Anda di halaman 1dari 116

PENERAPAN AKAD QARD BANK KELILING DALAM

PERSEPEKTIF EKONOMI ISLAM”


(Studi Kasus Pada Masyarakat Kp. Babakan Pameungpeuk RT.11
RW.04 Ds. Wanasari)

Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)

Program Studi : Ekonomi Syariah

Oleh :
Eva Rahmawati
NIM. 0103.1601.018

PROGRAM SARJANA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
DR. KHEZ. MUTTAQIEN
PURWAKARTA
2020 M/144 H
“PENERAPAN AKAD QARD BANK KELILING DALAM
PERSEPEKTIF EKONOMI ISLAM”
(Studi Kasus Pada Masyarakat Kp. Babakan Pameungpeuk RT.11
RW.04 Ds. Wanasari)

Oleh :
Eva Rahmawati
NIM. 0103.1601.018

Menyetujui,

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Arief Mulyawan Thariq, M.Esy Wawan Oktriawan, M.E

Mengetahui,

Ketua STAI, Ketua Program Studi,

Dr. Imam Tabroni, M.Pd.I Arief Mulyawan Thariq, M.Esy

i
“PENERAPAN AKAD PINJAMAN PT. MITRA BISNIS KELUARGA
DALAM PERSEPEKTIF EKONOMI ISLAM”
(Studi Kasus Pada Masyarakat Kp. Babakan Pameungpeuk RT.11
RW.04 Ds. Wanasari)

Eva Rahmawati
NIM. 0103.1601.018

Dinyatakan lulus sidang munaqosah skrpsi oleh tim penguji


Pada Tanggal 10 Desember 2020

Tim Penguji,

Penguji 1

…………………………

Penguji 2

…………………………

Penguji 3

…………………………

Mengetahui,
Ketua STAI, Ketua Program Studi,

Dr. Imam Tabroni, M.Pd.I Arief Mulyawan Thariq, M.Esy

ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan bahwa skripsi yng berjudul “PENERAPAN AKAD

QARD BANK KELILING DALAM PERSEPEKTIF EKONOMI ISLAM”

(Studi Kasus Pada Masyarakat Kp. Babakan Pameungpeuk RT.11 RW.04

Ds.Wanasari)” adalah sepenuhnya karya saya sendiri.

Tidak ada bagian didalamnya yang merupakan plagiat dari karya orang lain

dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang

tidak seseuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan.

Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan

kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika

keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian

karya saya ini.

Purwakarta, November 2020


Penulis,

Eva Rahmawati
NIM. 0103.1601.018

iii
MOTO

“ Barang siapa yang mencari suatu


perkara dengan bersungguh-sungguh maka
ia akan berhasil”.
(Syekh Buhanudin Al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim
Muta’allim)

iv
Skripsi ini penulis persembahkan kepada :

Almamater

Tercinta Program Studi

Ekonomi Syariah Fakultas

Ekonomi Syariah STAI. DR.

KHEZ. Muttaqien

Purwakar

ta Dan teruntuk kedua

orang tua

yang sudah membesarkan dari kecil sampai


sekaran

v
ABSTRAK

Berhutang (baca; al-qardl) merupakan salah satu transaksi dari sekian banyak
jenis transaksi atau akad yang diperbolehkan dalam Islam. Meminjam dalam
istilah fiqh muamalah dikenal dengan istilah al-Qardl yang artinya adalah
penyerahan pemilikan harta al- mitsliyat kepada orang lain untuk ditagih
pengembaliannya, atau dengan pengertian lain, “sesuatu akad yang bertujuan
untuk menyerahkan harta al-mitsliyat kepada pihak lain untuk dikembalikan yang
sejenis dengannya”.
Praktik meminjam ini pernah dilakukan oleh Nabi. Demikian pula yang
terjadi di Kp Babakan Pameungpeuk RT 11 RW 04 Desa Wanasari Kecamatan
Wanayasa Kabupaten Purwakarta. Bedanya masyarakat Babakan Pameungpeuk
meminjam kepada bank keliling untuk tujuan konsumtif, meskipun ada juga yang
digunakan untuk hal-hal yang produktif.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dirumuskan sebagai berikut: (a)
Bagaimana penerapan akad al-qardl yang dilakukan oleh bank keliling di Kp
Babakan Pameungpeuk RT 11 RW 04 Desa Wanasari Kecamatan Wanayasa
Kabupaten Purwakarta. (b) Mengapa Kp Babakan Pameungpeuk RT 11 RW 04
Desa Wanasari Kecamatan Wanayasa Kabupaten Purwakarta memilih meminjam
ke bank keliling daripada meminjam ke bank resmi?
Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan (studi kasus) dengan
menggunakan data primer berupa hasil wawancara dan observasi dengan
pendekatan kualitatif. Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data dan
pengecekan keabsahan temuan melalui ketekunan pengamatan, uraian, triangulasi
dan analisis kasus.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) penerapan akad al-qardl (berhutang)
dilakukan dengan cara yang sangat mudah yaitu menunjukkan identitas diri
berupa KTP, tidak terdapat rukun dan syarat sebagaimana dalam fiqh muamalah,
yaitu pengenaan bunga dalam penerapannya (2) masyarakat Babakan
Pameungpeuk lebih memilih berhutang pada bank keliling daripada bank resmi
dengan alasan pertama; proses meminjam lebih simpel, mudah, tidak melalui
survey, cukup menyerahkan KTP, bisa meminjam berulang kali, kedua;
masyarakat Kp Babakan Pameungpeuk RT 11 RW 04 Desa Wanasari Kecamatan
Wanayasa Kabupaten Purwakarta belum mengenal lembaga keuangan syariah
yang menawarkan produk al-qardl al-hasan.

vi
ABSTRA
K

Debt (read; al-qardl) is one of the many types of transactions or contracts


allowed in Islam. Borrowing in the term fiqh muamalah is known as al-Qardl
which means the handover of al-mitsliyat property ownership to another person
to be asked for a return, or in another sense, "a contract that aims to hand over
al- mitsliyat property to another party to be returned similarly. with him ”.
This practice of borrowing was once carried out by the Prophet. Likewise,
what happened at Kp Babakan Pameungpeuk RT 11 RW 04 Wanasari Village,
Wanayasa District, Purwakarta Regency. The difference is that the Babakan
Pameungpeuk people borrow from mobile banks for consumptive purposes,
although some are used for productive things.
Based on these problems, it is formulated as follows: (a) How is the
implementation of the al-qardl contract carried out by the mobile bank at Kp
Babakan Pameungpeuk RT 11 RW 04 Wanasari Village, Wanayasa District,
Purwakarta Regency. (b) Why did Kp Babakan Pameungpeuk RT 11 RW 04
Wanasari Village, Wanayasa District, Purwakarta Regency choose to borrow
from a mobile bank instead of borrowing from an official bank?
This research is a type of field research (case study) using primary data in
the form of interviews and observations with a qualitative approach. The
instrument used in data collection and checking the validity of the findings
through persistence of observation, description, triangulation and case analysis.
The results showed that: (1) the implementation of the al-qardl (owed) contract
was carried out in a very easy way, namely showing self-identity in the form of
KTP, there were no pillars and conditions as in muamalah fiqh, namely the
imposition of interest in its application (2) Babakan Pameungpeuk community
prefer to borrow from mobile banks than official banks for the first reason; the
borrowing process is simpler, easier, does not go through a survey, it is enough to
submit a KTP, can borrow repeatedly, second; the people of Kp Babakan
Pameungpeuk RT 11 RW 04 Wanasari Village, Wanayasa District, Purwakarta
Regency are not yet familiar with Islamic financial institutions that offer al-qardl
al-hasan products.

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ...........…...…………………………… …… i

HALAMAN PENGEESAHAN .......……………………………………….... ii

SURAT PERNYATAAN ...............…...……………………………………... iii

HALAMAN MOTO …….............…………...……………......………........... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ..........................…………………....…..….. v

ABSTRAK .……………........................................………………..….…….... vi

KATA PENGANTAR ……………………………………………….……..... vii

DAFTAR ISI …………………………….............................................……… ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ......................................................................... 5

C. Fokus Masalah ................................................................................. 6

D. Rumusan Masalah ........................................................................... 6

E. Tujuan Penelitian ............................................................................. 6

F. Kegunaan Penelitian ........................................................................ 7

G. Metodologi Penelitian ...................................................................... 8

1. Pendekatan dan Metode Peneitian ............................................ 8

2. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................... 11

3. Responden dan Populasi.......................................................... 13

4. Jenis dan Sumber Data .............................................................. 14

5. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 15

6. Instrumen Penelitian ................................................................. 17

vii
i
7. Teknik Analisis Data.................................................................. 20

8. Pengujian Keabsahaan Data....................................................... 21

BAB II KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teori

1. Akad .......................................................................................... 22

a. Definisi Akad ..................................................................... 22

b. Rukun Akad ....................................................................... 23

c. Syarat Akad ........................................................................ 28

2. Utang -Piutang (al-Qard) ........................................................... 30

a. Definisi Utang -Piutang (Al-Qard) .................................... 30

b. Rukun Utang-Piutang (Al-Qardh) ...................................... 33

c. Syarat-Syarat Utang-Piutang (Al-Qard) ............................. 36

d. Tambahan dalam Utang-Piutang (Al-Qard) ....................... 38

e. Khiyar dan Batas Waktu Utang-Piutang (Al-Qard) ........... 41

f. Relevansi Akad Qard dengan ‘Urf ..................................... 48

g. Ketentuan Utang-Piutang ..................................................... 52

h. Tokoh Ekonomi Islam Tentang utang-Piutang .................... 54

B. PT. Mitra Bisnis Keluarga .................................................................... 63

1. Latar Belakang PT. Mitra Bisnis Keluarga .............................. 63

2. Visi dan Misi PT. Mitra Bisnis Keluarga .................................. 66

3. Tujuan Tambahan MBK ........................................................... 67

4. Badan Hukum MBK ................................................................ 67

ix
5. Prinsip-prinsip MBK ................................................................. 68

C. Kerangka Berfikir dan Skema Penelitian ............................................. 74

D. Hasil Penelitian yang Relevan .................................... ......................... 76

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

A. Hasil Penelitan

1. Praktik Utang Piutang Kp. Babakan Pameungpeuk RT 011

RW 004 Desa Wanasari ............................................................ 78

2. Penerapan Akad Qard pada Bank Keliling ............................... 81

3. Analisis Praktik Utang Piutang di Kp. Babakan Pameungpeuk

Menurut Persepektif Ekonomi Islam ........................................ 85

B. Analisis Data ......................................................................................... 94

BAB IV PENUTUP

A. KESIMPULAN ......................................................................................
97

B. SARAN .................................................................................................
98

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR LAMPIRAN

x
KATA PENGANTAR

Bismillah, alhamdullah, dengan segala puji dan syukur penulis panjatkan

kepada Allah SWT yang telah melimpahklan rahmat dan karunia-Nya, khususnya

kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan sebuah karya ilmiah yang pertama

dalam rangka penyelesaian perkuliahan di STAI. DR.KHEZ. Muttaqien

Purwakarta.

Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda alam nabi

muhammad SAW, kepada para keluarganya, sahabatnya, para tabi’in dan para

pengikut yang selalu mengikuti ajarannya hingga hari qiyamat.

Penulis sangat bangga telah menjadi mahasiswa STAI. DR.KHEZ. Muttaqien

Purwakarta karena didalamnya terdapat beragam nuansa religi yang sangat

komplek, intelektualis para Dosen, aktivis akademis. Sehingga mampu

menghasilkan lulusan yang kompeten diberbagai bidang, khususnya bidang

Pendidikan Agama Islam.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan menyampaikan

penghargaan yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Arief Mulyawan Thariq, M.Esy sebagai pembimbing 1 yang penuh

kesabaran memberikan arahaan-arahan yang sangat menunjang seputar

materi skripsi, sehingga skripsi ini dapat segera diselesaikan.

xi
2. Wawan Oktriawan, M.E. sebagai Dosen Pembimbing Skripsi 2 yang telah

bersedia dengan tulus memberikan bimbingan, petunjuk dan saran kepada

peneliti selama menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. Imam Tabroni, M.Pd.I selaku ketua STAI. DR.KHEZ. Muttaqien yang

telah memberikan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Ketua yayasan pendidikan agama islam STAI. DR.KHEZ. Muttaqien

Purwakarta beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan dukungan

berupa moril dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak dan ibu yang telah membesarkan, mendidik dan memberikan kasih

sayang dan doa restunya sehingga skrpsi ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa penulis karya ilmiah ini baru pertama kali

dilakukan. Tentunya ada beberapa kalimat yang tidak sempurna baik isi,maupun

teknik penulisan. Oleh karena itu selama masih hidup penulis akan berusaha terus

menerus belajar dan membuka diri untuk menerima krtikan dan saran yang

membangun sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan penulis dalam

melanjutkan penulisan karya ilmiah dikemudian hari.

Purwakarta, November 2020

Penulis

xii
xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki ketergantungan kepada

orang lain, tidak ada yang dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Dalam

kehidupan ini, sebagian orang berbeda dari yang lainnya dalam berbagai

aspek. Di bidang ekonomi ada orang yang kaya dan ada yang miskin.

Dibidang ilmu pengetahuan, ada orang yang pakar dan ada juga yang awam.

Ada yang dapat mengatasi permasalahannya sendiri dan ada yang tidak.

Menghadapi perbedaan itu, islam memberikan aturan agar orang dalam

kondisi surplus membantu orang yang kaya.1

Mereka pada umumnya dalam berkehidupan bermasyarakat masih

melestarikan tradisi gotong royong, tolong menolong, dan tradisi meminjam

barang, serta hutang piutang yang masih berkembang. Sebagaimana dalam era

ini, perekonomian semakin sulit, namun kebutuhan yang tidak terbatas terus

mengejar, ditambah barang-barang kebutuhan yang terus melonjak dengan

harga yang tinggi.

Al–Quran menyerukan kepada semua orang yang memiliki kemampuan

fisik untuk bekerja dalam usahanya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup.

Pekerjaan yang diwajibkan oleh Allah SWT memberikan peluang yang seluas-

1
Enizar, Hadis Ekonomi, (Jakarta: Rajawali Pres, 2013), 85.
1
2

luasnya kepada manusia untuk berusaha sebagaimana firman-Nya dalam surat

Al-Mulk ayat 15 :

Artinya : “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka

berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya.

dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan”.2

Berhutang dalam term fiqh muamalah disebut dengan al-qardl. Al- Qardl

adalah salah satu jenis akad hutang-piutang yang terdiri dari unsur- unsur

rukun, syarat-syarat baik bagi penghutang maupun yang menghutangi. Oleh

karena itu orang yang berhutang harus mengetahui hal-hal yang berkaitan

dengan hukum hutang-piutang (al-qardl) dalam fiqh muamalah.

Allah SWT memberikan peluang agar dimanfaatkan oleh manusia dengan

cara yang dibenarkan. Disamping untuk memenuhi kebutuhan sendiri, islam

juga menganjurkan agar memperhatikan kepentingan orang lain yang sangat

membutuhkan. Begitu juga dengan orang yang sudah diberi pertolongan agar

tidak mengabaikan kewajibannya untuk mengembalikan pinjaman setelah

sanggup untuk bayar atau segera menyelesaikan utang-piutangnya.

Dalam istilah lain utang-piutangnya sama dengan meminjam atau sama

dengan kredit yang dalam banyak buku diambil atau berasal dari kata credo

yang artinya memberikan pinjaman uang atas dasar kepercayaan. Dalam

2
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahan, (Surabaya: CV. Pustaka Agung Harapan,
2006), 823.
3

perkembangan selanjutnya istilah credo digunakan di lingkungan agama yang

berarti kepercayaan.3 Istilah credo dibawa oleh para mahasiswa Eropa pada

awal abad ke 11-12 yang banyak menimba ilmu dari dunia Islam yang pada

masa itu dunia Barat masih dalam kegelapan sedangkan dunia Islam berada di

puncak kejayaannya. Ternyata istilah credo ini berasal dari istilah fiqh al-

qardl yang artinya menghutangkan uang ataupun barang atas dasar

kepercayaan. Secara fiqh orang ataupun badan atau lembaga keuangan

syariah seperti perbankan syariah tidak boleh meminta manfaat apapun dari

yang diberi hutang ,termasuk janji dari si penerima hutang untuk membayar

lebih. Sebagaimana dijelaskan dalam kaedah fiqh “setiap al-qardl yang

meminta manfaat adalah riba.4

Akan tetapi pada praktiknya banyak orang dan lembaga-lembaga

keuangan yang menghutangkan uangnya dengan cara membungakannya dan

sebaliknya banyak pula orang yang berhutang uang kepada rentenir karena

beberapa alasan tentunya, meskipun mereka meyakini dan paham bahwa

mengambil riba adalah hal yang sangat dilarang dalam Islam.

Dari sini akhirnya para pemikir modern Islam menawarkan solusi

bagaimana umat Islam bisa keluar dari kungkungan dan jerat ekonomi ribawi

yang masih dikuasai oleh kaum kapitalis dengan sistem kapitalismenya yang

sangat ribawi dan monopolis menuju ekonomi Islam yang dirasa mampu

memenuhi rasa keadilan, tidak eksploitatif, humanis dan berdasarkan suka

sama suka yang dalam al-Qur’an dikenal dengan istilah an-taradlin dengan
3
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Islam; Suatu Kajian Kontemporer (Jakarta: Gema Insani
Press,2001), 109.
4
Ibid..
4

cara mendirikan lembaga keuangan syariah seperti mendirikan bank syariah,

pegadaian syariah dan yang sejenis. Karena perbankan Islam dan lembaga

keuangan Islam lainnya dituntut memberikan layanan bebas bunga kepada

nasabahnya dan melarang kaum muslim menarik bunga dalam semua bentuk

transaksinya. Inilah hal yang menjadi pembeda antara bank syariah dan bank

konvensional.

Secara teknis riba adalah nilai tambah dari pokok hutang yang

disesuaikan dengan jangka waktu dan jumlah hutang. Kini, tampaknya para

ulama sepakat bahwa istilah riba meliputi segala bentuk bunga.5

Beberapa dekade sekitar tiga puluh tahunan, sebelumnya lembaga

keuangan syariah yang menjelma dalam bentuk bank syariah belum dikenal

oleh masyarakat di belahan dunia termasuk di Indonesia. Di Indonesia bank

syariah baru berdiri pada tahun 1991 dengan nama Bank Muamalat Indonesia

meskipun tidak sukses karena diterpa krisis.

Akan tetapi meskipun sudah ada lembaga keuangan syariah, ternyata bagi

sebagian masyarakat tidak melakukan hutang ke lembaga keuangan syariah

tapi mereka lebih memilih berhutang pada bank keliling atau orang tertentu

(pemilik modal) meskipun dengan membayar bunganya. Hal ini sudah

menggejala dan menjadi fenomena pada sebagian masyarakat kita seperti yang

terjadi di Kp. Babakan Pameungpeuk RT 011 RW 004 Desa Wanasari yang

lebih memilih meminjam pada bank keliling dari pada bank resmi. Menurut

pengamatan peneliti sangat memprihatinkan dan harus segera mendapatkan

5
Mervin K.Lewis dan Latifah M. Algaoud, Perbankan Syariah Prinsip, Praktik dan Prospek
(Jakarta: Serambi, 2001), 11.
5

edukasi atau pencerahan tentang adanya lembaga keuangan syariah yang

menyediakan pembiayaan tanpa bunga yang dikenal dengan istilah qardul

hasan.

Qardul hasan adalah jenis pinjaman tanpa bunga atau laba, biasanya

berjangka pendek yang diperuntukkan untuk masyarakat kurang mampu.

