Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN PNEUMONIA

A. DEFINISI
Pneumonia adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh mikroorganisme
seperti bakteri, virus, jamur, parasite. Pneumonia juga disebabkan oleh bahan kimia dan
paparan fisik seperti suhu atau radiasi (Djojodibroto, 2014).
Pneumonia merupakan infeksi pada paru yang bersifat akut. Penyebabnya adalah
bakteri, virus, jamur, bahan kimia atau kerusakan fisik dari paru-paru, dan bisa juga
disebabkan pengaruh dari penyakit lainnya. Pneumonia disebabkan oleh Bakteri
Streptococcus dan Mycoplasma pneumonia, sedangkan virus yang menyebabkan pneumonia
yaitu Adenoviruses, Rhinovirus, Influenza virus, Respiratory syncytial virus (RSV) dan para
influenza (Athena & Ika, 2014).

B. ANATOMI FISIOLOGI
a. Anatomi Sistem Pernafasan
Bagian-bagian sistem pernafasan yaitu Cavum nasi, faring, laring, trakea, karina,
bronchus principalis, bronchuslobaris, bronchus segmentalis, bronchiolus terminalis,
bronchiolus respiratoryus, saccus alveolus, ductus alveolus dan alveoli.Terdapat Lobus,
dextra ada 3 lobus yaitu lobus superior, lobus media dan lobus inferior. Sinistra ada 2
lobus yaitu lobus superior dan lobus inferior.Pulmo dextra terdapat fissura horizontal
yang membagi lobus superior dan lobus media, sedangkan fissura oblique membagi lobus
media dengan lobus inferior.Pulmo sinistra terdapat fissura oblique yang membagi lobus
superior dan lobusinferior.Pembungkus paru (pleura) terbagi menjadi 2 yaitu parietalis
(luar) dan Visceralis (dalam), diantara 2 lapisan tersebut terdapat rongga pleura (cavum
pleura) (Patwa, (2015).
1. Hidung
Tersusun atas tulang dan tulang rawan hialin, kecuali naris anterior yang
dindingnya tersusun atas jaringan ikat fibrosa dan tulang rawan.Permukaan luarnya
dilapisi kulit dengan kelenjar sebasea besar dan rambut.Terdapat epitel respirasi:
epitel berlapis silindris bersilia bersel goblet dan mengandung sel basal.Didalamnya
adakonka nasalis superior, medius dan inferior.Lamina propria pada mukosa hidung
umumnya mengandungbanyak pleksus pembuluh darah.
2. Alat penghidu
Mengandung epitel olfaktoria: bertingkat silindris tanpa sel goblet, dengan
lamina basal yang tidak jelas. Epitelnya disusun atas 3 jenis sel: sel penyokong, sel
basal dan sel olfaktoris.
3. Sinus paranasal
Merupakan rongga-rongga berisi udara yang terdapat dalam tulang tengkorak
yang berhubungan dengan rongga hidung. Ada 4 sinus: maksilaris, frontalis,
etmoidalis dan sphenoidalis.
4. Faring
Lanjutan posterior dari rongga mulut.Saluran napas dan makanan menyatu dan
menyilang. Pada saat makan makanan dihantarkan ke oesophagus. Pada saat bernapas
udara dihantarkan ke laring.Ada 3 rongga : nasofaring, orofaring, dan laringofaring.
Mukosa pada nasofaring sama dengan organ respirasi, sedangkan orofaring dan
laringofaring sama dengan saluran cerna.Mukosa faring tidak memilki muskularis
mukosa. Lamina propria tebal, mengandung serat elastin. Lapisan fibroelastis
menyatu dengan jaringan ikat interstisiel.Orofaring dan laringofaring dilapisi epitel
berlapis gepeng, mengandung kelenjar mukosa murni.
5. Laring
Organ berongga dengan panjang 42 mm dan diameter 40 mm. Terletak
antarafaring dan trakea. Dinding dibentuk oleh tulang rawan tiroid dan krikoid.
Muskulus ekstrinsik mengikat laring pada tulang hyoid. Muskulus intrinsik mengikat
laring pada tulang tiroid dan krikoid berhubungan dengan fonasi. Lapisan laring
