Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

SISTEM KEUANGAN SYARIAH

Nilai – Nilai, Prinsip, Karakteristik dan Tujuan Ekonomi Islam

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Corporate Finance

Dosen Pengampu: Dr. M. Fany Alfarisi, S.E., MS. Fin, CFP

Disajikan oleh

Kelompok C :

Ihtada Yogaisty – NIM 2020522024

Beni Rahmat – NIM 2020522008

Meriska Suwatri – NIM 2020522041

Putri Nadhira Adelina – NIM 2020522067

Gina Hayatul Salmi – NIM 2020522014

UNIVERSITAS ANDALAS
Program Studi Magister Manajemen
PADANG

2020

1
KATA PENGANTAR

Asslamu ‘alaykum Warohmatullahi Wabarokatuh

Islam sebagai agama yang kaffah (menyeluruh) mengatur segala sendi

kehidupan, baik dalam rangka hubungan veritikal manusia dengan Tuhan

(hablum minallah) dan hubungan dengan manusia (hablum minannas),

serta manusia dengan alam. Manusia diciptakan Allah SWT sebagai

khalifah dan diberikan amanah sebagai pengelola alam semesta. Dalam

menjalankan fungsi sebagai khalifah, manusia melaksanakan berbagai

kegiatan untuk memenuhi kehidupannya dengan memanfaatkan sumber

daya yang ada.

Aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhannya dengan memanfaatkan

sumber daya yang tersedia dikenal sebagai ekonomi. Aktivitas ini antara

lain mencakup: produksi, konsumsi dan distribusi. Adapun dalam Islam,

aktivitas perekonomian tersebut harus berada dalam jalur/koridor nilai-

nilai dan prinsip-prinsip dasar ekonomi syariah berdasarkan ajaran Islam.

Untuk itulah, kita perlu memahami serta mengamalkan hal-hal apa saja

yang menjadi nilai - nilai serta prinsip - prinsip dasar ekonomi syariah,

guna menjadi pedoman kita dalam bermuamalah di kehidupan

bermasyarakat.

Semoga kiranya, apa yang disampaikan dalam tulisan ini menambah

wawasan dan ilmu pengetahuan kita yang bermanfaat untuk dipergunakan

dalam bermuamalah dalam kehidupan bermasyarakat. Wassalamu

‘alaukum Warrohmatullahi Wabarokatuh.

2
Tim Kelompok

DAFTAR ISI

I. Nilai - Nilai Ekonomi dan Keuangan Syariah . . . . . . . . . . . ..... 4


I. 1. Gambaran Umum. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .... 4
I. 1. a. Nilai Ekonomi Syariah ke – 1 : Kepemilikan . . . . . . . . . .. 5
I. 1. b. Nilai Ekonomi Syariah ke - 2 : Berusaha
Dengan Berkeadilan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . 7
I. 1. c. Nilai Ekonomi Syariah ke – 3 :
Kerjasama Dalam Kebaikan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9
I. 1. d. Nilai Ekonomi Syariah ke – 4 :
Pertumbuhan yang Seimbang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . 10
II. Prinsip Dasar Ekonomi dan Keuangan Syariah . . . . . . . . . . .. . 11

II. 1. Instrumen Zakat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .... 13

II. 2. Instrumen Pelarangan Riba . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .... 15

II. 3. Instrumen Pelarangan Maysir . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 15

II. 4. Instrumen Infak, Sedekah, Wakaf . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16

II. 5. Instrumen Aturan Transaksi Muamalah . . . . . . . . . . . . . . . 17

III. Cara Islam Menghidupkan Perekonomian . . . . . . . . . . . . . . . . 18

IV. Karakteristik Ekonomi Islam . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 20

V. Tujuan Ekonomi Islam . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 22

VI. Penutupan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 23

3
NILAI - NILAI EKONOMI DAN KEUANGAN SYARIAH

I. 1. Gambaran Umum

Nilai-nilai ekonomi dan keuangan Syariah bukanlah suatu konsep ekslusif


yang hanya ditujukan untuk umat Muslim, namun merupakan konsep
inklusif yang didesikan untuk seluruh lapisan dan kelompok masyarakat.
Nilai-nilai ekonomi dan keuangan Syariah ini menjunjung tinggi keadilan,
kebersamaan, dan keseimbangan dalam pengelolaan sumber data yang
dititipkan Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT.

Selanjutnya, nilai-nilai ekonomi dan keuangan Syariah tersebut


dirumuskan menjadi beberapa prinsip dasar yang diperkuat dengan
berbagai perangkat instrument yang dapat mendukung distribusi dan
mendorong investasi. Mengoptimalkan investasi yang bermanfaat/produktif
serta mendorong partisipasi sosial untuk kepentingan publik. Implementasi
berbagai instrument tersebut akan mencegah penimbunan sumber daya
agar terus mengalir mendukung investasi yang produktif dalam rangka
menggerakkan roda perekonomian secara berkesinambungan.

