Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Judul Praktikum


Adapun judul pada praktikum ini ialah Analisa Oksidimetri/Reduktometri
1.2 Tanggal Praktikum
Praktikum dilaksanakan pada tanggal 2 November 2017
1.3 Pelaksana Praktikum
Adapun pelaksana praktikum Analisa Oksidimetri/Reduktometri adalah
kelompok v kelas A2 yang beranggotakan:
Guntoro (160140042)
Nurfazliah (160140050)
Safitri (160140052)
Imanda Ageng Tria Rizky (160140054)
1.4 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu :
a. Penentuan suatu zat kimia terjadi redoks
b. Untuk menentukan kadar Fe dalam garam-garam
itu. Reaksi yang bermacam ragam ini disebabkan oleh keragaman valensi mangan,
dari 1 sampai 7 yang semuanya stabil kecuali valensi 1 dan 5.
Kebanyakan titrasi dilakukan dalam keadaan asam disamping itu ada beberapa
titrasi yang sangat penting dalam suasana basa untuk bahan-bahan organik.Daya
oksidasi MnO4-dalam keadaan ini lebih kecil sehingga letak kesetimbangan kurang
menguntungkan.Untuk menarik kesetimbangan kearah titrasi, titrat ditambah Ba2+
yang dapat mengendapkan ion MnO4- sebagai BaMnO4.Selain menggeser
kesetimbangan kekanan, pengendapan ini juga mencegah reduksi MnO42- itu lebih
lanjut.
Titrasi dengan KMnO4 sudah dikenal lebih dari 100 tahun. Kebanyakan titrasi
dilakukan dengan cara langsung atas analat yang dapat dioksidasi seperti misalnya
Fe2+, asam / garam oksalat yang dapat larut, dan sebagainya. Beberapa ion logam
yang tidak dioksidasi dapat dititrasi secara tidak langsung, antara lain: ion-ion Ca, Ba,
Sr, Pb, Zn, dan Hg (II) yang mula-mula diendapkan sebagai oksalat. Setelah endapan
disaring dan dicuci, dilarut dalam asam sulfat berlebih sehingga terbentuk asam
oksalat secara kuantitatif.Asam oksalat inilah yang akhirnya dititrasi dapat dihitung
banyaknya ion logam yang bersangkutan.
Kalium permangat mampu mengoksidasi air sebagai berikut:
4MnO4- + 2H2O 4MnO2 + 3O2 + 4OH-...........................................................................(2.1)
Konstan kesetimbangan reaksi ini juga besar, tetapi lajunya kecil. Tampak
bahwa asam akan menggeser reaksi kekanan, selain itu MnO2 merupakan katalisator.
Tak heran bila buret bekas KMnO4sering tampak kecoklat-coklatan akbiat MnO2 yang
terbentuk.Kristal KMnO4untuk pembuatan larutan sudah sering terkontaminasi
dengan MnO2, disamping itu MnO2 juga mudah terbentuk didalam larutan karena
adanya berbagai bahan organik.
Penyebab-penyebab kesalahan pada titrasi ini adalah:
1. Larutan peniter KMnO4pada buret. Apabila percobaan dilakukan dalam waktu
yang lama, larutan KMnO4yang terkena sinar akan terurai menjadi MnO2
sehingga pada titrasi akhir akan diperolah pembentukan presipitat cokelat dan
yang seharusnya adalah larutan berwarna merah.
2. Penambahan KMnO4yang terlalu lambat pada larutan H2C2O4.
Pemberian KMnO4yang terlalu cepat pada larutan KMnO4yang telah
ditambahkan asam sulfat dan telah dipanaskan.
3. Penambahan KMnO4yang terlalu lambat pada larutan KMnO4yang telah
ditambahkan asam sulfat yang telah dipanaskan mungkin akan terjadi
kehilangan oksalat karena membentuk peroksida yang kemudian terurai
menjadi air (W.Harjadi, 1986).