Aplikasi qard dalam perbankan diterapkan sebagai (a) produk pelengkap

kepada nasabah yang terbukti loyal dan bonafid yang butuh dana talangan

cepat untuk masa yang relatif pendek. Nasabah tersebut akan mengembalikan

secepat mungkin sejumlah uang yang dipinjamnya, (b) sebagai fasilitas

nasabah yang juga membutuhkan dana cepat, sedangkan ia tidak bisa menarik

dananya karena suatu hal misalnya tersimpan dalam bentuk deposito, (c)

sebagai produk untuk menyumbang usaha mikro atau membantu sektor sosial,

yang dikenal dengan qardul hasan. Untuk poin yang ketiga ini sebenarnya

masyarakat Kp. Babakan Pameungpeuk RT 011 RW 004 Desa Wanasari bisa

meminjam disana. Dari pernyataan di atas, menjadi latar belakang penulis

untuk mengadakan penelitian tentang “PENERAPAN AKAD QARD BANK

KELILING DALAM PERSEPEKTIF EKONOMI ISLAM”

B. Identifikasi Masalah

Banyak faktor yang mempengaruhi kebutuhan masyarakat salah satunya

meminjam atau berhutang pada bank keliling daripada bank resmi dengan

alasan proses meminjam lebih simpel, mudah, tidak melalui survey, cukup

menyerahkan KTP, bisa meminjam berulang kali dan Masyarakat Kp.


6

Babakan Pameungpeuk RT 011 RW 004 Desa Wanasari belum mengenal

lembaga keuangan syariah .

C. Fokus Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah dan identifikasi masalah, maka

penelitian memfokuskan penelitian ini pada masalah akad pinjaman penerapan

secara persepektif islam.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat dirumuskan permasalahan

diantaranya:

1. Mengapa masyarakat Kp. Babakan Pameungpeuk RT 011 RW 004 Desa

Wanasari memilih berhutang kepada bank keliling dari pada meminjam

ke bank resmi?

2. Bagaimana penerapan akad qard pada bank keliling menurut persepektif

ekonomi islam di Kp. Babakan Pameungpeuk RT 011 RW 004 Desa

Wanasari?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui alasan-alasan atau faktor-faktor masyarakat Kp. Babakan

Pameungpeuk RT 011 RW 004 Desa Wanasari memilih berhutang kepada

bank keliling daripada berhutang kepada bank resmi.

2. Mengetahui penerapan akad al-qard pada bank keliling di Kp. Babakan

Pameungpeuk RT 011 RW 004 Desa Wanasari.


7

F. Kegunaan Penelitian

Dalam suatu penelitian pastilah mempunyai manfaat dimana manfaat

tersebut mempunyai beberapa dampak yang baik pada masyarakat . Penelitian

ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

a. Penelitian ini akan berguna sebagai sumbangsih bagi khazanah

keilmuan-keislaman (sebagai pengayaan) tentang muamalah yang bebas

dari unsur-unsur ribawi.

b. Dari hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk para masyarakat yang

terjerat bank keliling agar mereka bisa hijrah.

c. Dari penelitian ini diharapkan masyarakat dapat mengetahui lembaga

yang lebih baik untuk mengambil pinjaman dalam usaha.

d. Dari penelitian ini dapat menjadi bahan acuan bagi penelitian-penelitian

selanjutnya.

2. Kegunaan Praktis

a. Bagi Penulis

Memberikan manfaat besar kepada peneliti dalam rangka

menambah wawasan dalam bidang keilmuwan tentang hal pinjam

meminjam menurut persepektif islam.

b. Bagi Masyakat

Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan edukasi dan

pencerahan kepada masyarakat tempat penelitian dilakukan yaitu Kp.

Babakan Pameungpeuk RT 011 RW 004 Desa Wanasari. Kegunaan


8

yang lain adalah memperkenalkan lembaga keuangan syariah kepada

masyarakat di sana dan pentingnya beralih (hijrah atau pindah) ke

lembaga keuangan syariah. Terakhir mengenalkan mereka pada

pembiayaan qardul hasan yang bebas bunga.

c. Bagi Peneliti lain

Menjadi bahan kajian atau pemikiran lebih lanjut khususnya bagi

penelitian sejenis di masa yang akan datang.

G. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan dan Metode Penilitian

a. Pendekatan penelitian

Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan deskriptif Lapangan.

Alasan digunakan pendekatan ini untuk mendeskripsikan suatu

peristiwa, kejadian, dan masalah aktual dalam penerapan akad al-qard

bank keliling dalam persepektif ekonomi islam. Penelitian deskriptif

adalah prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan

menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek/objek penelitian

(seseorang, lembaga, masyarakat, dll) pada saat sekarang berdasarkan

fakta yang nampak atau sebagaimana mestinya. Pendekatan kualitatif

yakni pendekatan penelitian yang menjawab permasalahan

penelitiannya, memerlukan pemahaman secara mendalam dan

menyeluruh mengenai obyek yang diteliti, untuk menghasilkan

kesimpulan-kesimpulan penelitian dalam konteks waktu dan situasi yang

bersangkutan.
9

b. Metode Penelitian

Model kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada

filsafat positivesme, digunakan untuk meneliti apa kondisi obyek yang

alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah

sebagai instrumen kunci, pengembalian sampel sumber data dilakukan

secara purposif.

Metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian kualitatif adalah

penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa

yang dialami oleh subjek peneliti misalnya perilaku, persepsi, motivasi,

tindakan dll. ,secara holistik, dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-

kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan

memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Ada beberapa karakteristik dari penelitian kualitatif, yaitu:

1) Latar belakang ilmiah, yaitu penelitian kualitatif melakukan

penelitian pada latar belakang ilmiah atau pada konteks dari suatu

keutuhan (entity).

2) Manusia sebagai alat (instrument), yaitu dalam penelitian kualitatif,

penelitian sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat

pengumpulan data utama.

3) Metode kualitatif, yaitu menggunakan metode kualitatif yaitu

pengamatan, wawancara, atau penelaahan dokumen.


10

4) Analisis data secara induktif, yaitu penelitian kualitatif

menggunakan analisis data secara induktif.

5) Teori dari dasar (grounded theory), yaitu lebih menghendaki arah

bimbingan penyusunan teori substantif yang berasal dari data.

6) Deskriptif, yaitu data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata,

gambar, dan bukan angka-angka. Dengan demikian, laporan

penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberikan

gambaran penyajian laporan tertentu.

7) Lebih mementingkan proses dari pada hasil, yaitu penelitian

kualitatif lebih mementingkan segi proses dari pada hasil. Hal ini

disebabkan oleh hubungan bagian-bagian yang sedang diteliti akan

lebih jelas apabila diamati dalam proses.

8) Adanya batas yang ditentukan fokus, yaitu penelitian kualitatif

menghendaki ditetapkan adanya batas dalam penelitian atas dasar

fokus yang timbul sebagai masalah dalam penelitian.

9) Adanya kriteria khusus untuk keabsahan data, yaitu penelitian

kualitatif meredefinisikan validitasi, reliabilitasi, dan objektivitas

dalam versi lain dibandingkan dengan yang lazim digunakan dalam

penelitian klasik.

10) Hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama, yaitu

penelitian kualitatif lebih menghendaki agar pengertian dan hasil

interprestasi yang diperoleh dirundingkan dan disepakati oleh

manusia yang dijadikan sebagai sumber data.


11

2. Tempat dan Waktu Penelitian


TABEL. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
No Hari /Tanggal Nama Target Tujuan
a. Mengetahui persyaratan untuk proses pencairan dalam
pinjaman.
Kamis, Mega Junia Karyawan Bank b. Mengetahui akad yg diterapkn oleh bank keliling.
1
01 September 2020 Sungkar Keliling c. Mengetahui mulai pinjaman dri jumlah kecil sampai dengan
pinjaman terbesar.
d. Mengetahui praktik pinjam peminjam.
a. Mengetahui apa alasan meminjam ke bank keliling
Kamis,
b. Mengetahui Teknik bagaimana cara penyetorannya
2 24 September Yoyoh Nasabah Bank Keliling
c. Digunakan Untuk apa uang pinjaman dari bank keliling
2020
d. Mengetahui cara pembayaran penyetorannya
a. Mengetahui alasan mengapa meminjam uang ke bank keliling .
Kamis,
b. Digunakan Untuk apa uang pinjaman dari bank keliling
3 01 Oktober 2020 Siti Nursela Nasabah bank keliling
c. Mengetahui mengapa meminjam uang ke bank keliling, ada
atau tidak adanya faktor eksternal dan faktor internal
a. Mengetahui alasan meminjam ke bank keliling
Kamis, b. Digunakan Untuk apa uang pinjaman dari bank keliling
4 Sopiah Nasabah Bank Keliling
08 Oktober 2020 c. Mengetahui cara pembayaran penyetorannya

a. Mengetahui alasan meminjam ke bank keliling


5 Kamis, Titin Nasabah Bank Keliling b. Digunakan Untuk apa uang pinjaman dari bank keliling
15 Oktober 2020 c. Mengetahui berapa pinjaman transaksi bnk keliling yg
12

dilakukan oleh bu
a. Mengetahui alasan meminjam ke bank keliling
6 Kamis, Mimin Nasabah Bank Keliling b. Digunakan Untuk apa uang pinjaman dari bank keliling
22 Oktober 2020 c. Mengetahui cara pembayaran penyetoramnya
a. Mengetahui alasan mengapa meminjam uang ke bank keliling .
Kamis,
b. Digunakan Untuk apa uang pinjaman dari bank keliling
7 24 September Rohanah Nasabah Bank Keliling
c. Mengetahui mengapa meminjam uang ke bank keliling, ada
2020
atau tidak adanya faktor eksternal dan faktor internal
Kamis, a. Mengetahui alasan meminjam ke bank keliling
8 15 Oktober 2020 Cicih Nasabah bank keliling b. Digunakan Untuk apa uang pinjaman dari bank keliling
c. Mengetahui cara pembayaran penyetoramnya
a. Mengetahui apa alasan meminjam ke bank keliling
Kamis,
b. Mengetahui Teknik bagaimana cara penyetorannya
9 22 Oktober 2020 Nani Nasabah Bank Keliling
c. Digunakan Untuk apa uang pinjaman dari bank keliling
d. Mengetahui cara pembayaran penyetorannya
a. Mengetahui alasan meminjam ke bank keliling
Kamis, b. Digunakan Untuk apa uang pinjaman dari bank keliling
10 Ihat Nasabah Bank Keliling
01 September 2020 c. Mengetahui berapa pinjaman transaksi bnk keliling yg
dilakukan oleh ibu
13

3. Responden dan Populasi

a. Responden

Responden adalah istilah yang sering digunakan dalam ilmu sosial

dalam survey, individu diminta menjawab pertanyaan terstruktur dan semi

terstruktur. Biasanya responden menyampaikan kepada peneliti jawaban

sesuai dengan dalam riset survey, partisipan sering merujuk pada

responden/interview.

Responden/interview menyampaikan informasi tentang diri mereka

seperti: opini, preferensi, nilai-nilai, gagasan-gagasan, perilaku, pengalaman

dengan menjawab survey atau wawancara. Untuk penelitian eksperimen,

istilah yang tepat untuk partisipan adalah subyek. Subyek biasanya

dipelajari dalam rangka mendapatkan data untuk penelitian. Maka dari itu

orang-orang yang akan menjadi perponden tersebut adalah nasabah,

karyawan bank keliling, tokoh ekonom atau yang mengetahui tentang akad

Qard sehingga data yang diperoleh adalah implikasi akad qard pada bank

keliling menurut persepektif ekonomi islam di Kp. Babakan Pameungpeuk

RT 011 RW 004 Desa Wanasari.

b. Populasi

Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi

social situation atau situasi sosial yaitu kesinambungan antara tempat

(place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara

sinergis. Pada situasi sosial peneliti dapat mengamati secara mendalam

aktivitas (activity) orang-orang (actors) yang ada pada tempat (place)


13
14

tertentu.6

Dalam penelitian ini populasi yang digunakan peneliti yakni Masyarakat

Kp. Babakan Pameungpeuk RT 011 RW 004 Desa Wanasari yang merupakan

nasabah dari Bank Keliling dan konsentrasi peneliti dalam populasi ini adalah

kelompok ibu - ibu sebanyak 10 orang nasabah dari Bank Keliling.

4. Jenis dan Sumber Data

a. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah suatu penelitian yang dilakukan secara intensif,

terperinci, dan mendalam terhadap suatu obyek tertentu dengan

mempelajari sebagai suatu kasus. Penelitian ini diarahkan untuk

menetapkan sifat suatu situasi pada waktu penelitian dilakukan. Karena

itu, penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu menganalisis dan menyajikan

fakta secara sistematis tentang keadaan obyek sebenarnya. Yang

dideskripsikan dan dianalisi adalah penerapan akad al-qard bank keliling

dalam persepektif ekonomi islam.

b. Sumber Data

Sesuai dengan metode penelitian tersebut di atas, maka data yang

diperoleh bersumber dari Penelitian lapangan. Sumber data yang

dijadikan sumber oleh penulis dibagi dua, yaitu:

1) Data Primer, yaitu data yang dikumpulkan melalui pengamatan lapangan

dan wawancara terhadap sejumlah informan, seperti : Karyawan dan

Nasabah.

6
Sugiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan (bandung: Alfabeta, 2008), 49.
15

2) Data Sekunder, yaitu data pendukung yang bisa memperjelas data

primer. Yang termasuk data sekunder ini adalah tulisan-tulisan yang ada

hubungannya dengan teori dan objek penelitian yang berhubungan

dengan penerapan akad qard bank keliling dalam persepektif ekonomi

islam.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis

dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan

data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan

mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.

Dalam penelitian kualitatif, teknik pengumpulan data dapat dilakukan

melalui setting dari berbagai sumber, dan berbagai cara. Adapun teknik

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi teknik

wawancara, teknik observasi dan teknik dokumentasi.

a. Wawancara

“Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk

bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat

dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu”.7

Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan teknik wawancara

semi berstruktur sebagai salah satu teknik pengumpulan data. Ini

didasarkan pada instrumen dan metode penelitian yang dipakai oleh

peneliti dimana data sangat tergantung pada pemahaman peneliti bukan

7
Sugiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan (bandung: Alfabeta, 2013), 317.
16

berdasarkan pertanyaan-pertanyaan dalam angket dalam menemukan

data.

b. Metode Observasi

Observasi dapat diklasifikasikan dalam bentuk yang mempunyai

berbagai fungsi sesuai dengan tujuan dan metode penelitian yang

digunakannya. Observasi atau pengamatan dapat didefinisikan sebagai

perhatian yang terfokus terhadap kejadian, gejala atau sesuatu yang

tampak pada obyek penelitian.8

Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan teknik observasi terus

terang dan tersamar sebagai pendukung teknik wawancara sebagai

teknik pengumpulan data. Ini didasarkan karena observasi yang

dilakukan peneliti telah melalui perijinan terlebih dahulu serta

terencana sehingga sumber data mengetahui pengamatan yang

dilakukan oleh peneliti namun peneliti juga akan memastikan atau

mengecek apakah hasil wawancara itu benar adanya.

c. Metode Dokumentasai

“Metode ini merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.

Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya

monumental dari seseorang”.9

Hasil penelitian dari observasi atau wawancara akan lebih kredibel

atau dapat dipercaya kalau didukung oleh sejarah pribadi kehidupan

dimasa kecil, di sekolah, di tempat kerja, di masyarakat atau

8
S.Nasution, Metode Reseacrh Penelitian Ilmiah (jakarta: Bumi Aksara, 2006), 160.
9
Sugiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan, 329.
17

autobiografi. Hasil penelitian juga akan semakin kredibel apabila

didukung oleh foto-foto atau karya tulis akademik dan seni yang telah

ada.

Dalam penelitian ini studi dokumen akan mendukung hasil dari

wawancara dan observasi. Jadi ketiga teknik pengumpulan data ini

akan saling melengkapi dan mendukung, oleh karena itu peneliti

memakai teknik wawancara, observasi dan studi dokumen dalam

pengumpulan data.

6. Instrumen Penelitian

a. Kisi-kisi

Penyusunan kisi-kisi dalam penelitian dilakukan untuk

mempermudah peneliti dalam menyusun pedoman wawancara dan

pedoman observasi. Kisi-kisi penelitian ini tentang penerapan akad qard

bank keliling kepada nasabah, agar nasabah lebih mengetahui atau

memahami bagaimana hukum akad qard yang sesuai dengan persepektif

ekonomi islam untuk dijadikan acuan peneliti dalam mengembangkan

aspek-aspek yang akan diteliti dan diamati dengan sebuah wawancara

dan observasi. Penyusunan kisi-kisi terdiri dari beberapa kolom yang

disusun yaitu: judul, tujuan penelitian, pertanyaan penelitian, aspek yang

diteliti, indikator, sumber data dan teknik pengumpulan data.

b. Instrumen

Instrumen merupakan alat yang diperlukan dalam dalam penelitian,

instrument yang digunakan dalam penelitian kualitatif, yaitu peneliti


18

sendiri. Peneliti sebagai human instrument, maka peneliti akan memilih

informan untuk menjadi sumber data, analisis data, menafsirkan data,

dan membuat kesimpulan atas data yang ditemukan.

Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada

menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya

ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti.

Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang

digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat

ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih

perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba

tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti

itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya”.

Adapun ciri-ciri peneliti sebagai instrumen penelitian serasi untuk

penelitian serupa sebagai berikut:

1) Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus

dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi

penelitian.

2) Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek

keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.

3) Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrument

berupa test atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi,

kecuali manusia.
19

4) Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat

dipahami dengan pengetahuan semata. Untuk memahaminya, kita

perlu sering merasakannya, menyelaminya berdasarkan pengetahuan

kita.

5) Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang

diperoleh. Ia dapat menafsirkannya, melahirkan hipotesis dengan

segera menentukan arah pengamatan, untuk mentest hipotesis yang

timbul seketika.

6) Hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan

berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan

menggunakan segera sebagai balikan untuk memperoleh penegasan,

perubahan, perbaikan atau pelakan.

Jadi, peneliti berperan sebagai instrumen penelitian secara

keseluruhan proses penelitian dalam menentukan fokus penelitian,

memilih informan sebagai sumber data, mengumpulkan data,

menganalisis data dan membuat kesimpulan dari data yang telah

diperoleh dari lapangan. Sehingga, peneliti berupaya dalam menjalankan

peran dalam memperoleh kualitas hasil penelitian yang baik.

7. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum

memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan.

Namun dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama

proses dilapangan bersamaan dengan pengumpulan data. Dalam


20

kenyataannya analisis data kualitatif berlangsung selama proses

pengumpulan data dari pada setelah selesai pengumpulan data. Adapun

tahapan analisis data selama proses dilangan bersamaan dengan

pengumpulan data adalah sebagai berikut:

a. Reduksi Data (Data Reduction)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan

membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi

akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah

peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.

b. Display/Penyajian Data (Data Display)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah

mendisplaykan data atau menyajikan data. Dalam penelitian kualitatif,

penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan

antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Dalam hal ini yang paling

sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif

adalah dengan teks yang bersifat naratif.

c. Kesimpulan/Verifikasi (Conclusion/Verification)

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan

kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan yang dibuat oleh peneliti apabila

didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten maka kesimpulan

yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. Ketiga


21

tahapan kegiatan analisis ini saling berhubungan satu dengan yang

lainnya dan berlangsung secara kontinue selama penelitian dilakukan.

8. Pengujian Keabsahan Data

Dalam penelitian kualitatif, kriteria utama terhadap data hasil penelitian

adalah valid, reliabel, dan obyektif. Uji keabsahan data dalam penelitian

kualitatif meliputi : Uji Credibility (Validityas internal), transferability

(validitias eksternal), dependability (reliabilitas), dan confirmability

(objektivitas). Hal ini dapat terlihat dalam gambar berikut ini:

Gambar 1.1
Uji Keabsahan Data dalam Penelitian Kualitatif Sumber : Sugiyono (2007)
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teori

1. Akad

a. Definisi Akad

Kata akad berasal dari bahasa Arab yang berarti mengikat,

menetapkan, membangun, lawan dari melepaskan. Kata akad berarti juga

perikatan atau janji. Kata akad sudah diserap dalam bahasa Indonesia

yang berarti janji, perjanjian, kontrak. Akad merupakan kesepakatan

kedua belah pihak yang mewajibkan keduanya melaksanakan apa yang

telah disepakati.10

Akad dalam Ekonomi Islam terbagi atas dua jenis yaitu :

1) Akad Tabarru yaitu, akad yang di maksudkan untuk menolong dan

murni semata-mata karena mengharapkan ridha dan pahala dari Allah

SWT, sama sekali tidak ada unsur mencari “return” ataupun motif.

