Anda di halaman 1dari 26

Laporan pendahuluan

Asuhan keperawatan pasien dengan gangguan sistem pencernaan dan gangguan system
perkemihan pada kasus kanker kolon dengan gagal ginjal kronik

BAB I
Konsep Penyakit Colorektal

A. Pengertian
Colorectal Cancer atau dikenal sebagai Ca Colon atau Kanker Usus Besar adalah suatu
bentuk keganasan yang terjadi pada kolon, rektum, dan appendix (usus buntu) Kanker
colon/usus besar adalah tumbuhnya sel kanker yang ganas di dalam permukaan usus
besar atau rectum.
(Boyle &Langman, 2000 : 805).
Kanker colon adalah pertumbuhan sel yang bersifat ganas yang tumbuh pada colon dan
menginvasi jaringan sekitarnya.(Tambayong, 2000 : 143).
Kanker kolon suatu bentuk keganasan dari masa abnormal / neoplasma yang muncul dari
jaringan ephitel dari kolon (Haryono, 2010).
Kanker kolorektal merupakan suatu tumor malignant yang muncul pada jaringan
ephitelial dari colon/rectum. Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang
berkembang dari polip adenoma (Wijaya dan Putri, 2013)

Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kanker kolon adalah
suatu pertumbuhan tumor yang bersifat ganas dan merusak sel DNA dan jaringan sehat
disekitar kolon (usus besar).

A. Etiologi
Penyebab nyata dari kanker kolorectal belum diketahui secara pasti, namun faktor resiko
& faktor predisposisi telah diidentifikasi. Faktor resiko yang mungkin adalah :
1. Riwayat kanker pribadi, orang yang sudah pernah terkena kanker colorectal dapat terkena
kanker colorectal untuk kedua kalinya. Selain itu, wanita dengan riwayat kanker di
indung telur, uterus (endometrium) atau payudara mempunyai tingkat risiko yang lebih
tinggi untuk terkena kanker colorectal.
2. Kanker colorectal pada keluarga, jika mempunyai riwayat kanker colorectal pada
keluarga, maka kemungkinan akan terkena penyakit ini lebih besar, khususnya jika
mempunyai saudara yang terkena kanker pada usia muda.
3. Penyakit FAP (Familial Adenomatous Polyposis) – Polip adenomatosa familial (terjadi
dalam keluarga); memiliki resiko 100% untuk terjadi kanker kolorektal sebelum usia 40
tahun, bila tidak diobati.
4. Riwayat penyakit usus inflamasi kronis.
5. Inveksi Virus. Virus tertentu seperti HPV (Human Papilloma Virus) turut andil dalam
terjadinya kanker kolorektal
6. Diet : kebiasaan mengkonsumsi makanan yang rendah serat (sayur-sayuran, buah-
buahan), kebiasaan makan makanan berlemak tinggi dan sumber protein hewani.

Faktor predisposisi yang penting adalah faktor gaya hidup, orang yang merokok, atau
menjalani pola makan yang tinggi lemak seperti lemak jenuh dan asam lemak omega-6 (asam
linol) dan sedikit buah-buahan dan sayuran memiliki tingkat risiko yang lebih besar terkena
kanker colorectal.
Etiologi lain :
1. Kontak dengan zat-zat kimia tertentu seperti logam berat, toksin, dan ototoksin serta
gelombang elektromagnetik.
2. Zat besi yang berlebihan diantaranya terdapat pada pigmen empedu, daging sapi dan
kambing serta tranfusi darah.
3. Minuman beralkohol, khususnya bir. Usus mengubah alkohol menjadi asetilaldehida
yang meningkatkan risiko menderita kanker kolon.
4. Obesitas.
5. Bekerja sambil duduk seharian, seperti para eksekutif, pegawai administrasi, atau
pengemudi kendaraan umum
6. Polip di usus (Colorectal polyps), polip adalah pertumbuhan pada dinding dalam kolon
atau rektum, dan sering terjadi pada orang berusia 50 tahun ke atas. Sebagian besar polip
bersifat jinak (bukan kanker), tapi beberapa polip (adenoma) dapat menjadi kanker.
7. Colitis Ulcerativa atau penyakit Crohn, orang dengan kondisi yang menyebabkan
peradangan pada kolon (misalnya colitis ulcerativa atau penyakit Crohn) selama
bertahun-tahun memiliki risiko yang lebih besar.
8. Usia di atas 50, kanker colorectal lebih biasa terjadi pada usia manusia yang semakin tua.
Lebih dari 90 persen orang yang menderita penyakit ini didiagnosis setelah usia 50 tahun
ke atas.

B. Patofisiologi
Kanker kolon dan rektum terutama ( 95 % ) adenokarsinoma ( muncul dari lapisan epitel
usus ). Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak
jaringan normal serta meluas ke dalam sturktur sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari tumor
primer dan menyebar ke bagian tubuh yang lain ( paling sering ke hati ).
Karsinoma kolon sebagian besar menghasilkan adenomatus polip. Biasanya tumor ini
tumbuh tidak terdeteksi sampai gejala-gejala muncul secara perlahan dan tampak
membahayakan.  Penyakit ini menyebar dalam beberapa metode. Tumor  mungkin menyebar
dalam tempat tertentu pada lapisan dalam di perut, mencapai serosa dan mesenterikfat, kemudian
umor ini mulai mendekat pada organ yang ada di sekitarnya, kemudian meluas ke dalam lumen
pada usus besar atau menyebar ke limfa atau pada sistem sirkulasi. Sistem sirkulasi ini langsumg
masuk dari tumor utama melewati pembuluh darah pada usus besar melalui limfa, setelah sel
tumor masuk pada sistem sirkulasi, biasanya sel bergerak menuju liver. Tempat yang kedua
adalah tampat yang jauh kemudian metastase ke paru-paru.
Kanker kolorektal dapat menyebar melalui beberapa cara yaitu :
1. Secara infiltratif langsung ke struktur yang berdekatan melalui sistem limpatikus dan
hematogen, serta melalui implantasi sel ke daerah peritoneal. Karsinoma kolon dan
rektum mulai berkembang pada mukosa dan bertumbuh sambil menembus dinding dan
meluas secara sirkuler ke arah oral dan aboral. Penyebaran perkontinuitatum menembus
jaringan sekitar atau organ sekitarnya misalnya ureter, buli-buli, uterus, vagina atau
prostat. Penyebaran limfogen terjadi ke kelenjar parailiaka, mesenterium dan paraaorta.
Penyebaran hematogen terutama ke hati. Penyebaran peritoneal mengakibatkan
peritonitis karsinomatosa dengan atau tanpa asites. seperti ke dalam kandung kemih.
2. Melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe perikolon dan mesokolon.
3. Sebagian besar tumor maligna (minimal 50%) terjadi pada area rektal dan 20–30 %
terjadi di sigmoid dan kolon desending (Black dan Jacob, 1997).
Kanker kolorektal terutama adenocarcinoma (muncul dari lapisan epitel usus) sebanyak
95%. Tumor pada kolon asenden lebih banyak ditemukan daripada pada transversum (dua
kali lebih banyak).