Dalam perkembangannya, nilai-nilai ini telah berjalan beriringan dan


selaras denan berbagai tujuan dunia internasional, serta telah dirumuskan
oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke dalam beberapa Sustainable
Development Goal (SDGs) dalam rangka menjaga kelestarian dan
kesinambungan kehidupan masyarakat dunia secara menyeluruh.

4
Secara gambaran umum, Nilai-Nilai Ekonomi Syariah tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut:

KEPEMILIKAN BERUSAHA DENGAN


Segala sesuatu adalah BERKEADILAN
absolut milik Allah, Mencegah penumpukan
manusia hanya dipercaya harta melalui dorongan
untuk mengelolanya untuk melakukan
perniagaan atau investasi
dan dorongan untuk
menafkahkan Sebagian
hartanya untuk kepentingan
sosial dan publik

PERTUMBUHAN YANG BEKERJASAMA DALAM


SEIMBANG KEBAIKAN
Pengelolaan harta dengan Tolong menolong, bahkan
tetap memperhatikan dalam kompetisi sekalipun,
keseimbangan spiritual harus dilakukan dalam
dan kelestarian alam. kebaikan.

Sumber : www.bi.go.id
(Hasil diskusi MUI dan BI)

I. 1.a. Nilai Ekonomi Syariah ke – 1 : Kepemilikan

Dalam konsep Islam, pada hakikatnya segala sesuatu milik Allah secara
absolut (QS. Yunus : 55, 66; QS. Ibrahim : 2). Adapun manusia hanya
berperan sebagai khalifah yang diberi amanat dan kepercayaan untuk
mengelolanya (QS. Al - Baqarah : 30, 195 ; QS. Ali Imran : 180), dengan
segala apa yang telah disediakan oleh Allah (QS. Al - Baqarah : 29).

Dengan demikian, kepemilikan harta manusia memiliki sifat relative karena


hakikatnya tetap milik Allah secara mutlak sekaligus untuk mengingatkan
manusia amanat untuk mengelolanya dan melepaskannya (sifat dermawan)

5
kepada pihak-pihak yang membutuhkan serta untuk kepentingan publik
(kepemilikan kolektif).

Islam menghormati hak relative kepemilikan pribadi atas harta sekaligus


menjaga keseimbangan antara hak pribadi relative, kolektif, dan negara.

Beberapa dalil dalam Al - Quran yang menjadi pedoman diantaranya:

“Ingatlah, sesungguhnya kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan di


bumi. Ingatlah, sesungguhnya janji Allah itu benar, tetapi kebanyakan
mereka tidak mengetahui (nya).” (QS. Yunus : 55)

“Ingatlah, sesungguhnya kepunyaan Allah semua yang ada di langit dan


semua yang ada di bumi. Dan orang-orag yang menyeru sekutu-sekutu
selain Allah, tidaklah mengikuti (suatu keyakinan). Mereka tidak mengikuti
kecuali hanyalah menduga-duga.” (QS. Yunus : 66)

“Allah-lah yang memiliki segala apa yang di langit dan di bumi. Dan
celakalah bagi orang-orang kafir karena siksaan yang sangat pedih.” (QS.
Ibrahim : 2)

“Dialah (Allah yang menciptakan segala apa yang ada di bumi untukmu
kemudian Dia menuju ke langit, lalu Dia menyempurnakan manjadi tujuh
langit. Dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al - Baqarah : 29)

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, “Aku hendak


menjadikan khalifah di Bumi”. Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak
menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana,
sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia
berfirman, “Sesunggunya, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
(QS. Al - Baqarah : 30)

“Dan belanjakanlah (harta bendamu di jalan Allah, dan janganlah kamu


menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam ke dalam kebinasaan, dan berbuat
baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat
baik.” (QS. Al - Baqarah : 195)

6
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah
berikan kepada mereka dari karunianya menyangka, bahwa kebakhilan itu
baik bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak
di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang
ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan
(QS. Ali Imran : 180)

I. 1.b. Nilai Ekonomi Syariah ke - 2 : Berusaha Dengan Berkeadilan

Dalam konsep islam, manusia didorong untuk berusaha (QS. Al - Jumuah :


10, QS. Al - Isra : 12 ; QS. An - Nahl : 14) dan mampu memanfaatkan
segala sumber daya yang telah diciptakan Allah (QS. Al - Baqarah : 29 ; QS.
Ibrahim : 34).