Akad yang termasuk dalam kategori ini adalah: Hibah, Wakaf,

Wasiat, Ibra, Wakalah, Kafalah, Hawalah, Rahn, dan Qirad. Atau

dalam redaksi lain akad tabarru (gratuitous contract) adalah segala

macam perjanjian yang menyangkut nonprofit transaction (transaksi

nirbala).

10
Muhammad Maksum, ”Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Dalam Meresponproduk-Produk Ekonomi Syariah Tahun 2000-2011(Studi
Perbandingan Dengan Fatwa Majelis Penasihat Syariah Bank Negara Malaysia),
”(Jakarta: Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013), 23.

22
23

keuntungan komersial.

Akad Tijari yaitu, akad yang di maksudkan untuk mencari dan

mendapatkan keuntungan di mana rukun dan syaratnya telah terpenuhi

semuanya. Akad yang termasuk dalam kategori ini adalah:

Murabahah, Salam, Istishna dan Ijarah muntanhiya bittamlik serta

mudharabah dan musyarakat. Ataupun dalam redaksi lain akad tijari

(conpensational contract) adalah segala macam perjanjian yang

menyangkut for profit transaction. Akad ini dilakukan dengan tujuan

untuk mencari keuntungan, karena bersifat komersial.11

b. Rukun Akad

Dalam pengertian fuqahâ’ rukun adalah: asas, sendi atau tiang. Yaitu

Sesuatu yang menentukan sah (apabila dilakukan) dan tidaknya (apabila

ditinggalkan) suatu pekerjaan tertentu dan sesuatu itu termasuk di dalam

pekerjaan itu. Seperti ruku' dan sujud merupakan sesuatu yang

menentukan sah atau tidaknya shalat; keduanya merupakan bagian yang

tak terpisahkan dari perbuatan “shalat”. Dalam mu’amalah, seperti: ijab

dan qabul dan orang yang menyelenggarakan akad tersebut. Sedangakan

Rukun akad sendiri merupakan sesuatu yang ada didalam akad yang

mempengaruhi sah tidaknya suatu akad. Ulama Hanafiah berpendapat

bahwa rukun akad itu adalah ijab dan qobul. Menurut Jumhur Ulama

selain Hanafiah berpendapat bahwasanya akad memiliki tiga rukun yaitu:

11
Ibid.
24

1) Akid (orang yang berakad) seperti penjual dan pembeli. Akid

adalah pihak-pihak yang malakukan transaksi. Akid didalam fiqih

memiliki dua syarat yang pertama Ahliyyah, orang yang dianggap

cakap melakukan transaksi. Didalam fiqih Ahliyyah itu adalah

seorang mukallaf atau mumayis. Akid kedua yang disyaratkan

yaitu harus memiliki wilayah. Wilayah adalah hak dan

kewenangan seseorang yang mendapatka legalitas sya’i untuk

melakukan transaksi atas suatu objek tertentu.

2) Ma’qud Alaih (suatu yang diakadkan) baik berupa harga atau yang

dihargakan. Ma’qud alaih memiliki beberapa syarat barang yang

diakadkan yaitu harus ada ketika akad dilakuakan, harus berupa

Mal mutaqawim, harus dimiliki penuh pemiliknya, bisa diserah

terimakan dan berupa barang yang suci (tidak najis). Dimana jika

persyaratan itu tidak dipenuhi maka jual beli tidak sah.

3) Ijab Qobul adalah ungkapan yang menunjukkan kerelaan atau

kesepakatan dua pihak yang melakukan kontrak atau akad.ijab

qobul menurut Ulama fiqih memiliki beberapa syarat yaitu :

adanya kejelasan maksud dari kedua pihak, adanya kesesuaian

antara ijab daan qobul, berurutan, adanya satu majlis dan tidak ada

penolakan. Dimana ijab qobul dinyatakan batal jika : penjual

menarik kembali ucapannya sebelum ada qobul pembeli, adanya

penolakan, berakhirnya majlis akad dan salah satu atau kedua


25

pihak hilang ahliyahannya, barang yang ditransaksikan rusak

sebelum ada kesepakatan.12

Ijab adalah ungkapan atau ucapan atau sesuatu yang bermakna

demikian yang datang dari orang yang memiliki barang.13 Qabul adalah

ungkapan atau ucapan atau sesuatu yang bermakna demikian yang datang

dari orang yang akan dipindahkan kepemilikan barang tersebut kepadanya.

Jika transaksi itu jual-beli, maka ucapan si penjual kepada pembeli : "Saya

jual buku ini kepada anda" adalah ijab sekalipun hal itu diucapkan

belakangan. Dalam transaksi jual-beli di sini, qabul adalah ucapan si

pembeli kepada si penjual: "Saya beli buku ini" sekalipun ucapan itu

dikeluarkan di depan. Jika ijab dan qabul ini sudah diikat satu sama lain

sementara keduanya diucapkan oleh orang yang sehat akalnya maka akan

terjadi perubahan status hukum ke atas barang yang diselenggarakan akad

atasnya (dalam hal ini adalah buku yang dijual).14

Perubahan status hukum di sini adalah perpindahan kepemilikan; yaitu

sebelum akad, buku tersebut milik si penjual dan setelah akad status

kepemilikannya berpindah kepada si pembeli setelah membayar sejumlah

uang sebagai harga dari buku itu. Menurut ulama Hanafiyah rukun akad

hanya satu yaitu, sigat akad yang terdiri dari ijab dan qabul.15

Ijab dan qabul ini sangat penting karena menjadi indikator kerelaan

mereka yang melakukan akad. Dalam fikih mu’amalah, ijab dan qabul ini

12
13
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), 46.
Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, … 45
14
Ibid., 50
15
Ibid.,45
26

adalah komponen dari shighatul ‘aqd yaitu ekspresi dari dua pihak yang

menyelenggarakan akad atau âqidain (pemilik barang dan orang yang akan

dipindahkan kepemilikan barang kepadanya) yang mencerminkan kerelaan

hatinya untuk memindahkan kepemilikan dan menerima kepemilikan.

Dari penjelasan di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa dalam

setiap akad, shighat akad harus selalu diekspresikan karena merupakan

indikator kerelaan dari âqidain.Sedangkan unsur–unsur akad adalah

sesuatu yang merupakan pembentukan akad. Berikut ini adalah uraian

yang lebih rinci dari unsur rukun akad tersebut :16

Unsur pertama : Sigat akad

Sigat akad adalah sesuatu yang disandarkan dari dua pihak yang

berakad yang menunjukkan atas apa yang ada di hati keduanya tentang

terjadinya suatu akad. Sigat akad dapat dilakukan dengan ucapan,

perbuatan, isyarat dan tulisan.

Unsur kedua : Al-‘aqid (orang yang berakad)

Orang yang berakad disyaratkan harus ahli dan memiliki kemampuan

untuk melakukan akad. Menurut ulama Malikiyah dan Hanafiyah orang

yang berakad harus berakal, yakni sudah mumayyis. Sedangkan ulama

Syafi’iyah dan Hanabilah mensyaratkan orang yang berakad harus balig,

berakal dan mampu memelihara agama dan hartanya.

Unsur ketiga : Mahal al-'Aqd atau al-Ma'qud 'alaih

16
Ir. Adiwarman Karim, S.E, M.B.A., M.A.E.P., Bank Islam Analisis Fiqh dan
Keuangan (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004), 58
27

Mahal al-'Aqd atau al-Ma'qud 'alaih adalah sesuatu yang dijadikan

obyek akad. Adapun obyek akad ini fuqaha menetapkan lima syarat yang

harus dipenuhi oleh obyek akad, sebagai berikut:

a) Obyek akad harus ada ketika berlangsung akad

Berdasarkan syarat ini barang yang tidak ada ketika akad tidak sah

dijadikan obyek akad. Namun ada perbedaan pendapat tentang akad

atas barang yang tidak tampak. Ulama Syafi’iyah dan Hanafiyah

melarang secara mutlak berbagai urusan atau barang yang tidak tampak,

kecuali dalam beberapa hal, seperti upah mengupah dan menggarap

tanah. Ulama Malikiyah hanya menetapkan pada akad yang sifatnya

saling menyerahkan mu’awadah dalam urusan harta, sedang yang

bersifat tabarru’ mereka tidak mensyatarkannya.

b) Obyek akad harus sesuai dengan ketentuan syara’

Dapat diserah terimakan ketika akad berlangsungObyek akad

harus diketahui oleh pihak 'aqid

c) Obyek akad harus suci17

Pembahasan pada unsur-unsur rukun akad ini bahwa keseluruhan

fuqaha sepakat, akan tetapi perbedaannya terletak pada unsur obyek

akad yang terdapat pada syarat yang kelima, yaitu pada kesucian obyek

akad, ulama Hanafiyah mengatakan hal ini tidak termasuk ke dalam

persyaratan obyek akad.

17
Ibid., 36-61
28

i. Syarat-Syarat Akad

Didalam syarat-syarat akad Ada beberapa macam syarat akad, yaitu

syarat terjadinya akad, syarat Sah, syarat memberikan, dan syarat

keharusan (luzum).

1) Syarat Terjadinya Akad

Syarat terjadinya akad adalah segala sesuatu yang disyaratkan

untuk terjadinya akad secara syara’. Jika tidak memenuhi syarat

tersebut, akad menjadi batal. Syarat ini terbagi menjadi dua bagian:

a) Umum, yakni syarat-syarat yang harus ada pada setiap akad.

b) Khusus, yakni syarat-syarat yang harus ada pada sebagian akad,

dan tidak disyaratkan pada bagian bagian lainnya.

2) Syarat Sah Akad

Syarat syah akad adalah segala sesuatu yang disyaratkan syara’

untuk menjamin dampak keabsahan akad. Jika tidak terpenuhi,

akad tersebut rusak. Ada kekhususan syarat sah akan pada setiap

akad. Ulama Hanafiyah mensyaratan terhindarnya seseorang dari

enam kecacatan dalam jual beli, yaitu kebodohan, paksaan,

pembatasan waktu, perkiraan, ada ungsur kemadaratan, dan syarat-

syarat jual beli rusak (fasid).18

3) Syarat Pelaksanaan Akad

Dalam pelaksanaan akad, ada dua syarat, yaitu kepemilikan

dan kekuasaan. Kepemilikan adalah sesuatu yang dimiliki oleh

18
Ibnu Abidin, Radd al Mukhtar’ala Dar al-Mukhtar, 6
29

seseorang sehingga ia bebas beraktivitas debgan apa-apa yang

dimilikinya sesuai dengan aturan syara’. Adapun kekuasaan

adalah kemampuan seseorang dalam ber-tasharuf sesuai dengan

ketetapan syara’, baik secara asli, yakni dilakukan oleh dirinya,

maupun sebagai pengantian ( menjadi wakil seseorang ).19

Dalam hal ini, disyaratkan antara lain:

a) Barang yang dijadikan akad harus kepunyaan orang yang

akad, jika dijadikan, maka sangat bergantung kepada izin

pemiliknya yang asli.

b) Barang yang dijadikan tidak berkaitan dengan kepemilikan

orang lain.

4) Syarat Kepastian Hukum (Luzum)

Dasar dalam akad adalah kepastian. Di antara syarat luzum

dalam jual-beli adalah terhindarnya dari beberapa khiyar jual-beli,

seperti khiyarsyarat, khiyar aib, dal lain-lain. Jika luzum tampak,

maka akad batal ata dikembalikan.20

b. Utang -Piutang (al-Qard)

a. Definisi Utang -Piutang (Al-Qard)


“Qardh berarti pinjaman atau utang-piutang. Secara etimologi,

qardh bermakna
‫( ْالقَ ط‬memotong)”. 21 Dinamakan tersebut karena uang

‫ع‬

yang diambil oleh orang yang meminjamkan memotong sebagian

19
Rahmad syafe'i, Fiqh Muamalah…, 65
20
Ibid., 65-66
21
Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqh Muamalah dan Aplikasinya pada Lembaga
Keuangan Syariah, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2011) ,149
30

hartanya. Harta yang dibayarkan kepada muqtarid (yang diajak akad

qardh) dinamakan qarad, sebab merupakan potongan dari harta muqrid

(pemilik barang).22

Qiradh merupakan kata benda (masdar). Kata qiradh memiliki

bahasa yang sama dengan qardh. Qirad juga berarti kebaikan dan atau

keburukan yang kita pinjamkan. Al-Qard adalah pinjaman yang

diberikan kepada muqtarid yang membutuhkan dana atau uang.

Pengertian al-qard menurut terminologi, antara lain dikemukakan

oleh ulama Hanafiyah. Menurutnya qardh adalah Sesuatu yang

diberikan dari harta mitsil (yang memiliki perumpamaan) untuk

memenuhi kebutuhannya. Sementara definisi qard menurut ulama

Malikiyah adalah suatu penyerahan harta kepada orang lain yang tidak

disertai iwadh (imbalan) atau tambahan dalam pengembaliannya.

Sedangkan menurut ulama Syafi‟iyah, “qardh mempunyai pengertian

yang sama dengan dengan term as-Salaf, yakni akad pemilikan sesuatu

untuk dikembalikan dengan yang sejenis atau yang sepadan.

Dari definisi tersebut tampaklah bahwa sesungguhnya qardh

merupakan salah satu jenis pendekatan untuk bertaqarrub kepada Allah

dan merupakan jenis muamalah yang bercorak ta’awun (pertolongan)

kepada pihak lain untuk memenuhi kebutuhannya, karena muqtaridh

(penghutang/debitur) tidak diwajibkan memberikan iwadh (tambahan)

dalam pengembalian harta yang dipinjamnya itu kepada muqrid (yang

22
Azharuddin Lathif, Fiqh Muamalat, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), 150.
31

memberikan pinjaman/kreditur), karena qardh menumbuhkan sifat

lemah lembut kepada manusia, mengasihi dan memberikan kemudahan

dalam urusan mereka serta memberikan jalan keluar dari duka dan

kabut yang menyelimuti mereka.

“Menurut fatwa, al-qard ialah, “Akad pinjaman kepada nasabah

dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang

diterimanya kepada LKS pada waktu yang telah disepakati oleh LKS

dan nasabah”.23 Hakikat al-qard adalah pertolongan dan kasih sayang

bagi yang meminjam. Ia bukan sarana mencari keuntungan bagi yang

meminjamkan, didalamnya tidak ada imbalan dan kelebihan

pengembalian. Ia mengandung nilai kemanusiaan dan sosial yang penuh

kasih sayang untuk memenuhi hajat peminjam. Pengembalian

keuntungan oleh yang meminjamkan (muqtaridh) harta membatalkan

kontrak al-qard.

Perjanjian qardh adalah perjanjian pinjaman. Dalam perjanjian qard,

pemberi pinjaman (kreditor) memberikan pinjaman kepada pihak lain

dengan ketentuan penerima pinjaman akan mengembalikan pinjaman

tersebut pada waktu yang telah diperjanjikan dengan jumlah yang sama

ketika pinjaman itu diberikan.24

Definisi utang-piutang tersebut yang lebih mendekat kepada

pengertian yang mudah dipahami ialah: “penyerahan harta berbentuk

23
Atang Abd. Hakim, Fiqh Perbankan Syariah Transformasi Fiqh Muamalah ke dalam
Peraturan Perundang-undangan, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2011), hlm.267
24
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum
Perbankan Indonesia (Jakarta :Pustaka Umum Grafiti, 2007), 75.
32

uang untuk dikembalikan pada waktunya dengan nilai yang sama”.

Kata “penyerahan harta” disini mengandung arti pelepasan pemilikan

dari yang punya. Kata “untuk dikembalikan pada waktunya”

mengandung arti bahwa pelepasan pemilikan hanya berlaku untuk

sementara, dalam arti yang diserahkan itu hanyalah manfaatnya.

“Berbentuk uang” disini mengandung arti uang dan yang dinilai dengan

uang.

Dari pengertian ini dia dibedakan dari pinjam-meminjam karena

yang diserahkan disini adalah harta berbentuk barang. Kata “nilai yang

sama” mengandung arti bahwa pengembalian dengan nilai yang

bertambah tidak disebut utang-piutang, tetapi adalah usaha riba. Yang

dikembalikan itu adalah “nilai” maksudnya adalah bila yang

dikembalikan wujudnya semula, ia termasuk pada pinjam-meminjam,

dan bukan utang-piutang.25

Dari definisi-definisi yang telah penulis kemukakan diatas, dapat

diambil intisari bahwa al-qard adalah suatu akad antara dua pihak,

dimana pihak pertama memberikan uang atau barang kepada pihak

kedua untuk dimanfaatkan dengan ketentuan bahwa uang atau barang

tersebut harus dikembalikan persis seperti yang ia terima dari pihak

pertama. Disamping itu, dapat dipahami bahwa al-qard juga bisa

diartikan sebagai akad atau transaksi antara dua pihak. Jadi, dalam hal

ini qardh diartikan sebagai perbuatan memberikan sesuatu kepada pihak

25
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh ( Jakarta: Prenada Media, 2003), 222.
33

lain yang nanti harus dikembalikan, bukan sesuatu (mal/harta) yang

diberikan itu.26

b. Dasar Hukum Utang-Piutang (al-Qard)


1) Dasar Hukum Al-Qur’an

Dasar hukum utang-piutang atau qard, dalam Al-Qur’an

diantaranya adalah :

Firman Allah QS. Al-Baqarah : 245

“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman


yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan
melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang
banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan
kepada-Nyalah kamu dikembalikan”. 27

Firman Allah QS. Al-Baqarah : 280

“Dan jika (orang-orang yang berhutang itu) dalam kesukaran,


maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan...”

Firman Allah QS. Al-Baqarah : 282

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu‟amalah


tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya...”

26
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2010), 274.
27
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahan, (Surabaya: CV. Pustaka Agung
Harapan, 2006),
34

Firman Allah Q.S Al-Hadid : 11

“Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman


yang baik, Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu
untuknya dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.”

Ayat-ayat tersebut pada dasarnya berisi anjuran untuk

melakukan perbuatan qardh (memberikan utang) kepada orang lain,

dan imbalannya adalah akan dilipatgandakan oleh Allah.

Dari sisi muqridh (orang yang memberikan utang), Islam

menganjurkan kepada umatnya untuk memberikan bantuan kepada

orang lain yang membutuhkan dengan cara memberi utang. Dari

sisi muqtaridh, utang bukan perbuatan yang dilarang, melainkan

dibolehkan karena seseorang berutang dengan tujuan untuk

memanfaatkan barang atau uang yang diutangnya itu untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya, dan ia akan mengembalikannya

persis seperti yang diterimanya.28

2) Dasar Hukum Hadits

Qirad merupakan salah satu bentuk taqarrub kepada Allah swt.,

karena qiradh berarti berlemah-lembut dan mengasihi sesama

manusia, memberikan kemudahan dan solusi dari duka dan

kesulitan yang menimpa orang lain. Islam menganjurkan dan

menyukai orang yang meminjamkan (qirad), dan membolehkan

28
Muslich, Fiqh Muamalat… ,274
35

bagi orang yang diberikan qiradh, serta tidak menganggapnya

sebagai sesuatu yang makruh, karena dia menerima harta untuk

dimanfaatkan dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya, dan

peminjam tersebut mengembalikan harta seperti semula.29

Dari Ibnu Mas’ud, Rasulullah SAW bersabda:

“Bukan seorang muslim (mereka) yang meminjamkan muslim

(lainnya) dua kali kecuali yang satunya adalah (senilai)

shadaqah.” (HR Ibnu Majah)”.30

Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:

“Rasulullah SAW pernah meminjam seekor unta muda lalu


beliau mengembalikan unta yang lebih baik usianya dari yang
dipinjamnya, dan beliau bersabda, sebaik-baik kalian adalah yang
paling baik dalam mengembalikan (hutangnya).” (HR. Ahmad dan
At-Tirmidzi, ia menilainya shahih).31

Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata:

“Aku pernah mempunyai hutang pada Nabi SAW lalu beliau


membayar hutang itu dan menambahinya.” (Shahih: Muttafaq
„Alaih).”32

29
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2008), 181.
30
Syaikh Faishal bin Abdul Aziz Alu Mubarak, Ringkasan Nailul Authar, (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2012), 118.
31
Ibid.
32
Ibid., 118
36

3) Dasar Hukum Ijma’

Para ulama telah menyepakati bahwa al-qardh boleh dilakukan.

