Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap tahunnya lebih dari 36 juta orang meninggal karena
Penyakit Tidak Menular (PTM) (63% dari seluruh kematian). Lebih dari 9
juta kematian yang disebabkan oleh penyakit tidak menular terjadi
sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian “dini” tersebut terjadi di
negara berpenghasilan rendah dan menengah. Secara global PTM
penyebab kematian nomor satu setiap tahunnya adalah penyakit
kardiovaskuler. Penyakit kardiovaskuler adalah penyakit yang disebabkan
gangguan fungsi jantung dan pembuluh darah, seperti: Penyakit Jantung
Koroner, Penyakit Gagal Jantung atau Payah Jantung, Hipertensi dan
Stroke. Berdasarkan diagnosis dokter prevalensi penyakit gagal jantung di
Indonesia tahun 2013 sebesar 0,13% atau diperkirakan sekitar 229.696
orang, sedangkan berdasarkan diagnosis dokter/gejala sebesar 0,3% atau
diperkirakan sekitar 530.068 orang. Kalimantan Timur menempati posisi
ke 23 dengan jumlah persen 0.08 % atau setara dengan 2.203 jiwa. Untuk
penyakit jantung koroner berdasarkan diagnosis dokter, prevalensi
penyakit jantung koroner di Indonesia tahun 2013 sebesar 0,5% atau
diperkirakan sekitar 883.447 orang, dan di Kalimantan Timur berjumlah
13.767 jiwa atau 0,5 % (RISKESDAS, 2014).
Salah satu komplikasi dari gagal jantung adalah syok kardiogenik.
Syok kardiogenik sebenarnya adalah gagal jantung kongestif ekstrem yang
disebabkan oleh penurunan fungsi kontraktil jantung yang parah.
Biasanya, syok kardiogenik didiagnosis berdasarkan adanya perubahan
hemodinamik sistemik dan paru, yang disebabkan oleh curah jantung dan
perfusi jaringan yang tidak adekuat. Khasnya, ini terjadi jika lebih dari
40% massa ventrikel rusak (Morton, 2013).
Delapan puluh persen syok kardiogenik disebabkan oleh gangguan
ventrikel kiri akibat infark miokard akibat elevasi ST. Selain karena

1
disfungsi miokard, penurunan kontraktilitas jantung, obstruksi aliran
ventrikel keluar jantung, kelainan pengisian ventrikel, disritmia, dan defek
septum juga turut menggagalkan fungsi jantung. Mortalitas akibat syok
kardiogenik adalah sekitar 50%. Menurut penelitian terakhir, sindrom
peradangan sistemik ternyata menjadi komponen dalam terjadinya syok
kardiogenik (Sjamsuhidajat, 2014).
Berdasarkan uraian di atas, maka kelompok tertarik untuk
melakukan “Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Tn. HM dengan
Diagnosa Medik Syok Kardiogenik di IGD RSUD. A. W. Sjahranie
Samarinda”.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan gawat darurat pada Tn. HM
dengan diagnose medik Syok Kardiogenik di IGD RSUD. A. W. Sjahranie
Samarinda?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memberikan asuhan keperawatan gawat darurat pada Tn. HM
dengan diagnose medik Syok Kardiogenik di IGD RSUD. A. W.
Sjaharanie Samarinda.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan gawat darurat Tn. HM dengan
diagnose medik Syok Kardiogenik di IGD RSUD. A. W.
Sjaharanie Samarinda.
b. Menetapkan diagnosa keperawatan gawat darurat pada Tn. HM
dengan diagnosa medik Syok Kardiogenik di IGD RSUD. A. W.
Sjaharanie Samarinda.
c. Menyusun rencana tindakan keperawatan gawat darurat Tn. HM
dengan diagnose medik Syok Kardiogenik di IGD RSUD. A. W.
Sjaharanie Samarinda.

2
d. Melaksanakan tindakan keperawatan gawat darurat pada Tn. HM
dengan diagnosa medik Syok Kardiogenik di IGD RSUD. A. W.
Sjaharanie Samarinda.
e. Melakukan evaluasi keperawatan gawat darurat pada Tn. HM
dengan diagnosa medik Syok Kardiogenik di IGD RSUD. A. W.
Sjaharanie Samarinda.
f. Melakukan dokumentasi asuhan keperawatan gawat darurat pada
Tn. HM dengan diagnosa medik Syok Kardiogenik di IGD RSUD.
A. W. Sjaharanie Samarinda.

D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Menambah wawasan dalam ilmu Keperawatan mengenai peran
perawat dalam upaya memberikan asuhan keperawatan gawat darurat
dengan diagnosa medik Syok Kardiogenik.
2. Manfaat Prakitis
a. Bagi Rumah Sakit
Menjadi informasi tambahan terutama bagi perawat dalam
meningkatkan mutu asuhan keperawatan gawat darurat klien
dengan diagnosa medik Syok Kardiogenik.
b. Institusi Pendidikan
Menjadi referensi tambahan bagi mata kuliah Keperawatan Gawat
Darurat dan Kritis khususnya dalam memberikan asuhan
keperawatan gawat darurat klien dengan diagnosa medik Syok
Kardiogenik.

E. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan laporan ini dibagi dalam beberapa bab, yaitu:

Bab I : Berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang


belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan
sistematika penulisan

3
Bab II : Berisi tinjauan pustaka yang terdiri dari konsep dasar
dasar penyakit dan konsep dasar asuhan keperawatan.
Bab III : Berisi tinjauan kasus yang terdiri dari bentuk asuhan
keperawatan gawat darurat klien dengan diagnosa medik
Syok Kardiogenik.
Bab IV : Berisi pembahasan.
Bab V : Berisi penutup dan saran.