Tumor bowel maligna menyebar dengan cara:


1. Menyebar secara langsung pada daerah disekitar tumor secara langsung misalnya ke
abdomen dari kolon transversum. Penyebaran secara langsung juga dapat mengenai
bladder, ureter dan organ reproduksi.
2. Melalui saluran limfa dan hematogen biasanya ke hati, juga bisa mengenai paru-paru,
ginjal dan tulang.
3. Tertanam ke rongga abdomen.
4. Melalui aliran darah, biasanya ke hati karena kolon mengalirakan darah ke system
portal.
5. Penyebaran secara transperitoneal
6. Penyebaran ke luka jahitan, insisi abdomen atau lokasi drain.

Tempat metastase yang lain di antaranya :


1. Kelenjar Adrenalin
2. Ginjal
3. Kulit
4. Tulang
5. Otak.
Penambahan untuk infeksi secara langsung dan menyebar melalui limfa dan sistem
sirkulasi, tumor kolon juga dapat menyebar pada bagian peritonial sebelum pembedahan tumor
di lakukan. Penyebaran terjadi ketika tumor di hilangkan dan sel kanker dari tumor pecah
menuju ke rongga peritonial.

C. Klasifikasi
Klasifikasi kanker kolon menurut modifikasi DUKES adalah sebagai berikut (FKUI,
2001 : 209) :
A          : kanker hanya terbatas pada mukosa dan belum ada metastasis.
B1        : kanker telah menginfiltrasi lapisan muskularis mukosa.
B2        : kanker telah menembus lapisan muskularis sampai lapisan propria.
C1       : kanker telah mengadakan metastasis ke kelenjar getah bening sebanyak  satu sampai
empat buah.
C2       : kanker telah mengadakan metastasis ke kelenjar getah bening lebih dari 5 buah.
D         : kanker telah mengadakan metastasis  regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas &
tidak dapat dioperasi lagi.

Klasifikasi kanker kolon dapat ditentukan dengan sistem TNM (T = tumor, N = kelenjar
getah bening regional, M = jarak metastese).
T          : Tumor primer
T0        : Tidak ada tumor
T1        : Invasi hingga mukosa atau sub mukosa
T2        : Invasi ke dinding otot
T3        : Tumor menembus dinding otot
N         : Kelenjar limfa
N0       : tidak ada metastase
N1       : Metastasis ke kelenjar regional unilateral
N2       :Metastasis ke kelenjar regional bilateral
N3       : Metastasis multipel ekstensif ke kelenjar regional
M         : Metastasis jauh
M0       : Tidak ada metastasis jauh
M1       : Ada metastasis jauh
Kanker usus besar di klasifikasikan menjadi 3 kelompok
1. Tipe menonjol
Semua tumor yang massa utamanya menonjol ke dalam lumen usus  termasuk tipe ini.
Tumor tampak nodular, polipoid, seperti kembang kola tai fungoid. Massa tumor besar,
permukaan mudah mengalami perdarahan, infeksi, dan nekrosis. Umumnya terjadi di belahan
kanan kolon. Sifat invasi rendah, prognosis agak baik.
2. Tipe ulseratif
Setiap tumor dengan permukaan memiliki tukak jelas yang agak dalam (kedalamannya
biasanya mencapai atau melebihi tunika muskularis) termasuk tipe ini.tipe ulseratif paling
sering di jumpai, menempati lebih dari separuh kanker besar. Karakteristiknya adalah pada
massa terdapat tukak yang agak dalam, bentuk luar mirip kawah gunung berapi, tepinya
menonjol dank eras, dasarnya tidak rata, nekrosis, derajad keganasan tinggi, metastasis
limfogen lebih awal.
3. Tipe infiltrative
Tumor menginfiltrasi tiap lapisan dinding usus secara difus, sehingga dinding usus
setempat menebal, tapi tampak dari luar seringkali tidak jelas terdapat tukak atau tonjolan.
Tumor seringkali mengenai sekeliling saliran usus, disertai hyperplasia abnormal jaringan
ikat, lingkaran usus jelas menyusut, membentuk konstriksi anular, dipermukaan serosa
setempat sering tampak cincin konstriksi akibat traksi jaringan ikat. Oleh karena itu mudah
terjadi ileus, timbul diare dan obstipasi silih berganti. Tipe ini sering ditemukan pada kolon
sigmoid dan bagian atas rectum, derajad keganasan tinggi, metastasis lebih awal.

D. Manifestasi klinis
Manifestasi  kanker kolon secara umum adalah :
1. Perdarahan rektum
2. Perubahan pola BAB
3. Tenesmus (nyeri rektal)
4. Obstruksi intestinal
5. Nyeri abdomen
6. Kehilangan berat badan
7. Anorexia
8. Mual dan muntah
9. Anemia
10. Massa palpasi

Manifestasi klinis sesuai dengan bagian kolon yang terkena keganasan


Colon Kanan Colon Kiri Rektal/Rectosigmoid
1.    Nyeri dangkal abdomen. 1. Obstruksi (nyeri abdomen1. Evakuasi feses yang tidak
2.    anemia dan kram, penipisan feses, lengkap setelah defekasi.
3.    melena (feses hitam, seperti konstipasi dan distensi ) 2. Konstipasi dan diare
ter) 2. Adanya darah segar dalam bergantian.
4.    dyspepsia feses. 3. Feses berdarah.
5.    nyeri di atas umbilicus 3. tenesmus (nyeri rektal) 4. Perubahan kebiasaan
6.    anorexia, nausea, vomiting 4. Perdarahan rektal defekasi.
7.    rasa tidak nyaman diperut5. Perubahan pola BAB 5. Perubahan BB
kanan bawah 6. Obstruksi intestine
8.    teraba massa saat palpasi
9.    Penurunan BB
(Smeltzer dan Bare, 2002 dan Black dan Jacob, 1997)