Kesepakatan ulama ini didasari tabiat manusia yang tidak bisa hidup

tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya. Tidak ada seorang pun

yang memiliki segala barang yang dibutuhkan. Oleh karena itu,

pinjam-meminjam sudah menjadi satu bagian dari kehidupan di

dunia ini. Islam adalah agama yang sangat memperhatikan segenap

kebutuhan umatnya. 33

4) Dasar Hukum Kaidah Fiqh

Adapun dasar hukum utang-piutang (qardh) dalam kaidah fiqh

muamalah adalah:

“Hukum asal dalam semua bentuk muamalah adalah boleh


dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya…”

“Setiap pinjaman yang menarik manfaat (oleh kreditor) adalah


sama dengan riba”...34

Pihak yang meminjami mempunyai pahala sunat. Sedangkan

dilihat dari sudut peminjam, maka hukumnya boleh, tidak ada

keberatan dalam hal itu. Jadi, hukum memberi hutang hukumnya sunat

33
Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2001), 132-133.
34
A. Dzajuli, Kaidah-Kaidah Fiqh (Kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan
Masalah yang Praktis), (Jakarta, Kencana, 2007), 138.
37

malah menjadi wajib, seperti mengutangi orang yang terlantar atau

yang sangat perlu atau berhajat.35

c. Rukun Utang-Piutang (al-Qardh)


Adapun yang menjadi rukun qardh ada tiga, yaitu:

1) Shighat Qardh

Shighat terdiri dari ijab dan qabul. Redaksi ijab misalnya seperti,

“Aku memberimu pinjaman,” “Aku mengutangimu,” “Ambilah barang

ini dengan ganti barang yang sejenis,” atau “Aku berikan barang ini

kepadamu dengan syarat kamu mengembalikan gantinya.” Menurut

pendapat yang ashah, disyaratkan ada pernyataan resmi tentang

penerimaan pinjaman, seperti jenis transaksi lainnya.

Redaksi qabul disyaratkan sesuai dengan isi ijab, layaknya jual

beli. Seandainya pemberi pinjaman berkata, “Aku mengutangimu 1000

dirham,” lalu peminjam menerima lima ratus dirham, atau sebaliknya,

maka akad tersebut tidak sah. Utang-piutang dihukumi sah bila

menggunakan kata qardh (meminjami) atau salaf (mengutangi) juga

sah digunakan dalam shighat ijab qabul seperti telah disebutkan diatas.

Contohnya, “Aku berikan kepadamu.”

Sebagian ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa jika peminjam

berkata kepada pemberi pinjaman, “Berikanlah saya utang sekian,”

lalu dia meminjamnya; atau peminjam mengirim seorang utusan

kepada pemberi pinjaman, lalu dia mengirim sejumlah harta

35
A. Munir dan Sudarsono, Dasar-Dasar Agama Islam, (Jakarta: PT. Asdi
Mahasatya, 1992), hlm. 252
38

kepadanya, maka akad qard tersebut sah. Menurut al-Adzra’i, ijma’

ulama sepakat sistem tersebut boleh dilakukan.Sebagian ulama

Syafi’iyah berpendapat bahwa jika peminjam berkata kepada pemberi

pinjaman, “Berikanlah saya utang sekian,” lalu dia meminjamnya; atau

peminjam mengirim seorang utusan kepada pemberi pinjaman, lalu dia

mengirim sejumlah harta kepadanya, maka akad qardh tersebut sah.

Menurut al-Adzra’i, ijma’ ulama sepakat sistem tersebut boleh

dilakukan.

2) Para Pihak yang Terlibat Qard

Pemberi pinjaman hanya disyaratkan satu hal yakni cakap

mendermakan harta, sebab akad utang piutang mengandung unsur

kesunahan. Sedangkan peminjam hanya disyaratkan cakap

bermuamalah. Jadi hanya orang yang boleh bertransaksi saja yang

akad utang- piutangnya dihukumi sah, s eperti halnya jual beli.

3) Barang yang Dipinjamkan

Barang yang dipinjamkan disyaratkan harus dapat

diserahterimakan dan dapat dijadikan barang pesanan (muslam fih),

yaitu berupa barang yang mempunyai nilai ekonomis (boleh

dimanfaatkan menurut syara) dan karakteristiknya diketahui karena ia

layak sebagai pesanan.

Menurut pendapat shahih, barang yang tidak sah dalam akad

pemesanan tidak boleh dipinjamkan. Jelasnya setiap barang yang tidak


39

terukur atau jarang ditemukan karena untuk mengembalikan barang

sejenis akan kesulitan.

Dengan demikian, qard boleh dilakukan terhadap setiap harta

yang dimiliki melalui transaksi jual beli dan dibatasi karakteristik

tertentu. Alasannya qard merupakan akad penyerahan akad penyerahan

hak milik yang kompensasinya diberikan kemudian (dalam

tanggungan). Karena itu, objek qardh tidak lain adalah sesuatu yang

bisa dimiliki dan dibatasi dengan karakteristik tertentu seperti akad

pemesanan, bukan barang yang tidak dibatasi dengan sifat tertentu

seperti batu mulia dan lain sebagainya. Qard juga hanya boleh

dilakukan di dalam harta yang telah diketahui kadarnya. Apabila

seseorang mengutangkan makanan yang tidak diketahui takarannya, itu

tidak boleh, karena qardh menuntut pengembalian barang yang

sepadan. Jika kadar barang tidak diketahui, tentu tidak mungkin

melunasinya.36

d. Syarat-Syarat Utang-Piutang (al-Qard)


1) Akad qard dilakukan dengan shigah ijab qabul atau bentuk lain yang

bisa menggantikannya, seperti cara mu’athah (melakukan akad tanpa

ijab qabul) dalam pandangan jumhur, meskipun menurut Syafi’iyah

cara mu’athah tidaklah cukup sebagaimana dalam akad-akad lainnya.

2) Adanya kapibilitas dalam melakukan akad. Artinya, baik pemberi

maupun penerima pinjaman adalah orang baligh, berakal, bisa

36
Wahbah Zuhaili, Fiqh Imam Syafi’i, (Jakarta: Almahira, 2010), 20-21.
40

berlaku dewasa, berkehendak tanpa paksaan, dan boleh untuk

melakukan tabarru’ (berderma). Karena qard adalah bentuk akad

tabarru. Oleh karena itu, tidak boleh dilakukan oleh anak kecil, orang

gila, orang bodoh, orang yang dibatasi tindakannya dalam

membelanjakan harta, orang yang dipaksa, dan seorang wali yang

tidak sangat terpaksa atau ada kebutuhan. Hal itu karena mereka

semua bukanlah orang yang dibolehkan melakukan akad tabarru’

(berderma).

3) Menurut Hanafiyah, harta yang dipinjamkan haruslah harta mitsli.

Sedangkan dalam pandangan jumhur ulama dibolehkan dengan harta

apa saja yang bisa dibolehkan dengan harta apa saja yang bisa

dijadikan tanggungan, seperti uang, biji-bijian, dan harta qimiy

seperti hewan, barang tak bergerak dan lainnya.

4) Harta yang dipinjamkan jelas ukurannya, baik dalam takaran,

timbangan, bilangan, maupun ukuran panjang supaya mudah

dikembalikan. Dan dari jenis yang belum tercampur dengan jenis

lainnya seperti gandum yang bercampur dengan jelai karena sukar

mengembalikan gantinya.

Akad qard dibolehkan adanya kesepakatan yang dibuat untuk

mempertegas hak milik, seperti pensyaratan adanya barang jaminan,

penanggung pinjaman (kafil), saksi, bukti tertulis, atau pengakuan di

hadapan hakim. Mengenai batas waktu, jumhur ulama menyatakan

syarat itu tidak sah, dan Malikiyah menyatakan sah. Tidak sah syarat
41

yang tidak sesuai dengan akad qardh, seperti syarat tambahan dalam

pengembalian, pengembalian harta yang bagus sebagai ganti yang

cacat atau syarat jual rumahnya.

Adapun syarat yang fasid (rusak) diantaranya adalah syarat

tambahan atau hadiah bagi si pemberi pinjaman. Syarat ini dianggap

batal namun tidak merusak akad apabila tidak terdapat kepentingan

siapa pun. Seperti syarat pengembalian barang cacat sebagai ganti

yang sempurna atau yang jelek sebagai ganti yang bagus atau syarat

memberikan pinjaman kepada orang lain.

a) Harta yang Harus Dikembalikan

Para ulama sepakat bahwa wajib hukumnya bagi peminjam

untuk mengembalikan harta semisal apabila ia meminjam harta

mitsli, dan mengembalikan harta semisal dalam bentuknya (dalam

pandangan ulama selain Hanafiyah) bilan pinjamannya adalah

harta qimiy, seperti mengembalikan kambing yang ciri-cirinya

mirip dengan domba yang dipinjam.

b) Waktu Pengembalian

Menurut ulama selain Malikiyah, waktu pengembalian harta

pengganti adalah kapan saja terserah kehendak si pemberi

pinjaman, setelah peminjam menerima pinjamannya. Karena qardh

merupakan akad yang tidak mengenal batas waktu. Sedangkan

menurut Malikiyah, waktu pengembalian itu adalah ketika sampai

pada batas waktu pembayaran yang sudah ditentukan diawal.


42

Karena mereka berpendapat bahwa qardh bisa dibatasi dengan

waktu.37

e. Tambahan dalam Utang-Piutang (al-Qard)


Ada dua macam penambahan pada qardh (utang-piutang), yaitu

sebagaimana berikut ini:

1) Penambahan yang disyaratkan. Demikian ini dilarang berdasarkan

ijma‟. Begitu juga manfaat yang disyaratkan, seperti perkataan: “Aku

memberi utang kepadamu dengan syarat kamu memberi hak

kepadaku untuk menempati rumahmu,” atau syarat manfaat lainnya.

Demikian ini termasuk rekayasa terhadap riba.

2) Jika penambahan diberikan ketika membayar utang tanpa syarat,

maka yang demikian ini boleh dan termasuk pembayaran yang baik

berdasarkan hadits yang telah dikemukakan di pasal dasar al-qardh

(utang-piutang).38

Tatkala pengembalian barang pinjaman, yang diwajibkan adalah

seimbang kadarnya. Oleh karena itu, kedua belah pihak disyaratkan

harus mengetahui kadar dan sifat barang yang dipinjamkan.

Tujuannya adalah agar keseimbangannya benar-benar bisa

diwujudkan. Dengan demikian, pengembalian barang pinjaman, baik

yang berpotensi riba ataupun bukan, kadarnya harus sama, tidak

boleh lebih sedikit, juga tidak boleh lebih berkualitas atau lebih jelek.

37
38
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam 5, (Jakarta: Gema Insani, 2011), 378-379.
Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar, Abdullah bin Muhammad Al-Muthlaq dan
Muhammad bin Ibrahim, Ensiklopedi Fiqih Muamalah dalam Pandangan 4 Madzhab,
(Yogyakarta: Maktabah Al-Hanif, 2009), 168-169.
43

Demikianlah hukum dasarnya. Namun demikian, kelebihan kadar dan

sifat, asalkan tidak disyaratkan, masih dibolehkan.

Pelunasan/pembayaran kembali hutang wajib dilakukan sesuai isi

perjanjian yang telah menjadi kata sepakat kedua belah pihak. Pada

saat pelunasan yang wajib dikembalikan hanya sebesar hutang yang

diterima. Dan karena tidak dibenarkan dalam perjanjian berisikan

tambahan melebihkan dari jumlah yang diterima, maka

pengembaliannyapun dilarang memberikan penambahan. Tetapi

kalau yang berhutang atas kemauannya melebihkan jumlah

pembayaran itu boleh diterima dan merupakan kebaikan bagi yang

berhutang.39

Jika yang dipinjamkan berupa barang yang bernilai maka

pengembalian yang benar menurut kebanyakan penganut madzhab

syafi‟i, termasuk salah satu pendapat Zhahiriyah, adalah barang yang

serupa bentuknya. Dalilnya adalah hadits Abi Rafi‟, “Bahwasannya

Nabi saw. meminjam seekor unta kecil (masih bayi) - binatang ini

adalah binatang yang bernilai - kemudian beliau menyuruhku (Abu

Rafi‟) untuk mengembalikan pinjamannya dengan unta ruba’iy (unta

yang berumur tujuh tahun). Sedangkan unta kecil itu masih berusia

remaja.” Jika tidak memungkinkan untuk mengembalikan barang

yang sama persis maka menurut Zhahiriyah, kembalikanlah dengan

39
R. Abdul Djamali, Hukum Islam Berdasarkan Ketentuan Kurikulum Konsorsium
Ilmu Hukum, (Bandung: CV. Mandar Maju), 1997, 165.
44

nilai yang sama dan berusahalah untuk mengembalikan tepat pada

hari yang telah dijanjikan.

Pendapat kedua menurut Syafi’i, termasuk juga pendapat

Zhahiriyah yang lain, adalah pengembaliannya disamakan nilainya.

Sebab tidak mungkin untuk mengembalikan barang yang sama persis

dari semua aspeknya. Nilai itu dihitung saat penyerahan kepada

pemberi pinjaman. Sebab pinjaman juga memiliki nilai pinjaman

setelah diserahkan kepadanya, seperti yang dikemukakan oleh

Zhahiriyah, demikian juga Syafi’i. Pendapat lainnya dari kalangan

Syafi‟i adalah nilainya dihitung saat penyerahan pinjaman. Ada yang

mengatakan nilainya lebih banyak daripada nilai saat penyerahan

pinjaman. Sedangkan Maliki berpendapat bahwa pengembaliannya

harus sama, baik pinjaman berupa barang bernilai ataupun bukan.

Tampaknya masalah yang mereka katakan tersebut adalah jika

memungkinkan bisa mengembalikannya dengan nilai yang sama.

Permasalahan ini sangat erat korelasinya dengan masalah riba.

Seperti yang telah diketahui bersama, menurut ahli fiqh, memberikan

pinjaman bisa saja berupa barang yang berpotensi riba ataupun yang

bukan. Dalam transaksi pemberian pinjaman, tidak ada bedanya

antara harta yang berpotensi riba dan yang bukan berpotensi riba,

seperti yang dikatakan oleh Nawawi. Ibnu Hazm berkata, “Riba

dalam memberikan pinjaman bisa terjadi dalam bentuk apa pun maka

tidak boleh meminjamkan sesuatu agar mendapat pengembalian yang


45

lebih banyak atau lebih sedikit, tidak juga dengan pengembalian

barang lain, tetapi harus sama bentuk dan kadar dengan barang yang

dipinjamkannya.”

Seluruh ahli fiqih sepakat bahwa uang tambahan yang

disyaratkan oleh pemberi pinjaman kepada peminjam adalah

dilarang, baik uang tambahan itu sejenis dengan uang yang

dipinjamkannya ataupun tidak. Sebab hal ini telah menyeleweng dari

tujuan utama memberikan pinjaman, yaitu kasih sayang. Berkaitan

dengan syarat seperti itu, Hanafi berpendapat bahwa hukum

memberikan tetap sah tetapi syarat tersebut tidak sah. Sedangkan

Syafi‟i berpendapat bahwa akad bersyarat tersebut tidak sah.40

f. Khiyar dan Batas Waktu Utang-Piutang (al-Qard)


Menurut ulama Syafi‟iyah dan Hanabilah yang berpendapat adanya

khiyar majlis, dalam akad qardh tidak ada khiyar majlis dan tidak pula

khiyar syarat, karena maksud dari khiyar adalah pembatalan akad (al-

faskh). Padahal dalam akad qardh, siapa saja dari kedua belah pihak

memiliki hak untuk membatalkan akad bila ia berkehendak, sehingga

hak khiyar ini menjadi tidak bermakna.

Mengenai batas waktu, jumhur fuqaha tidak membolehkannya

dijadikan sebagai syarat dalam akad qardh. Oleh karenanya, apabila

akad qardh ditangguhkan sampai batas waktu tertentu, maka ia tetap

dianggap jatuh tempo. Pasalnya, secara esensial ia sama dengan bentuk

40
Ibid., 326-332
46

jual beli dirham dengan dirham, sehingga bila ada penangguhan waktu

maka ia akan terjebak dalam riba nasi’ah.41

Lain daripada itu akad qard tidak boleh menyertakan batasan jatuh

tempo, sebab syarat ini menuntut penambahan kompensasi, sementara

kompensasi qardh tidak mengalami fluktuasi (bertambah atau

berkurang). Apabila syarat tersebut telah disertakan dalam perjanjian

qard, ia tidak berlaku.42 Akan tetapi menurut Imam Malik bahwasannya

“boleh ada syarat waktu dalam qiradh, dan syarat tersebut harus

dilaksanakan. Apabila qirad ditentukan hingga waktu tertentu, pemberi

qiradh tidak berhak menuntut sebelum masanya tiba.43

Al-Qard merupakan salah satu bentuk kegiatan sosial, maka

pemberi pinjaman berhak meminta ganti hartanya jika telah jatuh tempo.

Hal itu karena akad qardh adalah akad yang menuntut pengembalian

harta sejenis pada barang mitsliyat, sehingga mengharuskan

pengembalian gantinya jika telah jatuh tempo, seperti keharusan

mengganti barang yang rusak. Maka demikian pula utang yang sudah

jatuh tempo tidak dapat ditangguhkan meski ada penangguhan. Hal ini

berbeda dengan masalah barang pengganti dalam akad jual beli atau

akad ijarah, dimana jika terjadi penangguhan dalam akad itu hingga

waktu tertentu maka tidak dibolehkan menuntut penyerahan barang

pengganti sebelum datang tempo yang demikian itu.

41
Wahbah Zuhaili, Fiqh Imam Syafi’i, 20-21.
42
Ibid.
43
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, 181.
47

Meskipun demikian, para ulama Hanafiah berpendapat bahwa

penangguhan dalam akad qardh menjadi bersifat mengikat dalam empat

hal.

1) Wasiat, yaitu apabila seseorang berwasiat untuk meminjamkan

hartanya pada orang lain sampai waktu tertentu, satu tahun misalnya.

Maka dalam kondisi ini, ahli waris tidak boleh menagih peminjam

sebelum jatuh tempo. Adanya penyangsian, yaitu tatkala akad qardh

ini disangsikan, kemudian pemberi pinjaman menangguhkannya.

Maka pada kondisi seperti ini, batas waktu menjadi mengikat.

2) Keputusan pengadilan, yaitu bila hakim memutuskan bahwa akad

qardh (dengan batas waktu) sebagai sesuatu yang mengikat dengan

didasarkan pada pendapat Malik dan Ibnu Abi Laila, maka pada

kategori ketiga ini batas waktu menjadi sesuatu yang mengikat.