Islam menegaskan bahwa manusia mempunyai kecenderungan (inherent)


cinta terhadap harta (QS. Ali Imran : 14 ; QS. Al - Fajr : 20 ; QS. Asy - Syura
: 27). Hal ini akan mendorong pengakuan absolut atas harta dan bermuara
pada penimbunan harta kekayaan yang berlebihan (QS. Al - Humazah : 1 –
3). Oleh karena itu, maka kecenderungan manusia untuk menumpuk harta
tersebut harus dikendalikan dan diarahkan untuk mendorong
berkembangnya perniagaan dan partisipasi sosial (QS. An - Nisa : 29)
melalui infak, sedekah, dan wakaf untuk kepentingan bersama (QS. Al -
Hadid : 7 ; QS. An - Nur : 33 ; QS. Al - Baqarah : 267 - 268).

Beberapa kutipan ayat Al Quran yang berkaitan dengan pencarian karunia


Allah antara lain:

“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi;


dan carilah karunia Allah dan ingatlah-lah Allah banyak-banyak supaya
kamu beruntung” (QS. Al Jumuah : 10).

“Dan kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu kami
hapuskan tanda malam dan kami jadikan siang itu terang, agar kamu
mencari karunia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan

7
tahun-tahun dan perhitungan. Dan segala sesuatu telah kami terangkan
dengan jelas” (QS. Al Isra : 12)

“Dan Dialah Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat
memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan
dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera
berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-
Nya, dan supaya kamu bersyukur” (QS. An Nahl : 14).

“Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan
dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan
dia maha mengetahui segala sesuatu” (QS. Al - Baqarah : 29).

“Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang
kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah,
tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu,
sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)” (QS. Ibrahim : 1 - 3).

“Celakalah bagi setiap pengumpat lagi pencela yang mengumpulkan harta


dan menghitung-hitung, dia mengira bahwa hartanya itu dapat
mengekalkannya” ( QS. Al - Humazah : 1 - 3).

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa


yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari
jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah
ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat
kembali yang baik (surga)” (QS. Ali Imron : 14).

“Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan” (QS.
Al - Fajr : 20).

“Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah


mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa
yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya dia maha
mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi maha melihat” (QS. Asy
Syura : 27).

8
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu” (QS. An - Nisa : 29).

I. 1.c. Nilai Ekonomi Syariah ke – 3 : Kerjasama Dalam Kebaikan

Kegiatan ekonomi secara individu dan berjamaah semuanya dibolehkan


dalam islam. Namun ekonomi yang dilakukan secara berjamaah, yang
dijalankan berdasarkan kerjasama dan semangat tolong menolong dalam
kebaikan. (QS. Al - Maidah : 2) dan berkeadilan (QS. Shaad : 24), adalah
kegiatan ekonomi yang lebih didorong dalam nilai-nilai islam.

Sementara itu kompetisi dilakukan dalam bentuk yang positif yaitu


kompetisi dengan semangat berlomba-lomba dalam menebarkan kebaikan
(QS. Al - Baqarah : 148, QS. Al - Maidah : 48).

Beberapa dalil dalam Al Quran yang menjadi pedoman bagi kita untuk
menjalankan kerjasama dalam kebaikan, antara lain:

Daud berkata: “Sesungguhnya dia telah berbuat zalim kepadamu dengan


meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. Dan
sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian
mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah
mereka ini”. Maka ia meminta ampun kepada tuhannya lalu menyungkur
sujud dan bertaubat (QS. Shaad : 24)

“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap


kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana
saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada
hari kiamat). Sesungguhnya Allah maha kuasa atas segala sesuatu” (QS. Al
- Baqarah : 148).

9
“Dan kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa
kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang
diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu;
maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan
kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara
kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah
menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah
hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka
berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali
kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu
perselisihkan itu”.

I. 1.d. Nilai Ekonomi Syariah ke – 4 : Pertumbuhan yang Seimbang

Dalam islam, pertumbuhan ekonomi adalah sejalan dengan tujuan


keberadaan manusia di dunia yaitu beribadah kepada Tuhannya dan
memberikan manfaat sebanyak-banyaknya kepada alam semesta atau
rahmatan lil ‘alamin (QS. Al - Anbiya : 107 ; QS. Al - Ankabut : 51) dalam
koridor keseimbangan antara spiritual dan kelestarian alam (QS. Al -
Baqarah : 11 -12).

“Dan tidaklah kami mengutus kamu, melainan untuk menjadi rahmat bagi
semesta alam” (QS. Al - Anbiya : 107).

“Dan bila dikatakan kepada mereka : “Janganlah kamu membuat


kerusakan di muka bumi”. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-
orang yang mengadakan perbaikan”. Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah
orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar” (QS. Al
Baqarah : 11 -12).

10
II. PRINSIP DASAR EKONOMI DAN KEUANGAN SYARIAH

Secara garis besar, Prinsip Dasar Ekonomi Syariah dapat dilihat pada
ilustrasi gambar di bawah ini:

Ilustrasi Prinsip Dasar Ekonomi dan Keuangan Syariah

Distribusi pendapatan untuk Pengendalian harta individu


menjamin inklusifitas seluruh ZAKAT
agar mengalir menuju
masyarakat investasi

Transaksi keuangan terkait erat


Optimalisasi investasi
sektor riil, melarang spekulasi
(jual-beli) dan berbagi
tidak produktif.
risiko)

NO RIBA NO MAYSIR

MUAMALAT ISWAF
Transaksi muamalah Partisipasi sosial untuk
berdasarkan kerjasama kepentingan publik
berkeadilan, transparan,
tidak membahayakan
keselamatan, tidak zalim,
dan tidak mengandung zat
haram.