merupakan epitel bertingkat silia. Epiglotis memiliki epitel selapis gepeng, tidak ada
kelenjar.Fungsi laring untuk membentuk suara, dan menutup trakea pada saat
menelan (epiglotis). Ada 2 lipatan mukosa yaitu pita suara palsu (lipat vestibular) dan
pita suara (lipat suara). Celah diantara pita suara disebut rima glotis. Pita suara palsu
terdapat mukosa dan lamina propria. Pita suara terdapat jaringan elastis padat, otot
suara ( otot rangka).Vaskularisasi: A.V Laringeal media dan Inferior. Inervasi: N
Laringealis superior.
6. Trakea
Tersusun atas 16 –20 cincin tulang rawan. Celah diantaranya dilapisi oleh
jaringan ikat fibro elastik. Struktur trakea terdiri dari: tulang rawan, mukosa, epitel
bersilia, jaringan limfoid dan kelenjar.
7. Bronchus
Cabang utama trakea disebutbronki primer atau bronki utama. Bronki primer
bercabang menjadi bronki lobar bronki segmental bronki subsegmental. Struktur
bronkus primer mirip dengan trakea hanya cincin berupa lempeng tulang rawan tidak
teratur. Makin ke distal makin berkurang, dan pada bronkus subsegmental hilang
sama sekali. Otot polos tersusun atas anyaman dan spiral. Mukosa tersusun atas
lipatan memanjang.Epitel bronkus : kolumnar bersilia dengan banyak sel goblet dan
kelenjar submukosa.Lamina propria : serat retikular, elastin, limfosit, sel mast,
eosinofil.
8. Bronchiolus
Cabang ke 12 –15 bronkus. Tidak mengandung lempeng tulang rawan, tidak
mengandung kelenjar submukosa. Otot polos bercampur dengan jaringan ikat longga
Epitel kuboid bersilia dan sel bronkiolar tanpa silia (sel Clara).Lamina propria tidak
mengandung sel goblet.
9. Bronchiolus respiratorius
Merupakan peralihan bagian konduksi ke bagian respirasi paru. Lapisan : epitel
kuboid, kuboid rendah, tanpa silia. Mengandung kantong tipis (alveoli).
10. Duktusalveolaris
Lanjutan dari bronkiolus. Banyak mengandung alveoli. Tempat alveoli
bermuara.
11. Alveolus
Kantong berdinding sangat tipis pada bronkioli terminalis. Tempat terjadinya
pertukaran oksigen dan karbondioksida antara darah dan udara yang dihirup.
Jumlahnya 200 -500 juta. Bentuknya bulat poligonal, septa antar alveoli disokong
oleh serat kolagen, dan elastis halus.[9]Sel epitel terdiri sel alveolar gepeng ( sel
alveolar tipe I ), sel alveolar besar ( sel alveolar tipe II). Sel alveolar gepeng ( tipe I)
jumlahnya hanya 10% , menempati 95 % alveolar paru. Sel alveolar besar (tipe II)
jumlahnya 12 %, menempati 5 % alveolar.Sel alveolar gepeng terletak di dekat septa
alveolar, bentuknya lebih tebal, apikal bulat, ditutupi mikrovili pendek, permukaan
licin, memilki badan berlamel.Sel alveolar besar menghasilkan surfaktan pulmonar.
Surfaktan ini fungsinya untuk mengurangi kolaps alveoli pada akhir
ekspirasi.Jaringan diantara 2 lapis epitel disebut interstisial. Mengandung serat, sel
septa (fibroblas), sel mast, sedikit limfosit.Septa tipis diantara alveoli disebut pori
Kohn.Sel fagosit utama dari alveolar disebut makrofag alveolar. Pada perokok
sitoplasma sel ini terisi badan besar bermembran. Jumlah sel makrofag melebihi
jumlah sel lainnya.
12. Pleura
Membran serosa pembungkus paru. Jaringan tipis ini mengandung serat elastin,
fibroblas, kolagen.Yang melekat pada paru disebut pleura viseral, yang melekat pada
dinding toraks disebut pleura parietal.Ciri khas mengandung banyak kapiler dan
pembuluh limfe.Saraf adalah cabang n. frenikus dan n. interkostal.