3) Dalam akad hiwalah (pengalihan utang), yaitu jika peminjam

mengalihkan tanggungan utangnya pada pemberi pinjaman kepada

pihak ketiga, lalu pemberi pinjaman menangguhkan utang itu. Atau

ia mengalihkan tanggungan utangnya pada peminjam lain yang

utangnya ditangguhkan. Hal itu dikarenakan akad hiwalah

merupakan pengguguran tanggung jawab. Maksudnya dengan akad

hiwalah ini tanggung jawab si muhil (yang mengalihkan utang)

menjadi gugur dan si muhal (yang dialihkan utangnya) yang

merupakan pemberi pinjaman menjadi memiliki utang atas muhal

alaih (yang menerima pindahan utang). Dengan demikian,


48

sebenarnya akad hiwalah merupakan akad penangguhan utang bukan

akad qard.

Jadi dalam pandangan ulama Hanafiyah, sah-sah saja

mengundurkan akad qardh meski bukan sebuah keharusan, tetapi dapat

menjadi keharusan dalam kondisi yang empat tadi. Sedangkan Imam

Malik berpendapat bahwa akad qardh boleh diundurkan dengan

penangguhan dan atas alasan bahwa kedua belah pihak punya kebebasan

dalam akad qardh, baik dalam menghentikan, melangsungkan maupun

meneruskan akad. Dari semua pendapat diatas, pendapat inilah mungkin

yang bisa diterima secara akal dan sesuai dengan tuntutan zaman.44

g. Relevansi Akad Qard dengan ‘Urf


Akad qiradh adalah akad tamlik (pemilikan), karena qiradh hanya

dibolehkan pada orang yang cakap (layak) menggunakan harta dan tidak

sah kecuali dengan ijab dan qabul, seperti akad jual beli dan hibah. Akad

qiradh dinyatakan sah apabila digunakan dengan lafadz qiradh, salaf dan

kata yang memiliki kesamaan makna. Kalangan pengikut madzhab

Maliki berpendapat bahwa pemilikan terjadi dengan akad. Walaupun

serah terima harta tersebut belum dilakukan. Adapun bagi pihak yang

menerima qiradh dibolehkan mengembalikan harta tersebut dengan yang

sama atau harta atau barang itu sendiri, serupa atau tidak, selagi tidak

44
Ibid. 375-376
49

terdapat perubahan, penambahan atau pengurangan. Wajib

mengembalikan yang sama.45

Akad qiradh yang dilakukan oleh masyarakat saat ini kebanyakan

sudah tidak mengikuti lagi ketentuan sebagaimana yang telah ditentukan

dalam fiqih. Akad yang dilakukan oleh masyarakat pada umumnya

mengikuti tradisi yang secara turun-temurun sudah menjadi kebiasaan

dan akhirnya menjadi hukum adat bagi masyarakat setempat. Menurut

masyarakat setempat akad qiradh yang dilakukan secara turun-temurun

itu merupakan akad yang sah tanpa harus mengikuti ketentuan fiqih.

Dalam Islam hukum adat dikenal dengan istilah ‘urf. Dalam buku

karangan Prof. Muhamad Abu Zahrah dikatakan bahwa ‘urf (tradisi)

adalah “bentuk-bentuk mu’amalah (hubungan kepentingan) yang telah

menjadi adat kebiasaan dan telah berlangsung ajeg (konstan) di tengah

masyarakat.” Dan ini tergolong salah satu sumber hukum (ashl) dari

ushul fiqh yang diambil dari intisari sabda Nabi Muhammad SAW :

“Apa yang dipandang baik kaum muslimin, maka menurut Allah pun
digolongkan sebagai perkara yang baik.”

Hadits ini, baik dari segi ibarat maupun tujuannya, menunjukkan

bahwa setiap perkara yang telah mentradisi di kalangan kaum muslimin

dipandang sebagai perkara yang baik, maka perkara tersebut juga

dipandang baik di hadapan Allah. Menentang ‘Urf (tradisi) yang telah

45
Ibid.
50

45
Ibid.
50

dipandang baik oleh masyarakat akan menimbulkan kesulitan dan

kesempitan. Oleh karena itu, ulama Madzhab Hanafy dan Maliky

mengatakan bahwa “hukum yang ditetapkan berdasarkan ‘urf yang shahih

(benar), bukan yang fasid (rusak/cacat), sama dengan yang ditetapkan

berdasarkan dalil syar’iy.” 46


Maka ditinjau dari segi ketentuan hukumnya,

‘urf pun terbagi dua:

1) ‘Urf yang fasid (rusak/jelek) yang tidak bisa diterima, yaitu ‘urf yang

bertentangan dengan nash qath’iy.

2) ‘Urf yang shahih (baik/benar). ‘Urf yang kedua ini bisa diterima dan

dipandang sebagai salah satu sumber pokok hukum Islam.47

Sebenarnya akad qardh merupakan akad yang bercorak tolong-

menolong. Akad ini diperintahkan oleh Allah dengan maksud untuk

mengasihi sesama diantara sesama manusia, menolong mereka dalam

menghadapi berbagai urusan, dan memudahkan denyut nadi kehidupan.

Akad utang-piutang ini bukan salah satu sarana untuk memperoleh

penghasilan dan bukan pula salah satu cara untuk mengeksploitasi orang

lain. Akan tetapi kenyataan yang terjadi di masyarakat tidaklah demikian.

Alih-alih memberikan pertolongan tetapi malah memberatkan pihak yang

ditolong. Akad qardh yang secara tradisi terjadi di masyarakat justru

memberatkan salah satu pihak. Dengan demikian perlu adanya

pemahaman ‘urf dalam pelaksanaan akad qardh di masyarakat. Karena

46
Muhamad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2011), 416-417.
47
Ibid.
51

tidak semua tradisi yang biasa dilakukan masyarakat merupakan tradisi

yang benar.

Sebagaimana yang telah diketahui, ‘urf menempati posisi penting

dalam bangunan hukum Islam. Masalah yang terkait dan diatur

berdasarkan ‘urf atau harus diselesaikan dengan mempertimbangkan ‘urf

yang berlaku di tempat dan masa terjadinya masalah tersebut, cukup

besar jumlahnya.48

Abu Al-Husain Al-Bashri membagi adat kepada dua bentuk;

perbuatan dan perkataan. Menurutnya, adat berupa perbuatan tidak dapat

membatasi (takhshish) ungkapan umum. Ia menegaskan bahwa adat

bukan hujjah sebab adat perbuatan itu ada yang baik dan ada yang buruk,

sedangkan pertimbangan akal hanya berlaku selama syara’ tidak

memberikan ketentuan lain.

Dilihat dari proses pelaksanaan akad qardh yang kini sudah menjadi

adat kebiasaan di masyarakat, terdapat syarat-syarat yang diajukan oleh

pihak pemberi pinjaman pada saat akad berlangsung yang tidak

dibenarkan oleh syara. Diantaranya adalah syarat waktu pengembalian,

syarat jenis barang yang harus dikembalikan, dan syarat penambahan

jumlah barang yang dipinjam. Maka menurut pemahaman ‘urf akan

tersebut termasuk kedalam ‘urf fasid (rusak). Dimana ‘urf yang rusak

tidak diperbolehkan untuk dipelihara, karena memeliharanya itu berarti

menentang dalil syara’. Maka apabila manusia telah saling mengerti akad

48
Lahmuddin Nasution, Pembaruan Hukum Islam Dalam Madzhab Syafi’i, (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2001),150.
52

di antara akad-akad yang rusak, seperti akad riba atau akad gharar dan

khathar (tipuan dan membahayakan), maka bagi ‘urf, ini tidak

mempunyai pengaruh dalam membolehkan akad ini. Karena itu dalam

Undang-Undang Positif manusia tidak diakui ‘urf yang bertentangan

dengan undang-undang umum.49 Akan tetapi tidak semua akad qardh

merupakan ‘urf yang fasid. Jika akad qardh itu dilaksanakan

sebagaimana ketentuan yang telah diatur oleh syara’ maka akad tersebut

masuk kedalam ‘urf shahih. Jadi relevansi antara akad qardh dengan ‘urf

itu dilihat dari ketetentuan akad yang digunakan pada saat akad qardh

berlangsung. Apakah dalam akad tersebut terdapat hal-hal yang dilarang

oleh syara’ atau tidak, itulah yang akan menentukan akad tersebut

termasuk kedalam jenis ‘urf yang shahih atau yang fasid. Dan setiap jenis

‘urf tersebut memiliki konsekuensi hukum masing-masing.

h. Ketentuan Utang-Piutang
Dalam ekonomi konvensional hutang piutang sering dijadikan

instrumen untuk melakukan eksploitasi agar mendapatkan keuntungan.

Teori ini tidak berlaku dalam sistem ekonomi Islam, di mana akad

hutang piutang disyariatkan untuk memberikan pinjaman kebaikan

kepada orang yang membutuhkan. Ketentuan lain yang perlu

diperhatikan untuk menjalankan akad hutang piutang:

1) Hutang hendaklah dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan

yang sangat mendesak (darurat). Maksudnya kondisi yang tidak

49
Abdul Wahab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam (Ilmu Ushulul Fiqh), (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2002), 133.
53

mungkin lagi baginya mencari jalan selain berhutang sementara

keadaan sangat mendesak, jika tidak akan kelaparan atau sakit

yang mengantarkannya kepada kematian, atau semisalnya. Sebab

itu orang yang berhutang harus disertai niat dalam hati untuk

melunasinya.50

2) Perlu dilakukan pencatatan hutang. Hutang merupakan sesuatu

yang berada dalam tanggungan seseorang. Maka keberadaannya

perlu dicatat. Oleh karena perjanjian verbal mengenai hutang

dapat menimbulkan perselisihan, penipuan dan masalah hukum,

maka Alquran mewajibkan kedua belah pihak, kreditur maupun

debitur, melakukan kontrak hutang dengan tertulis disaksikan

oleh dua orang saksi serta menetapkan syarat dan ketentuan

pelunasannya.

3) Apabila yang berhutang dalam kesukaran, maka diberi tangguhan

sampai mereka bisa membayar. Dilarang hukumnya menuntut

pengembalian hutang kepada orang yang belum memiliki

kemampuan, terutama bagi kalangan fakir miskin.

Ketentuan ini mengacu kepada firman Allah Swt:

50
Burhanuddin S., Hukum Kontrak Syariah, (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2009),
126.
54

“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka


berilah tangguh sampai Dia berkelapangan. dan menyedekahkan
(sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui (Al-Baqarah : 280)

4) Orang yang berhutang hendaknya ia berusaha melunasi hutangnya

sesegera mungkin tatkala ia telah memiliki kemampuan untuk

mengembalikan hutangnya itu. Apabila pihak yang berhutang

telah mampu maka wajib segera melunasi hutangnya. Menunda

pembayaran hutang (kredit macet) bagi yang telah mampu

merupakan perbuatan aniaya.

5) Melebihkan dalam pembayaran hutang hukumnya dibolehkan

selama tidak dipersyaratkan.51 Jika yang berhutang menambahnya

atas kemauan sendiri, atau karena dorongan darinya tanpa syarat

dari yang berhutang, maka tidak terlarang mengambil tambahan.

Akan tetapi jika ada keinginan untuk ditambah atau

mengharapkan tambahan, inilah yang terlarang.

i. Tokoh Ekonomi Islam Tentang utang-Piutang


Dalam Islam, hutang boleh berbentuk apa saja, yakni uang atau

barang, besar maupun kecil, untuk keperluan pribadi debitur maupun

bisnis, tetapi hutang itu hanya boleh diberikan tanpa bunga. Bunga

telah dilarang oleh Islam maka ia tidak boleh dipungut dari hutang

dalam bentuk apa pun juga.52 Seorang muslim harus

51
Alhafizh Ibn Hajar Al‟asqalani, Terjemah Bulughul Maram, (Semarang: PT Karya
Toha Putra, Tanpa Tahun), 436.
52
Burhanuddin S., Hukum Kontrak Syariah, (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2009),
245.
55

menyeimbangkan antara pemasukan dan pengeluarannya, atau antara

penghasilan dan pembelanjaannya supaya tidak terpaksa untuk

berhutang dan mendapat kehinaan dari orang lain karena berhutang.53

Oleh karena hutang dapat menimbulkan perselisihan, penipuan,

dan masalah hukum, maka Kitab suci Islam mewajibkan kedua belah

pihak, kreditur maupun debitur, melakukan kontrak hutang dengan

tertulis disaksikan oleh dua orang saksi serta menetapkan syarat dan

ketentuan pelunasannya.

Pemikiran ekonomi dalam Islam termasuk di dalamnya hutang

bertitik tolak dari Alquran dan Hadis yang merupakan sumber dan

dasar utama Syariat Islam. Oleh karena itu, sejarah pemikiran

Ekonomi Islam sesungguhnya telah berawal sejak Alquran dan Hadis

ada, yaitu pada masa kehidupan Rasulullah Muhammad Saw abad

ke-7 Masehi. Pemikiran-pemikiran sarjana Muslim pada masa

berikutnya pada dasarnya berusaha untuk mengembangkan konsep-

konsep Islam sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi,

dengan tetap bersandar kepada Alquran dan Hadis.54

Terdapat beberapa tokoh ekonomi Islam yang mengemukakan

pemikirannya mengenai hutang. Ibnu Taimiyah dan Muhammad

Sharif Chaudry merupakan diantaranya. Pada penelitian ini hanya

membahas pemikiran kedua tokoh ini dikarenakan dengan adanya

53
Yusuf Qardhawi, Peran Nilai Moral dalam Perekonomian Islam, (Jakarta: Robbani
Press, 2004), 239.
54
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Ekonomi Islam,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2009),105
56

perbedaan zaman diantara keduanya, diharapkan akan terdapat

perbedaan dalam pola pemikirannya. Selain perbedaan zaman, kedua

tokoh ini juga memiliki latar belakang keluarga yang berbeda.

Berikut adalah beberapa tokoh ekonomi Islam yang

pemikirannya mengenai hutang yang dibahas dalam penelitian ini:

1) Ibnu Taimiyah

Mengenai hutang piutang, Ibnu Taimiyah berbicara tentang

hikmah pensyariatan hutang piutang. Sebagian orang

mengatakan, bahwa pensyariatan hutang piutang adalah suatu

perkara yang menyalahi ketentuan syari’at apabila ditinjau dari

segi akal. Sebab, hutang piutang memiliki kesamaan, dan bahkan

termasuk bagian dari beli (barter) barang ribawi dengan tidak

kontan (barang ribawi adalah barang-barang yang berlaku

padanya hukum riba; yang itu disepakati dari enam macam,

yakni: emas, perak, dua jenis gandum, yaitu burr dan sya’ir,

korma serta garam. Dan sudah menjadi ketentuan, bahwa apabila

salah satu dari keenam jenis barang ini diperjualbelikan dengan

sistem barter dan menggunakan jenis yang sama, maka

persyaratan padanya ada dua hal. Pertama, harus sama

takarannya. Kedua, harus kontan).55

Tidak diragukan lagi kalau pendapat semacam ini sangat

jauh dari kebenaran. Karena, hutang piutang termasuk jenis

55
Ibn Taimiyah dan Ibn Qayyim, Hukum Islam dalam Timbangan Akal dan Hikmah,
57

perbuatan sukarela dalam memberikan manfaat, seperti halnya

pinjam-meminjam barang atau perabot rumah tangga. Oleh sebab

itu, Rasulullah Saw menamakannya dengan Al Manihah

(memberikan sesuatu pada orang lain untuk diambil manfaatnya,

lalu pokoknya dikembalikan).

Ibnu Taimiyah menyebutkan bahwa hutang piutang termasuk

jenis perbuatan sukarela dalam memberikan manfaat,

memberikan sesuatu pada orang lain untuk diambil manfaatnya,

lalu pokoknya dikembalikan. Dalam hal ini, hutang piutang

adalah suatu bentuk tolong menolong dimana orang yang

memberikan maupun menerima hutang harus saling suka rela.

Hutang piutang dilakukan untuk memberikan manfaat. Dalam

pandangan Ibnu Taimiyah, seseorang harus hidup sejahtera dan

tidak tergantung pada orang lain, sehingga ia mampu memenuhi

sejumlah kewajibannya dan keharusan agamanya.56

Islam melarang keras orang yang meminta-minta dan

memerintahkan orang untuk bekerja dan berusaha dalam

memenuhi kebutuhan hidupnya. Ada kalanya orang terdesak

dalam memenuhi kebutuhan ekonominya sehingga harus

berhutang yang suatu saat akan dikembalikan. Hutang itu

dibolehkan jika untuk kemaslahatan dan pelaksanaannya tidak

56
Euis Amalia. Sejarah Pemikiran Ekonomi islam: dari Masa Klasik Hingga
Kontemporer, (Depok: Gramata Publishing, 2010), 220.
58

keluar dari aturan syariat Islam. Orang bisa berhutang untuk

modal usaha yang bermanfaat untuk peningkatan

perekonomiannya sehingga ia bisa memenuhi kebutuhan

hidupnya dan mampu mengembalikan hutangnya.

Asal dari pinjam-meminjam adalah memberikan benda

(perabot) kepada orang lain untuk diambil manfaatnya, lalu

dikembalikan lagi kepada pemiliknya. Kadangkala pinjam

meminjam itu terjadi pada sesuatu yang manfaat, seperti

meminjamkan rumah. Dan terkadang juga dengan meminjamkan

kambing untuk diperah serta dimanfaatkan susunya. Atau dengan

meminjamkan pohon untuk dimakan (dipetik) buahnya.

Dalam hal susu dan buah, si peminjam akan menikmati

hasilnya sedikit demi sedikit. Dan ini mirip dengan mengambil

manfaat dari barang pinjaman. Atas dasar ini, maka

pemberlakuan wakaf dilakukan padanya, sebagaimana perlakuan

terhadap hal-hal yang berkaitan dengan manfaat.

Seseorang apabila meminjam uang atau barang, maka

maksudnya adalah untuk mengambil manfaat darinya. Lalu ia

kembalikan kepada pemiliknya. Dan mengembalikan barang

yang sama sifat serta kadarnya adalah sama dengan

mengembalikan barang itu sendiri. Oleh sebab itu, dilarang

mempersyaratkan pengembalian (pembayaran hutang) yang lebih

banyak daripada nilai hutang itu sendiri.


59

2) Muhammad Sharif Chaudry tentang Utang-Piutang

Muhammad Sharif Chaudry dalam menerangkan

pemikirannya merujuk kepada Alquran dan Hadis saja dan tidak

menoleh sedikit pun ke Barat, begitu pula dengan pemikirannya

mengenai hutang.

a) Aturan Umum Berdasar Al-qur’an dan Sunnah.

Islam hanya mengenal adanya qardh hasanah (hutang

kebajikan) saja. Hutang boleh berbentuk apa saja, yakni uang

atau barang, besar maupun kecil, untuk keperluan pribadi

debitur maupun bisnis, tetapi hutang itu hanya boleh

diberikan tanpa bunga. Bunga telah dilarang oleh Islam maka

ia tidak boleh dipungut dari hutang dalam bentuk apa pun

juga.57

Menurut Muhammad Sharif Chaudry, tambahan

pengembalian atas pokok barang yang dihutangkan tidak

dibenarkan karena itu termasuk riba. Bagi orang yang

kekurangan harta dalam memenuhi kebutuhan hidupnya

dibolehkan untuk berhutang.

Tidak dibenarkan ada hutang kecuali karena adanya

kebutuhan yang mendesak. Berutang dengan tujuan

memenuhi kehidupan mewah dan boros, tidak

diperbolehkan. Bagi orang yang kekurangan harta dalam

57
Muhammad Sharif Chaudry, Sistem Ekonomi Islam: Prinsip Dasar, (Jakarta:
Kencana, 2012), 245.
60

memenuhi kebutuhan hidupnya dibolehkan untuk

berhutang. Saat seseorang terdesak untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya sehingga perlu berhutang dan jika

tujuannya adalah positif yakni untuk kemaslahatan maka

hal itu sangat dianjurkan. Sangatlah baik orang yang

membantu sesamannya yang sedang dalam kesulitan

sehingga memberikan hutang kepada orang yang

membutuhkan sangat dianjurkan.

