Anda di halaman 1dari 4

TUGAS SOSIOLOGI KESEHATAN

PANDANGAN SOSIOLOGI KESEHATAN


TERHADAP PANDEMI COVID-19

DISUSUN OLEH:
NI KOMANG AYU SWALI
P07125018051

POLTEKKES KEMENKES DENPASAR


JURUSAN KESEHATAN GIGI
2020
Pandangan Sosiologi Kesehatan terhadap Pandemi Covid-19

Sosiologi kesehatan adalah cabang ilmu kesehatan yang membahas masalah


kesehatan masyarakat. Objek sosiologi adalah interaksi, baik antarmanusia maupun manusia
dan lingkungannya. WHO mendefinisikan sehat sebagai status kenyamanan menyeluruh dari
jasmani, mental, sosial, dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau kecacatan.

Manusia adalah mahluk sosial yang selalu merasa nyaman apabila bisa berteman dan
melakukan komunikasi dengan sesamanya. Selain aspek positip yang banyak diperoleh ketika
manusia berinteraksi dengan sesamanya, adapula hal negatif yang mungkin muncul dan satu
di antaranya adalah penularan penyakit dari manusia satu ke manusia lainnya.

Penularan Covid-19 melalui droplets adalah wujud interaksi manusia yang dalam
kehidupan sosialnya mereka saling sapa, saling tegur, bercengkerama, dan ternyata melalui
interaksi semacam inilah virus itu kemudian menyebar. Upaya physicaldan social distancing
dikatakan merupakan upaya efektif mencegah penyebaran Covid-19. Ketidaktaatan
masyarakat untuk melakukan distancing akan menyebabkan pandemi Covid-19 semakin
parah dan semakin banyak korban berjatuhan.

Masyarakat awam memahami sehat adalah kondisi tidak sakit. Sakit bisa terjadi
karena infeksi kuman atau mikroba ke dalam tubuh manusia dan sifatnya menular. Ada pula
sakit yang sifatnya degeneratif yang merusak organ tubuh (jantung, stroke, hipertensi,
diabetes) karena pola makan dan gaya hidup tidak tepat. Covid-19 adalah infeksi virus yang
saat ini menyebar dengan cepat dan sulit diatasi karena belum ditemukannya vaksin untuk
mencegah virus itu.

Dalam pemaknaan fisik kondisi sakit bisa ditangkal apabila kita memiliki ketahanan
tubuh yang baik. Virus korona akan semakin mudah menjangkiti orang-orang tua yang
kekebalan tubuhnya berkurang karena faktor usia. Namun, kini semakin disadari bahwa
bukan hanya kaum lansia yang mengalami dampak fatal akibat virus ini. Mortalitas (angka
kematian) yang tinggi juga mengancam orang-orang muda atau paruh baya yang terpapar
Covid-19.
Dalam mencapai kekebalan tubuh yang tinggi maka banyak beredar informasi di
masyarakat agar kita rajin makan empon-empon (kunyit, jahe, kencur dll). Selain itu,
mengonsumsi suplemen vitamin C, vitamin E, dan vitamin B6, juga disebut-sebut dapat
meningkatkan derajat imunitas seseorang. Pola makan bergizi seimbang dan selalu makan
sayur/buah serta tetap berolahraga meski sedang WFH (work from Home) juga dianjurkan
agar virus tidak menginfeksi tubuh kita.

Selanjutnya makna sehat dalam hal kejiwaan adalah timbulnya rasa bahagia,
ketenangan suasana hati, perasaan seimbang, serta jauh dari stres. Ternyata ini sulit dicapai di
tengah serangan wabah Covid-19 yang membuat setiap orang waswas. Stres kini melanda
pedagang kaki lima, pekerja informal, pekerja harian tidak tetap, dan bahkan pengusaha kelas
menengah sampai besar. Mengapa? Anjuran physical dan social distancing (meski belum
dipatuhi sepenuhnya) telah membuat roda perekonomian terhenti. Lalu lalang di jalan raya
kini semakin lengang, orang takut keluar rumah, dan timbul kekhawatiran ketika berkerumun.
Kehidupan ekonomi yang mati suri menyebabkan orang miskin bertambah miskin dan yang
rentan miskin jatuh ke lembah kemiskinan. Kondisi ini tentu mengganggu ketenangan hati
setiap orang yang menjadi korban langsung maupun tidak langsung akibat merebaknya
wabah Covid-19.