Sumber: www.bi.go.id
(Hasil diskusi MUI dan BI)
11
Prinsip Dasar Ekonomi Syariah :

1. Pengendalian harta individu agar mengalir menuju investasi.


2. Distribusi pendapatan untuk menjamin inklusifitas seluruh
masyarakat.
3. Optimalisasi investasi (jual beli) dan berbagi risiko, No riba!
4. Transaksi keuangan terkait erat sektor riil, melarang spekulasi tidak
produktif, No Maysir
5. Partisipasi sosial untuk kepentingan publik.
6. Transaksi muamalah berdasarkan kerjasama berkeadilan, transparan,
tidak membahayakan keselamatan, tidak zalim, dan tidak mengandung
zat haram.

INSTRUMEN

Instrumen zakat
Instrumen pelarangan riba
Instrumen pelarangan maysir atau perjudian
Instrumen infak, sedekah, dan wakaf
Instrumen aturan transaksi muamalah

PRINSIP DASAR

12

Prinsip Dasar - 1: Pengendalian harta individu


Prinsip Dasar - 2: Distribusi pendapatan yang inklusif
Prinsip Dasar - 3: Berinvestasi secara optimal dan berbagi resiko
Prinsip Dasar - 4: Berinvestasi secara produktif yang terkait erat
sektor riil
Prinsip Dasar - 5: Partisipasi sosial untuk kepentingan publik
Prinsip Dasar - 6: Bertransaksi atas dasar kerjasama dan keadilan

II. 1. Instrumen Zakat


Secara bahasa, zakat berasal dari kata dasar zaka yang berarti tumbuh,
bersih, dan baik. Dalam pandangan fikih, zakat mengacu pada pengeluaran
yang diwajibkan atas harta tertentu yang dimiliki pihak tertentu (muzaki)
dengan cara tertentu; untuk didistribusikan kepada kelompok tertentu
(mustahik); dalam rangka untuk menumbuhkan dan/atau menghidupkan
perekonomian masyarakat.

8 Golongan Mustahik (Golongan Berhak Menerima Zakat)


1) Fakir, mereka yang hampir tidak memiliki sesuatu sehingga tidak
mampu memenuhi kebutuhan pokok hidup.
2) Miskin, mereka yang memiliki harta, namun tidak cukup
memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup.
3) Amil, mereka yang mengumpulkan dan mendistribusikan zakat.
4) Mualaf, mereka yang baru masuk Islam dan membutuhkan
bantuan untuk menguatkan dalam tauhid dan syariah.
5) Hamba sahaya, budak yang ingin memerdekakan dirinya.
6) Ghorimin, mereka yang berhutang untuk kebutuhan hidup dalam
mempertahankan jiwa dan kehormatannya (izzah).
7) Fiisabilillah, mereka yang berjuang dijalan Allah SWT dalam bentuk
kegiatan dakwah, jihad, dan sebagainya.
8) Ibnus sabil, mereka yang kehabisan biaya di perjalanan dalam
ketaatan kepada Allah SWT.

Prinsip Dasar Ke - 1 : Pengendalian Harta

13
Kepemilikan relatif manusia atas harta harus dikendalikan agar terus
mengalir menuju investasi. Prinsip ini merupakan fungsi zakat terpenting
yang akan mendorong dan memaksa harta yang tertumpuk untuk keluar
dan mengalir ke dalam aktivitas perekonomian. Aliran harta yang
dikeluarkan tersebut dapat berupa investasi produktif di sektor riil,
maupun berupa aliran infak, sedekah, dan wakaf (ISWAF), maka kegiatan
perekonomian akan tetap tumbuh dan terus berputas secara berkelanjutan.

Prinsip Dasar Ke-2: Distribusi Kekayaan dan Pendapatan

Kekayaan dan pendapatan didistribusikan melalui aturan dan mekanisme


tertentu untuk menjamin adanya daya beli seluruh lapisan masyarakat
(inklusifitas).

Dengan prinsip ini, distribusi kekayaan dan pendapatan dari masyarakat


kaya kepada delapan golongan yang berhak menerima zakat (QS. At -
Taubah : 60) harus diwujudkan untuk menjamin adanya daya beli seluruh
lapisan masyarakat dalam rangka memenuhi konsumsi kebutuhan
dasarnya.