2.2 Reduktometri
Reduktometri adalah teknik titrasi yang menggunakan titran sebagai suatu
reduktor.Salah satu teknik ini adalah Iodometri.Iodometri dibedakan menjadi
iodometri langsung dan iodometri tidak langsung.Pada iodometri langsung I2
langsung digunakan sebagai titran dan bahan yang dianalisis digunakan sebagai
titrat.Iodometri tidak langsung adalah metode titrasi berdasarkan reduksi zat analat
oleh ion iodium sehingga timbul I2.Analat harus berbentuk suatu oksidator yang
cukup kuat, karena dalam metode ini analat selalu direduksi dulu dengan KI sehingga
terjadi I2, I2 inilah yang dititrasi dengan natrium tiosulfat (R.A.Day, 1986).
Daya reduksi Ion iodida cukup besar dan titrasi ini banyak diterapkan. Reaksi
S2O3 = I2berlangsung baik dari segi kesempurnaan berdasarkan potensial redoks
masing-masing. Selain itu, reaksi berjalan cepat dan bersifat unik karena oksidator
lain tidak mengubah S2O3 menjadi S4O6 melainkan SO3.
Titrasi dapat dilakukan tanpa indikator dari luar karena warna I 2 yang di titrasi
itu akan lenyap bila titik akhir tercapai, warna itu mula-mula coklat agak tua, menjadi
lebih muda lalu kuning, kuning muda dan seterusnya, maka titik akhir dapat
ditentukan dengan cukup jelas. Namun lebih muda dan lebih tegas bila ditambahkan
amilum kedalam larutan sebagai indikator.Amilum dengan I2 membentuk suatu
kompleks berwarna biru tua yang masih sangat jelas sekalipun I 2 sedikit sekali.Pada
titik akhir iod, iod yang terikat itu pun hilang bereaksi dengan titran sehingga warna
biru lenyap mendadak dan perubahan warnanya tampak sangat jelas.Penambahan
amilum ini harus menunggu sampai mendekati titik ahkir titrasi (bila iod sudah
tinggal sedikit yang tampak dari warnanya yang kuning-muda.Maksudnya ialah agar
amilum tidak membungkus iod dan menyebabkannya sukar lepas kembali. Hal itu
akan berakibat warna biru sulit sekali lenyap sehingga titik akhir tidak kelihatan
tajam lagi. Bila iod masih banyak sekali bahkan dapat menguraikan amilum dan hasil
penguraian ini mengganggu perubahan warna pada titik akhir.
Iod merupakan oksidator yang tidak terlalu kuat, sehingga hanya zat-zat yang
merupakan reduktor yang cukup kuat dapat di titrasi.Amilum, dengan perubahan dari
tak berwarna menjadi biru. Iod sebagai zat padat sukar larut dalam air, yaitu hanya
sekita 0,0013 mol per liter pada 250C , tetapi sangat mudah larut dalam larutan KI
karena membentuk ion I3-, maka larutan dibuat dengan KI sebagai pelarut. Larutan
iod ini tidak stabil, sehingga standarisasi perlu dilakukan berulang
kali.Ketidakstabilan iod disebabkan oleh penguapan iod. Reaksi iod dengan karet,
gabus, dan bahan organik lain yang mungkin masuk dalam larutan lewat debu dan
asap, dan oksidasi oleh udara pada pH rendah, oksidasi ini dipercepat oleh cahaya dan
panas. Maka larutan hendaknya disimpan dalam botol berwarna gelap di tempat sejuk
juga harus dihindarkan kontak dengan bahan organik maupun gas mereduksi seperti
SO2 dan H2S. Sebagai oksidator lemah, iod tidak dapat bereaksi terlalu sempurna.
Karena itu, sering dibuat kondisi yang menggeser kesetimbangan kearah reaksi antara
lain dengan mengatur pH atau menambahkan bahan pengkompleksan seperti yang
dilakukan pada titrasi Fe2+. Larutan baku iod sering di standarisasi dengan larutan
natrium thiosulfat.
Iodin hanya larut sedikit dalam air (0,00134mol/liter pada 250C) namun larut
cukup banyak dalam larutan-larutan yang mengandung ion iodida, dengan konstanta
kesetimbangan sekitar 710 pada 250C. suatu kelebihan kalium iodida ditambahkan
untuk meningkatkan kelarutan dan untuk menurunkan keatsiran iodin. Biasanya
sekitar 3 sampai 4 % berat KI ditambahkan kedalam larutan 0,1 N dan botol yang
mengandung larutan ini disumbat dengan baik (Keenan R, 1992).
Warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodin dapat
bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu
atau violet yang intens untuk zat-zat pelarut seperti karbon tetraklorida dan
kloroform, dan terkadang kondisi ini dipergunakan dalam mendeteksi titik akhir dari
titrasi-titrasi. Namun demikian, suatu larutan (penyebaran koloidal) dari kanji lebih
umum dipergunakan karna warna biru gelap dari kompleks iodin-kanji bertindak
sebagai suatu tes yang amat sensitif untuk iodin. Mekanisme pembentukan kompleks
yang berwarna ini tidak diketahui, namun ada pemikiran bahwa molekul-molekul
iodine tertahan di permukaan, suatu konstituen dari kanji.Larutan-larutan kanji
dengan mudah di dekomposisinya oleh bakteri, dan biasanya sebuah substansi, seperti
asam borat, ditambahkan sebagai bahan pengawet.
Standarisasi larutan tiosulfat, larutan tersebut tidak stabil pada jangka waktu
yang cukup lama, sehingga natrium karbonat seringkali ditambahkan sebagai bahan
pengawet.Sejumlah substansi dapat dipergunakan sebagai standar-standar primer
untuk larutan-larutan tiosulfat.Iodin adalah standar yang paling jelas namun jarang
dipergunakan dikarenakan kesulitannya dalam penanganan dan penimbangan yang
lebih sering dipergunakan adalah standar yang terbuat dari suatu agen pengoksidasi
kuat (Hart H, 2003).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan pada prakitikum ini adalah :
1. Neraca digital
2. Labu ukur 100 ml
3. Pipet tetes
4. Erlenmeyer
5. Statif
6. Buret
7. Corong
8. Spatula
9. Kaca arloji
10. Gelas Kimia
11. Bola Penghisap
12. Pipet Volume