E. Faktor resiko
Faktor resiko yang mungkin adalah adanya riwayat kanker payudara dan tumor uterus
atau kanker kolon atau polip dalam keluarga ; riwayat penyakit usus inflamasi kronis.
1. Usia >50 tahun
2. Adanya polip pada colon, khususnya jeis adenomatosa
3. Riwayat Ca colon, telah diobati namun dapat kambuh lagi, wanita yang pernah terkena kanker
ovarium, uterus atau payudara.
4. Faktor keturunan, adanya keluarga penderita Ca colon
5. Penyakit kolitis ulseratif yang tidak diobati
6. Pola hidup: merokok, minum alkohol, konsumsi makanan tinggi lemak dan rendah serat,
kurang olahraga
7. Hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC) merupakan penyakit keturunan dengan
risiko terjadi kanker colorectal pada usia muda, ditemukan polip dalam jumlah sedikit
F. Pemeriksaan diagnostik
1. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi perlu dilakukan baik sigmoidoskopi maupun kolonoskopi.
Pemeriksaan kolonoskopi atau teropong usus ini dianjurkan segera dilakukan bagi
mereka yang sudah mencapai usia 50 tahun. Pemeriksaan kolonoskopi relatif aman, tidak
berbahaya, namun pemeriksaan ini tidak menyenangkan. Kolonoskopi dilakukan untuk
menemukan kanker kolorektal sekaligus mendapatkan jaringan untuk diperiksa di
laboratorium patologi. Pada pemeriksaan ini diperlukan alat endoskopi fiberoptik yang
digunakan untuk pemeriksaan kolonoskopi. Alat tersebut dapat melihat sepanjang usus
besar, memotretnya, sekaligus biopsi tumor bila ditemukan. Dengan kolonoskopi dapat
dilihat kelainan berdasarkan gambaran makroskopik. Bila tidak ada penonjolan atau
ulkus, pengamatan kolonoskopi ditujukan pada kelainan warna, bentuk permukaan, dan
gambaran pembuluh darahnya.
2. Radiologis 
Pemeriksan radiologis   yang dapat dilakukan antara lain adalah foto dada dan
foto kolon (barium enema). Foto dada dilakukan untuk melihat apakah ada metastasis
kanker ke paru.
3. Ultrasonografi (USG).
Sulit dilakukan untuk memeriksa kanker pada kolon, tetapi digunakan untuk
melihat ada tidaknya metastasis kanker ke kelenjar getah bening di abdomen dan hati.
4. Histopatologi.
Biopsy digunakan untuk menegakkan diagnosis. Gambar histopatologis
karsinoma kolon adalah adenokarsinoma dan perlu ditentukan diferensiansi sel.
5. Laboratorium Pemeriksaan Hb
Pemeriksaan Hb penting untuk memeriksa kemungkinan pasien mengalami
perdarahan (FKUI, 2001 : 210). Selain itu, pemeriksaan darah samar (occult blood)
secara berkala, untuk menentukan apakah terdapat darah pada tinja atau tidak.
6. Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan tersebut sekaligus untuk mengetahui adanya kelainan pada prostat.
7. Barium Enema
Pada pemeriksaan enema barium, bahan cair barium dimasukkan ke usus besar
melalui dubur dan siluet (bayangan)-nya dipotret dengan alat rontgen. Pada pemeriksaan
ini hanya dapat dilihat bahwa ada kelainan, mungkin tumor, dan bila ada perlu diikuti
dengan pemeriksaan kolonoskopi. Pemeriksaan ini juga dapat mendeteksi kanker dan
polip yang besarnya melebihi satu sentimeter. Kelemahannya, pada pemeriksaan ini tidak
dapat dilakukan biopsi
8. Fecal occult blood test
Pemeriksaan darah samar feses di bawah mikroskop

9. Pemeriksaan kimia darah


Alkaline phosphatase dan kadar bilirubin dapat meninggi, indikasi telah mengenai
hepar. Test laboratorium lainnya meliputi serum protein, kalsium, dankreatinin
10. Test Guaiac pada feces
Digunakan untuk mendeteksi bekuan darah di dalam feces, karena semua kanker
kolorektal mengalami perdarahan intermitten
11. CEA (carcinoembryogenic antigen)
Dalam pemeriksaan ini ditemukannya glikoprotein di membran sel pada banyak
jaringan, termasuk kanker kolorektal. Antigen ini dapat dideteksi oleh
radioimmunoassay dari serum atau cairan tubuh lainnya dan sekresi. Karena test ini
tidak spesifik bagi kanker kolorektal dan positif pada lebih dari separuh klien dengan
lokalisasi penyakit, ini tidak termasuk dalam skreening atau test diagnostik dalam
pengobatan penyakit. Ini terutama digunakan sebagai prediktor pada prognsis
postoperative dan untuk deteksi kekambuhan mengikuti pemotongan pembedahan
(Way, 1994).
12. CT (computed tomography) scan, magnetic resonance imaging (MRI), atau
pemeriksaan ultrasonic dapat digunakan untuk mengkaji apakah sudah mengenai organ
lain melalui perluasan langsung atau dari metastase tumor
13. X-ray dada
Digunakan untuk deteksi metastase tumor ke paru-paru
14. Whole-body PET Scan Imaging
Sementara ini adalah pemeriksaan diagnostik yang paling akurat untuk
mendeteksi kanker kolorectal rekuren (yang timbulkembali).
15. Pemeriksaan DNA Tinja