BAB II

TELAAH PUSTAKA

4
A. Konsep Penyakit
1. Definisi Syok Kardiogenik
Syok didefinisikan sebagai sindrom gangguan patofisiologi
berat yang ketika berlanjut menyebabkan perfusi jaringan yang buruk,
hal ini dapat dikaitkan dengan metabolisme sel yang tidak normal.
Selain itu, syok merupakan kegagalan sirkulasi perifer yang
menyeluruh sehingga perfusi jaringan menjadi tidak adekuat. Syok
kardiogenik merupakan suatu kondisi dimana terjadi hipoksia jaringan
sebagai akibat dari menurunnya curah jantung, meskipun volume
intravaskuler cukup. Sebagian besar kondisi syok ini disebabkan oleh
infark miokard akut (Asikin et all, 2016).
Pendapat lain mengatakan bahwa syok kardiogenik adalah
kelainan jantung primer yang menyebabkan kelainan fungsi jaringan
yang tidak cukup untuk mendistribusi bahan makanan dan mengambil
sisa metabolisme. Syok kardiogenik adalah syok yang disebabkan oleh
ketidakadekuatan perfusi jaringan akibatdari kerusakan fungsi
ventrikel. Syok kardiogenik adalah ketidakmampuan jantung
mengalirkan cukup darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme, akibat dari gangguan fungsi pompa jantung (Aspiani,
2015).
Syok bukanlah merupakan suatu diagnosis. Syok merupakan
sindrom klinis yang kompleks yang mencakup sekelompok keadaan
dengan manisfestasi hemodinamika yang bervariasi ; tetapi petunjuk
yang umum adalah tidak memadainya perfusi jaringan ketika
kemampuan jantung untuk memompa darah mengalami kerusakan.
Curah jantung merupakan fungsi baik untuk volume sekuncup maupun
frekuensi jantung. Jika volume sekuncup dan frekuensi jantung
menurun atau menjadi tidak teratur, tekanan darah akan turun dan
perfusi jaringan akan terganggu. Bersama dengan jaringan dan organ
lain mengalami penurunan suplai darah, otot jantung sendiri menerima
darah yang tidak mencukupi dan mengalami kerusakan perfusi

5
jaringan (Muttaqin, 2009). Keadaan hipoperfusi ini memperburuk
penghantaran oksigen dan zat-zat gizi, dan pembuangan sisa-sisa
metabolic pada tingkat jaringan. Hipoksia jaringan akan menggeser
metabolismedan jalur oksidatif ke jalur anaerobic, yang
mengakibatkan pembentukan asam laktat. Kekacauan metabolism yang
progresif menyebabkan syok menjadiberlarut-larut, yang pada
puncaknya akan menyebabkan kemunduran sel dan kerusakan
multisystem (Muttaqin, 2009).

2. Etiologi
Penyebab syok kardiogenik terjadi akibat beberapa jenis
kerusakan, gangguan atau cedera pada jantung yang menghambat
kemampuan jantungg untuk berkontraksi secara efektif dan memompa
darah. Pada syok kardiogenik, jantung mengalami kerusakan berat
sehingga tidak bisa secara efektif memperfusi dirinya sendiri atau
organ vital lainnya. Ketika keadaan tersebut terjadi, jantung tidak dapat
memompa darah karena otot jantung yang mengalami iskemia tidak
dapat memompa secara efektif. Pada kondisi iskemia berkelanjutan,
denyut jantung tidak berarturan dan curah jantung menurun secara
drastic (Yudha, 2011).
Beberapa faktor penyebab terjadinya syokkardiogenik, adalah:
1. Infark Miokardium: jantung yang rusak tidak dapat memompa
darah dan curah jantung tiba-tiba menurun. Tekanan sistolik
menurun akibat kegagalan mekanisme kompensasi. Jantung akan
melakukan yang terbaik pada setiap kondisi, sampai akhirnya
pompa jantung tidak dapat memperfusi dirinya sendiri,
2. Aritmia Ventrikel yang Mematikan: pasien dengan takikardia terus
menerus akan dengan cepat menjadi tidak stabil. Tekanan darah
sistolik dan curah jantung menurun karena denyut jantung yang
terlalucepat menurunkan waktu pengisian ventrikel. Takikardia

6
ventrikel dan fibrasi ventrikel dapat terjadi karena iskemia
miokardium setelah infark miokardium akut,
3. Gagal Jantung Stadium Akhir: jaringan parut di miokardium akibat
serangan jantung sebelumnyaa, dilatasi ventrikel, dan iskemia
miokardium kronis merusak otot jantung, dan gerak dinding
menjadi tidak terkoordinasi (ruang ventrikel tidak padat memompa
secara bersamaan.

3. Patofisiologi
Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri,
yangmengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan
penghantaran oksigen ke jaringan. Nekrosis fokal diduga merupakan
akibat dari ketidakseimbangan yang terus-menerus antara kebutuhan
suplai oksigen miokardium. Pembuluh coroner yang terserang juga
tidak mampu meningkatkan aliran darah secara memadai sebagai
respons terhadap peningkatan beban kerja dan kebutuhan oksigen
jantung oleh aktivitas respons kompensatorik seperti perangsang
simpatik. Kontraktilitas ventrikel kiri dan kinerjanya menjadi sangat
terganggu akibat dari proses infark. Pertahanan perfusi jaringan
menjadi tidak memadai, karena ventrikel kiri gagal bekerja sebagai
pompa dan tidak mampu menyediakan curah jantung dengan baik.
Maka dimulailah siklus yang terus berulang. Siklus dimulai saat
terjadinya infark yang berkelanjut dengan gangguan fungsi
miokardium (Muttaqin, 2009).
Kerusakan miokardium baik iskemia dan infark pada
miokardium mengakibatkan perubahan metabolism dan terjadi asidosis
metabolic pada miokardium yang berlanjut pada gangguan
kontraktilitas miokardium yang berakibat pada penurunan volume
sekuncup yang di keluarkan oleh ventrikel. Penurunan curah jantung
dan hipotensi arteria disebabkan karena adanya gangguan fungsi
miokardium yang berat. Akibat menurunnya perfusi coroner yanglebih