b. Fisiologi Sistem Pernafasan


Sistem Respirasi
1. Fisiologi ventilasi paru
Masuk dan keluarnya udara antara atmosfer dan alveoli paru. Pergerakan udara
ke dalam dan keluar paru disebabkan oleh:
1. Tekanan pleura : tekanan cairan dalam ruang sempit antara pleura paru dan pleura
dinding dada. Tekanan pleura normal sekitar -5 cm H2O, yang merupakan nilai
isap yang dibutuhkan untuk mempertahankan paru agar tetap terbuka sampai nilai
istirahatnya. Kemudian selama inspirasi normal, pengembangan rangka dada akan
menarik paru ke arah luar dengan kekuatan yang lebih besar dan menyebabkan
tekanan menjadi lebih negatif (sekitar -7,5 cm H2O).
2. Tekanan alveolus : tekanan udara di bagian dalam alveoli paru. Ketika glotis
terbuka dan tidak ada udara yang mengalir ke dalam atau keluar paru, maka
tekanan pada semua jalan nafas sampai alveoli, semuanya sama dengan tekanan
atmosfer (tekanan acuan 0 dalam jalan nafas) yaitu tekanan 0 cm H2O. Agar
udara masuk, tekanan alveoli harus sedikit di bawah tekanan atmosfer. Tekanan
sedikit ini (-1 cm H2O) dapat menarik sekitar 0,5 liter udara ke dalam paru
selama 2 detik. Selama ekspirasi, terjadi tekanan yang berlawanan.
3. Tekanan transpulmonal : perbedaan antara tekanan alveoli dan tekanan pada
permukaan luar paru, dan ini adalah nilai daya elastis dalam paru yang cenderung
mengempiskan paru pada setiap pernafasan, yang disebut tekanan daya lenting
paru.

Fisiologi kendali persarafan pada pernafasan


Terdapat dua mekanisme neural terpisah bagi pengaturan pernafasan.
1. Mekanisme yang berperan pada kendali pernafasan volunter. Pusat volunter terletak
dicortex cerebri dan impuls dikirimkan ke neuron motorik otot pernafasan melalui jaras
kortikospinal.
2. Mekanisme yang mengendalikan pernafasan otomatis. Pusat pernafasan otomatis terletak
di pons dan medulla oblongata, dan keluaran eferen dari sistem ini terletak di rami alba
medulla spinalis di antara bagian lateral dan ventral jaras kortikospinal.Serat saraf yang
meneruskan impuls inspirasi, berkumpul pada neuron motorik N.Phrenicus pada kornu
ventral C3-C5 serta neuron motorik intercostales externa pada kornu ventral sepanjang
segmen toracal medulla.
Serat saraf yang membawa impuls ekspirasi, bersatu terutama pada neuron motorik
intercostales interna sepanjang segmen toracal medulla.

Neuron motorik untuk otot ekspirasi akan dihambat apabila neuron motorik untuk otot
inspirasi diaktifkan, dan sebaliknya. Meskipun refleks spinal ikut berperan pada persarafan
timbal-balik (reciprocal innervation), aktivitas pada jaras descendens-lah yang berperan
utama. Impuls melalui jaras descendens akan merangsang otot agonis dan menghambat yang
antagonis. Satu pengecualian kecil pada inhibisi timbal balik ini aadalah terdapatnya sejumlah
kecil aktifitas pada akson N.Phrenicus untuk jangka waktu singkat, setelah proses inspirasi.
Fungsi keluaran pasca inspirasi ini nampaknya adalah untuk meredam daya rekoil elastik
jaringan paru dan menghasilkan pernafasan yang halus (smooth).