Covid-19 memakan korban dan merusak kehidupan ekonomi tanpa pandang bulu.
Maskapai penerbangan mulai menghentikan operasi pesawatnya. Hal ini berdampak pada
matinya sektor pariwisata. Mal-maldan restoran harus tutup untuk mengurangi kerumunan
orang sehingga tentu menyebabkan berhentinya roda ekonomi kelas menengah ke atas.
Masyarakat golongan the have(mampu) tidak mengalami kesulitan untuk memenuhi
kebutuhan pangannya. Tidak demikian dengan masyarakat the have not (kurang mampu)
yang ketika perekonomian terhenti, mereka tidak lagi mempunyai daya beli. Ketahanan
pangan keluarga menjadi taruhan, akhirnya mereka menggadaikan apa pun benda berharga
yang dimilikinya atau berutang pada sanak saudara dan tetangga.

Kesejahteraan sosial masyarakat kini tengah terganggu. Kesejahteraan keluarga


tercapai bila rumah tangga mampu memenuhi kebutuhan fisik, psikologi, sosial, dan
kerohanian. Kebutuhan fisik yang paling utama dan kini semakin sulit dipenuhi adalah
kebutuhan akan pangan. Pemerintah segera merespon keadaan ini dengan mencairkan
bantuan langsung tunai (BLT), paket sembako, Program Keluarga Harapan, dan lainnya.
Meski nilai bantuan tersebut mungkin belum mencukupi untuk setiap keluarga terdampak,
tapi sedikit banyak meringankan orang-orang miskin yang kini bertambah jumlahnya akibat
pemutusan hubungan kerja atau hilangnya penghasilan karena bisnis terhenti.

Work from Home tentu bukan kehidupan normal bagi sebagian pekerja. Tidak semua
pekerjaan bisa diselesaikan dengan WFH. Orang yang biasa bekerja di kantor, di perusahaan,
apalagi di pabrik tetap merindukan suasana kerja yang selama ini sudah terbangun dan
menjadi bagian dari rutinitas hidupnya. Secara psikologis ada ketidakpuasan atau
ketidakoptimalan bekerja ketika terpaksa harus mengerjakan semuanya di rumah. Namun,
WFH adalah sebuah solusi ketika Covid-19 semakin tidak terkendalikan.

Kebahagiaan adalah wujud manifestasi kesejahteraan psikologi. Ada tiga jenis


kebahagiaan. Pertama, kebahagiaan karena mendapatkan harta benda untuk menopang
kehidupan berkeluarga dan dapat memenuhi kebutuhan anak dan istri. Kedua, kebahagiaan
karena sukses dalam karier dan studi. Ketiga, kebahagiaan karena bisa bersama seseorang
yang dicintainya. Secara tidak langsung, Covid-19 bisa menjadi faktor pengganggu bagi
seseorang untuk mencapai kebahagiaan tersebut.

Kesejahteraan masyarakat dari aspek kerohanian juga terganggu akibat anjuran untuk
beribadah di rumah, sedangkan masjid atau musala hanya melantunkan azan dan tidak
ada/sedikit yang berjamaah. Apalagi di saat kita memasuki bulan Ramadan yang suasananya
sangat dirindukan oleh umat Muslim sedunia. Jamaah soaat tarawih yang biasanya memenuhi
masjid kini mereka terpaksa harus menjalankan salat tarwih di rumah. Aspek kerohanian
dalam bentuk peribadatan berjamaah terpaksa harus ditinggalkan dalam kondisi darurat
seperti saat ini karena kita ingin terhindar dari wabah. Inilah yang disebut berpindah dari
sunnah yang satu ke sunnah lainnya. Ikuti anjuran MUI tentang tata cara peribadatan, semoga
ini menjadi solusi atasi Covid-19.

Covid-19 telah menghancurkan sendi-sendi kehidupan berbagai bangsa di banyak


negara. Ini adalah sebuah musibah besar. Para ahli dari berbagai bidang ilmu kini harus
berpikir keras mengatasi dampak kesehatan, dampak sosial, dan dampak ekonomi yang
ditimbulkan oleh Covid-19. Semoga bangsa Indonesia segera terlepas dari wabah ini.

Anda mungkin juga menyukai