Dengan lebih meratanya daya beli masyarakat sebagai dampak distribusi


zakat, maka agregat konsumsi masyarakat dapat terjaga sehingga akan
mendorong dan menghidupkan perekonomian sekaligus menstimulus
kegiatan produksi barang dan jasa.

Berdasarkan prinsip ini distribusi pendapatan dari masyarakat dengan


harta melebihi nisab disalurkan melalui zakat kepada 8 (delapan) golongan
yang berhak menerima (mustahik)

8 Golongan Mustahik (Golongan Berhak Menerima Zakat)


1) Fakir, mereka yang hampir tidak memiliki sesuatu sehingga tidak
mampu memenuhi kebutuhan pokok hidup.
2) Miskin, mereka yang memiliki harta, namun tidak cukup memenuhi
kebutuhan dasar untuk hidup.
3) Amil, mereka yang mengumpulkan dan mendistribusikan zakat.
4) Mualaf, mereka yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan
14
untuk menguatkan dalam tauhid dan syariah.
5) Hamba sahaya, budak yang ingin memerdekakan dirinya.
6) Ghorimin, mereka yang berhutang untuk kebutuhan hidup dalam
mempertahankan jiwa dan kehormatannya (izzah).
7) Fiisabilillah, mereka yang berjuang dijalan Allah SWT dalam bentuk
kegiatan dakwah, jihad, dan sebagainya.
8) Ibnus sabil, mereka yang kehabisan biaya di perjalanan dalam
ketaatan kepada Allah SWT.

II. 2. Instrumen Pelarangan Riba

Prinsip Dasar Ke – 3 : Berinvestasi Secara Optimal dan Berbagi Risiko

Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Dalam konteks ini, yang
sering kali diartikan secara langsung sebagai suku bunga, merupakan
tambahan yang dipastikan atau tambahan yang ditetapkan di muka (ex-
ante) secara pasti/tetap atas utilitas sejumlah dana.

Dampak dari tambahan yang dipastikan itu, akan mematikan semua


kemungkinan kehidupan ekonomi di bawah level riba tersebut. Semakin
tinggi level riba akan semakin banyak kemungkinan/ potensi investasi (jual
beli) yang hilang, dan sebaliknya.

Penerapan prinsip dasar ini akan mendorong investasi secara optimal.

Riba yang merupakan tambahan yang dipastikan, juga memberikan


dampak adanya pengalihan risiko (risk transfer) dari pihak pemberi
pinjaman kepada penerima pinjaman. Transaksi riba akan menimbulkan
ketidakadilan karena menghilangkan risiko kepada pemilik modal dan
mengalihkan pada pihak peminjam.

Ekonomi syariah menjunjung tinggi dan mendorong keadilan dan


menekankan berbagi hasil dan risiko (risk sharing). Kebebasan pertukaran;
kebebasan untuk memilih tujuan dan rekan dagang sesuai prinsip syariah;
pasar sebagai tempat pertukaran; campur tangan dalam proses penawaran
(supply); tidak ada batasan area perdagangan; kelengkapan kontrak

15
transaksi; dan kewenangan pihak otoritas dan penegak hukum untuk
menjaga kepatuhan atas aturan maupun kontrak.

II. 3. Instrumen Pelarangan Maysir

Prinsip Dasar Ke - 4: Berinvestasi Secara Produktif

Masyir atau perjudian adalah suatu kegiatan yang memerlukan modal


(aliran harta) dalam rangka mengharapkan tambahan (keuntungan) yang
tidak pasti (untung-untungan atau spekulasi) namun tidak terkait dengan
kegiatan produktif di sektor riil.

Ketidakterkaitan dengan sektor riil ini yang menjadikan judi diharamkan


oleh Allah karena tidak memberikan manfaat kepada perekonomian berupa
peningkatan supply barang dan jasa, seperti yang ditemukan dalam
investasi.

Oleh karena itulah Allah mendorong usaha atau investasi di satu sisi
(karena bermanfaat) dan mengharamkan perjudian di sisi lain (karena tidak
bermanfaat).

Secara jelas, ekonomi syariah mensyaratkan bahwa setiap transaksi


keuangan harus berdasarkan transaksi pada sektor riil. Menurut prinsip
dasar ini, transaksi keuangan hanya terjadi jika ada transaksi sektor riil
yang perlu difasilitasi oleh transaksi keuangan. Aktivitas atau transaksi
ekonomi bersinggungan dengan sektor riil, usaha manusia, manfaat, harga
atas barang dan jasa maupun keuntungan yang diperoleh. Dalam perspektif
Islam, aktivitas ekonomi senantiasa didorong untuk berkembangnya sektor
riil seperti perdagangan, pertanian, industri maupun jasa. Di sisi lain,
ekonomi syariah tidak mentolerir aktivitas ekonomi nonriil seperti
perdagangan uang, perbankan sistem ribawi, dan lain-lain.