3.1.2 Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah :
1. FeCl2 2 ml
2. H2SO4 4N 3 ml
3. KI 20% 5 ml
4. NaHCO3 1 gram
5. Tio 0,1 N
6. Larutan amilum 5 tetes
3.2 Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja yang dilakukan yaitu :
1. Ditimbang dengan teliti 2 gram besi klorida dan dimasukkan ke dalam labu
ukur yang berukuran 100 ml. Larutan dipipet sebanyak 2 ml dan dimasukkan
kedalam erlenmeyer tertutup.
2. Kemudian dibubuhi dengan 3 ml H 2SO4 4N, 5 ml KI 20%, dan 1 gram
NaHCO3 sampai terbentuk CO2.
3. Labu ditutup dan di biarkan 10 menit, kemudian ditambahkan dengan 3 tetes
amilum.
4. Kemudian dititrasi dengan tio.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka hasil yang diperoleh yaitu :
Tabel 4.1 Hasil percobaan analisa Oksidimetri/Reduktometri
No Cara Kerja Hasil Pengamatan
1. 2 ml larutan FeCl2 + 3 ml H2SO4 - Warna menjadi coklat pekat bening
+ 5ml KI + NaHCO3 1 gram - Terdapat buih-buih yang banyak
2. Didiamkan selama 10 menit - Warna larutan tetap pekat bening
didalam Erlenmeyer tertutup
3. 2 ml larutan FeCl2 + 3 ml H2SO4 - Larutan menjadi warna coklat muda
+ 5ml KI + NaHCO3 1 gram bening
dititrasi dengan tio - Volume titrasi 2,4 ml
4. Ditambahkan 3 tetes amilum - Warna larutan menjadi keruh