7
lanjut akan mengakibatkan hipoksia miokardium yang bersiklus ulang
pada iskemia dan kerusakan miokardium ulang. Dari siklus ini dapat di
telusuri bahwa siklus syok kardiogenik ini harus di putus sedini
mungkin untuk menyelamatkan miokardium ventrikel kiri dan
mencegah perkembangan menuju tahap irreversibledimana
perkembangan kondisi bertahap akan menuju pada aritmia dan
kematian (Muttaqin, 2009).

4. Manifestasi Klinis
Menurut buku Aspiani 2015 timbulnya syok kardiogenik dengan
infark miokard akut dapat dikategorikan dalam beberapa tanda dan
gejala berikut:
a. Timbulnya tiba-tiba dalam waktu 4-6 jam setlah infark akibat
gangguan miokard miokard atau rupture dinding bebas ventrikel
kiri
b. Timbulnya secara perlahan dalam beberapa hari sebagai akibat
infark berulang
c. Timbulnya tiba-tiba 2 hingga 10 hari setelah infark miokard
disertai timbulnya bising mitral sistolik, ruptur septum atau
disosiasi elektro mekanik. Episode ini disertai atau tanpa nyeri
dada, tetapi sering disertai dengan sesak napas akut.
Keluhan dada pada infark miokard akut biasanya didaerah
substernal, rasa seperti ditekan, diperas, diikat, rasa dicekik, dan
disertai rasa takut. Rasa nyeri menjalar ke leher, rahang, lengan dan
punggung. Nyeri biasanya hebat dann berlangsung lebih dari ½ jam,
tidak menghilang dengan obat-obatan nitrat. Syok kardiogeenik yang
berasal dari penyakit jantung lainnya, keluhan sesuai dengan penyakit
dasarnya.
Tanda penting yang muncul pada syok kardiogenik adalah sebagai
berikut (Yudha, 2011):

8
a. Takikardia: Jantung berdenyut lebih cepat karena stimulasi
simpatis yang berusaha untuk meningkatkan curah jantung.
Namun, hal ini akan menambah beban kerja jantung dan
meningkatkan konsumsi oksigen yang menyebabkan hipoksia
miokardium,
b. Kulit pucat dan dingin: vasokontriksi sekunder akibat stimulasi
simpatis membawa aliran darah yang lebih sedikit (warna dan
kehangatan) ke kulit, dan
c. Berkeringat: stimulasi simpatis mengakibatkan kelenjar keringat.
d. Sianosis pada bibir dan bantalan kuku: stagnasi darah di kapiler
setelah oksigen yang tersedia di keluarkane.
e. Peningkatan CVP (tekanan vena sentral) dan PWCP (tekanan baji
kapiler pulmonal): pompa yang mengalami kegagalan tidak mampu
memompa darah, tetapi darah tetap masuk ke jantung, menambah
jumlah darah di dalam jantung, sehingga meningkatkan preload.

5. Klasifikasi
Menurut Muttaqin 2009 Syok dapat dibagi menjadi tiga tahap
yang semakin lama semakin berat:
a. Tahap I, syok terkompensasi (non-progresif) ditandai dengan
respons kompensatorik, dapat menstabilkan sirkulasi, mencegah
kemunduranlebih lanjut
b. Tahap II, tahap progresif, ditandai dengan manisfestasi sistemis
dari hipoperfusi dan keemunduran fungsi organ
c. Tahap III, refrakter (irreversible), ditandai dengan kerusakan sel
yang hebat tidak pdapat lagi dihindari, yang pad akhirnya menuju
ke kematian.

9
6. Komplikasi
Menurut buku yang di tulis oleh Aspiani 2015 komplikasi
yang muncul dari syok kardiogenik adalah:
a. Henti jantung paru
b. Disritmia
c. Gagal multisystem organ
d. Stroke
e. Tromboemboli.
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan untuk
mendukung penegakan diagnosis syok kardiogenik adalah sebagai
berikut (Asikin, 2016):
a. EKG: untuk mengetahui adanya infark miokard dan/atau iskemia
miokard
b. Rongent dada: menyingkirkan penyebab syok atau nyeri dada
lainnya. Klien dengansyok kardiogenik sebagian besar
menunjukkan adanya gagal ventrikel kiri.
c. Kateterisasi jantung: Menentukan penyebab dan jenis syok
dengan melihat tekanan kapiler paru dan indeks jantung
d. Enzim jantung: mengetahui syok kardiogenik disebabkan oleh
infark miokard akut. Enzim jantung dapat berupa kreatinin kinase,
troponin, myoglobin dan LDH
e. Hitung Darah Lengkap: melihat adanya anemia, infeksi atau
koagulopati akibat sepsis yang mendasari terjadinya syok
kardiogenik
f. Ekokardiografi: menentukan penyebab syok kardiogenik dengan
melihat fungsi sistolik dan diastolik jantung.
Terdapat beberapa tambahan pemeriksaan penunjang pada
syok kardiogenik menurut pendapat Yudha (2011):
a. Pemindaian jantung: Tindakan penyuntikan fraksi dan
memperkirakan gerakan jantung

10
b. Elektrolit: Mungkin berubah karena perrpindahan cairan atau
penurunan fungsi ginjal, terapi deuretik
c. Oksimetri nadi : Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika
gagal jantung kongestif memperburuk penyakit paru obstruktif
menahun (POM)
d. AGD : Gagal ventrikel kiri diatandai alkalosis respiratorik ringan
atau hipoksiemia dengan peningkatan tekanan karbondioksida.