C. ETIOLOGI
Menutut Padila (2013) etiologi pneumonia:
1. Bakteri
Pneumonia bakteri didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram positif seperti:
Streptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri gram
negative seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.
2. Virus
Disebabkan virus influenza yang menyebar melalui droplet. Penyebab utama
pneumonia virus ini yaitu Cytomegalovirus.
3. Jamur
Disebabkan oleh jamur hitoplasma yang menyebar melalui udara yang mengandung
spora dan ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos.
4. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya pada
pasien yang mengalami immunosupresi. (Reeves, 2013). Penyebaran infeksi melalui
droplet dan disebabkan oleh streptococcus pneumonia, melalui selang infus yaitu
stapilococcus aureus dan pemakaian ventilator oleh P. Aeruginosa dan enterobacter.
Dan bisa terjadi karena kekebalan tubuh dan juga mempunyai riwayat penyakit kronis.
Selain diatas penyebab terjadinya pneumonia yaitu dari Non mikroorganisme:
1. Bahan kimia.
2. Paparan fisik seperti suhu dan radiasi (Djojodibroto, 2014).
3. Merokok.
4. Debu, bau-bauan, dan polusi lingkungan (Ikawati, 2016).
D. KLASIFIKASI
Menurut pendapat Amin & Hardi (2015)
1. Berdasarkan anatomi:
a. Pneumonia lobaris yaitu terjadi pada seluruh atau sebagian besar dari lobus paru.
Disebut pneumonia bilateral atau ganda apabila kedua paru terkena.
b. Pneumonia lobularis, terjadi pada ujung bronkhiolus, yang tersumbat oleh eksudat
mukopurulen dan membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada
didekatnya.
c. Pneumonia interstitial, proses inflamasi yang terjadi didalam dinding alveolar
dan interlobular.
2. Berdasarkan inang dan lingkungan
a. Pneumonia komunitas
Terjadi pada pasien perokok, dan mempunyai penyakit penyerta kardiopulmonal.
b. Pneumonia aspirasi
Disebabkan oleh bahan kimia yaitu aspirasi bahan toksik, dan akibat aspirasi
cairan dari cairan makanan atau lambung.
c. Pneumonia pada gangguan imun
Terjadi akibat proses penyakit dan terapi. Disebabkan oleh kuman pathogen
atau mikroorganisme seperti bakteri, protozoa, parasite, virus, jamur dan
cacing.

E. PATOFISIOLOGI
Menurut pendapat Sujono & Sukarmin (2009), kuman masuk kedalam jaringan paru-
paru melalui saluran nafas bagian atas menuju ke bronkhiolus dan alveolus. Setelah Bakteri
masuk dapat menimbulkan reaksi peradangan dan menghasilkan cairan edema yang kaya
protein. Kuman pneumokokusus dapat meluas dari alveoli ke seluruh segmen atau lobus.
Eritrosit dan leukosit mengalami peningkatan, sehingga Alveoli penuh dengan cairan edema
yang berisi eritrosit, fibrin dan leukosit sehingga kapiler alveoli menjadi melebar, paru
menjadi tidak berisi udara. Pada tingkat lebih lanjut, aliran darah menurun sehingga alveoli
penuh dengan leukosit dan eritrosit menjadi sedikit. Setelah itu paru tampak berwarna abu-abu
kekuningan. Perlahan sel darah merah yang akan masuk ke alveoli menjadi mati dan terdapat
eksudat pada alveolus Sehingga membran dari alveolus akan mengalami kerusakan yang dapat
mengakibatkan gangguan proses difusi osmosis oksigen dan berdampak pada penurunan
jumlah oksigen yang dibawa oleh darah. Secara klinis penderita mengalami pucat sampai
sianosis. Terdapatnya cairan purulent pada alveolus menyebabkan peningkatan tekanan pada
paru, dan dapat menurunan kemampuan mengambil oksigen dari luar serta mengakibatkan
berkurangnya kapasitas paru. Sehingga penderita akan menggunakan otot bantu pernafasan
yang dapat menimbulkan retraksi dada. Secara hematogen maupun lewat penyebaran sel,
mikroorganisme yang ada di paru akan menyebar ke bronkus sehingga terjadi fase peradangan
lumen bronkus. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkan produksi mukosa dan
peningkatan gerakan silia sehingga timbul reflek batuk.
F. PATHWAY
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Misnadiarly (2008) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan adalah:
1.Sinar X
Mengidentifikasi distribusi (missal: lobar, bronchial), luas abses atau infiltrate,
empyema (stapilococcus), dan penyebaran infiltrate.
2. GDA
Jika terdapat penyakit paru biasanya GDA Tidak normal tergantung pada luas paru
yang sakit.
3. JDL leukositosis
Sel darah putih rendah karena terjadi infeksi virus, dan kondisi imun.
4. LED meningkat
Terjadi karena hipoksia, volume menurun, tekanan jalan napas meningkat.