II. 4. Instrumen Infak, Sedekah dan Wakaf

Prinsip Dasar Ke - 5 : Partisipasi Sosial Untuk Kepentingan Publik

16
Di samping mendorong investasi dengan berbagi risiko (zakat) secara
optimal (larangan riba) dan produktif (larangan judi), ekonomi syariah juga
mendorong partisipasi sosial masyarakat untuk kepentingan publik. Hal ini
dilakukan melalui mekanisme infak, sedekah dan wakaf (ISWAF) untuk
menambah sumber daya publik dalam rangka mendorong kegiatan
perekonomian.

Melalui penggalangan dana ISWAF ini maka pembangunan infrastruktur,


pemberdayaan ekonomi dan penanggulangan bencana dapat lebih
diantisipasi melalui partisipasi masyarakat dengan biaya ekonomi rendah
(low cost economic).

Ekonomi Islam mendorong pihak yang memiliki harta untuk berpartisipasi


membangun kepentingan bersama. Misalnya, mewakafkan tanah untuk
pembangunan rumah sakit, membeli Sukuk untuk pembangunan jembatan
atau tol dan sebagainya. Dalam ekonomi Islam pencapaian tujuan sosial
diupayakan secara maksimal dengan menafkahkan sebagian hartanya
untuk kepentingan bersama sebagaimana firmanNya:

“Berimanlah kamu kepada Allah dan RasulNya dan nafkahkanlah sebagian


dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka
orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian)
dari hartanya memperoleh pahala yang besar.” (QS. Al Hadid : 7).

Implementasi dari prinsip dasar ini jika dikelola secara optimal dan
produktif akan menambah sumber daya publik dalam kegiatan aktif
perekonomian.

II. 5. Instrumen Aturan Transaksi Muamalah

Prinsip dasar ke - 6 : Bertransaksi atas dasar kerjasama berkeadilan,


transparan, tidak membahayakan, tidak zalim, dan tidak mengandung
zat yang haram.

Sejalan dengan nilai-nilai ekonomi Islam yang menjunjung tinggi keadilan


serta kerja sama dan keseimbangan, setiap transaksi muamalat khususnya
transaksi perdagangan dan pertukaran dalam perekonomian, harus

17
mematuhi peraturan yang telah ditetapkan dalam syariat. Aturan yang
lebih khusus dalam mengatur transaksi perdagangan, telah ditetapkan
langsung oleh Rasulullah SAW pada saat Rasulullah SAW mengatur
perdagangan yang berlangsung di pasar Madinah yang esensinya masih
terus berlaku dan dapat diterapkan sampai sekarang.

Secara prinsip transaksi dalam ekonomi syariah membuat aturan-aturan,


yang bila dipatuhi akan memberikan jaminan keseimbangan dan efektifitas
implementasi dari prinsip dasar ekonomi syariah.

- Pelanggaran atas ketidakjelasan (gharar), yang dimana segala unsur


dalam transaksi harus transparan.
- Pelarangan atas barang atau hal yang akan membahayakan keselamatan
(dharar)
- Pelarangan atas ketidakadilan (zalim), yang dimana transaksi yang tidak
boleh merugikan atau mengeksploitasi pihak lain.

III. CARA ISLAM MENGHIDUPKAN PEREKONOMIAN

Ada rangkuman beberapa cara Islam menghidupkan perekonomia Syariah,


diantaranya sebagai berikut:

1. Pertama berdasarkan prinsip dasar yang pertama yaitu melalui zakat;


yang dimana kepemilikan harta diatas nisab dan dikendalikan sekaligus
didorong untuk mengalir menuju sebuah investasi maupun jual beli.
2. Selanjutnya masih pada zakat dengan pengimplementasian prinsip dasar
kedua yaitu mengalihkan sebagian harta (muzakki) kepada mustahik
(orang yang berhak menerima zakat) untuk memastikan mustahik
mampu berperan serta menggerakkan roda perekonomian melalui
peningkatan daya beli serta konsumsi.
3. Suatu investasi yang telah muncul melalui dorongan zakat tidak akan
mencapai optimal apabila masih adanya riba dikarenakan akan
mematikan seluruh kemungkinan-kemungkinan investasi yang berada
dibawah level riba tersebut.

18
4. Sesuai pada prinsip dasar yang ketiga, tidak adanya riba sangat
diperlukan dalam rangka untuk membuka seluruh kemungkinan yang
ada pada investasi sehingga aliran harta menuju investasi atau jual beli
pun akan terjadi secara maksimal.
5. Setelah maksimalnya investasi tersebut, akan menjadi tidak bermanfaat
karena tidak produktifnya atau tidak termasuk pada sektor riil. Oleh
sebab itu, diperlukannya penerapan fungsi dasar dari prinsip dasar yang
keempat yaitu adanya pelarangan judi (maysir) yang bermaksud untuk
memastikan investasi yang telah optimal tersebut harus produktif agar
dapat meningkatkan supply barang maupun jasa atau bahkan
bermanfaat bagi perekonomian masyarakat.
6. Aliran investasi yang optimal secara produktif tersebut selanjutnya akan
disempurnakan melalui dari peran aktif masyarakat yang sesuai dengan
prinsip dasar kelima; yang dimana dengan mendorong partisipasi sosial
masyarakat (dana ISWAF) melalui program pemberdayaan,
pembangunan infrastruktur, dan antisipasa dana kebencanaan.