8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Penanganan Syok kardiogenik yaitu kegawadaruratan yang
memerlukan terapi resusitasi segera sebelum syok merusak organ
secara irreversible (Asikin et all, 2016).
1) Penanganan awal: resusitasi cairan, oksigenasi dan proteksi
jalan nafas, koreksi hipovolemia dan hipotensi
2) Intervensi farmakologi:
a) Sesuai penyebabnya, misalnya infark miokard atau
sindrom coroner akut diberikan aspirin dan heparin
b) Obat vasokontriksi, misalnya dopamine, epinefrin, dan
norepinefrin
c) Mempertahankan tekanan darah yang adekuat untuk
mempertahankan perfusi jaringan dan volume
intravaskuler.
b. Farmakologi
Syok kardiogenik, setelah tercapainya preload yang
optimal, sering kali dibutuhkan inotropic untuk memperbaiki
kontraktilitas dan obat lain untuk menurunkan afeterload.
1) Katekolamin
Hormone yang termasuk dalam kelompok ini yaitu adrenalin
(epinefrin), noradrenalin (norepinephrine), isoproterenol,
dopamine dan dobutamine. Golongan obat ini akan menaikkan

11
tekanan arteri, perfusi coroner, kontraktilitas dan kenaikkan
denyut jantung, serta vasontriksi perifer. Kenaikan tekanan
arteri akan meningkatkan konsumsi oksigen, serta kerja yang
tidak diinginkan berpotensi mengakibatkan aritmia.
2) Adrenalin, noradrenalin dan isoproterenol
Hormone ini memiliki aktivitas stimulasi alfa yang kuat. Ketiga
obat tersebut memiliki aktivitas kronotropik. Stimulasi alfa
yang kuat menyebabkan vasokontriksi yang kuat, sehingga
meningkatkan tekanan dinding miokard yang dapat
mengganggu aktivitas inotropic. Isoproterenol merupakan
vasodilator kuat, serta cenderung menurunkan aliran darah dan
tekanan perfusi coroner. Isoproterenolakan meningkatkan
kontraktilitas miokard dan laju jantung, yang mengakibatkan
terjadinya peningkatan konsumsi oksigen miokard yang sangat
berbahaya pada syok kardiogenik.
3) Dopamine
Dopamine mempengaruhi stimulasi reseptor beta 1 pada dosis
5-10μg/kgBB/menit, sehingga terdapat peningkatan
kontraktilitas dan denyut jantung, sedangkan pada dosis
>10μg/kgBB/menit, reseptor alfa 1 yang menyebabkan
peningkatkan tekanan arteri sistemik dan tekanan darah akan
distimulasi oleh dopamine. Dopamine adalah prekusor endogen
noradrenalin, yang menstimulasi reseptor beta, alfa, dan
dopaminergic. Dopamine menyebabkan vasodilatasi ginjal,
menseterika dan coroner pada dosis <5 μg/kg/menit. Takikardia
merupakan efek samping dari dopamine.
4) Dobutamine
Dobutamine merupakan katekolamin inotropic standart yang
digunakan sebagai pembanding. Efek dobutamine terbatas pada
tekanan darah. Dobutamine juga meningkatkan curah jantung
tanpa pengaruh bermakna pada tekanan darah. Oleh karena itu,

12
tahanan vaskulat sistemik, tekanan vena dan denyut jantung
menurun, sehingga umumnya menandakan adanya
hipovolemia. Dobutamin terutama bekerja pada reseptor beta
dengan rentan dosis 2-40 mcg/kgBB/menit. Pada dosis
tersebut, dobutamin akan meningkatkan kontraktilitas dengan
sedikit efek kronotropik tanpa vasokontriksi.
c. Mechanical Circulatory Support
Digunakan pada pengidap yang tidak responsive
dengan pengobatan yang telah diberikan.
1) Intra-aortic Ballon Pump (IABP)
IABP dapat mengurangi afterload ventrikel kiri sistolik
dan mengurangi tekanan perfusi coroner diastolic,
sehingga meningkatkan output jantung dan aliran darah
arteri coroner. IABP dimasukkan melalui arteri besar
dengan bantuan fluoroskopi yang disinkronisasikan
dengan EKG. Saat diastolic balon akan di kembangkan
yang bertujuan untuk meningkatkan tekanan diastolic,
sehingga akan memperkuat aliran darah koroner dan
perfusi koroner menjadi baik. Saat sebelum sistolik
ventrikel balon dikempiskan yang akan menurunkan
tekanan aorta dan ventrikel afterload.
2) Ventricular Assist Device (VAD)
VAD dapat mendukung hemodinamika jangka pendek
untuk reperfusi. VAD digunakan setelah oklusi coroner
akut sehingga terjadi reduksi preload ventrikel kiri,
meingkatkan aliran darah miokard dan memperbaiki
fungsi jantung secara umum.
d. Penatalaksanaan Keperawatan
Pencegahan syok kardiogenik adalah salah satu
tanggung jawab utama perawat di area keperawatan kritis.
Tindakan pencegahan teermasuk mengidentifikasi pasien