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medis secara umum untuk pneumonia menurut Manurung dkk
(2009) adalah :
1. Pemberian antibiotik seperti : penicillin, cephalosporin pneumonia
2. Pemberian antipiretik, analgetik, bronkodilator
3. Pemberian oksigen
4. Pemberian cairan parenteral sesuai indikasi.

Selain itu, pengobatan pneumonia tergantung dari tingkat keparahan gejala yang timbul
(Shaleh, 2013).

1. Bagi pneumonia yang disebabkan oleh bakteri

Dengan pemberian antibiotik yang tepat. Pengobatan harus komplit sampai benar-
benar tidak lagi muncul gejala pada penderita. Selain itu, hasil pemeriksaan X-Ray
dan sputum tidak tampak adanya bakteri pneumonia (Shaleh, 2013).
2. Untuk bakteri Streptococcus pneumonia

Dengan pemberian vaksin dan antibotik. Ada dua vaksin yaitu pneumococcal
conjugate vaccine yaitu vaksin imunisasi bayi dan untuk anak dibawah usia 2 tahun
dan pneumococcal polysaccharide vaccine direkomendasikan bagi orang dewasa.
Antibiotik yang digunakan dalam perawatan tipe pneumonia ini yaitu penicillin,
amoxicillin, dan clavulanic acid, serta macrolide antibiotics (Shaleh, 2013).
3. Untuk bakteri Hemophilus influenzae
Antibiotik cephalosporius kedua dan ketiga, amoxillin dan clavulanic acid,
fluoroquinolones, maxifloxacin oral, gatifloxacin oral, serta sulfamethoxazole dan
trimethoprim. (Shaleh, 2013).
4. Untuk bakteri Mycoplasma
Dengan antibiotik macrolides, antibiotic ini diresepkan untuk mycoplasma pneumonia,
(Shaleh, 2013).
5. Bagi pneumonia yang disebabkan oleh virus
Pengobatannya sama dengan pengobatan pada penderita flu. Yaitu banyak beristirahat
dan pemberian nutrisi yang baik untuk membantu daya tahan tubuh. Sebab bagaimana
pun juga virus akan dikalahkan juka daya tahan yubuh sangat baik, (Shaleh, 2013).
6. Bagi pneumonia yang disebabkan oleh jamur
Cara pengobatannya akan sama dengan cara mengobati penyakit jamur lainnya. Hal
yang paling penting adalah pemberian obat anti jamur agar bisa mengatasi pneumonia
(Shaleh, 2013).
Asuhan Keperawatan Secara Teoritis
A. PENGKAJIAN
Menurut Hidayat (2012), pengkajian adalah langkah awal dari tahapan proses
keperawatan, yang harus memperhatikan data dasar dari pasien untuk mendapatkan
informasi yang diharapkan. Pengkajian dilakukan pada (individu, keluarga,
komunitas) terdiri dari data objektif dari pemeriksaan diagnostic serta sumber lain.
Pengkajian individu terdiri dari riwayat kesehatan (data subyektif) dan pemeriksaan
fisik (data objektif). Terdapat dua jenis pengkajian yang dilakukan untuk
menghasilkan diagnosis keperawatan yang akurat: komprehensif dan fokus.
Pengkajian komprehensif mencangkup seluruh aspek kerangka pengkajian
keperawatan seperti 11 pola kesehatan fungsional Gordon dan pengkajian fokus
mencangkup pemeriksaan fisik.
Menurut Muttaqin (2008), pengkajian pasien dengan pneumonia yaitu
a. Keluhan utama klien dengan pneumonia adalah sesak napas, batuk, dan
peningkatan suhu tubuh atau demam.
b. Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Apabila klien
mengatakan batuk, maka perawat harus menanyakan sudah berapa lama, dan
lama keluhan batuk muncul. Keluhan batuk biasanya timbul mendadak dan
tidak berkurang setelah minum obat. Pada awalnya keluhan batuk nonproduktif,
lama kelamaan menjadi batuk produktif dengan mukus purulent kekuningan,
kehijauan, kecoklatan, atau kemerahan dan sering kali berbau busuk. Klien
biasanya mengeluh mengalami demam tinggi dan menggigl serta sesak napas,
peningkatan frekuensi pernapasan, dan lemas.
c. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit diarahkn pada waktu sebelumnya, apakah klien pernah mengalami
infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dengan gejala seperti luka tenggorokan,
kongesti nasal, bersin, dan demam ringan.
d. Riwayat keperawatan berdasarkan pola kesehatan fungsional
1. Pola persepsi sehat-penatalaksanaan sehat
Keluarga sering menganggap seperti batuk biasa, dan menganggap benar-benar
sakit apabila sudah mengalami sesak napas.
2. Pola metabolik nutrisi
Sering muncul anoreksia (akibat respon sistematik melalui control saraf pusat),
mual muntah karena terjadi peningkatan rangsangan gaster dari dampak
peningkatan toksik mikroorganisme.
3. Pola eliminasi
Penderita mengalami penurunan produksi urin akibat perpindahan cairan karena
demam.
4. Pola tidur-istirahat
Data yang muncul adalah pasien kesulitan tidur karena sesak napas. Penampilan
lemah, sering menguap, dan tidak bisa tidur di malam hari karena tidak
kenyamanan tersebut.