Pada dasarnya, sistem ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang


mendorong adanya pengendalian harta masyarakat agar tidak menumpuk
dan terus mengalir menuju :

- Investasi yang optimal (dengan adanya larangan riba) dan produktif


(larangan adanya judi)
- Partisipasi dari masyarakat melalui dana ISWAF untuk berkontribusi
bagi kepentingan publik
- Distribusi harta melalui dana zakat untuk meningkatkan daya beli
kelompk masyarakat tertentu.

Dalam rangka mengembangkan perekonomian yang transparan, adil,


berbagi risiko, tidak membahayakan dan tidak mengandung zat yang
haram.

19
IV.KARAKTERISTIK EKONOMI ISLAM

Ekonomi Islam memiliki beberapa karakteristik yang menjadi identitas dan


juga ciri bagi setiap muslim dalam bermuamalah. Terdapat 4 (empat)
karakteristik ekonomi Islam, yaitu adil, tumbuh sepadan, bermoral, dan
beradab.

1. Adil

Menurut Al Quran dan hHadis, adil bukan semata merupakan hasil


kesepakatan sosial.

Secara ringkas, adil dimaknai sebagai suatu keadaan bahwa terdapat


keseimbangan atau proporsional di antara semua penyusun sistem
perekonomian, perlakuan terhadap individu secara setara (non -
diskriminatif) baik dalam kompensasi, hak hidup layak dan hak menikmati
pembangunan, serta pengalokasian hak, penghargaan, dan keringanan
berdasarkan kontribusi yang diberikan.

2. Tumbuh Sepadan

Ekonomi tumbuh sepadan mencerminkan pertumbuhan ekonomi yang


setara dengan fundamental ekonomi negara, yaitu pertumbuhan yang
seimbang antara sektor keuangan dan sektor riil, sesuai dengan
kemampuan produksi dan daya beli masyarakat. Pertumbuhan ekonomi
tidak harus tinggi atau cepat, namun stabil dan berkesinambungan.

20
Eksploitasi sumber daya secara berlebihan dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi tinggi dalam jangka pendek, namun tidak berkesinambungan.

Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi harus memperhatikan


keseimbangan alam dan lingkungan serta keberlanjutan pembangunan
antargenerasi.

3. Bermoral

Bermoral atau berakhlak mulia ditunjukkan dengan adanya kesadaran dan


pemahaman setiap anggota masyarakat terhadap kepentingan bersama dan
kepentingan jangka panjang yang lebih penting daripada kepentingan
individu. Moral Ekonomi Islam didasarkan pada kesadaran yang bersumber
dari ajaran agama Islam, bahwa kerelaan untuk mengikuti petunjuk Allah
SWT, kerelaan mengorbankan kepentingan diri, mengedepankan
kepentingan pihak lain pada hakikatnya justru akan membawa diri sendiri
kepada kesuksesan yang hakiki yaitu kesuksesan dunia dan akhirat.

4. Beradab

Perekonomian Islam merupakan perekonomian yang beradab, yaitu


perekonomian yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa seperti
tradisi dan budaya yang diwariskan oleh nenek moyang selama tidak
bertentangan dengan moralitas Islam.

21
V. TUJUAN EKONOMI ISLAM

Tujuan akhir ekonomi Islam adalah sama dengan tujuan dari syariat Islam
(maqashid alsyari’ah), yaitu mencapai kebahagian di dunia dan akhirat
melalui suatu tata kehidupan yang baik dan terhormat (hayyatan toyyibah).
Maqashid al - syari’ah adalah mewujudkan kesejahteraan manusia yang
terletak pada terpeliharanya 5 (lima) kemaslahatan dasar yaitu agama (al
-dien), jiwa (al - nafs), intelektualitas (al - ’aql), keturunan (al - nasl) dan
harta kekayaan (al - maal). Kelima maslahat tersebut pada dasarnya
merupakan sarana yang sangat dibutuhkan bagi keberlangsungan
kehidupan yang baik dan terhormat, dan jika kelima kebutuhan tersebut
tidak terpenuhi, maka manusia tidak akan mencapai kesejahteraan yang
sesungguhnya.