13
pada resiko dan pengkajian serta manajemen status
kardiopulmoner pasien. Pasien dalam syok kardiogenik
mungkin memiliki sejumlah diagnosis keperawatan,
tergantung pada perkembangan penyakit Prioritas
keperawatan diarahkan terhadap:
a) Membatasi permintaan oksigen miokard
b) Peningkatan pasokan oksigen miokard
c) Mempromosikan kenyamanan dan dukungan emosi
d) Mempertahankan pengawasan terhadapp komplikasi.
Langkah-langkah untuk membatasi kebutuhan oksigen
miokard meliputi:
a) Pemberian analgesic, sedative, dan agens untuk
mengontrol afterload dan disritmia
b) Posisikan pasien untuk kenyamanan
c) Membatasi aktivitas
d) Menyediakan lingkungan yang tenang dan nyaman
e) Memberikan dukungan untuk mengurangi kecemasan
f) Memberikan pemahaman kepada pasien tentang
kondisinya.
Pengukuran untuk meningkatkan suplai oksigen miokard
mencakup pemberian oksigen tambahan, pemantauan status
pernapasan pasien dan memberikan obatyang diresepkan.
Manajemen keperawatan yang efektif dari syok kardiogenik
membutuhkan pemantauan yang tepat dan pengelolaan
SDM, preload, afterload dan kontraktilitas. Hal ini dapat
dicapai melalui pengukuran akurat dari variable
hemodinamik dan pengontrolan pemberian cairan serta
inotropic dan agen vasoaktif. Hasil penilaian dan
pengelolaan fungsi pernapasan juga penting untuk
mempertahankan oksigenasi yang adekuat (Aspiani, 2015).

14
9. Web of Causation

15
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Primary Assessment
1) Airway
Penilaian akan kepatenan jalan napas, meliputi pemeriksaan
mengenai adanya obstruksi jalan napas, adanya benda asing.
Pada klien yang dapat berbicara dapat dianggap jalan napas
bersih. Dilakukan pula pengkajian adanya suara napas
tambahan seperti snoring.
2) Breathing
Frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu
pernapasan, retraksi dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi
pengembangan paru, auskultasi suara napas, kaji adanya suara
napas tambahan seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya
trauma pada dada.
3) Circulation
Dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac output
serta adanya perdarahan. Pengkajian juga meliputi status
hemodinamik, warna kulit, nadi.
4) Disability
ilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil.

b. Secondary Assessment
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Anamnesis dapat menggunakan format AMPLE (alergi,
medikasi, past illness, last meal, dan environment). Pemeriksaan
fisik dimulai dari kepala hingga kaki dan dapat pula ditambahkan
pemeriksaan diagnostik yang lebih spesifik seperti foto thoraks,
dan lainnya.

16
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penurunan reflek batuk
b. Gangguan pertukaran gas b.d. perubahan membran kapiler-alveolar
c. Penurunan curah jantung b.d. perubahan kontraktilitas miokardial/
perubahan inotropik.
d. Kelebihan volume cairan b.d. meningkatnya produksi adh dan
retensi natrium/air.

3. Rencana Tindakan Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


No.
Keperawatan Hasil Keperawatan
1. Bersihan jalan Tujuan: 1.1 Kaji kepatenan jalan
napas tidak efektif Setelah dilakuakn napas
b.d penurunan tindakan keprawatan, 1.2 Evaluasi gerakan
reflek batuk pasien menunjukkan dada
jalan napas paten. 1.3 Auskultasi bunyi
Kriteria hasil: napas bilateral, catat
1. Tidak ada suara adanya ronki
snoring 1.4 Catat adanya
2. Tidak terjadi dyspnea,
aspirasi 1.5 Lakukan pengisapan
3. Tidak sesak napas lendir secara berkala
1.6 Berikan fisioterapi
dada
1.7 Berikan obat
bronkodilator dengan
aerosol.
2. Gangguan Tujuan : 2.1 Auskultasi bunyi
pertukaran gas b.d. Setelah dilakukan napas, catat adanya
perubahan tindakan kerpawatan, krekels, mengi
membran kapiler- pasien dapat 2.2 Berikan perubahan
alveolar menunjukkan posisi sesering
oksigenasi dan mungkin
ventilasi adekuat 2.3 Pertahankan posisi
Kriteria hasil: duduk semifowler.
1. GDA dalan
rentang normal
2. Tidak ada sesak
napas
3. Tidak ada tanda
sianosis atau pucat

17
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
No.
Keperawatan Hasil Keperawatan
3. Penurunan curah Tujuan: 3.1 Auskultasi nadi
jantung b.d. Setelah dilakukan apikal, kaji
perubahan tindakan keperawatan, frekuensi, irama
kontraktilitas pasien menunjukkan jantung
miokardial/ tanda peningkatan 3.2 Catat bunyi jantung
perubahan inotropik curah jantung adekuat.3.3 Palpasi nadi perifer
Kriteria hasil: 3.4 Pantau status
1. Frekuensi jantung hemodinamik
meningkat 3.5 Kaji adanya pucat
2. Status dan sianosis
hemodinamik 3.6 Pantau intake dan
stabil output cairan
3. Haluaran urin 3.7 Pantau tingkat
adekuat kesadaran
4. Tidak terjadi 3.8 Berikan oksigen
dyspnea tambahan
5. Tingkat kesadaran 3.9 Berikan obat
meningkat diuretik, vasodilator.
6. Akral hangat. 3.10 Pantau pemeriksaan
laboratorium.
4. Kelebihan volume Tujuan: 1.1 Pantau / hitung
cairan b.d. Setelah dilakukan haluaran dan masukan
meningkatnya tindakan keperawatan cairan setiap hari
produksi ADH dan pasien 1.2 Kaji adanya distensi
retensi natrium/air. mendemonstrasikan vena jugularis
volume cairan 1.3 Ubah posisi
seimbang 1.4 Auskultasi bunyi
Kriteria hasil: napas, cata adanya
1. Masukan dan krekels, mengi
haluaran cairan 1.5 Pantau status
dalam batas hemodinamik
seimbang 1.6 Berikan obat diuretik
2. Bunyi napas bersih sesuai indikasi.
3. Status
hemodinamik
dalam batas
normal
4. Berat badan stabil
5. Tidak ada edema.