G. Penatalaksanaan
1. Medis
Pasien dengan gejala obstruksi usus diobati dengan cairan IV dan pengisapan
nasogastrik. Apabila terdapat perdarahan yang cukup bermakna, terapi komponen darah
dapat diberikan. Pengobatan tergantung pada tahap penyakit dan komplikasi yang
berhubungan. Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering dalam bentuk
pendukung atau terapi anjuran. Terapi anjuran biasanya diberikan selain pengobatan
bedah yang mencakup kemoterapi, terapi radiasi, dan imunoterapi.
2. Terapi radiasi
Sering digunakan sebelum pembedahan untuk menurunkan ukuran tumor dan
membuat mudah untuk direseksi. Intervensi lokal pada area tumor setelah pembedahan
termasuk implantasi isotop radioaktif ke dalam area tumor. Isotop yang digunakan
termasuk radium, sesium, dan kobalt. Iridium digunakan pada rektum. Terapi radiasi
memakai sinar gelombang partikel berenergi tinggi misalnya sinar X, atau sinar gamma,
difokuskan untuk merusak daerah yang ditumbuhi tumor, merusak genetic sehingga
membunuh kanker. Terapi radiasi merusak sel-sel yang pembelahan dirinya cepat, antara
alin sel kanker, sel kulit, sel dinding lambung & usus, sel darah. Kerusakan sel tubuh
menyebabkan lemas, perubahan kulit dan kehilangan nafsu makan
3. Kemoterapi
Kemoterapi memakai obat antikanker yang kuat , dapat masuk ke dalam sirkulasi
darah, sehingga sangat bagus untuk kanker yang telah menyebar. Obat chemotherapy ini
ada kira-kira 50 jenis. Biasanya di injeksi atau dimakan, pada umumnya lebih dari satu
macam obat, karena digabungkan akan memberikan efek yang lebih bagus (FKUI, 2001 :
211). Kemoterapi yang diberikan ialah 5-flurourasil (5-FU). Belakangan ini sering
dikombinasi dengan leukovorin yang dapat meningkatkan efektifitas terapi. Bahkan ada
yang memberikan 3 macam kombinasi yaitu: 5-FU, levamisol, dan leuvocorin. Dari hasil
penelitian, setelah dilakukan pembedahan sebaiknya dilakukan radiasi dan kemoterapi.
Radiasi dan kemoterapi dapat diberikan secara berkesinambunagn dengan memperhatikan
derajat kanker. Deteksi kanker yang dapat dilanjutkan dengan pemberian kemoterapi
disesuaikan dengan klasifikasi dengan sistem TNM (T = tumor, N = kelenjar getah bening
regional, M = jarak metastese)
4. Imunoterapi
Imunoterapi adalah upaya untuk meningkatkan sistem imunitas tubuh, untuk
mengalahkan sel-sel kanker dengan cara meningkatkan reaksi kekebalan tubuh terhadap sel
kanker.Imunoterapi hampir selalu menggunakan bahan alami yang berasal dari mahluk
hidup, terutama manusia. Digunakannya bahan alami karena dapat berfungsi merangsang
respon anti tumor dengan tubuh dengan meningkatkan jumlah sel pembunuh tumor, secara
langsung berfungsi sebagai agen pembunuh tumor, mengurangi mekanisme tubuh yang
normal dalam menekan respon imun, atau berfungsi memperbaiki toleransi tubuh terhadap
radioterapi atau kemoterapi.
a. Interferon adalah sitokin yang berupa glikoprotein. Dalam keadaan normal, hampir
seluruh sel manusia menghasilkan interferon tetapi juga dapat dibuat dengan teknologi
biologi molekuler rekombinan. Meski mekanisme aksinya belum sepenuhnya jelas,
interferon berperan dalam pengobatan beberapa kanker. Sitokin sebenarnya diproduksi
tubuh, tetapi jumlahnya sangat kecil, selain langsung menyerang sel kanker, interferon
dapat menghentikan pertumbuhan kanker atau mengubahnya menjadi sel normal.
Interferon bekerja dengan merangsang kerja sel NK, sel T, dan makrofag yang berfungsi
sebagai alat penjaga daya tahan tubuh serta mengurangi suplai darah ke sel kanker.
b. Antibodi monoklonal bertujuan untuk melawan antigen tertentu. Karena tiap jenis
kanker mengeluarkan antigen yang berbeda, berbeda pula antibodi yang digunakan.
Antibodi dapat menghambat pertumbuhan sel kanker, sehingga jika dipadu dengan
radioterapi atau kemoterapi, dapat langsung membunuh sel kanker yang memproduksi
antigen tersebut.
c. Vaksin, penggunaan vaksin sebagai imunoterapi masih dalam tahap penelitian sehingga
belum bisa digunakan secara umum. Berbeda dengan vaksin yang diberikan sebagai
pencegahan, pada penderita kanker, vaksin digunakan sebagai pengobatan. Vaksin
untuk pengobatan kanker bekerja dengan merangsang sistem kekebalan tubuh agar
mampu mengenali sel kanker, menghentikan pertumbuhannya, mencegah kekambuhan,
dan membersihkan sisa kanker dari terapi bedah, kemoterapi atau readioterapi.
Sedangkan vaksin yang difungsikan sebagai pencegah kanker, ditujukan untuk melawan
virus penyebab penyakit yang dapat menjurus ke kanker, misalnya vaksin HPV (kanker
leher rahim).
d. colony Stimulating Fcators (CSFs), jenis imunoterapi ini merangsang sumsum tulang
belakang untuk membelah dan membentuk sel darah putih, sel darah merah, maupun
trombosit, yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Pengobatan CSFs penting bagi
penderita kanker yang menjalani pengobatan dengan efek samping merusak sumsum
tulang belakang sehingga penderita mengalami kurang darah (anemia), mudah infeksi
dan sering mengalami pendarahan. CSFs dapat mengurangi resiko tersebut.
e. Terapi gen, memberi harapan besar bagi penderita kanker. Dengan memasukkan
material genetik tertentu ke dalam sel tubuh pendeirta kanker, perilaku sel tubuh orang
tersebut bisa dikendalikan sesuai kebutuhan
5. Bedah
Pembedahan adalah tindakan primer untuk kebayakan kanker kolorektal. Operasi
adalah penangan yang paling efektif dan cepat untuk tumor yang diketahui lebih awal dan
masih belum metastatis, tetapi tidak menjamin semua sel kanker telah terbuang. Oleh
sebab biasanya dokter bedah menghilangkan sebagian besar jaringan sehat yang
mengelilingi sekitar kanker. Pembedahan merupakan tindakan primer pada kira – kira 75
% pasien dengan kanker kolorektal. Pembedahan dapat bersifat kuratif atau palliative.
Kanker yang terbatas pada satu sisi dapat diangkat dengan kolonoskop. Kolostomi
laparoskopik dengan polipektomi, suatu prosedur yang baru dikembangkan untuk
meminimalkan luasnya pembedahan pada beberapa kasus. Laparoskop digunakan sebagai
pedoman dalam membuat keputusan di kolon,  massa tumor kemudian dieksisi. Reseksi
usus diindikasikan untuk kebanyakan lesi Kelas A dan semua Kelas B serta lesi C.
Pembedahan kadang dianjurkan untuk mengatasi kanker kolon D. Tujuan pembedahan
dalam situasi ini adalah 89ipalliative. Apabila tumor telah menyebar dan mencakup
struktur vital sekitarnya, maka operasi tidak dapat dilakukan.
Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur pembedahan
pilihan, sebagai berikut:
a. Pada tumor sekum dan kolon asenden
Dilakukan hemikolektomi kanan, lalu anastomosis ujung ke ujung. Pada tumor di
fleksura hepatika dilakukan juga hemikolektomi, yang terdiri dari reseksi
bagian kolonyang diperdarahi oleh arteriiliokolika, arteri kolika kanan, arteri kolika
media termasuk kelenjar limfe dipangkal arteri mesentrika superior.
b. Pada tumor transversum
Dilakukan reseksi kolon transversum (transvesektomi)kemudian dilakukan
anastomosis ujung ke ujung. Kedua fleksura hepatika danmesentrium daerah arteria
kolika media termasuk kelenjar limfe.