5 Dititrasi kembali dengan tio - Warna menjadi keruh

Hasil dari percobaan analisa konsentrasi diperoleh kadar %FeCl 2 adalah 19,75% dan
kadar %Fe dalam FeCl2 adalah 8,72%

4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah diperoleh, 2 ml larutan FeCl 2 ditambah
dengan 3 ml H2SO4 4N, 5 ml KI 20%, dan 1 gram NaHCO 3, menghasilkan larutan
yang berwarna coklat pekat bening. Pada pencampuran tersebut ada penambahan 3
ml H2SO4 di larutan tersebut, penambahan H2SO4 tersebut sebelum di titrasi
dimaksudkan agar suasana larutan menjadi asam, sebab larutan yang terdiri dari
kalium iodida berada pada kondisi netral atau memiliki tingkat keasaman yang
penambahan 3 ml H2SO4 di larutan tersebut, penambahan H2SO4 tersebut sebelum di
titrasi dimaksudkan agar suasana larutan menjadi asam, sebab larutan yang terdiri
dari kalium iodida berada pada kondisi netral atau memiliki tingkat keasaman yang
rendah, pemberian NaHCO3 juga dimaksudkan untuk mengusir oksigen dari wadah.
Karena CO2 lebih berat dan mencegah kontak O2 dengan larutan.
Kemudian larutan di titrasi dengan tio dan volume titrasi awal adalah 2,4 ml,
dan menghasilkan warna coklat muda bening. Hal ini disebabkan karena adanya
H2SO4 pada larutan tersebut. Selanjutnya penambahan amilum sehingga berubah
warna menjadi keruh. Keruh ini ada karena amilum bereaksi dengan I2 dan amilum
merupakan indikator warna yang berfungsi sebagai indikator untuk perubahan warna
larutan. Penambahan amilum dilakukan menjelang titrasi, karena kompleks I 2 yang
akan terabsobsi oleh amilum jika ditambah amilum pada titrasi ukuran kedua titrasi
dilakukan pada kondisi asam untuk mengambil, menghindari terjadinya hidrolisis
amilum. Ion Fe telah mengalami reduksi-oksidasi. Selanjutnya tahap akhir adalah
larutan dititrasi dengan tio 0,1 N sehingga berubah warna menjadi putih susu, warna
berubah karena telah mencapai titik ekivalen. Fungsi titrasi untuk mendapatkan
kesetimbangan pada larutan, ini membuktikan bahwa sampel tersebut ion Fe telah
mengalami reduksi.
Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa larutan
mengalami reaksi oksidimetri. Hal ini dapat diketahui dengan munculnya gelembung
gas yang merupakan CO2 dari hasil pelepasan elektron.sehingga, setelah melalui
proses perhitungan di dapatkan kadar FeCl2 adalah 19,75 % dan kadar Fe adalah 8,72
%.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah didapat, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Penambahan H2SO4 sebelum di titrasi dimaksudkan agar suasan larutan
menjadi asam.
2. Pemberian NaHCO3 dimaksudkan untuk mengusir oksigen dari wadah karena
CO2 lebih berat dan mencegah kontak dengan O2 dengan larutan.
3. Amilum berfungsi sebagai indikator perubahan warna larutan yang terjadi
pada akhir titrasi.
4. Titrasi redoks pada percobaan ini adalah titrasi iodometri tidak langsung
dengan tio sebagai titran.
5. Papa percobaan ini diperoleht %FeCl2 sebesar 19,75% dan %Fe sebesar
8,72%.

5.2 Saran
Pada titrasi dalam percobaan ini adalah titrasi iodometri, titrasi iodometri
dilakukan pada pH antara 5 dan 9, maka kesalahan oksigen menjadi kecil, namun
sebaiknya jangan membiarkan larutan untuk dititrasi tergeletak terlalu lama,
sebaiknya secepatnya dititrasi setelah penambahan KI.

Anda mungkin juga menyukai