18
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Pengkajian dilakukan pada tanggal 03 September 2019 pukul 11.30
Wita, diperoleh data: Identitas pasien. Nama/Inisial: Tn. HM, Umur:
61 tahun, Agama: Islam, Alamat: Jln. Pelabuhan RT. 1, Pulau Atas,
Pendidikan: SMP, Pekerjaan: Wirusaha, TB/Tinggi Badan: 165 cm,
BB/ Berat Badan: 80 Kg, dan Nomor Rekam Medik: 81.10.XX.
Diagnosa medis: Syok Kardiogenik.

2. Keluhan Utama
Sesak napas.

3. Penilaian Triase
Penilaian Triase dilakukan pada tanggal 03 September 2019 (11.30
Wita), dengan klasifikasi:
a. Jalan napas bebas
b. Distress pernapasan berat
c. Pucat
d. Akral dingin
e. SpO2 78%
Kategori Triase Prioritas 2/ Emergensi (10 menit).
Resiko jatuh tinggi: berdasarkan penilaian Resiko Jatuh IGD :
Modifikasi Get Up and Go Test

4. Pengkajian Primer
a. Airway
Jalan napas bebas, posisi pasien fowler 90◦, dan Tn. HM masih
kesulitan bernapas.

19
b. Breathing
Tn. HM mengatakan, “Napas saya sesak.”
Terlihat pengembangan dada, teraba hembusan napas, RR:
38x/menit, irama napas tidak teratur, terlihat adanya penggunaan
otot bantu rongga dada dalam pernapasan, napas cepat dan
dangkal, SpO2 78%, dan auskultasi napas ronchi di seluruh lapang
paru.
c. Circulation
Tn. HM mengatakan, “Jantung saya berdebar-debar.”
TD: 116/69 mmHg, HR: 87x/menit, terdengar suara jantung redup
S1 dan S2 reguler, ada suara jantung S3 gallop, capillary reffil
kembali < 3 detik, akral teraba dingin.
d. Disability
Kesadaran pasien compos mentis dengan GCS (E4V5M6), keadaan
umum lemah, reflek pupil (+) 3 mm/ 3mm dan isokor.
e. Exposure
Rambut dan kulit kepala tampak bersih, tidak terdapat hematoma,
tidak terdapat luka pada tubuh pasien.

5. Pengkajian Sekunder
a. Alergi
Tn. HM memiliki alergi terhadap makanan yaitu telur, gejala yang
muncul gatal-gatal di kepala sampai seluruh tubuh. Tn. HM tidak
memiliki alergi terhadap obat-oabatan.
b. Medikasi
Sebelumnya tidak ada oabat-obatan yang dikonsumsi oleh Tn. HM.
c. Past Illness
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 02 September 2019 (22.00 Wita), Tn. HM mulai
mengeluh napasnya berat dan tidak bisa tidur semalaman. Satu

20
minggu sebelumnya, Tn. HM mengeluh nyeri kepala dan
dadanya sakit, tapi hilang saat istirahat.
Pagi hari, tanggal 03 September 2019 (10.30 Wita) Tn. HM
merasakan jantungnya berdebar, dan napasnya semakin sesak
tak tertahankan disertai keringat dingin. Tn. HM dibawa ke
Puskesmas Makroman oleh keluarga dan kemudian dirujuk ke
IGD RSUD. AW. Sjahranie Samarinda untuk mendapatkan
penanganan yang lebih lanjut dan memadai.
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Tn. HM belum pernah dirawat di Rumah Sakit sebelumnya. Tn.
HM memiliki riwayat alergi makanan telur dengan gejala gatal-
gatal, dan biasanya berobat ke Puskesmas. Istri Tn. HM
mengaku, Tn. HM tidak rutin kontrol kesehatan, sehingga tidak
mengetahui apakah memiliki riwayat penyakit Hipertensi,
Diabetes Melitus Tipe 2, maupun kolesterol. Sebelumnya, Tn.
HM adalah perokok sejak SMP yang baru berhenti ± 10 tahun.
d. Lastmeal
Keluarga mengatakan, Tn. HM makan terakhir pada pukul 20.00
Wita, sebelum Tn. HM mengeluh sesak.
e. Enviroment
Selama di rumah Tn. HM tidak dapat melakukan pekerjaan yang
berat dikarenakan sesak napas.

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil pemeriksaan laboratorium

Hasil Pemeriksaan Tgl.


No. Jenis Pemeriksaan Nilai Normal
03/ September/ 2019
Hematologi
1. Leukosit 9.64 4.80-10.80 103/µL
2. Eritrosit 5.39 4.70-6.10 106/µL
3. Hemoglobin 12.8 14.0-18.0 g/dL
4. Hematokrit 40.7 37.0-54.0 %
5. PLT 379 150-450 103/µL