c. Pada Ca Colon desenden dan fleksura lienalis


Dilakukan hemikolektomi kiri yang meliputi daerah arteri kolika kiri
dengan kelenjar limfe sampai dengan dipangkal arteri mesentrika inferior.
d. Tumor rektum
Pada tumor rectum 1/3 proximal dilakukan reseksi anterior tinggi (12-18 cm dari
garis anokutan) dengan atau tanpa stapler. Pada tumor rectum 1/3 tengah dilakukan
reseksi dengan mempertahankan spingter anus, sedangkan pada tumor 1/3 distal
dilakukan reseksibagian distal sigmoid, rektosigmoid,rektum melalui abdominal
perineal(Abdomino Perineal Resection/APR), kemudian dibuat end colostomy. Reseksi
abdoperineal dengan kel.retroperitoneal menurut geenu-mies. Alat stapler
untuk membuat anastomisis di dalam panggul antara ujung rektum yang pendek dan
kolon dengan mempertahankan anus dan untuk menghindari anus pneternaturalis.
Reseksi anterior rendah (Low Anterior Resection/LAR) pada rektum dilakukan melalui
laparatomi dengan menggunakan alat stapler untuk membuat anastomisis
kolorektal/koloanal rendah.
e. Tumor sigmoid
Dilakukan reseksi sigmoid termasuk kelenjar di pangkal arteri mesentrika inferior.
Selain tindakan pembedahan, klien juga harus menjalani terapi lanjut yang dapat berupa
kemoterapi dan radioterapi.Klien memerlukan asuhan keperawatan yang komprehensif 
dengan memperhatikan aspek bio-psiko-sosio-spiritual terutama karena klien harus
menjalani terapi lanjut setelah pembedahan. Dengan pemberian asuhan keperawatan
secara komprehensif dan berkualitas diharapkan klien dapat beradaptasi dengan kondisi
tubuhnya, menjalani terapi secara kooperatif dan dapat bersosialisasi kembali di
masyarakat. Identifikasi masalah keperawatan klien sangat penting, terkait dengan
intervensi dan implementasi yang akan dilakukan terhadap klien selama hospitalisasi
sehingga tercapai asuhan keperawatan yang optimal.
Karsinoma pada colon menimbulkan perubahan pada kebiasaan buang air besar.
Karsinoma pada colon sebelah kanan menyebabkan peningkatan gerakan colon, tetapi
karsinoma pada colon sebelah kiri menimbulkan konstipasi. Keduanya dapat
menunjukkan gambaran klinis berupa: darah dan lendir di dalam tinja, penurunan berat
badan dan anemia, palpasi dapat mengungkapkan adanya massa yang nyeri tekan,
keadaan ini dapat memberikan gambaran klinis berupa obstruksi intestinum Pasien
dengan gejala obstruksi usus diobati dengan cairan IV dan  pengisapan nasogastrik.
Apabila terdapat perdarahan yang cukup bermakna, terpai  komponen darah dapat
diberikan. Pengobatan tergantung pada tahap penyakit dan komplikasi yang
berhubungan. Endoskopi, ultrasonografi dan laparoskopi telah terbukti berhasil dalam
pentahapan kanker kolorektal pada periode praoperatif.
Pembedahan adalah tindakan primer untuk kebanyakan kanker kolon dan rektal.
Pembedahan dapat bersifat kuratif atau paliatif. Kanker yang terbatas pada satu sisi
dapat diangkat dengan kolonoskop.
Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor.
a. LAR (Low Anterior Resection)
b. HCT (Hemi Colorectal)
c. APR (Abdominal Parietal Resection): dilakukan kolostomi permanen
Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur pembedahan
pilihan adalah sebagai berikut ( Doughty & Jackson, 1993 ):
a. Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanen (pengangkatan
tumor dan porsi sigmoid dan semua rektum serta sfingter anal)
b. Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental dan anostomosis serta
reanastomosis lanjut dari kolostomi (memungkinkan dekompresi usus awal dan
persiapan usus sebelum reseksi)
c. Reseksi segmental dengan anostomosis (pengangkatan tumor dan porsi usus pada
sisis pertumbuhan, pembuluh darah dan nodus limfatik)
d. Kolostomi permanen atau ileostomi (untuk menyembuhkan lesi obstruksi yang tidak
dapat direseksi)

Pembedahan Reseksi.
Satu-satunya pengobatan definitif adalah pembedahan reseksi dan biasanya
diambil sebanyak mungkin dari kolon, batas minimal adalah 5 cm di sebelah distal dan
proksimal dari tempat kanker. Untuk kanker di sekum dan kolon asendens biasanya
dilakukan hemikolektomi kanan dan dibuat anastomosis ileo-transversal. Untuk kanker di
kolon transversal dan di pleksura lienalis, dilakukan kolektomi subtotal dan dibuat
anastomosis ileosigmoidektomi. Pada kanker di kolon desendens dan sigmoid dilakukan
hemikolektomi kiri dan dibuat anastomosis kolorektal transversal. Untuk kanker di
rektosigmoid dan rektum atas dilakukan rektosigmoidektomi dan dibuat anastomosis.
Desenden kolorektal. Pada kanker di rektum bawah dilakukan proktokolektomi dan dibuat
anastomosis kolorektal
6. Kolostomi
Berkenaan dengan teknik perbaikan melalui pembedahan, kolostomi dilakukan
pada kurang dari sepertiga pasien kanker kolorektal. Kolostomi adalah pembuatan lubang
(stoma) pada kolon secara bedah. Stoma ini dapat berfungsisebagai diversi sementara atau
permanen. Ini memungkinkan drainase atau evakuasi isi kolon keluar tubuh. Konsistensi
drainase dihubungkan dengan penempatan kolostomi, yang ditentukan oleh lokasi tumor
dan luasnya invasi pada jaringan sekitar.
Kolostomi laparoskopik dengan polipektomi, suatu prosedur yang baru
dikembangkan untuk meminimalkan luasnya pembedahan pada beberapa kasus.
Laparoskop digunakan sebagai pedoman dalam menbuat keputusan di kolon; massa tumor
kemudian di eksisi.
Kolostomi adalah suatu operasi untuk membentuk suatu hubungan buatan antara
colon dengan permukaan kulit pada dinding perut. Hubungan ini dapat bersifat sementara
atau menetap selamanya. (llmu Bedah, Thiodorer Schrock, MD, 1983). Kolostomi dapat
berupa secostomy, colostomy transversum, colostomy sigmoid, sedangkan colon
accendens dan descendens sangat jarang dipergunakan untuk membuat colostomy karena
kedua bagian tersebut terfixir retroperitoneal. Kolostomi pada bayi dan anak hampir selalu
merupakan tindakan gawat darurat, sedang pada orang dewasa merupakan keadaan yang
pathologis. Colostomy pada bayi dan anak biasanya bersifat sementara.
Keadaan yang diperbolehkan dilakukan pembedahan (kolostomi)
1) Peradangan dibagian usus halus
2) Cacat/kelainan bawaan
3) Kecelakaan atau trauma yang mengenai bagian perut
4) Adanya sumbatan di anus
5) Kanker
Kolostomi dibuat berdasarkan indikasi dan tujuan tertentu, sehingga jenisnya ada
beberapa macam tergantung dari kebutuhan pasien. Kolostomi dapat dibuat secara
permanen maupun sementara. ada pun jenis-jenis kolostomi :
a. Kolostomi Permanen
Pembuatan kolostomi permanen biasanya dilakukan apabila pasien sudah tidak
memungkinkan untuk defekasi secara normal karena adanya keganasan, perlengketan,
atau pengangkatan kolon sigmoid atau rectum sehingga tidak memungkinkan feses
melalui anus. Kolostomi permanen biasanya berupa kolostomi single barrel ( dengan
satu ujung lubang)
b. Kolostomi Temporer/ sementara
Pembuatan kolostomi biasanya untuk tujuan dekompresi kolon atau untuk
mengalirkan feses sementara dan kemudian kolon akan dikembalikan seperti semula
dan abdomen ditutup kembali. Kolostomi temporer ini mempunyai dua ujung lubang
yang dikeluarkan melalui abdomen yang disebut kolostomi double barrel.
Tipe kolostomi inkontinen :
1) Loop colostomy
Lokasi di colon transversum, bersifat sementara, dilakukan pada kondisi
darurat medis dengan membuat 2 lubang usus yang dihubungkan.
2) Endostomy
Terdiri dari satu hubungan yang bagian usus berikutnya dibuang/dijahit tetapi
masih ada/tetap dalam rongga abdomen. Dilakukan untuk klien dengan terapi
kolorektal.
3) Single barrel/ end stoma
Hanya 1 stoma: dilakukan permanen; bagian distal ditutup dan bagian
proksimal yang terbuka
4) Double barrel colostomy
Terdapat 2 hubungan di bagian proximal dan distal. Bagian proximal untuk
drain feses dan distal untuk drain mucus.