Kebutuhan hidup manusia harus terpenuhi guna bisa

melaksanakan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi.

Manusia dianjurkan untuk berupaya dan berusaha untuk

menuju ke arah yang lebih baik dengan jalan yang telah

diarahkan dalam Islam sehingga jika suatu saat seseorang

itu menyimpang dari arahannya maka ia telah keluar dari

petunjuk yang benar.

Dalam hutang piutang harus memunculkan sikap

persaudaraan yakni kehangatan dan banyaknya manfaat

yang diperoleh dari hutang piutang tersebut sehingga jika

kemudian hutang piutang tersebut dapat menimbulkan

perselisihan dan konflik maka hal itu harus dijauhi. Namun

meskipun demikian, Islam menyuruh umatnya agar

menghindari hutang semaksimal mungkin jika ia mampu

membeli dengan tunai jika tidak dalam keadaan kesempitan


61

ekonomi.

Oleh karena perjanjian verbal mengenai hutang dapat

menimbulkan perselisihan, penipuan dan masalah hukum,

maka Alquran mewajibkan kedua belah pihak, kreditur

maupun debitur, melakukan kontrak hutang dengan tertulis

disaksikan oleh dua orang saksi serta menetapkan syarat

dan ketentuan pelunasannya.

Pemberi pinjaman atau kreditur boleh minta jaminan

dalam bentuk aset ataupun harta dari debitur sebagai

jaminan pelunasan hutang itu. Adakalanya orang yang

berhutang timbul keengganan untuk melunasi hutangnya

sehingga memungkinkan adanya kerugian terhadap pihak

yang memberikan hutang. Maka untuk menghindarinya, si

pemberi hutang boleh meminta jaminan pelunasan hutang.

Pelunasan hutang adalah prioritas pertama sebelum harta

almarhum dibagi di antara para ahli waris. Hutang pada

dasarnya wajib untuk dibayarkan, karena hutang akan

dibawa hingga mati jika belum dilunasi.

1. Pelunasan hutang lebih dari jumlahnya adalah halal,

asal tidak diperjanjikan lebih dahulu. Hal ini bukanlah

riba.

2. Hutang haruslah dilakukan dengan niat untuk

melunasinya. Jika tidak ada niat untuk


62

melunasinya,maka debitur sama halnya dengan

pencuri dimana mengambil sesuatu yang bukan

miliknya.

3. Kreditur memiliki hak untuk menggunakan kata-kata

keras kepada debitur yang tidak mengembalikan

hutangnya. Bahkan debitur bisa dipenjara bila tidak

membayar hutangnya saat kreditur selalu gagal dalam

menagih hutang debitur.

4. Jika seorang debitur berada dalam keadaan susah dan

serba kurang serta tidak berada dalam posisi keuangan

yang memungkinkannya untuk mengembalikan

hutangnya, maka kreditur hendaknya menunda

penagihannya hingga posisi keuangan debitur

membaik dan ia mampu melunasi hutangnya. Orang

yang selalu memudahkan saat meminta hak tentunya

akan mendapatkan kebaikan agama dan dunia.

5. Seorang debitur berhak menerima zakat untuk

meringankan beban hutangnya. Hal ini karena

membebaskan debitur dari kewajiban hutangnya

adalah salah satu sebab yang ditetapkan Alquran bagi

pengumpulan zakat.

6. Jika terjadi perselisihan antara kreditur dan debitur

mengenai pengembalian hutang dan dan debitur tidak


63

mampu memenuhi permintaan kreditur, maka

penguasa atau hakim harus mencoba menengahi

keduanya.

7. Membebaskan debitur miskin adalah perbuatan yang

amat terpuji yang akan mendapat pahala besar.

8. Jika seorang miskin meninggal dunia dan

meninggalkan pula sisa hutang yang belum terbayar

serta tidak punya harta untuk membayar hutang itu,

maka negara Islam bertanggung jawab membayar

hutang itu jika negara memiliki kemampuan untuk

melakukannya.58 Hal ini tentunya semakin

memperjelas akan kewajiban membayar hutang bagi

siapapun yang berhutang sehingga hutang itu tidak

boleh dilalaikan.

B. PT. Mitra Bisnis Keluarga

a. Latar Belakang PT. Mitra Bisnis Keluarga

Menurut estimasi secara konservatif di Indonesia diperkirakan ada

10 juta keluarga pra-sejahtera atau berada dibawah garis kemiskinan.

Selain itu masih ada sekitar 10 juta keluarga yang pendapatannya

berada disekitar garis kemiskinan. Berdasarkan data Bank Dunia

tentang kemiskinan di Indonesia dikatakan bahwa sekitar 43%

penduduk Indonesia berada dibawah angka $2 dollar (purchasing

58
Muhammad Sharif Chaudry, Sistem Ekonomi Islam …, 245-248
64

power parity), dan sekitar 16% berada dibawah angka $1.25 dollar

(purchasing power parity), sebagai acuan garis/angka kemiskinan di

tahun 2011.

Bersama dengan lembaga keuangan lainnya di dunia, MBK

meyakini bahwa ketersediaan modal kerja merupakan senjata yang

paling efektif dalam memerangi kemiskinan dan ketimpangan

pendapatan. Asumsi yang mendasari hal tersebut adalah bahwa

masyarakat berpenghasilan rendah telah mengembangkan daya juang

dan bersedia untuk bekerja keras untuk mengatasinya. Kaum miskin

juga tidak menerima nilai yang pantas untuk hasil kerjanya, sebagai

akibat dari pembebanan dari para rentenir untuk bunga sebesar 20%

per bulan, yang mengambil sebagian besar porsi penghasilan yang

menjadi haknya.

MBK menggunakan pendekatan ala Grameen Bank dalam

menyalurkan modal kerja dalam kisaran Rp1-3 juta kepada perempuan

yang berpendapatan rendah. Pendekatan ini sangat cocok bagi kondisi

di Indonesia. Dengan jumlah penduduk sebanyak 241 juta jiwa ditahun

2011, jumlah tenaga kerja berkisar pada 110 juta jiwa. Dari jumlah ini

sekitar 38 juta jiwa (34%) mempunyai pekerjaan tetap (pekerja

formal). Sisanya 72 juta jiwa (66% atau dua per tiga), berusaha

sendiri/wiraswasta (39%), tenaga kerja musiman di bidang konstruksi

dan pertanian (10%). Sisanya sebesar 16% pekerja keluarga yang tidak

dibayar, biasanya perempuan terutama dibidang pertanian. Kemiskinan


65

di Indonesia bukan semata-mata masalah gaji yang rendah bagi

karyawan, melainkan penghasilan yang rendah bagi kebanyakan

mereka yang disektor informal (berusaha sendiri/ wiraswasta, pekerja

lepas dan pekerja keluarga tidak dibayar). Salah satu hambatan adalah

akses kepada modal kerja sebagai pelengkap untuk mencapai

penghasilan yang lebih tinggi. Ketersediaaan modal kerja juga akan

menarik kaum ibu rumah tangga (yang tidak dihitung sebagai angkatan

kerja), yang mampu menyumbang beberapa jam setiap hari untuk

berusaha menambah penghasilan tambahan bagi keluarganya.

Modal kerja disediakan kepada perempuan perorangan melalui

kumpulan tanpa jaminan. Kebanyakan nasabah merupakan buruh tani

yang tidak memiliki tanah sendiri, dan secara umum memiliki usaha

dagang kecil-kecilan, membuat dan menjual jajanan, memelihara

hewan dan petani sayur-sayuran.

Bank merupakan lembaga pemerintahan yang bergerak pada

bidang keuangan yang berfungsi untuk meyimpan uang, deposito dan

lain sebagainya, tetapi Bank keliling memiliki makna yang sangat jauh

dan berbeda dari arti bank sebenarnya. Bank keliling itu sendiri adalah

kata kiasan yang berarti bukan makna sebenarnya yang artinya sering

disebut oleh orang-orang adalah “Rentenir” yaitu orang yang

meminjamkan uang dengan menggunakan bunga yang sangat besar,

bahkan ada lagi arti lain dari rentenir yaitu “Lintah Darat” Rentenir

pada umumnya sangat membantu bagi masyarakat karena mereka yang


66

sedang membutuhkan uang perlu sekali uang untuk kebutuhan mereka

misalkan untuk modal tambahan dagang, keperluan sekolah, sampai

kebutuhan hidup sehari-sehari mereka.

Pada awalnya saja para rentenir membantu tetapi pada akhirnya

mereka menyusahkan masyarakat, karena mereka memberikan

pinjaman dengan bunga yang besar, sampai-sampai bunga yang di

berikan bisa sampai melebihi pinjaman pokok yang kita pinjam ke

rentenir tersebut. Bunga yang mereka berikan dengan semau mereka,

misal mereka di beri jatuh tempo selama satu bulan, tetapi bunga yang

di berikan itu setiap hari sehingga setelah satu bulan menjadi besar

bunga nya, belum lagi mereka yang terlambat bayar ,untuk membayar

bunga nya pun mereka tidak mampu apalagi mereka membayar uang

pinjaman tersebut, kemudian para rentenir menyita barang-barang

berharga mereka yang mereka miliki mulai dari emas, alat elektronik,

sampai surat rumah mereka sita dengan semena-mena.

b. Visi dan Misi PT. Mitra Bisnis Keluarga

i. Visi

Memperbaiki kehidupan dari sebanyak mungkin keluarga

berpendapatan rendah, khususnya mereka yang berada dalam

segmen 25% bagian paling bawah dari penduduk menurut

pendapatannya. MBK berharap mengurangi kerentanan, memberi

kehormatan dan kepercayaan diri mereka, serta memberdayakan

perempuan. Dengan demikian, MBK berharap dapat memberikan


67

kontribusi kepada Pemerintah untuk memenuhi Millenium

Development Goals, terutama dalam memerangi kemiskinan dan

memberdayakan perempuan.

ii. Misi

Untuk menyediakan modal kerja kepada sebanyak mungkin

perempuan dari keluarga berpendapatan rendah di Indonesia yang

belum bankable, khususnya mereka yang tinggal di desa-desa dan

pinggiran kota kecil, secara adil, jujur, transparan, tepat waktu dan

effisien. Dengan memberikan pembiayaan kepada perempuan yang

belum memiliki usaha kecil, MBK berharap untuk menciptakan

lapangan kerja baru.

c. Tujuan Tambahan MBK

Untuk mempelajari praktek-praktek terbaik yang digunakan oleh

lembaga sejenis terkemuka di Asia, menyesuaikannya dengan kondisi

Indonesia, kemudian secara aktif membagi pengalamannya dengan

lembaga sejenis di Indonesia melalui berbagai jaringan informasi,

seminar dan studi tour.

d. Badan Hukum

PT Mitra Bisinis Keluarga Ventura (MBK) memperoleh ijin usaha

Modal Ventura dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada bulan

November 2006. Dokumen yang mendasari badan hukum MBK adalah

sebagai berikut :
68

a. Akta Pendirian Perusahaan (Anggaran Dasar), dari Departemen

Hukum dan Hak Asasi Manusia

b. Perubahan Anggaran Dasar Perusahaan Baru untuk disesuaikan

dengan UU No. 40/2007

c. Ijin Usahan Modal Ventura, Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

d. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Kantor Pajak

Sebagai Lembaga Pembiayaan Keuangan Non-Bank, MBK

tidak diperkenankan untuk menerima simpanan dari masyarakat.

Sebagai perusahaan Modal Ventura, MBK menganut pola bagi

hasil, yaitu menerima resiko dalam pemberian modal kerja tanpa

jaminan kepada usaha-usaha mikro/kecil dengan imbalan

pembagian penghasilan dari keuntungan usaha berdasarkan suatu

kesepakatan bersama antara MBK dan nasabahnya.

e. Prinsip-prinsip MBK

a. Nasabah melindungi Nasabah-Mikro (Tidak membahayakan)

Beberapa contoh bagaimana MBK menerapkan prinsip-prinsip

perlindungan nasabah : (Sumber: SMART Campaign yang

disampaikan oleh Planet Rating)

b. Prinsip Perlindungan Nasabah 1 – Design Produk dan Pengiriman

yang Sesuai

1) MBK menawarkan kelompok-basis pinjaman modal kerja

menggunakan metodologi Bank Grameen. Hal ini telah

diadaptasi dengan sedikit modifikasi dengan konteks Indonesia.


69

2) Segmen pasar institusi ini adalah 25% bagian bawah dari rumah

tangga.

3) Modal kerja diberikan tanpa jaminan keras.

4) Umpan balik nasabah dikumpulkan selama pertemuan pusat

mingguan. Hal ini juga dikumpulkan selama kunjungan

mendadak yang dilakukan setiap hari oleh para Office Manager

Lapangan, Supervisor Area, dan Asisten Manager Regional, serta

Auditor Internal. Setelah setiap kunjungan, umpan balik nasabah

dicatat dalam buku monitor cabang dan dikirim ke Direktur

Operasional bila relevan.

c. Prinsip Perlindungan Nasabah 2 – Pencegahan Kelebihan-Hutang

1) MBK memiliki kebijakan pinjaman yang konservatif : (a)

Nasabah tidak diperbolehkan untuk memiliki lebih dari 2

pinjaman per nasabah termasuk dari MBK dan (b) hutang

mereka untuk rasio laba bersih harus dibawah 50%.

2) Batas yang jelas telah ditetapkan untuk pembaharuan modal

kerja, setelah pembaharuan pertama, modal kerja dapat

meningkat dengan maksimal 20% setiap tahun.

3) MBK melacak kasus-kasus kegagalan individu dan kontribusi

individu untuk anggota-anggota lain ditengah-tengah mereka.

4) Account Officer baru, menerima on the job training dari

Account Officer Senior dalam analisa kemampuan membayar


70

kembali selama 3 bulan pertama. Pelatihan penyegaran

dilakukan secara rutin oleh Supervisor Area.

5) Semua nasabah dikunjungi oleh Account Officer mereka dua

bulan setelah pinjaman pertama (pengecekan pemanfaatan

pinjaman) dan oleh Account Officer dan Office Manager

Lapangan 10 hari sebelum perpanjangan pinjaman.

Pengecekan silang informal dilakukan dengan anggota-

anggota lain dari tengah-tengah nasabah dan tetangga

mereka.

d. Pripsip Perlindungan Nasabah 3 – Transparansi

1) Kontrak & jadwal pembayaran kembali, menyediakan semua

kondisi-kondisi modal kerja dalam Bahasa Indonesia, termasuk

tingkat suku bunga nominal bulanan dan tahunan, suku bunga

yang efektif dan persentase dan jumlah keamanan tunai.

2) Semua hak dan kewajiban nasabah dan kondisi pinjaman

dijelaskan secara lisan kepada nasabah selama masa pelatihan

awal (diikuti dengan test oleh kelompok pengakuan), dan

sebelum pencairan ketika Account Officer memberikan kontrak

kepada nasabah untuk ditinjau.

3) Formulir kelayakan nasabah dan kontrak diberikan kepada

nasabah setelah pelatihan (minimum 1 minggu sebelum

pencairan), sehingga nasabah dapat membawa pulang dan

meninjaunya dengan keluarganya.


71

4) Nasabah-nasabah memiliki kesempatan untuk mengajukan

pertanyaan dan klarifikasi selama awal pelatihan dan selama

pertemuan-pertemuan tengah mingguan.

e. Prinsip Perlindungan nasabah 4 – Tanggung Jawab Harga

1) MBK menawarkan harga terendah dari semua MFI di Indonesia,

diterapkan sama dan tanpa segala diskriminasi.

2) Tidak ada hukuman untuk pembayaran sebelumnya.

3) Tidak ada biaya transaksi.

4) Hanya ada 1 hukuman, dan ini minimal, untuk mendorong

kehadiran berkala pertemuan pusat.

5) Rasio keuntungan dan efisiensi yang dikelola di tingkat yang

wajar dan selaras dengan teman.

f. Prinsip Perlindungan Nasabah 5 – Perlakuan Keadilan dan

Menghormati Nasabah

1) Kode etik menyatakan nilai-nilai perusahaan dan di posting di

website perusahaan.

2) Kewajiban dan hak-hak karyawan yang dirinci dalam Buku

Peraturan Staf, disetujui oleh Kementerian Tenaga Kerja. Ini

termasuk daftar perilaku yang dilarang seseuai dengan

pedoman Kampanye Cerdas.

g. Prinsip-prinsip perlindungan nasabah Kampanye Cerdas termasuk

dalam Buku Peraturan Staf dan pelatihan tentang prinsip-prinsip

perlindungan nasabah diberikan kepada semua staf operasional.


72

1) Kasus-kasus kegagalan individu diidentifikasi selama pertemuan

mingguan dan solusi yang disesuaikan dibahas dengan nasabah

berdasarkan situasi mereka.

2) Ini membantu untuk mengurangi risiko tekanan yang berlebihan

dari kelompok.

3) Anggota kelompok dilatih untuk menangani koleksi dari

kegagalan anggota-anggota kelompok sebaya.

4) Perilaku petugas pinjaman terhadap nasabah diperhitungkan

dalam evaluasi kinerja tahunan mereka.

5) MBK telah memilih untuk menghargai karyawan melalui

promosi internal daripada insentif keuangan terkait dengan target

produktivitas, yang meringankan risiko penjualan dan koleksi

yang agresif.

6) Kesalahan perilaku diperiksa selama kunjungan mendadak yang

dilakukan oleh Office Manager Lapangan, Supervisor Area,

Asisten Manager Rgional dan Auditor Internal.

h. Prinsip Perlindungan Nasabah 6 – Kerahasiaan Data Nasabah

1) Buku Peraturan Staf menyebutkan bahwa karyawan tidak dapat

memberikan data nasabah (data pribadi – data pada modal kerja

– dll) untuk orang yang tidak berwenang dalam perusahaan

maupun diluar perusahaan.


73

2) Ketika data nasabah digunakan untuk tujuan perusahaan,

karyawan harus menjelaskan kepada nasabah alasan dan tujuan

dan permintaan ijin tertulis dari nasabah.

3) Klausul privasi disertakan dalam formulir applikasi yang

ditandatangani oleh nasabah.

4) Keamanan data elektronik dipastikan. Back-up dilakukan setiap

hari melalui 3 server eksternal. Staf dan nasabah dilatih secara

tepat pada privasi data nasabah.

i. Prinsip Perlindungan nasabah 7 – Mekanisme Penyelesaian Keluhan

1) Metodology Grameen didesentralisasi di tingkat kantor lapangan,

memungkinan Office Manager Lapangan untuk menangani dan

menyelesaikan sebagian besar keluhan setempat. Keluhan-

keluhan yang diterima selama pertemuan mingguan diselesaikan

sebelum pertemuan berikutnya jika mereka tidak bisa segera

mengatasi selama pertemuan.

2) Teks pesan / SMS keluhan dicatat secara sistimatis, seperti data

pada resolusi mereka. Kemudian ditabulasi dan dianalisa sebulan

sekali. Temuan-temuan disampaikan bulanan kepada Direktur

Utama dan Ketua, Komite Audit dan Risiko, Dewan Komisaris.

3) Pencatatan teks/SMS keluhan menunjukkan bahwa semuanya itu

diselesaikan dalam waktu kurang dari 7 hari.


74

C. Kerangka Berfikir dan Skema Penelitian

Penyaluran modal ialah orang atau lembaga yang memiliki harta

lebih secara finansial dan mau menjadikan hartanya sebagai alat pinjaman

bagi masyarakat secara luas yang membutuhkan (modal) untuk

mengembangkan usaha mereka yang berifat pribadi atau kelembagaan.

Dengan adanya kegiatan penyaluran modal, dapat membantu

perekonomian masyarakat Kp. Babakan Pameungpeuk RT 011 RW 004

Desa Wanasari.

