- Keyakinan - Sifat fisik
- Fasilitas - Inteligensi
- Penghasilan - Bakat
- Sosial Budaya - Kepribadian
b. Faktor eksogen
- Lingkungan
Faktor yang - Pendidikan
mempengaruhi : - Sosial ekonomi
1. Faktor dari dalam - Susunan saraf pusat
2. BAB
FactorIII
dari luar : - Agama
a. Lingkungan - Persepsi
- Emosi
keluarga BAB III
b. Lingkungan - Kebudayaan
sekolah METODE PENELITIAN
c. Lingkungan
1. Kerangka Konsep
masyarakat

Variabel Independent Variable Dependen

Pengetahuan orang tua


tentang toilettraining Kebiasaan toiletraining

Kedisiplinan
toilettraining
Kerangka konsep ini menjelaskan faktor- faktor yang berdasarkan kerangka
teori dalam tinjauan pustaka. Pengetahuan orang tua sebagai variabel
independen, kebiasaan dan kedisiplinan toilettraining sebagai variabel
dependen, dikarenakan faktor-faktor tersebut saling berhubungan dan
diketahui berpengaruh terhadap pelaksanaan toilet training, dimana
kebiasaan dan kedisiplinan toilettraining dapat mempengaruhi seorang anak
dalam BAB dan BAK secara baik dan teratur dan faktor-faktor tersebut
dapat diamati sedangkan faktor-faktor lain tidak diamati karena
keterbatasan waktu, dana dan lain-lain.

2. Hipotesis
Ada hubungan pengetahuan orang tua dengan kebiasaan toilettraining pada
anak usia prasekolah (3-6 tahun).

3. Variabel Penelitian
Variabel merupakan karakteristik yang melekat pada populasi bervariasi antara
satu orang dengan yang lainnya dan diteliti dalam suatu penelitian, missal jenis
kelamin, berat badan, kadar Hb. Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel
independent dan dependent. Variabel independent yang dimaksud yaitu :
Pengetahuan orang tua tentang toilettraining. Variabel dependent adalah
kebiasaan toilettraining dan kedisiplinan toilettraining.

4. Definisi Operasional
Definisi Operasional Definisi operasional adalah unsur penelitian yang
menjelaskan bagaimana caranya menentukan variabel dan mengukur suatu
variabel, sehingga definisi operasional ini merupakan suatu informasi ilmiah
yang akan membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang
sama (Setiadi, 2007 dalam Anak et al., 2017)).
Identifikasi Variabel, Definisi Operasional, Cara, Hasil, Skala, dan Skor pengukuran.

No Variab Definisi Cara ukur Skala Hasil Skor ukur


el operasional ukur ukur

1. Pengetahuan Pengetahuan Pengukuran Nomin 0 = Skala Liker


ibu tentang
orang tua dilakuaka secara al dan kurang perrnyataan positif
toilettraining
merupakan kuestioner A yang Ordinal baik, Selalu = 4
salah satu terdiri dari 7 jika Sering = 3
faktor pertanyaan dan skor Jarang = 2
pendorong jawaban jawaba Tidak Pernah = 1
seseorang “selalu,selalu,jaran n < dari
untuk g ,tidak pernah”. 10
merubah 1 =
perilaku atau baik,
mengadopsi jika
perilaku baru. skor
Ibu berperan jawaba
sebagai n yang
pendidik benar >
pertama dan dari 15
utama dalam 2 =
keluarga , Sangat
sehingga ibu Baik
perlu di bekali jika
pengetahuan skor
dan jawaba
ketrampilan n > dari
agar mengerti 20
dan terampil
dalam
melaksanakan
pengasuhan
anak di
wilayah
Sidanegara.
2. Kebiasaan Toilettraining Pengukuran Nomin Skala Glutman
toiletraining
adalah proses dilakuaka secara al a. Ya 1
peralihan dari kuestioner yang b. Tidak 0
penggunaan terdiri dari 10 c. Kriteria
popok ke pertanyaan dan Berhasil = 70%
toilet jawaban “ ya” dan - 100 %
selayaknya “ tidak” Terlambat =
orang dewasa, 70 %
sehingga ia
belajar untuk
melakukan
ekskresi
( BAB atau
BAK ) pada
tempat yang
seharusnya.
Kebiasaan
toilettraining
sebuah usaha
pembiassaan
mengontrol
buang air
kecil ( BAK )
dan buang air
besar ( BAB )
secara teratur
dan benar di
wilayah
Sidanegara.