5) Mukospicetel
Pada kasus Ca kolorektal yang tidak bisa diangkat sama sekali, dilakukan pada
bagian kolon descenden, bagian proksimal untuk mengeluarkan feses, bagian distal
untuk mengeluarkan mukus yang dihasilkan Ca
Jenis Kantung kolostomi :
a. Drainable (terbuka bawahnya), memiliki klem: digunakan untuk menampung feses
b. Close end (tidak ada lubang dibawahnya): digunakan untuk menampung feses
c. Puff drain (memiliki lubang dan seperti selang dibawahnya: digunakan untuk
menampung urin
Bagian Plate pada kolostomi:
a. Faceplate: bagian melingkar yang ditempel ke tubuh klien
b. One piece, clear (transparan) drainable
c. One piece, opaq (buram/kecoklatan) drainable
d. Stoma cap: untuk menutup stoma, tidak perlu kantung
Letak Anastomi Kolostomi:
a. Ileustomy
Lubang pada ileum untuk tujuan pengobatan ulseratif regional dan pengalihan isi
pada kanker kolon, polip, dan trauma yang biasanya berbentuk permanen. Cairan yang
keluar cenderung konstan dan tidak dapat diatur, mengandung enzim-enzim percernaan
yang dapat mengiritasi permukaan kulit.
b. Colostomy asenden
Drainage yang keluar berbentuk cairan dan tidak teratur serta lebih bau.
c. Colostomy transversum
Drainage yang keluar berbentuk padat karena cairan sudah direabsorbsi dan biasanya
pengeluaran tidak terkontrol.
d. Colostomy desenden
Produksinya lebih padat. Feses yang keluar dari sigmoid normal dan frekuensinya dapat
diatur sehingga klien tidak harus menggantinya setiap saat dan baunya tergantung diet.