Islam sangat menganjurkan dalam tolong menolong apalagi dalam

hal saling membantu berbagi keuntungan satu sama lain contohnya

seperti membantu seseorang yang sedang membutuhkan dana, dan pada

kondisi yang sama kita memiliki kemampuan untuk membantu maka kita

wajib membantunya sesuai dengan kemampuan yang ada.

Pada saat ini, peneliti melihat banyak masyarakat yang masih

meminjam dana untuk modal mengembangkan usaha maupun untuk

memenuhi kebuthan ekonomi sehari-harinya dengan jalan meminjam

melalui rentenir (bank keliling), padahal sudah banyak lembaga-lembaga

keuangan baik syariah atau konvensional.

Padahal kita mengetahui bahwa rentenir adalah orang yang melipat

gandakan uang dengan cara membungakannya. Lebih jelasnya peneliti

membuat skematis kerangka berpikir sebagai berikut:


75

Gambar 2.1 Skema Krangka Berpikir


76

D. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian ini merujuk pada beberapa penelitian yang telah dilakukan

sebelumnya dengan tujuan untuk memberikan gambaran terhadap

fenomena social yang menjadi fokus penelitian. Ada dua penelitian

sejenis yang akan penulis rujuk sebagai referensi dan masukan penulis

atas penelitian ini. Penelitian pertama yang akan menjadi rujukan adalah

skripsi yang berjudul “PENERAPAN AKAD PINJAMAN PT. MITRA

BISNIS KELUARGA DALAM PERSEPEKTIF EKONOMI ISLAM:

Studi kasus pada masyarakat Kp. Bababkan Paeunpeuk RT 011 RW 004

Desa Wanasari yang ditulis oleh Eva Rahmawati tahun 2020. Dalam

skripsi ini menggunakan konsep utama yaitu lembaga kredit mikro yaitu

rentenir. Kemudian diperkuat dengan teori. Pilihan Rasional dalam

melihat hubungan yang terjadi antara masyarakat dengan rentenir. Dalam

hasil penelitian ini juga dijelaskan bahwa masyarakat Kp. Bababkan

Paeunpeuk RT 011 RW 004 Desa Wanasari lebih memilih rentenir

sebagai pinjaman kredit mikro.

Dengan kemudahan dan prosesnya yang cepat dalam meminjam,

kredit rentenir ini menjadi pilihan dari banyak masyarakat Kp. Bababkan

Paeunpeuk RT 011 RW 004 Desa Wanasari. Serta minimnya akses bagi

masyarakat untuk meminjam ke lembaga keuangan lainnya juga menjadi

factor pendorong banyaknya rentenir yang terlibat dengan masyarakat

secara langsung.Fenomena utang piutang ini menunjukan bahwa prilaku

utang piutang kepada rentenir ini sudah berlangsung sejak lama. Latar
77

belakang dari utang piutang ini adalah untuk memenuhi kebutuhan pokok

masyarakat Kp. Bababkan Paeunpeuk RT 011 RW 004 Desa Wanasari

seperti untuk modal usaha. Dimana mereka membutuhkan bantuan

keuangan dikarenakan keadaan ekonomi dari masyarakat Kp. Bababkan

Paeunpeuk RT 011 RW 004 Desa Wanasari yang kurang terpenuhi.

Namun dalam kenyataan ada perubahan dalam penggunaaan uang

tersebut, seperti untuk membeli pakaian, tv dan barang-barang kebutuhan

lainnya. Maka terjadi yang namanya gali lubang tutup lubang karena

warga Kp. Bababkan Paeunpeuk RT 011 RW 004 Desa Wanasari

meminjam ke lebih satu bank keliling.


BAB III

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

A. Hasil Penelitan

1. Praktik Utang Piutang Kp. Babakan Pameungpeuk RT 011 RW 004

Desa Wanasari

Utang piutang yaitu memberikan sesuatu kepada orang lain yang

membutuhkan dana pinjaman, dan akan dikembalikan dengan wujud yang

sama sesuai waktu yang telah disepakati. Dalam memenuhi kebutuhan

sehari- hari penduduk Kp. Babakan Pameungpeuk RT 011 RW 004 Desa

Wanasari rata-rata bekerja sebagai buruh, petani dan pedagang.59

Seberapa kecilnya suatu usaha pasti membutuhkan modal. Modal

usaha dapat berasal dari modal sendiri maupun modal pinjaman. Modal

pinjaman dapat berasal dari pihak lain seperti lembaga keuangan maupun

pihak yang bersedia meminjamkan modal. Di Kp. Babakan Pameungpeuk

RT 011 RW 004 Desa Wanasari terdapat pihak yang bersedia

meminjamkan modal atau yang disebut sebagai bank keliling. Bank

Keliling tersebut tidak hanya bersedia meminjamkan modal kepada

masyarakat di Kp. Babakan Pameungpeuk RT 011 RW 004 Desa Wanasari

saja, melainkan juga bersedia meminjamkan modalnya kepada masyarakat

59
Mega Junia Sungkar, Karyawab Bank Keliling,Wawancara Mendalam, Wanayasa, 17
Septemberr 2020.
78
79

di luar desa tersebut. Selain dapat ditemui dirumah bank keliling tersebut,

masyarakat juga dapat menitipkan setorannya kepada peminjam lain.60

Perbedaan antara bank keliling dengan lembaga keuangan syariah yaitu

dalam keuntungan yang didapatkan oleh bank keliling berasal dari bunga

yang ditetapkan sama besar untuk jumlah peminjaman yang berbeda-beda,

sedangkan di lembaga keuangan syariah keuntungan didasarkan pada

sistem bagi hasil . Namun masyarakat Kp. Babakan Pameungpeuk RT 011

RW 004 Desa Wanasari lebih tertarik meminjam kepada pihak bank

keliling dibandingkan kepada lembaga keuangan syariah. Hal tersebu

dilatar belakangi karena sistem yang digunakan pihak bank keliling lebih

mudah, cukup menyerahkan foto copy identitas diri berupa KTP dan KK,

tidak ada jaminan, bisa meminjam berulang kali dan pinjaman langsung

cair.61

Fenomena meminjam pada bank keliling di Kp. Babakan Pameungpeuk

RT 011 RW 004 Desa Wanasari sudah lazim dilakukan. Para ibu-ibu di

sana melakukannya karena terdesak kebutuhan membayar uang SPP anak-

anak, membeli kebutuhan sekolah dan sebagian lagi karena terdesak untuk

memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.62

Banyaknya masyarakat yang membutuhkan jasa hutang piutang dengan

sistem yang mudah, menyebabkan sebagaian masyarakat lainnya beralih

pekerjaan menjadi seorang kreditur dengan tujuan akan mendapatkan

60
Yoyoh, Nasabah Bank Keliling, Wawancara Mendalam, Wanayasa, 01 Oktober 2020.
61
Mega Junia Sungkar, Karyawan Bank Keliling, Wawancara Mendalam, Wanayasa, 17
September 2020.
62
Mimi, Ibu Ela, Ibu Titin, Ibu Yoyoh, Nasabah Bank Keliling, Wawancara Mendalam,
Wanayasa, 01 Oktober 2020.
80

keuntungan yang lebih besar dari perkerjaan sebelumnya. Upah bekerja

sebagai buruh tidak besar bahkan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari

pun kurang. Dilatar belakangi hal tersebut, maka salah satu masyarakat

yang menjadi kreditur berupaya untuk mencukupi kebutuhannya tersebut

dengan cara membuka warung dan jasa kredit, adapun barang yang

dikreditkan adalah berupa tas, baju, peralatan rumah tangga dan barang-

barang lainnya.63

Tidak mengherankan jika masyarakat Kp. Babakan Pameungpeuk RT

011 RW 004 Desa Wanasari lebih memilih meminjam kepada bank keliling

daripada bank syariah, bahkan lebih dari satu bank keliling sehingga

menjadi problem tersendiri bagi sebagian ibu-ibu di sana. Problem itu

adalah jumlah hutang menjadi semakin tidak terbayar karena adanya bunga

yang berbunga. Bagaimana tidak, seseorang bisa meminjam atau berhutang

kepada lebih dari satu bank keliling. Secara ekonomi jelas merugikan si

peminjam karena sebagian besar masyarakat meminjam bukan untuk tujuan

yang produktif seperti membuka usaha dan modal kerja akan tetapi lebih ke

hal-hal yang konsumtif dan berhutang ke bank keliling untuk membayar

hutang juga pada bank keliling yang lain.64

Tentu saja mereka meminjam bukan tanpa alasan. Seperti yang

dituturkan oleh salah seorang dari mereka yaitu ibu titin mengaku bahwa

dia melakukan hal itu karena nafkah yang diberikan suami tidak cukup

sementara kebutuhan anak-anak sudah mulai beragam. Di tempat yang lain,

63
Sopiah, Nasabah Bank Keliling, Wawancara Mendalam, Wanayasa, 01 Oktober 2020.
64
Ela, Nasabah Bank Keliling, Wawancara Mendalam, Wanayasa, 01 Oktober 2020.
81

ibu titin juga melakukan hal sama sehingga pinjamannya bertumpuk-

tumpuk, belum lagi membayar bunganya. Begitu seterusnya, membayar

hutang dengan hutang yang lain. Dari bank keliling si A pindah ke bank

keliling si B.65

Dituturkan oleh ibu titin bahwa pada awalnya dia mendapatkan modal

dari bank keliling tersebut untuk dijadikan modal usaha, ibu titin

mempunyai usaha jualan gorengan keliling kampung, usaha ini membawa

sukses diawal bisa membayar setorannya ke bank keliling akan tetapi

lambat laun bisnis ini mendapatkan mudarat karena tidak setiap hari

jualannya laris sedangkan dia tidak bekerja dan suaminya bekerja sebagai

peternak kambing orang lain. akhirnya ibu titin melakukan pinjaman uang

kepada tetangga, bank keliling dan menjual barang-barang rumah tangga

yang ada di rumahnya untuk membayar tagihan dari bank keliling.66

2. Penerapan akad qard pada bank keliling

Akad yaitu ikatan atau kesepakatan antara kedua belah pihak atau

lebih dalam hal tertentu untuk menghasilkan suatu komitmen bersama.

Seperti dalam akad pinjaman hutang piutang yang ada di Kp. Babakan

Pameungpeuk RT 011 RW 004 Desa Wanasari untuk memperkuat sebuah

komitmen atau akad dari pihak bank keliling kepada nasabah dengan

melakukan adanya persyaratan administrasi seperti menyerahkan foto copy

KTP, KK dan melakukan survei kepada tempat tinggal nasabah maka hasil

kesepakatan akad yang dilakukan dari kedua belah pihak tersebut

65
Titin, Nasabah Bank Keliling, Wawancara Mendalam, Wanayasa, 01 Oktober 2020.
66
Ibid..
82

menghasilkan sebuah peraturan dari pihak bank keliling agar nasabah

sanggup membayar setoran setiap minggunya.67

“Adapun aturan dari pihak bank keliling melakukan kesepakatan dari


semua jumlah nasabah yang ada di Kp. Babakan Pameungpeuk RT 011
RW 004 Desa Wanasari untuk dikelompokkan agar lebih mudah ketika
dalam pembayaran tagihan dan melakukan kesepakatan kepada semua
nasabah jika ada salah satu nasabah yang tidak mampu membayar tagihan
maka kelompok nasabah tersebut menanggung setoran nasabah yang tidak
mampu membayarnya.”68

Nominal pinjaman dilakukan secara bertahap mulai dari dua juta

rupiah sampai dengan sepuluh juta rupiah dengan tujuan untuk mengetahui

sejauh mana nasabah lancar dalam pembayaran-nya, dengan menetapkan

persentase bunga 20%. Salah satu nasabah sebut saja ibu ela melakukan

pinjaman uang sebesar Rp.2.000.000,- kepada pihak bank keliling dengan

tenor 48 minggu dan cicilan sebesar Rp.50.000,- akan tetapi Ketika

pembayaran terhambat maka kelompok nasabah harus merente.

Berdasarkan wawancara dengan beberapa nasabah (peminjam) yang

sudah beberapa kali meminjam uang kepada pihak bank keliling dapat

diketahui bahwa dari seluruh pihak kreditur tersebut mempunyai

mekanisme yang sama dalam meminjamkan uang yaitu:

a. Bank keliling menawarkan kepada nasabah.

b. Melakukan perjanjian terkait dengan besar pinjaman beserta bunganya

dan waktu jatuh tempo, misalnya:

67
Mega Junia Sungkar, Karyawan Bank Keliling, Wawancara Mendalam, Wanayasa, 17
September 2020
68
Nani, , Nasabah Bank Keliling, Wawancara Mendalam, Wanayasa, 22 Oktober 2020
83

TABEL. DAFAR PINJAMAN BANK KELILING

Jumlah Agsuran Per Jatuh Total


No Nama Bunga
Pinjaman Minggu Tempo Angsuran

1 Ela Rp. 2.000.000,- 20% Rp.50.000,- 48 Minggu Rp. 2.400.00,-

2 Yoyoh Rp.10.000.000,- 20% Rp.250.000,- 48 Minggu Rp. 12.000.000,-

Siti
3 Rp. 6.000.000,- 20% Rp.125.000,- 48 Minggu Rp. 7.200.000,-
Nursela

4 Sopiah Rp.7.000.0000,- 20% Rp.175.000,- 48 Minggu Rp. 8.400.000,-

5 Titin Rp. 7.000.000,- 20% Rp.175.000,- 48 Minggu Rp. 8.400.000,-

6 Mimi Rp. 5.000.000,- 20% Rp.125.000,- 48 Minggu Rp. 6.000.000,-

7 Rohanah Rp. 5.000.000,- 20% Rp.125.000,- 48 Minggu Rp. 6.000.000,-

8 Cicih Rp. 3.000.000,- 20% Rp.75.000,- 48 Minggu Rp. 3.600.000,-

9 Nani Rp. 3.000.000,- 20% Rp.75.000,- 48 Minggu Rp. 3.600.000,-

10 Ihat Rp. 8.000.000,- 20% Rp. 200.000,- 48 Minggu Rp. 9.600.000,-

c. Memberikan jaminan apabila meminjam dalam jumlah besar.

d. Mengembalikan pinjaman sesuai dengan jatuh tempo yang telah

disepakati

Mekanisme hutang piutang tersebut terdapat faktor eksternal yaitu

didalam transaksi prosesnya lebih cepat dan mudah, tidak dibatasi jumlah

pinjaman, hanya menggunakan perjanjian dilakukan secara lisan dengan


84

sistem kepercayaan, sehingga pihak nasabah tidak memerlukan dokumen

terkait identitas seperti halnya meminjam di lembaga keuangan.69

Mengingat sebagaian pihak nasabah meminjam uang karena dilatar

belakangi oleh faktor internal yaitu salah satunya kekurangan modal usaha

dan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang jumlahnya tidak begitu

besar, sehingga meminjam uang kepada pihak bank keliling lebih mudah

karena tidak memerlukan jaminan bagi pinjaman dalam jumlah kecil. 70

Mayoritas pihak nasabah merasa keberatan akan bunga yang telah

ditetapkan oleh pihak bank keliling. Hanya saja dikarenakan kebutuhan

yang mendesak, sehingga pihak nasabah tetap meminjam kepada bank

keliling. Meskipun harus memikirkan angsuran dan bunga setiap

minggunya, pihak nasabah tetap memilih meminjam kepada bank keliling.

Pihak nasabah berani meminjam uang dalam jumlah besar karena tidak

diperlukannya jaminan, sehingga apabila nasabah dapat membayar ketika

jatuh tempo. Namun ada pula nasabah yang tidak merasa keberatan akan

bunga yang telah ditetapkan oleh bank keliling, karena sistem

peminjamannya yang mudah dan cepat.71

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dipahami bahawa adanya

faktor internal yaitu hutang piutang memberikan kemudahan dalam

mendapatkan pinjaman modal usaha dan memenuhi kebutuhan yang

mendesak. Kemudian didalam faktor eksternal terdapat sistem yang

mudah dan cepat yaitu dengan perjanjian yang dapat dilakukan secara
69
Mimi, Nasabah Bank Keliling, Wawancara Mendalam, Wanayasa 1 Oktober 2020
70
Ela, Nasabah Bank Keliling, Wawancara Mendalam, Wanayasa, 1 Oktober 2020
71
Rohanah, Nasabah Bank Keliling, Wawancara Mendalam, Wanayasa, 1 Oktober 2020.
85

lisan dan bermodalkan kepercayaan serta dapat dilakukan dimana saja,

mengakibatkan masyarakat lebih tertarik meminjam kepada pihak bank

keliling dari pada lembaga keuangan.

3. Analisis Praktik Utang Piutang di Kp. Babakan Pameungpeuk RT 011

RW 004 Desa Wanasari Menurut Persepektif Ekonomi Islam

Pada dasarnya utang piutang menjadi bagian praktik ibadah muamalah

yang diatur sedemikian rupa dalam Islam. Utang piutang dilakukan seakan

sudah menjadi kebutuhan sehari-hari ditengah kehidupan pedagang dan

kalangan masyarakat untuk saling tolong menolong. Karena hal yang

wajar jika ada pihak yang kekurangan dan pihak yang berlebih dalam segi

harta. Kondisi seperti inilah yang terkadang yang dimanfaatkan oleh

orang-orang untuk memberikan pinjaman dengan syarat ada tambahannya.

Seperti praktek hutang piutang di Kp. Babakan Pameungpeuk RT 011 RW

004 Desa Wanasari.

Praktek hutang piutang yang terjadi di Kp. Babakan Pameungpeuk RT

011 RW 004 Desa Wanasari sudah memenuhi rukun utang piutang yaitu

adanya akad, maqud alaih (benda yang diutangkan), shighat (ijab dan

qabul). Namun praktek tersebut belum memenuhi syarat utang piutang

yaitu adanya tambahan yang disepakati sebagai keuntungan bagi pihak

muqridh.

Apabila mengamati firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 275

disebutkan bahwa :
86

“Artinya: Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila
Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.
orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya.(QS. Al- Baqarah [2]:275)”.72

Berdasarkan penjelasan di atas orang-orang yang bermuamalah

diperbolehkan melakukan jual beli dan tidak diperbolehkan mengambil

riba. Allah memperbolehkan jual beli karena dalam jual beli terdapat

manfaat bagi orang-orang, baik secara individu maupun masyarakat,

sedangkan dalam riba terdapat tambahan yang terkandung unsur

pemanfaatan kesempatan dalam kesempitan sehingga Allah

mengharamkan hal tersebut.

Utang piutang adalah aqad memberikan benda yang ada harganya atau

uang, dengan ketentuan orang yang berhutang mengembalikan dengan

harga yang sama. Adanya tambahan barang atau uang ketika dikembalikan

disebut sebagai bunga jika telah disyaratkan sebelumnya dan termasuk

riba. Akan tetapi, apabila orang yang berutang memberikan kelebihan atas

72
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahan, (Surabaya : CV. Pustaka Agung
Harapan, 2006), 58.
87

kemauan sendiri yang tidak dipersyaratkan sebelumnya sebagai ungkapan

rasa terimakasih, maka hal itu diperbolehkan.73

Tambahan merupakan keuntungan dari hasil transaksi pinjam

meminjam uang. Dalam hal ini babnk keliling menetapkan sendiri jumlah

tambahannya karena memang tidak adanya patokan dalam menetapkan

tambahan tersebut. Sehingga ada kreditur yang menetapkan tambahan

sebesar 10% dan 20%. Penetapan tambahan 20% bermaksud agar

keuntungan yang didapat lebih besar dan karena bank keliling ini mudah

disaat orang melakukan pinjaman, walaupun bunga yang ditetapkan lebih

besar dibandingkan yang 10% tetapi masih ada yang melakukan

peminjaman. Apabila ada seorang peminjam yang telat membayar maka

pihak nasabah tersebut tidak memberikan tambahan waktu, melainkan

dapat dibayar secara rapel. Sedangkan salah satu kreditur lainnya yang

biasanya meminjamkan uang dalam jumlah besar menetapkan bunga

sebesar 10%. Ketika pihak peminjam tidak dapat melunasi pinjaman

sampai dengan jatuh tempo maka pihak nasabah tersebut memberikan

teguran, bahkan bisa mengambil jaminan apabila pihak peminjam benar-

benar tidak mampu melunasi hutang tersebut. Ketika pihak debitur yang

susah dalam pembayaran pencicilan maupun pelunasan maka pada saat

akan melakukan hutang kembali tidak diperbolehkan.