21
Hasil Pemeriksaan Tgl.
No. Jenis Pemeriksaan Nilai Normal
03/ September/ 2019
Kimia Klinik
6. Glukosa Sewaktu 123 70-140 mg/dL
7. Ureum 54.6 19.3-49.2 mg/dL
8. Creatinin 3.3 0.7-1.3 mg/dL
9. Troponin T 75 < 30 pg/mL
10. Natrium 138 135-155 mmol/L
11. Kalium 4.4 3.6-5.5 mmol/L
12. Chloride 102 98-108 mmol/L
Analisa Gas Darah
13. pH 7.18 7.35-7.45
14. pCO2 35.90 35.00-45.00 mmHg
15. pO2 87.80 83.00-108.00 mmHg
16. SO2% 93.90 95.00-98.00 %
17. HCO3 13.3 21.0-28.0 mmol/L

b. Hasil Pemeriksaan EKG


Hari/ Tanggal : Selasa, 03 September 2019
Vent. rate 132 bpm ***Poor data quality,
QRS duration 76 ms interpretation may be adversely
QT/QTc 294/435 ms affected
PR interval 140 ms Sinus tachycardia
P duration 62 ms Junctional ST depression, probably
RR interval 454 ms normal
P-R-T axes 69 50 36 Borderline ECG.
c. Hasil Foto Rontgen

Hari/ Tanggal : Selasa, 03 September 2019

22
Foto Thoraks AP
Klinis : Suspect Edema Paru
Cor : Kesan membesar
Pulmo : Tampak cephalisasi dan perselubungan di paracardial
kanan
Sudut costophrenicus kanan kiri tajam
Diafragma kanan kiri tampak baik
Tulang-tulang dan soft tissue yang tervisualisasi tampak baik
Kesimpulan :
Cardiomegali
Edema pulmonum.
d. Cardiac Output (CO)
CO = HR x SV
= 87x75
= 6,525 liter (4-8 liter)
e. Cardiac Index (CI)
TB x BB
(BSA)2 =
3600
165 x 80
= 3600
13.200
= = 3,67
3600
BSA = √ 3,67 = 1,91
BSA (Body Surface Area)/ Luas Permukaan Tubuh

CI = CO/ BSA

23
= 6,525/ 1,91
= 3,41 L/min/m2 (2,5-4 L/min/m2)

7. Program Terapi
a. Terapi oksigenasi pemberian NRM 10 lt/menit
b. Pemasangan DC, Urine (-)
c. Terapi cairan dan obat-obatan

Hari/ Nama Obat Kandungan/ Bentuk/ Dosis/Aturan Pakai Rute/


Tanggal Isi Obat Sediaan Kekuatan Pemb
Selasa, Vascon Norephrine Ampul 4 mg 0,10 meq/kgBB/jam IV
03/09/2019 Arixtra Fondaparinux 2,5 mg 1x1 S
CPG Clopidogrel Tablet 75 mg Loading P.
ASA Asam Tablet 75 mg Loading P.
Asetilsalisilat
Sprinolacton Spirolacton Tablet 25 mg 1x1 P.
Furosemide Furosemid Ampul 20 mg 20mg/jam IV
RL Plabot 10 tetes/menit IV

Samarinda, 03 September 2019


Preceptee,

Kelompok III

B. Data Fokus
Data Subjektif :
1. Tn. HM mengatakan, “Napas saya sesak.”

24
2. Tn. HM mengatakan, “Jantung saya berdebar-debar.”

Data Objektif :
1. Vital sign (TD : 116/69 mmHg, HR:87x/i, RR:38x/i, T:36,8 C)
2. Nadi perifer teraba lemah
3. Suara jantung S3 galop redup, S1 dan S2 reguler
4. CRT < 3 detik
5. Akral teraba dingin
6. Hasil pemeriksaan foto rontgen (03/09/19)
Edema pulmonal
Cardiomegaly
7. CO = 6,525 liter
8. CI = 3,41 L/min/m2
9. Terlihat pengembangan dada
10. Irama nafas tidak teratur
11. Terlihat adanya penggunaan otot bantu rongga dada dalam pernafasan
12. Nafas cepat dan dangkal
13. Suara nafas ronchi diseluruh lapang paru
14. SpO2: 78%
15. Hasil pemeriksaan laboratorium (03/09/19)
Analisa Gas Darah
pH : 7,18
pCO2 : 35,90 mmHg
PO2 : 87,80 mmHg
SO2% : 93,90%
HCO3 : 13,3 mmol/L
Kesimpulan:
Asidosis metabolik
Kimia Klinik
Troponin T : 75 pg/mL
Ureum : 54,6 mg/dL

25
Creatinin : 3,3 mg/dL.

Samarinda, 03 September 2019


Preceptee,

Kelompok III

C. Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan

Nama : Tn. HM JK/Umur : Laki-laki/ 61 Th.


No. RM : 81.10.XX Ruangan : IGD/ Resus

26
Hari/Tanggal/
No. Data Etiologi Masalah Kep.
Jam
1. Selasa/03/09/19 DS : Perubahan Penurunan curah
11.30 WITA 1. Tn. HM mengatakan kontraktilitas jantung (D.0008)
“Jantung saya berdebar- Kategori: Fisiologis;
debar.” Subkategori: Sirulasi
2. Tn. HM mengatakan,
“Napas saya sesak.”
DO :
1. Vital sign (TD : 116/69
mmHg, Hr:87x/I,
RR:38x/I, T:36,8 C)
2. Nadi perifer teraba
lemah
3. Suara jantung S3 galob
redup, S1 dan S2 reguler
4. CRT < 3 detik
5. Akral teraba dingin
6. Hasil pemeriksaan foto
rontgen (03/09/19)
Edema pulmonal
Cardiomegaly
7. CO : 6,525 liter
8. CI: 3,41 L/min/m2

2. Selasa/03/09/19 DS: Tn. HM mengatakan, Hambatan Pola nafas tidak efektif


11.30 WITA “Napas saya sesak.” upaya napas (D.0005)
DO: (edema paru) Kategori: Fisiologi;
1. Vital sign (TD : 116/69 dan penurunan Subkategori:
mmHg, Hr:87x/I, energi Respirasi
RR:38x/I, T:36,8 C) (kebutuhan
2. Terlihat pengembangan dengan suplai
dada O2 tidak
3. Irama nafas tidak teratur adekuat)
4. Terlihat adanya
penggunaan otot bantu
rongga dada dalam
pernafasan
5. Nafas cepat dan dangkal
6. Ronchi (+) di seluruh
lapang paru
7. SpO2: 78%

