Anda di halaman 1dari 6

PENGARUH MEDAN MAGNET BUMI TERHADAP SEL DARAH

MERAH (ERITOSIT) PADA TIKUS PUTIH


INDUKSI MAGNETIK
Dosen Pengampu : Riezky Maya Probosari, M.Si.

Oleh :
Nama : Annisa Nurul Hasanah
NIM : K4516005
Prodi/Kelas : Pendidikan IPA/B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2019
A. TOPIK
Pegaruh medan magnet bumi terhadap sel darah merah (eritosit) pada tikus
putih.
B. TUJUAN
Uuntuk menganalisis pengaruh medan megnet bumi terhadap sel darah merah
(eritosit) pada tikus putih.
C. PEMBAHASAN
Medan Magnet Bumi
Magnet adalah kemampuan dari suatu benda untuk menarik benda lain
disekitarnya (Maiyena dan Lizelwati., 2013:148). Berdasarkan kemagetannya,
suatu benda dapat digolongkan menjadi 2, yaitu benda magnetik (merupakan
benda yang dapat menarik magnet dengan kuat) dan benda non magnetik
(meliputi benda paramagnetik, diamagnetik, magnet keras, magnet lunak, dan
benda magnet).
Medan magnet dinyatakan sebagai daerah disekitar penghantar yang
dapat menghantarkan arus (Trisnawati, 2016:3). Medan magnet berbentuk
lingkaran dan berlapis-lapis, setiap lapis memiliki kekuatan yang berbeda-beda
dimana lapisan paling dalam merupakan lapisan terkuat dan merupakan sumber
medan magnet. Bumi mengeluarkan medan magnet. Medan magnet ini sangat
bermanfaat bagi kehidupan yang ada di bumi. Ketika seorang astronot berada
di luar angkasa dimana tidak ada gaya magnet, mereka akan mengalami
Magnetik Field Deficiency Syndrome/MFDS ( Maiyena, 2013:147). Bukti
bahwa bumi memiliki medan magnet yaitu ditandai dengan mengarahnya
jarum kompas ke utara. Besarnya kuat medan magnet bumi yaitu 40 – 70 µT.
Medan magnet dapat menembus tubuh dan sel tunggal dengan sempurna.
Sehingga komponen medan magnet dalam mempengaruhi tubuh atau sel
biologi itu sendiri.
Sel Darah Merah (Eritosit)
Tubuh mahluk hidup sebagian besar terususn atas darah. Darah berfungsi
sebagai sarana tranportasi, keeimbangan cairan tubuh, pengatur suhu, dan lain
sebagianya. Didalam darah mengandung plasma dan sel darah. Sel darah merah
atau eritosit merupakan sel darah yang memiliki jumlah terbanyak pada tubuh
manusia (Mahmood dalam Mandyartha, dkk. 2015: 51). Pada keadaan normal
sel darah merah berbentuk bikonkaf, tidak memiliki inti dan mengandung
hemoglobin yang berfungsi sebagai pembawa oksigen (Setiawan, A., dkk.
2014: 1). Sel darah merah tersusun atas membran dan sitoplasma tanpa inti sel.
Ketika ertitosit tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen
bagi jaringan tubuh dapat terjadi kelainan. Anemia merupakan salah satu jenis
penyakit dimana terjadi penurunan jumlah eritosit.

Gambar 1. Sel Darah Merah (Eritosit)


Sel darah merah mengandung unsur besi (Fe) tepatnya pada hemoglobin,
dimana ion Fe ini dapat ditarik oleh magnet karena arah spin pada kulit
atomnya searah. Sifat magnet ini dapat diperbesar ketika atomnya dapat
menyusun diri sehingga elemen magnetnya searah.
Tikus Putih
Tikus putih tergolong dalam ordo rodentia yang merupakan ordo terbesar
bagi kelas mamalia (Trisnawati, 2016:11). Tikus putih termasuk famili
mauridae. Klasifikasi tikus putih yaitu sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Subfamili : Murinae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus Norvegicus
Galur/Starin : Sprague Dawley