Komplikasi Kolostomi:
a. Prolaps
Merupakan penonjolan mukosa colon 6 cm atau lebih dari permukaan
kulit.Prolaps dapat dibagi 3 tingkatan: Penonjolan seluruh dinding colon termasuk
peritonium kadang-kadang sampat loop ilium, adanya strangulasi dan nekrosis pada
usus yang mengalami penonjolan. Prolaps dapat terjadi oleh adanya faktor-faktor
Peristaltik usus meningkat, fixasi usus tidak sempurna, mesocolon yang panjang,
tekanan intra abdominal tinggi, dinding abdomen tipis dan tonusnya yang lemah serta
kemungkinan omentum yang pendek dan tipis.
b. lritasi Kulit
Hal ini terutama pada colostomy sebelah kanan karena feces yang keluar
mengandung enzim pencernaan yang bersifat iritatif. Juga terjadi karena cara
membersihkan kulit yang kasar, salah memasang kantong dan tidak tahan akan plaster.
c. Diare
Makin ke proksimal colostominya makin encer feces yang keluar. Pada sigmoid
biasanya normal.
d. Stenosis Stoma
Kontraktur lumen è terjadi penyempitan dari celahnya yang akan mengganggu
pasase normal feses.
e. Hernia Paracolostomy
f. Pendarahan Stoma
g. Eviserasi
Dinding stoma terlepas dari dinding abdomen sehingga organ intra abdomen
keluar melalui celah
h. lnfeksi luka operasi
i. Retraksi karena fixasi yang kurang sempurna
j. Sepsis dan kematian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien kolostomi:
a. Keadaan stoma : Warna stoma (normal warna kemerahan), tanda-tanda perdarahan
(perdarahan luka operasi), tanda-tanda peradangan (tumor, rubor, color, dolor, fungsi
laese), posisi stoma
b. Apakah ada perubahan eliminasi tinja : Konsistensi, bau, warna feces, apakah ada
konstipasi / diare? apakah feces tertampung dengan baik? apakah pasien dapat
mengurus feces sendiri?
c. Apakah ada gangguan rasa nyeri : keluhan nyeri ada/tidak? hal-hal yang menyebabkan
nyeri, kualitas nyeri, kapan nyeri timbul (terus menerus / berulang),  apakah pasien
gelisah atau tidak?
d. Apakah kebutuhan istirahat dan tidur terpenuhi : Tidur nyenyak/tidak? Apakah stoma
mengganggu tidur/tidak? Adakah faktor lingkungan mempersulit tidur? Adakah faktor
psikologis mempersulit tidur?
e. Bagaimana konsep diri dan persepsi pasien terhadap: identitas diri, harga diri, ideal diri,
gambaran diri & peran
f. Apakah ada gangguan nutrisi : Bagaimana nafsu makan klien? BB normal atau tidak?
Bagaimana kebiasaan makan pasien? Makanan yang menyebabkan diarhe? Makanan
yang menyebabkan konstipasi?
g. Apakah pasien seorang yang terbuka ?
h. Maukah pasien mengungkapkan masalahnya?
i. Dapatkah pasien beradaptasi dgn lingkungan setelah tahu bagian tubuhnya diangkat?
j. Kaji kebutuhan klien akan kebutuhan seksual
Tanyakan masalah kebutuhan seksualn klien?Apakah Isteri/Suami memahami keadaan
klien?
Penanganan Kolostomi
Perawat menangani kolostomi sampai pasien dapat mengambil alih perawatan
secara mandiri. Perawatan kulit harus diajarkan bersamaan dengan bagaimana menerapkan
drainase kantung dan melaksanakan irigasi.
a. Perawatan kulit:
Pasien dianjurkan melindungi kulit peristoma dengan sering mencuci area
tersebut dengan menggunakan sabun ringan dan waslap lembab serta lembut. Selama
kulit dibersihkan, kasa dapat digunakan untuk menutup stoma atau tampon vagina dapat
dimasukkan dengan perlahan untuk mengabsorbsi kelebihan drainase. Pasien diizinkan
untuk mandi atau mandi pancuran sebelum memasang alat yang bersih. Plester
mikropor yang dilekatkan pada sisi kantung akan melindunginya selama mandi. Kulit
dikeringkan dengan seksama menggunakan kasa; hindari menggosok area tersebut.
b. Memasang kantung drainase:
Stoma diukur untuk menentukan ukuran kantung yang tepat. Lubang kantung
harus sekitar 0,3cm lebih besar dari stoma. Kulit dibersihkan sesuai proedur. Kantung
kemudian dipasang dengan cara membuka kertas perekat dan menekannya di atas stoma
selama 30 detik. Iritasi kulit ringan memerlukan taburan bedak Karaya atau bedak
stomahesive sebelum kantung dilekatkan.
c. Menangani kantung drainase:
Kantung kolostomi dapat digunakan segera setelah irigasi; dan diganti dengan
balutan yang lebih sederhana. Pasien dapat memilih berbagaibentuk kantung, tergantung
pada kebutuhan individu. Kebanyakan kantung sekali pakai dan tahan bau.
Untuk selanjutnya kantung kolostomi biasanya tidak diperlukan. Segera setelah
pasien belajar evakuasi rutin, kantung dapat disimpan dan kantung kolostomi tertutup
atau balutan sederhana menggunakan tisu sekali pakai, dipertahankan di tempatnya
dengan sabuk elastis. Kecuali gas dan sedikit mukus, tidak ada isi usus yang akan keluar
dari lubang kolostomi di antara irigasi; karenanya kantung kolostomi tidak diperlukan.
d. Mengangkat alat:
Alat drainase diganti bila isinya telah mencapai sepertiga sampai seperempat
bagian sehingga berat isinya tidak menyebabkan kantung lepas dari diskus perekatnya
dan keluar isinya. Pasien dapat memilih posisi duduk atau berdiri yang nyaman dan
dengan perlahan mendorong kulit menjauh dari permukaan piringan sambil menarik
kantung ke atas dan menjauh dari stoma. Tekanan perlahan mencegah kulit dari trauma
dan mencegah adanya isi fekal cair yang tercecer keluar.
7. Diet
a. Cukup mengkonsumsi serat, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Serat dapat
melancarkan pencemaan dan buang air besar sehingga berfungsi menghilangkan
kotoran dan zat yang tidak berguna di usus, karena kotoran yang terlalu lama
mengendap di usus akan menjadi racun yang memicu sel kanker.
b. Kacang-kacangan (lima porsi setiap hari)
c. Menghindari makanan yang mengandung lemak jenuh dan kolesterol tinggi terutama
yang terdapat pada daging hewan.
d. Menghindari makanan yang diawetkan dan pewarna sintetik, karena hal tersebut dapat
memicu sel karsinogen / sel kanker.
e. Menghindari minuman beralkohol dan rokok yang berlebihan
f. Melaksanakan aktivitas fisik atau olahraga secara teratur

H. Komplikasi
Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap.
Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolon yang
menyebabkan hemoragi. Perforasi dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses.
Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok.
ada juga beberapa komplikasi nya yaitu :
1. Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap.
2. Metastase ke organ sekitar, melalui hematogen, limfogen dan penyebaran langsung.
3. Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolon yang
menyebabkan hemorragi.
4. Perforasi usus dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses.
5. Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok
I. Prognosis
Prognosis untuk CA colorektal tergantung stadium dan penanganan, jika terdeteksi lebih
dini dan penanganan yang tepat maka prognosisnya akan baik. Prognosis pasien yang terkena
kanker kolon lebih baik bila lesi masih terbatas pada lapisan mukosa dan sub mukosa pada saat
operasi dan jauh lebih buruk bila terjadi penyebaran diluar usus(metastase) ke kelenjar limfe
hepar paru dan organ lain.

J. Pencegahan
Terdapat 2 pencegahan kanker kolorektal, antara lain:
1. Pencegahan Primer
a. Anjurkan klien untuk mempertahankan makanan yang rendah lemak dan tinggi serat
b. Anjurkan klien untuk banyak minum
c. Pencegahan sekunder
d. Promosikan deteksi dini dengan rektal touche untuk mereka yang berusia lebih dari 40
tahun
e. Monitor klien yang berusia lebih dari 50 tahun dengan guaiak test dan rectal
touche setiap tahun
f. Evaluasi klien dengan sigmoid oscopy fleksibel setiap 3–5 tahun pada orang
dengan risiko rata-rata, bagi yang berisiko di atas rata-rata evaluasidengan colonoscopy
dengan barium enema setiap 2-3 tahun
2. Pencegahan tersier
a. Anjurkan penggunaan bulk laksative (Metamucil) untuk klien dengan risiko tinggi
b. Promosi kan skrining secara regular pada orang dengan 1 atau 2 risikokanker kolorektal
c. Anjurkan klien untuk mengikuti diet tinggi serat dan rendah lemak