5. Pola aktivitas-latihan

Aktivitas menurun dan terjadi kelemahan fisik.


6. Pola kognitif-persepsi
Penurunan kognitif untuk mengingat apa yang pernsh disampaikan biasanya
sesaat akibat penurunan asupan nutrisi dan oksigenasi pada otak.
7. Pola persepsi diri-konsep diri
Tampak gambaran keluarga terhadap pasien, karena pasien diam.
8. Pola peran hubungan
Pasien terlihat malas jika diajak bicara dengan keluarga, pasien lebih banyak
diam.
9. Pola toleransi stress-koping
Aktivitas yang sering tampak saat menghadapi stress adalah pasien selalu diam
dan mudah marah.
10. Pola nilai-kepercayaan
Nilai keyakinan mungkin meningkat seiring dengan kebutuhan untuk mendapat
sumber kesembuhan dari Tuhan.
Sedangkan pengkajian fokus nya yaitu:
a.Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum umum klien dengan pneumonia dapat dilakukan dengan
menilai keadaan fisik bagian tubuh. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada
klien dengan pneumonia biasanya mengalami peningkatan suhu tubuh yaitu
lebih dari 40 C, frekuensi napas meningkat.
2. Pola pernafasan
Inspeksi: bentuk dada dan gerak pernapasan. Pada klien dengan pneumonia
sering ditemukan peningkatan frekuensi napas cepat dan dangkal. Napas
cuping hidung dan sesak berat. Batuk produktif disertai dengan peningkatan
produksi sekret yang berlebih.
Perkusi: klien dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi, didapatkan bunyi
resonan atau sonor pada seluruh lapang paru.
Auskultasi: didapatkan bunyi napas melemah dan adanya suara napas
tambahan ronkhi basah pada sisi yang sakit. Peting bagi perawat untuk
mendokumentasi hasil auskultasi di daerah mana didapatkan adanya ronkhi.
3. Sistem neurologi: klien dengan pneumonia yang berat sering
terjadi penurunan kesadaran, Pada pengkajian objektif wajah klien tampak
meringis, menangis, merintih (Muttaqin, 2008).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d inflamasi dan obstruksi jalan nafas.
b. Ketidakefektifan pola napas.
c. Kekurangan volume cairan b.d intake oral tidak adekuat takipneu,
demam.
d. Intoleransi aktivitas b.d isolasi respiratory.
e. Defisiensi pengetahuan b.d perawatan anak pulang.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No DIAGNOSA Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi
KEPERAWATAN (NOC) (NIC)
1. Ketidakefektifan NOC: NIC
bersihan jalan napas 1. Respiratory status: Airway suction
Definisi ventilation 1. Pastikan kebutuhan oral
ketidakmampuan untuk 2. Respiratory status: atau tracheal suction.
membersihkan sekresi airway patency 2. Auskultasi suara nafas
atau obstruksi dari sebelum dan sesudah
saluran pernafasan Kriteria hasil: suction.
untuk mempertahankan 1. Mendemonstrasikan 3. Informasikan pada klien
kebersihan jalan nafas. batuk efektif dan dan keluarga tentang
Batasan karakteristik suara nafas yang suction.
1. Tidak ada batuk. bersih, tidak ada 4. Minta klien nafas dalam
2. Suara napas sianosis dan dyspnea sebelum suction
tambahan. (mampu dilakukan.
3. Perubahan mengeluarkan 5. Berikan O2 dengan
frekwensi napas. sputum, mampu menggunakan nasal