Gambar 2. Tikus Putih


Tikus putih merupakan hewan mamalia yang memiliki tubuh dan ekor
panjang, serta kepala yang lebih kecil. Tikus putih memiliki mata berwarna
merah, telinga pendek dan tebal serta memiliki bulu yang halus. Bobot tikus
putih sekitar 200-240 gram. Tikus putih biasanya hidup di daerah yang lembab,
hutan, sawah, dan daerah pantai.
Pengaruh Medan Megnet Bumi terhadap Sel Darah Merah (Eritosit) pada
Tikus Putih
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah sel darah pada tikus
putih, salah satunya yaitu faktor fisiologis. Faktor biologi dapat berasal dari
dalam dan luar. Perubahan fisiologis dari dalam meliputi berat badan,
pertambahan umur, tingkat kesetresan, kesehatan, status gizi, suhu tubuh, dan
proses prosuksi darah. Sedangkan perubahan fisiologi dari luar meliputi
perubahan suhu lingkungan, infeksi penyakit, infeksi kuman, dan sebagainya
(Manurung dalam Trisnawati, 2016:18).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Kusuma, dkk. tahun
2014 mengenai hubungan antara jumlah eritosit dengan medan magnet bumi
pada tikus putih yang dilakukan menggunakan alat geometri selenoida dengan
jumlah lilitan yang berbeda sekitar 500 lilitan dan 700 lilitan menunjukan
variasi yang berbeda-beda tiap kelompok. Terdapat 7 kelompok dengan berat
tikus sekitar 150-175 gram yang dilakukan pemaparan medan magnet selama 6
jam per hari selama 3 hari. Hasilnya menunjukan bahwa terjadi kenaikan
jumlah sel darah merah (eritosit) pada tikus putih. Namun, dari kelompok
tersebut ada yang mengalami kenaikan jumalah eritosit dan mengalami
penurunan jumlah eritosit. Penurunan tersebut berkaitan dengan komponen
penyusun darah yang bersifat ferromagnetik yaitu zat besi (Fe). Zat besi ini
tergolong dalam materi non linier dengan faktor demagnetisasi. Faktor
demagnetisasi maerupakan faktor yang dapat memperlambat proses
pembentukan ion besi (Fe).
D. KESIMPULAN
Medan magnet dinyatakan sebagai daerah disekitar penghantar yang
dapat menghantarkan arus. Medan magnet bumi terbentuk secara alami dimana
medan magnet tersebut sangat bermanfaat bagi kehidupan mahluk hidup. Sel
darah merah mengandung unsur besi (Fe) tepatnya pada hemoglobin, dimana
ion Fe ini dapat ditarik oleh magnet karena arah spin pada kulit atomnya
searah.
Medan magnet bumi berpengeruh terhadap jumlah eritosit di dalam tikus
putih. Medan magnet ini dapat meningkatkan dan menurunkan kadar eritosit.
Penurunan tersebut berkaitan dengan komponen penyusun darah yang bersifat
ferromagnetik yaitu zat besi (Fe). Zat besi ini tergolong dalam materi non linier
dengan faktor demagnetisasi. Faktor demagnetisasi maerupakan faktor yang
dapat memperlambat proses pembentukan ion besi (Fe).
E. DAFTAR RUJUKAN
Kusuma, A. A., Trisnawati, N., dan Artawan, I.N. 2014. Studi Pengaruh Medan
Magnet Terhadap Jumlah Sel Darah Merah (Eritrosit) Pada Tikus Putih
(Rattusnprvegicus). Jurnal Buletin Fisika, 15 (1), 9-15. Diakses pada 26
Mei 2019, dari
https://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinfisika/article/view/30812.
Mandyartha, E.P., Kurniawan, M., dan Perdana, R.S. 2015. Identifikasi Sel
Darah Merah Bertumpuk Menggunakan Pohon Keputusan Fuzzy
Berbasis Gini Index. Diakses pada 26 Mei 2019, dari
https://media.neliti.com/media/publications/76065-ID-identifikasi-sel-
darah-merah-bertumpuk-m.pdf.
Maiyena, S. Dan Lizelwati, N. 2013. Kajian Analisis Magnet dalam Tubuh
Manusia. Jurnal Sainstek, 5 (2), 147-152, diakses pada 26 Mei 2019, dari
https://media.neliti.com/media/publications/129550-ID-kajian-analisis-
magnet-dalam-tubuh-manus.pdf.
Setiawan, A., Suryani, E., dan Wiharto. 2014. Segmentasi Citra Sel Darah
Merah Berdasarkan Morfologi Sel Untuk Mendeteksi Anemia Defisiensi
Besi. Jurnal Itsmart, 3 (1), 1-8. Diakses pada 26 Mei 2019, dari
file:///C:/Users/user/Downloads/SegmentasiCitraSelDarahMerahBerdasar
kanMorfologiSelUntukMendeteksiAnemiaDefisiensiBesi.pdf.
Trisnawati. 2016. Kajian Teoritik Pengaruh Medan Magnet Terhadap Jumlah
Leukosit Tikus Putih (Rattus Norvegicus). Diakses pada 26 Mei 2019,
dari
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/ec3ed77f97e6412
0eef9b681cac71f08.pdf.

Anda mungkin juga menyukai