BAB II
Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Tujuan dari pengkajian atau anamnesa merupakan kumpulan informasi subyektif yang diperoleh dari
apa yang dipaparkan oleh pasien terkait dengan masalah kesehatan yang menyebabkan pasien
melakukan kunjungan ke pelayanan kesehatan (Niman, 2013).
a) Identitas pasien yang perlu untuk dikaji meliputi:
1. Meliputi nama dan alamat
2. Jenis kelamin : kanker usus ini lebih banyak menyerang pada laki – laki.
3. Umur : paling sering menyerang orang yang berusia lebih dari 40 tahun
b) Riwayat Kesehatan Sekarang Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama.
Lakukan pertanyaan yang bersifat ringkas sehingga jawaban yang diberikan klien hanya kata “ya”
atau “tidak” atau hanya dengan anggukan kepala atau gelengan.
c) Riwayat Kesehatan Sebelumnya: Pengkajian yang mendukung adalah mengkaji apakah
sebelumnya klien pernah menderita penyakit lain. Orang yang sudah pernah terkena kanker usus
besar dapat terkena kanker usus besar untuk kedua kalinya. Selain itu, wanita dengan riwayat
kanker di indung telur, uterus (endometrium) atau payudara mempunyai tingkat risiko yang lebih
tinggi untuk terkena kanker usus besar.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga: Secara patologi kanker colon tidak diturunkan, tetapi perawat perlu
menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya mempunyai
riwayat kanker usus besar pada keluarga, maka kemungkinan terkena penyakit ini lebih besar,
khususnya jika saudara anda terkena kanker pada usia muda
e) Riwayat Tumbuh Kembang Kelainan – kelainan fisik atau kematangan dari perkembangan dan
pertumbuhan seseorang yang dapat mempengaruhi keadaan penyakit seperti gizi buruk atau
obesitas.
f) Riwayat Sosial Ekonomi Pada riwayat sosial ekonomi pasien terkait makanan dan nutrisi yang
dikonsumsi oleh pasien setiap harinya.
g) Riwayat Psikologi Cara pasien menghadapi penyakitnya saat ini, dapat menerima, ada tekanan
psikologis berhubungan dengan sakitnya itu. Kita kaji tingkah laku dan kepribadian.
h) Persepsi kesehatan dan cara pemeliharaan kesehatan Cara klien menjaga kesehatan, cara menjaga
kesehatan, pengetahuan klien tahu tentang penyakitnya, tanda dan gejala apa yang sering muncul,
perilaku mengatasi kesehatan, pengetahuan penyebab sakitnya.
i) Nutrisi metabolik Makan atau minum, frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi, obatobatan yang
dikonsumsi.
j) Eliminasi Pola buang air besar atau buang air kecil : teratur, frekuensi, warna, konsistensi,
keluhan nyeri.
k) Aktivitas dan latihan Aktivitas sehari-hari yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan sehari-
hari, bantuan dalam melakukan aktivitas, keluhan klien saat beraktivitas.
l) Tidur dan istirahat Kualitas tidur klien, kebiasaan tidur klien, kebiasaan sebelum tidur klien. 13.
Kognitif dan persepsi sensori Pengkajian nyeri PQRST, penurunan fungsi Panca indera, alat
bantu yang digunakan misalnya kaca mata.
m) Persepsi dan konsep diri Cara klien menggambarkan dirinya sendiri, pandangan klien terhadap
penyakitnya, harapan klien terhadap penyakitnya.
n) Peran dan hubungan dengan sesama Hubungan klien dengan sesama, hubungan klien dengan
orang lain keluarga, perawat dan dokter
o) Reproduksi dan seksualitas Gangguan pada hubungan seksualitas klien, mekanisme koping dan
toleransi terhadap stres.
p) Mekanisme koping dan toleransi terhadap stres Cara klien menghadapi masalah, cara klien
mengatasi solus.
q) Nilai dan kepercayaan Kebiasaan dalam menjalankan agama, tindakan medis yang bertentangan
dengan kepercayaan klien, menjalankan ajaran agama yang dianut klien, persepsi terkait dengan
penyakit yang dialami dilihat dari sudut pandang nilai dan kepercayaan klien.
r) Pemeriksaan fisik Keadaan umum : Keadaan umum baik, kesadaran composmentis GCS E4 V5
M6 Skala nyeri 5 Tanda vital:
 Tekanan Darah : 140/90 mm/Hg
 Nadi : 105 X/mnt
 RR : 24 X/mnt
 Suhu : 36°C

Interpretasi : Tekanan darah pasien tinggi karena pasien berusia hampir 60 tahun. Nadi tinggi
karena pasien biasanya nyeri, RR, suhu dalam batas normal dan tidak ada gangguan.

Pengkajian Fisik Head to toe (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)

 Kepala
Inspeksi : Tidak ada benjolan / kanker kolon, tidak ada lesi dikepala, penyebaran rambut
merata, rambut bersih, hitam, tidak ada ketombe.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
 Mata
Inspeksi : Konjungtiva anemis, posisi dan kesejajaran mata normal, dilatasi pupil
normal, ada reaksi dengan cahaya, tidak memakai kacamata, fungsi penglihatan normal.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
 Telinga
Inspeksi : Bentuk dan ukuran telinga normal, tidak ditemukan pembengkakan, telinga
dalam keadaan bersih, ketajaman pendengaran normal.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
 Hidung
Inspeksi : bentuk hidung normal, simetris, pernapasan cuping hidung, bersih, tidak ada
pembengkakan, tidak ada secret
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
 Mulut
Inspeksi : Bibir : mukosa bibir kering, rongga mulut : jumlah gigi lengkap, lidah : bersih,
warna lidah putih
 Leher Inspeksi : bentuk normal, simetris, tidak ada distensi vena jugularis, tidak ada
pembesaran kelenjar getah bening
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, teraba nadi karotis
 Dada

Inspeksi : bentuk dada normal, simetris, tidak ada retraksi dada

Palpasi : tidak ada nyeri tekan

Perkusi : suara paru-paru sonor (normal), suara jantung pekak

Auskultasi : S1 - S2, suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan seperti
ronkhi, wheezing, snoring

 Abdomen

Inspeksi : distensi abdomen

Auskultasi : Peristaltik normal (20x/menit)

Perkusi : Timpani

Palpasi : tidak ada nyeri tekan

 Ekstremitas Ekstremitas Atas

Inspeksi : gerak tangan antara dekstra dan sinistra seimbang, kekuatan otot

Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, tidak ada massa

Ekstremitas Bawah
Inspeksi : kekuatan otot dekstra sinistra 5

Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, tidak ada massa

 Kulit dan kuku


Inspeksi : Kulit : kulit lembab, warna kulit kuning langsat, turgor kulit baik Kuku : kuku
pendek dan bersih
Palpasi : CRT 2 detik Keadaan lokal Kondisi umum pasien biasanya adalah
composmentis degan nilai GCS 14 -1 5.

2. Diagnosa keperawatan
 Nyeri kronis berhubungan dengan kompresi tumor pada ujung saraf nyeri di dinding kolon
 Keletihan berhubungan dengan anemia karena adanya perdarahan internal dan feses
bercampur darah
 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan nutrisi
yang tidak adekuat
 Risiko infeksi berhubungan dengan luka pasca bedah kolostomi

3. Implementasi
Melaksanakan tindakan sesuai dengan intervensi yang telah di rencanakan dan di lakukan sesuai
dengan kebutuhan klien / pasien tergantung pada kondisinya. Sasaran utama pasien meliputi
peredaan nyeri, mengontrol ansietas, pemahaman dan penerimaan penanganan, pemenuhan aktivitas
perawatan diri, termasuk pemberian obat, pencegahan isolasi sosial, dan upaya komplikasi.
4. Evaluasi
Melakukan pengkajian kembali untuk mengetahui apakah semua tindakan yang telah dilakukan
dapat memberikan perbaikan status kesehatan terhadap klien sesuai dengan kriteria hasil yang
diharapkan.

Daftar pustaka

Anda mungkin juga menyukai