22
VI. PENUTUP

Secara umum ilmu ekonomi mengajarkan tentang bagaimana usaha


manusia memenuhi kebutuhan yang relatif terbatas dan bagaimana dapat
memenuhi keinginannya yang tidak terbatas dengan sumber daya yang
terbatas. Ekonomi mengajarkan bagaimana manusia memilih dan
menentukan barang-barang yang akan dibeli dengan pendapatan yang
dimiliki. Ekonomi juga mengajarkan bagaimana manusia mengalokasikan
waktu, tenaga, dan modal dengan jumlah tertentu untuk meraih
keuntungan yang maksimum. Apakah ada keterkaitan antara seluruh
Tindakan dan perilaku ekonomi kita sehari-hari dengan keyakinan agama?
Bagaimana peran agama dalam mengambil, menuntun, dan mengarahkan
sikap serta motivasi dalam berekonomi?

Kata syariah berasal dari bahasa Arab-as-syariah yang mempunyai konotasi


masyra’ah al-ma’ (sumber air minum). Dalam bahasa Arab, syara’a berarti
nahaja (menempuh), aw’dhaha (menjelaskan) dan bayyana al-masalik
(menunjukkan jalan). Secara harfiah syariah dapat diartikan sebagai jalan
yang ditempuh atau garis yang mestinya dilalui.

Secara terminologi, definisi syariah adalah peraturan-peraturan dan hukum


yang telah digariskan oleh Allah SWT atau digariskan pokok-pokoknya dan
dibebankan kepada kaum muslimin supaya mematuhinya, supaya syariah
ini diambil oleh orang Islam sebagai penghubung dengan Allah SWT dan
sesama manusia. Menurut Syekh Yusuf Al-Qordhowi cakupan dari
pengertian syariah menurut pandangan Islam sangat luas dan

23
komprehensif (al - syumul). Di dalamnya mengandung seluruh aspek
kehidupan mulai dari aspek ibadah, aspek keluarga, aspek bisnis, aspek
hukum dan peradilan serta hubungan antarnegara.

Berdasarkan pengertian secara bahasa, terminologi, serta pendapat Syekh


Yusuf Al Qordhowi tersebut dapat dipahami bahwa definisi syariah tidak
lain adalah ajaran Islam itu sendiri. Oleh karena itu, dalam konteks ini
penggunaan istilah ekonomi Syariah dan ekonomi Islam merupakan hal
yang sama dan tidak perlu dibedakan.
Agama Islam memandang bahwa harta dan kekayaan adalah anugerah dan
sekaligus ujian dari Allah SWT. Peran utama manusia adalah berusaha
secara maksimal untuk mengelola harta dan mengalokasikan sumber daya,
sesuai dengan petunjuk dan ketentuan Allah SWT agar tercapai
kesejahteraan umat di dunia dan akhirat (falah).

Beberapa simpulan yang dapat kita petik tentang pengenalan awal tentang
Nilai, Prinsip, Karakteristik dan Tujuan Ekonomi Islam di antaranya sebagai
berikut:

1. Ekonomi Islam merupakan suatu cabang ilmu sosial yang bertujuan


membantu manusia dalam mengelola sumber daya dalam rangka
menggapai tujuan syariat (maqasid syariah), yaitu terwujudnya
kesejahteraan umat manusia secara material dan immaterial dunia dan
akhirat.
2. Islam memiliki pandangan bahwa harta atau kekayaan bukanlah
indikator kesuksesan seseorang. Kepemilikan harta bahkan merupakan
bentuk ujian dari Tuhan untuk membuktikan apakah manusia mampu
menjaga amanah atau tidak. Namun demikian, dengan harta manusia
bisa meningkatkan kesuksesan dan kemuliaannya di hadapan Allah
SWT, yaitu ketika menggunakan atau membelanjakan harta yang
dimilikinya sesuai ketentuan Allah SWT.
3. Untuk mencapai falah / kemenangan, maka kehidupan manusia di
dunia ini harus dilindungi. Syariah Islam diturunkan bertujuan untuk
menjaga lima kemaslahatan pokok dan inilah yang menjadi tujuan
syariah (maqasid syariah). Tujuan syariah yang masyhur ada 5 (lima) ,

24
yaitu perlindungan terhadap (1) Agama (Al - Dien) , (2) Jiwa (Al - Nafs) ,
(3) intelektualitas (Al - ’Aql) , (4) Keturunan (Al - Nasl) dan (5) Harta
Kekayaan (Al - Maal) .
4. Wujud konkrit yang diharapkan dari ekonomi Islam adalah lahirnya
system perekonomian yang adil tumbuh sepadan, bermoral dan
berperadaban Islam. Perekonomian Islam bukan mengejar pertumbuhan
semata atau pemerataan semata, namun mengutamakan adanya
proporsionalitas sehingga tercapai kesinambungan pertumbuhan
ekonomi yang dibangun atas kegiatan ekonomi yang bermoral dan
berperadaban Islami.

Daftar Referensi :

1. Dadang Mulyawan,dkk., 2020, Buku Pengayaan Pembelajaran Ekonomi


Syariah, Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia.
2. https://www.bi.go.id

25

Anda mungkin juga menyukai