3. Kedisiplinan Kedisiplinan Pengukuran Nomin 0 = Skala Liker


toiletraining
adalah dilakuaka secara al dan kurang perrnyataan positif
pengajaran kuestioner yang Ordinal baik, Selalu = 4
bimbingan terdiri dari 8 jika Sering = 3
atau dorongan pertanyaan dan skor Jarang = 2
yang jawaban jawaba Tidak pernah= 1
dilakukan “sering,selalu,jaran n < dari
oleh orang g ,tidak pernah”. 10
dewasa yang 1 =
tujuannya baik,
menolong jika
anak-anak skor
belajar hidup jawaba
sebagai n yang
makhluk benar >
sosial dan dari 15
untuk 2 =
mencapai Sangat
pertumbuhan Baik
serta jika
perkembanga skor
n mereka di jawaba
wilayah n > dari
Sidanegara 20
5. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan deskritif

analitik. Penelitian analitik adalah suatu bentuk penelitian yang

mencoba mencari hubungan antar variabel dengan cara

pengumpulan data, kemudian data tersebut dianalisis untuk mencari

seberapa besar hubungan antar variabel yang ada.

Penelitian ini menggunakan studi cross sectional, dimana variabel

sebab atau resiko dan akibat atau kasus yang terjadi pada objek

penelitian diukur dan dikumpulkan secara simultan, sesaat atau satu

kali saja dalam satu kali waktu (dalam waktu yang bersamaan) serta

pada studi ini tidak ada follow up (Setiadi, 2007 dalam Anak et al.,

2017)

6. Sampel dan Populasi

a. Populasi anak prasekolah RW 15 di Sidanegara


Populasinya adalah keseluruhan subyek penelitian . Dalam penelitian ini
populasi yang di gunakan adalah semua anak prasekolah ( 3-6 tahun ) di RW
15 di Kelurahan Sidanegara Kabupaten Cilacap yang berjumlah 106 anak.
b. Sampel anak prasekolah RT 07 di Sidanegara
Sampel penelitian adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 1993 dalam Setiadi, 2007).
PenelitianPenelitian ini memiliki dua kriteria sampel yakni kriteria inklusi dan
kriteria eksklusi. Sampel pada penelitian ini adalah sampel yang memenuhi
kriteria inklusi sebagai berikut :
a. Ibu yang memiliki anak dengan kriteria anak usia prasekolah (3-6 tahun)
yang tidak memiliki gangguan sistem perkemihan.
b. Ibu yang tinggal serumah dengan anaknya.
c. Bersedia menjadi responden.
d. Dapat membaca dan menulis.
e. Bertempat tinggal di wilayah RW 15 Kelurahan Sidanegara Kabupaten
Cilacap.
Peneliti menentukan besar sampel dengan melakukan proses skrining terhadap
106 orang ibu yang memiliki anak usia prasekolah di RW 02 Kelurahan
Babakan Kota Tangerang secara door to door. Skrining dilakukan berdasarkan
kriteria inklusi dan eksklusi sampel penelitian, instrumen yang digunakan
dalam proses skrining adalah kuesioner. Kuesioner digunakan karena sifatnya
yang mudah diaplikasikan. Setelah dilakukan proses skrining diperoleh hasil
sebagai berikut, dari 106 orang ibu yang memiliki anak usia prasekolah, hanya
82 orang diantaranya yang memenuhi kriteria untuk menjadi responden dalam
penelitian ini. Hasil skrining tersebut menyebar secara tidak merata di setiap
RT, dilihat dari gambaran penyebaran responden pada tiap RT sebagai berikut :
RT 001 sebanyak 7 responden, RT 002 sebanyak 15 responden, RT 003
sebanyak 15 responden, RT 004 sebanyak 37 responden dan RT 005 sebanyak
8 responden. responden. Jumlah responden di RT 004 terlihat jauh lebih
banyak dibanding jumlah responden di RT lainnya.
1. Besar Sampel
Besar sampel pada penelitian ini di hitung dengan menggunakan formula
sederhana untuk populasi kecil yaitu lebih kecil dari 10.000 ( Notoatmojo,
2018).
N= N
1+ N(d2)
N= 106
1+ 106(0,12)
N = 106
1+1,06
N = 106
2,06
n = 51,456 di bulatkan menjadi 51
Berdasarkan perhitungan rumus tersebut maka sampel penelitian berjumlah 51
anak prasekolah