4. Perubahan irama bernafas dengan untuk memfasilitasi
napas mudah, tidak ada suksion nasotrakeal.
5. Kesulitan berbicara pursed lips). 6. Gunakan alat yang steril
atau mengeluarkan 2. Menunjukkan jalan setiap melakukan
suara. nafas yang paten tindakan.
6. Penurunan bunyi (klien tidak merasa 7. Anjurkan pasien untuk
napas. tercekik, irama nafas, istirahat dan napas dalam
7. Dipsneu. frekuensi pernafasan setelah kateter
8. Sputum dalam dalam rentang dikeluarkan nasotrakeal
jumlah yang normal, tidak ada 8. Monitor status oksigen
berlebihan suara nafas abnormal. pasien.
3. Mampu 9. Ajarkan keluarga
mengidentifikasikan bagaimana cara
dan mencegah factor melakukan suksion.
yang dapat 10. Hentikan suksion dan
Faktor-faktor yang menghambat jalan berikan oksigen apabila
berhubungan: nafas. pasien menunjukkan
Lingkungan bradikardi, peningkatan
1. Perokok pasif saturasi O2.
2. Menghisap rokok Airway Management
3. Merokok 1. Buka jalan nafas,
Obstruksi jalan nafas: gunakan teknik chin lift
1. Spasme jalan napas. atau jaw thrust bila perlu.
2. Mokus dalam 2. Posisikan pasien untuk
jumlah berlebihan. memaksimalkan
3. Eksudat dalam ventilasi.
jalan alveoli. 3. Identifikasi pasien
4. Materi asing dalam perlunya pemasangan alat
jalan napas. jalan nafas buatan.
Fisiologis: 4. Buka jalan nafas,
1. Jalan napas alergik. gunakan teknik chin lift
2. Infeksi. atau jaw thrust bila perlu.
5. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan
ventilasi.

D. EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak
(Nursalam, 2013). Adapun evaluasi yang berorientasi dari hasil NOC untuk
ketidakefektifan bersihan jalan napas yaitu:
a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan
dyspnea (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
b. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal.
c. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan
nafas.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Hardi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda,
NIC, NOC. Jogjakarta. Medi: Action.
Anwar, Athena & Ika, Damayanti (2014). Pneumonia Pada Anak Balita di Indonesia. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional, 8(8), 359-365.
Arif, Mutaqqin. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
Aziz, Alimul, Hidayat. (2012). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Salemba
Medika: Edisi 2.
Djojodibroto, Darmanto.(2014). Respirologi. Jakarta:EGC.
Ikawati, Z. (2016). Penatalaksanaan Terapi Penyakit Sistem Pernafasan. Yogyakarta: Bursa
Ilmu.
Misnadiarly. (2018). Penyakit Infeksi Saluran Nafas Pneumonia pada Anak Orang Dewasa,
Usia Lanjut Edisi 1. Jakarta: Pustaka Obor Populer.
Riyadi, Sujono & Sukarmin. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 1. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Padila. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Patwa, A.and Shah, A. (2015). Anatomy and physiology of respiratory system relevant to
anaesthesia. Indian Journal of Anaesthesia, 59(9), p.533.

Anda mungkin juga menyukai