73
A. Zainuddin dan Muhammad Jamhari, Al-Islam 2 Muamalah dan Akhlaq (Jakarta: CV
Pustaka Setia, 1998), 18.
88

Ada dua faktor yang menyebabkan masyarakat di Kp. Babakan

Pameungpeuk RT 011 RW 004 Desa Wanasari tetap menggunakan jasa

kreditur yaitu faktor internal dan eksternal.

a. faktor internalnya adalah sebagai berikut:

1) Kebutuhan yang mendesak, berkaitan dengan kebutuhan sehari-

hari seperti membayar angsuran motor, listrik, danlain-lain.

2) Keperluan modal usaha, mengingat masyarakat di Kp. Babakan

Pameungpeuk RT 011 RW 004 Desa Wanasari bekerja sebagai

petani sehingga membutuhkan modal untuk membeli bibit, pupuk

dan lainnya. Selain itu, masyarakat Kp. Babakan Pameungpeuk RT

011 RW 004 Desa Wanasari sebagai pedagang sehingga

membutuhkan modal untuk mengembangkanusahanya.

b. Faktor eksternal sebagai berikut:

1) Cara meminjam yang mudah. Masyarakat di Kp. Babakan

Pameungpeuk RT 011 RW 004 Desa Wanasari membutuhkan

pinjaman untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak sehingga

memerlukan pinjaman yang mudah dan cepat, maka mereka lebih

memilih meminjam dikreditur.

2) Besarnya pinjamana yang tidak dibatasi, menyebabkan masyarakat

tertarik untuk meminjam di kreditur karena besarnya tidak dibatasi

dan tidak adanya jaminan untuk peminjaman dalam jumlah kecil.

3) Akses yang mudah. Masyarakat dapat menemui kreditur kapan saja

dan tidak ada batasan waktu. perjanjian dapat dilakukan secara


89

langsung ditempat yang telah disepakati (tidak ada kantor kusus

seperti LKS yang juga memiliki batasan waktukerja).

4) Bisa menunda tempo pembayaran dengan mudah asalkan pihak

debitur melunasi dalam waktu dekat.

5) Rentenir tidak berbadan hukum maka praktik hutang piutang yang

dilakukan oleh rentenir lebih cepat menjamur dikalangan

masyarakat sehingga masyarakat lebih mudah menemui jasa

hutang piutang oleh renternir daripada LKS.

Sebagaimana yang terjadi di Kp. Babakan Pameungpeuk RT 011 RW

004 Desa Wanasari praktik utang piutang yang mereka lakukan didasarkan

dengan faktor-faktor yang salah satunya adalah kebutuhan yang mendesak,

sedangkan praktik hutang piutang yang terjadi adalah pinjaman dengan

adanya tambahan, seharusanya transaksi tersebut untuk tolong-menolong

sesama yang berada dalam kesusahan dengan memberi manfaat kepada

yang membutuhkan untuk mengatasi kesulitan yang sedang dialami. Akan

tetapi dalam praktiknya dengan adanya tambahan tersebut, pihak

peminjam justru diberatkan karena harus memikirkan pelusanan hutang

beserta tambahan yang telah dibebankan sesuai dengan kesepakatan.

Jika dikaitkan dengan prinsip ekonomi Islam maka praktik tersebut

tidak sesuai dengan empat prinsip ekonomi Islam yaitu tauhid,

keseimbangan, kehendak bebas, dan tolong menolong. Adapun ketidak

sesuaian tersebut adalah sebagai berikut:


90

a) Seorang muslim harus mentaati aturan Allah SWT baik dalam dunia

kerja, muamalah, atau aspek apapun dalam kehidupannya. Pada praktik

hutang piutang di Kp. Babakan Pameungpeuk RT 011 RW 004 Desa

Wanasari belum sesuai dengan prinsip tauhid karena didalam Islam

sudah dijelaskan mengenai hukum hutang piutang dimana didalamnya

Allah SWT mengharamkan memberikan tambahan (bunga). Tetapi

pada kenyataannya masih dilaksanakan transaksi hutang piutang ini.

b) Prinsip keseimbangan dalam ekonomi Islam bertujuan untuk

memberikan keadilan kepada kedua belah pihak yang melakukan

perjanjian. Sedangkan dalam praktik hutang piutang yang terjadi di

Kp. Babakan Pameungpeuk RT 011 RW 004 Desa Wanasari terdapat

ketidak seimbangan karena akad yang dilakukan tidak mengandung

unsur keadilan. Pihak bank keliling memberikan tambahan sesuai

dengan yang telah ia tetapkan sendiri yaitu dengan persentase bunga

yang sama besarnya pada semua pinjaman. Maka dalam hal ini semua

nasabah akan mendapatkan presentrase bunga yang sama meskipun

jumlah pinjamannya berbeda. Tambahan (bunga) yang disama-ratakan

akan terasa berat bagi pihak yang meminjam uang dengan jumlah

kecil. Ketidak adialan dalam transaksi ini merugikan salah satu pihak

yaitu pihak nasabah yang dirugikan tetapi pada sisi lainnya mereka

diberikan pinjaman akan tetapi memberatkan pada uang tambahannya.

Pada pihak bank keliling menguntungkan dengan adanya uang


91

tambahan tersebut. Oleh karenaitu, praktik hutang piutang tersebut

belum sesuai dengan prinsip keseimbangan (keadilan).

c) Didalam ekonomi Islam dijelaskan mengenai kehendak bebas yaitu

manusia diberi kebebasan untuk memilih jalan yang berbentang pada

kebaikan maupun keburukan. Dalam pratek hutang piutang di Kp.

Babakan Pameungpeuk RT 011 RW 004 Desa Wanasari ini mayoritas

dilatarbelakangi oleh kebutuhan yang mendesak sehingga memerlukan

pinjaman yang sistemnya cepat dan mudah. Pihak bank keliling

menggunakan peluang tersebut untuk mencari keuntungan yaitu

memberikan pinjaman dengan adanya tambahan. Sebenarnya

masyarakat merasa keberatan akan adanya tambahan tersebut, namun

meraka memilih menggunakan jasa hutang piutang tersebut karena

sistemnya lebih mudah dibandingkan dengan lembaga keuangan,

sehingga masyarakat tidak memiliki pilihan lain dalam memperoleh

pinjaman dengan sistem yang cepat dan mudah. Kemudian pihak bank

keliling sebenarnya memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan

yang sesuai dengan syariat Islam atau memilih pekerjaan yang

diharamkan oleh agama Islam. Namun karena kebutuhan yang belum

tercukupi dengan bekerja sebagai buruh, petani, pedagang dan lainnya

serta adanya peluang menyebabkan mereka memilih membuka jasa

hutang piutang dengan tambahan. Padahal sebenarnya mereka sudah

mengetahui bahwa praktek hutang piutang dengan tambahan tidak

dibenarkan dalam Islam.


92

d) Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan bantuan orang lain

dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Bantuan tersebut didasarkan

dengan prinsip tolong menolong. Namun praktek hutang piutang di

Kp. Babakan Pameungpeuk RT 011 RW 004 Desa Wanasari terdapat

syarat berupa tambahan. Padahal menurut pihak bank keliling hutang

piutang tersebut bertujuan untuk menolong pihak yang membutuhkan

bantuan modal usaha atau kebutuhan lainnya. Seharusnya dalam

praktek tolong menolong tidak diperbolehkan mengambil keuntungan

karena dapat memberatkan salah satu pihak.

4. Akad Pinajaman Menurut Para Tokoh Ekonom Islam

a. Pemikiran Ibnu Taimiyah

Meneurut Ibnu Taimiyah mengenai hutang yaitu di dalam hutang

piutang dilarang mempersyaratkan pengembalian (pembayaran hutang)

yang lebih banyak daripada nilai hutang itu sendiri. Dalam hal ini Ibnu

taimiyah sangat melarang keras adanya kelebihan dari pokok yang

dihutangkan karena hal yang demikian itu tentu memunculkan adanya

riba yang bisa terjadi dari kegiatan hutang piutang tersebut. Menurut

Ibnu Taimiyah, penggunaan hak milik itu dimungkinkan sejauh tidak

bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Ibnu Taimiyah juga

membolehkan hutang-piutang yang tujuannya untuk kemaslahatan si

pemberi hutang. Sedangkan pinjam meminjam yang terjadi di Kp.

Babakan Pameungpeuk RT 011 RW 004 Desa Wanasari dari pihak PT.

MBK menentukan sendiri seberapa besar jumlah keuntungan yang ia


93

dapat, biasanya diambil rata-rata 10-20% dari pinjaman pokok. Hal

tersebut sudah jelas tidak diperbolehkan dalam Islam karena

menentukan sendiri keuntungannya, harusnya keuntungan itu diberikan

oleh si peminjam atas dasar sukarela dan memang ingin memberikan

lebih dari pinjaman pokok.

b. Pemikiran Muhammad Sharif Chaudry

Meneurut Muhammad Sharif Chaudry mengenai hutang yaitu

menyebutkan Islam hanya mengenal adanya qardh hasanah (hutang

kebajikan) saja. dibolehkan bagi kreditur untuk minta jaminan dalam

bentuk aset ataupun harta dari debitur sebagai jaminan pelunasan

hutang itu. Chaudry juga mewajibkan hutang harus dibuat tertulis

dengan dua saksi. Dia juga memberikan perincian tentang kewajiban

seorang debitur dan kreditur. Bahkan Chaudry menjelaskan jika

seandainya seseorang terbunuh di jalan Allah berkali-kali tetapi

meninggal sebelum membayar hutangnya, maka dia tidak akan

memasuki surga hingga hutangnya terbayarkan. Oleh karena itu, debitur

wajib membersihkan diri dari hutang sebelum kematian menjemputnya.

Jika tidak, maka ahli warisnya yang harus melakukan hal itu. Menurut

Ibnu Taimiyah As-Saftajjah untuk menjaga keamanan uang dari hal-hal

yang tidak diinginkan selama perjalanan. Namun Muhammad Sharif

Chaudry mengatakan bahwa tidak dibenarkan ada hutang jika tidak ada

kebutuhan yang mendesak dan kreditur hendaknya memberikan hutang

kepada pihak yang memerlukan. Pemikiran Muhammad Sharif Chaudry


94

tentang hutang lebih rinci bila dibandingkan dengan pemikiran Ibnu

Taimiyah.

B. Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif lapangan, yaitu

mendeskripsikan data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan

bukan angka. Data yang berasal dari naskah, wawancara, catatan lapangan,

dokuman, dan sebagainya, kemudian dideskripsikan suatu peristiwa,

kejadian, dan masalah actual dalam penerapan akad qard bank keliling dalam

persepektif ekonomi islam sehingga dapat memberikan kejelasan fakta yang

Nampak sebagaimanan semestinya.74

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, dengan lebih banyak bersifat

uraian dari hasil wawancara dan studi dokumentasi. Data yang telah

diperoleh akan dianalisis secara kualitatif serta diuraikan dalam bentuk

deskriptif. Analisis data adalah “proses mengatur urutan data,

mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan uraian dasar”.

Definisi tersebut memberikan gambaran tentang betapa pentingnya

kedudukan analisis data dilihat dari segi tujuan penelitian. Prinsip pokok

penelitian kualitatif adalah menemukan teori dari data.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan langkah-langkah yaitu sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data

74
Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), 66.
95

Pengumpulan data merupakan bagian integral dari kegiatan analisis

data. Kegiatan pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan

menggunakan wawancara dan studi dokumentasi.

2. Reduksi Data

Reduksi data, diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan

perhatian pada penyederhanaan dan transformasi data kasar yang

muncul dari catatan- catatan tertulis di lapangan. Reduksi dilakukan

sejak pengumpulan data dimulai dengan membuat ringkasan, mengkode,

menelusur tema, membuat gugus-gugus, menulis memo dan sebagainya

dengan maksud menyisihkan data/informasi yang tidak relevan.

3. Display Data

Display data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun

yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan. Penyajian data kualitatif disajikan dalam bentuk

teks naratif. Penyajiannya juga dapat berbentuk matrik, diagram, tabel

dan bagan.

4. Verifikasi dan Penegasan Kesimpulan

Merupakan kegiatan akhir dari analisis data. Penarikan kesimpulan

berupa kegiatan interpretasi, yaitu menemukan makna data yang telah

disajikan.

Antara display data dan penarikan kesimpulan terdapat aktivitas

analisis data yang ada. Dalam pengertian ini analisis data kualitatif

merupakan upaya berlanjut, berulang dan terus-menerus. Masalah reduksi


96

data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi menjadi

gambaran keberhasilan secara berurutan sebagai rangkaian kegiatan

analisis yang terkait.

Selanjutnya data yang telah dianalisis, dijelaskan dan dimaknai dalam

bentuk kata-kata untuk mendiskripsikan fakta yang ada di lapangan,

pemaknaan atau untuk menjawab pertanyaan penelitian yang kemudian

diambil intisarinya saja. Berdasarkan keterangan di atas, maka setiap tahap

dalam proses tersebut dilakukan untuk mendapatkan keabsahan data

dengan menelaah seluruh data yang ada dari berbagai sumber yang telah

didapat dari lapangan dan dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto

dan sebagainya melalui metode wawancara yang didukung dengan studi

dokumentasi.
BAB IV

PENUTU

A. KESIMPULAN

1. Berdasarkan hasil penelitian ada beberapa faktor yang mendorong

masyarakat Kp. Babakan Pameungpeuk RT 011 RW 004 Desa

Wanasari memilih berhutang kepada Bank Keliling dari pada

meminjam ke bank resmi karena dipengaruhi dengan bebeerapa faktor

diantaranya:

a. Keadaan atau kebutuhan ekonomi yang mendesak, dalam kondisi

kebutuhan ekonomi yang mendesak masyarakat memerlukan

pinjaman uang yang mudah dan cepat, pada kondisi ini Bank

Keliling hadir sebagai solusi dari permasalahan yang dialami oleh

masyarakat.

b. Penagihan cicilan atau kredit yang langsung ditagih oleh pihak

Bank Keliling ke rumh- rumah peminjamnya secara langsung,

Sementara itu, Bank Keliling akan mengurungkan penagihannya

bahkan akan menawarkan pinjaman baru manakala ia melihat

peminjam tengah menghadapi kekurangan uang atau sedang

membutuhkan suatu barang, dengan demikian, para peminjam

merasa selalu dipercaya oleh Bank Keliling dan enggan untuk

berhenti melakukan peminjaman kepada pihak Bank Keliling

c. Selain itu masyarakat dan Bank Keliling yang beroperasi Kp.

Babakan Pameungpeuk RT 011 RW 004 Desa Wanasari memiliki

97
98

hubungan sosial yang tercipta dengan baik sehingga hubungan ini

cendrung menghasilakan interaksi transaksi pinjaman uang yang

terus menerus.

2. Praktek Qard yang terjadi di Kp. Babakan Pameungpeuk RT 011 RW

004 Desa Wanasari sudah memenuhi rukun utang piutang yaitu adanya

akad, maqud alaih (benda yang diutangkan), shighat (ijab dan qabul).

Namun praktek tersebut belum memenuhi syarat utang piutang yaitu

adanya tambahan bunga yang disepakati sebagai keuntungan bagi

pihak muqridh.

B. SARAN

Berdasarkan kesimpulan-kesimpula yang telah diuraikan diatas,

maka dalam menyikapi fenomena praktik Bank Keliling di Kp. Babakan

Pameungpeuk RT 011 RW 004 Desa Wanasari dalam hal ini peneliti

memberikan saran yang dapat diambil :

1. Masyarakat muslim harus lebih mengetahui hukum dalam melakukan

transaksi rentenir karena agama islam sangat jelas melarang

pemeluknya melakukan transaksi Bank Keliling baik pelaku bisnis

Bank Keliling maupun nasabah yang melakukan pinjaman jasa Bank

Keliling

2. Masyarakat harus lebih menyadari seberapa besar dampak negatif

yang di sebabkan ketika masyarakat menggunakan jasa rentenir,

meskipun Bank Keliling memberikan kemudahan pinjaman akan

tetapi suku bunga yang tinggi yang Bank Keliling berikan akan
99

menyebabkan kesakitan ekonomi kepada pihak peminjam.

3. Dalam kondisi saat ini terdapat banyak lembaga pinjaman formal

seperti Bank Pinjaman Rakyat, Koperasi maupun jasa Perbankan

yang ada dalam hal ini penulis menyarankan kepada lembaga jasa

peminjaman formal untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat

tentang jika melakukan peminjaman uang sebaiknya menggunakan

memilih lembaga pinjaman formal, sebaiknya pihak lembaga

pinjaman formal melakukan pendekatan kepada masyarakat, agar

masyarakat lebih memimilih lembaga pinjaman formal.


DAFTAR PUSTAKA

Sugiyono, 2013. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung : CV. Alfabeta

Abdur Rahman al-Jaziri, 1998.al-Fiqh ala al Madzahib al-Arba’ah, Birut: Dar al

Fikr

Adiwarman Karim, 2001. Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer. Jakarta:

Gema Insani Press

Ahmad Mujahidin, 2010. Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah

di Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia

Al-Shan’ani, Subul al-Salam Jilid 3 terj. Abu Bakar Muhammad (Surabaya: al-

Ikhlas, 1995)

Al-Shan’ani, 1995. Subul al-Salam Jilid III ,terj.Abu Bakar Muhammad.Surabaya:

Al- Ikhlas

Arifin. Imron, 1996.Penelitian Kualitatif Dalam Ilmu-ilmu Sosial

dan Keagamaan, Malang: Kalimasahada Press

Ficary. Daud Abdullah, 2012.Buku Pintar Keuangan Syariah. Jakarta: Zaman,

Ghufron A.Mas’adi, 2002. Fiqh Muamalah Kontekstual.Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada

A. Ghufron Mas’adi, 2002. Fiqh Muamalah Kontekstual.Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada

J Mervin Lewis dan M. Latifah Algaoud, 2001. Perbankan Syariah Prinsip,

Praktik dan Prospek.Jakarta: Serambi

Lexy J. Moleong, 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rodakarya,tt. Muhammad, 2004. Manajemen Dana Bank Syariah. Yogyakarta:


Ekonisia

Naja. Daeng, 2011. Akad Bank Syariah . Yogyakarta: Pustaka Yustisia

Nawawi. Ismail, 2013. Isu-isu Ekonomi Islam; Kompilasi Pemikiran dan Teori

Menuju Praktik di Tengah Arus Ekonomi Global Buku 1 Nalar Filsasat.Jakarta:

VIV Press

Neong Muhajir, 1996.Metode Penelitian Kualitatif.Yogyakarta: Kode Serasih,

Nur hayati. Sri, 2011. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat

Rahmat. Syafei, 1982.Fiqh Muamalah.Bandung: CV. Pustaka Setia

Soetandyo Wigjosoebroto, 2002. Hukum: Paradigma Metode dan Dinamika

Masalahnya. Jakarta: Elsam dan Huma

Sudarwan Danim, 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif.Bandung: Pustaka Setia

Swastha. Basu dan Sukotjo, 1988.Ibnu, Pengantar Bisnis Modern; Pengantar

Ekonomi Perusahaan Modern.Yogyakarta: Liberty

Syarifuddin. Amir, 2013.Garis-garis Besar Fiqh. Jakrta: Kencana

Tim Penyusun, 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke Tiga. Jakarta: Balai

Pustaka,

Wahbah Zuhaily, 1998. al-Fiqh al-Islam wa Adillatuh.Birut: Dar al Fikr

Warsito. Herman, 1993. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: Gramedia

Utama

Anda mungkin juga menyukai