2. Teknik Pengambilan Sampel


Metode pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik
sampling jenuh (total sampling). Sampling jenuh (total sampling) adalah teknik
penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel
dikarenakan jumlah populasi relatif kecil dan penelitian yang ingin membuat
generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil (Sugiyono, 2009). Total
sampling digunakan pada penelitian ini karena penyebaran jumlah responden
di populasi yang tidak merata dan cakupan wilayah yang tidak terlalu luas
sehingga tidak menyulitkan peneliti untuk mengambil data dari semua sampel.
Teknik ini juga digunakan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya bias,
karena dengan teknik ini data diambil dari semua sampel yang memenuhi
kriteria.

3. Kriteria sampel
a.) Kriteria Inklusi
Riyanto ( 2011 ) menjelaskan bahwa kriteria inklusi merupakan karakteristik umum
subjek penelitian pada populasi target dan sumber.

Dalam penelitian ini kriteria inklusi yang ditetapkan adalah sebagai berikut :

a. Orang tua menjadi responden penelitian


b. Usia tahun orang tua 20 – 50 tahun
c. Usia anak 3 – 6 tahun

b.) Kriteria ekslusi

Riyanto ( 2011 ) menjelaskan bahwa kriteria ekslusi merupakan kriteria dari subjek
penelitian yang tidak boleh ada, dan jika subjek mempunyai kriteria ekslusi maka
subjek harus dikeluarkan dari penelitian. Dalam penelitian ini kriteria ekslusi yang
ditetapkan adalah sebgai berikut :

a) Tidak bersedia menjadi responden penelitian


b) Orang tua sakit
c) Orang tua tidak ada di rumah

DAFTAR PUSTAKA

Anak, P., Prasekolah, U., & Rw, D. I. (2017). HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN
PERILAKU IBU DALAM MENERAPKAN TOILET TRAINING DENGAN
KEBIASAAN MENGOMPOL.
Di, G., Mutiara, R. A., & Banda, B. (2017). ISSN 2355-102X Volume I Nomor 1.
September 2014 | 41. I(September), 41–50.

Komunitas, J. K., Islam, P., Kota, C., Warlenda, S. V., & Sari, R. N. (2017).
Pengetahuan Ibu Berhubungan dengan Mother ’ s Knowledge Related to Toilet
Training Implementation at 3-5 Years Old Age Children in Islamic. 3(7), 105–
109.

Megaswara, G. (2015). HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN


KEBERHASILAN TOILET TRAINING PADA ANAK PRASEKOLAH DI TK
NGESTIRINI TEMPEL SLEMAN YOGYAKARTA. HUBUNGAN POLA
ASUH ORANG TUA DENGAN KEBERHASILAN TOILET TRAINING PADA
ANAK PRASEKOLAH DI TK NGESTIRINI TEMPEL SLEMAN YOGYAKARTA.

Ners, J., & Indonesia, M. (2016). Tingkat Pengetahuan Berhubungan dengan Sikap
Ibu dalam Toilet Training pada Toddler in Toddler Toilet Training. Tingkat
Pengetahuan Berhubungan Dengan Sikap Ibu Dalam Toilet Training Pada
Toddler in Toddler Toilet Training, 4(1), 35–38.

Pramono, D., Risnawati, A., & Siliwang, I. (2018). JURNAL OBSESI : JURNAL
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI Research & Learning in Early Childhood
Education Meningkatkan Kedisiplinan Anak Usia Dini Melalui Latihan
Pembiasaan Penggunaan Toilet di KB Al-Hidayah Insan Mandiri Kabupaten
Bandung  Corresponding author : Dikdik Pramono. 2(1), 64–69.

Shalahuddin, I., Pebrianti, S., Maulana, I., Keperawatan, F., Padjadjaran, U., & Garut,
K. (2018). TOILET TRAINING PADA ANAK USIA TODDLER DI DESA
MAJASARI GARUT Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia , Vol . 5
No . 2 , Agustus 2018 Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia , Vol .
5 No . 2 , Agustus 2018. 5(2), 59–64.

Anda mungkin juga menyukai