27
Hari/Tanggal/
No. Data Etiologi Masalah Kep.
Jam
3. Selasa/03/09/19 DS: Tn. HM mengatakan, Ketidakseimbang Gangguan pertukaran
12.00 WITA “Saya sesak napas.” an ventilasi- Gas (D.0003)
DO: perfusi Kategori: Fisiologis;
1. Vital sign (TD : 116/69 Subkategori:
mmHg, HR:87x/i, Respirasi
RR:38x/i, T:36,8 C)
2. SpO2 : 78%
3. Suara jantung S1 & S2
Reguler, S3 galop redup
4. CRT < 3 detik
5. Akral terabadingin
6. Ronchi (+) diseluruh
lapang paru
7. Hasil pemeriksaan
laboratorium (03/09/19)
Analisa Gas Darah
pH : 7,18
pCO2 : 35,90 mmHg
PO2 : 87,80 mmHg
SO2% : 93,90%
HCO3 : 13,3 mmol/L
Kesimpulan:
Asidosis metabolik
Kimia Klinik
Troponin T : 75 pg/mL
Ureum : 54,6 mg/dL
Creatinin : 3,3 mg/dL.

Diagnosa Keperawatan :
1. Penurunan curah jantung b/d penurunan kontraktilitas (D.0008)
2. Pola napas tidak efektif b/d hambatan upaya napas (edema paru) dan penurunan energi
(kebutuhan dengan suplai O2 tidak adekuat) (D.0005)
3. Gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi (D.0003)

28
D. Rencana Tindakan dan Implementasi Keperawatan

Nama : Tn. HM Jk/Umur : Laki – Laki/ 61 Tahun


No. RM : 81.10.XX Ruangan : IGD/ Resus

No Diagnosa Tujuan & Intervensi Implementasi


Evaluasi Paraf
. Keperawatan Kretia Hasil Keperawatan Jam Tindakan
1. Penurunan curah Setelah dilakukan Perawatan jantung 11.30 2.1 Monitoring pola 2.1 RR: 38x/I, iregule,
jantung b/d tindakan (I.02075) nafas (frekuens, terlihat adanya
penurunan keperawatan selama 1.1 Identifikasi kedalaman, usaha penggunaan otot bantu
kontraktilitas 1 x 8 jam diharapkan tanda/gejala nafas rongga dada dalam
(D.0008) pertukaran gas primer penurunan pernafasan, nafas cepat
membaik, dengan curah jantung dan dangkal
kretia hasil : (meliputi dyspnea,
1. Ortopnea 3 kelelahan, edema, 11.31 1.4 Monitoring saturasi 1.4 SpO2: 78%
(sedang ) ortopnea) O2
2. Kekuatan nadi 1.2 Identifikasi 2.3 Tn. HM mengatakan,
perifer 3 (sedang) tanda/gejala 11.31 2.3 Mengatur posisi “Saya masih merasa
3. Suara jantung S3 sekunder pasien fowler sesak.”
3 (sedang) penurunan curah
4. Tekanan darah 3 jantung 11.31 2.4 Memberikan terapi 2.4 O2 NRM 10 lpm
(sedang) (peningkatan BB, O2
hepatomegali,
distensi vena 11.32 1.9 Memonitoring status 1.9 TD: 116/69 mmHg,
jugularis, kardiopulmonal HR: 87x/i (teraba
palpitasi, ronchi (TD, Nadi, MAP) lemah), MAP : 84,67
basah, oliguria, mmHg
batuk, kulit pucat)

29
No Diagnosa Tujuan & Intervensi Implementasi
Evaluasi Paraf
. Keperawatan Kretia Hasil Keperawatan Jam Tindakan
1.3 Monitor intake 11.35 1.2 Mengidentifikasi 1.2 Auskultasi : S3 galop
dan output tanda gejala redup
1.4 Monitoring sekunder penurunan
saturasi O2 curah jantung
1.5 Monitoring
keluhan nyeri 11.35 1.11 Memasang jalur IV 1.11 IVFD (+), RL 10 tpm
dada
1.6 Monitoring 11.40 1.1 Mengidentifikasi 1.1 Ortopnea (+),
aritmia (kelainan tanda/gejala primer kelelahan (+), suara
irama dan menurunan curah nafas redup
frekuensi) jantung (dypsnea,
1.7 Monitor nilai ortopnea, edema)
laborotorium
jantung 11.45 2.2 Memonitoring bunyi 2.2 Ronchi (+) di seluruh
Manajemen Syok nafas tambahan lapang paru
Kardiogenik (I.02051)
1.8 Monitor status 11.45 1.5 Melakukan 1.5 Pemeriksaan DL &
kardiopulmunal pengambilan darah Edta
(frekuensi dan vena
kekuatan nadi,
frekuensi nafas, 11.50 2.8 Melakukan 2.8 Pemeriksaan AGD
TD dan MAP) pengambilan darah
1.9 Monitor tingkat arteri.
kesadaran dan
respon pupil 11.55 1.6 Melakukan 1.6 Hasil EKG : Synus
1.10 Pasang jalur IV pemeriksaan EKG tachikardia, Jungsional

30
No Diagnosa Tujuan & Intervensi Implementasi
Evaluasi Paraf
. Keperawatan Kretia Hasil Keperawatan Jam Tindakan
1.11 Pasang kateter ST depression
urine
1.12 Kolaborasi 11.55 1.10 Memonitoring 1.10 Kes: Compos Mentis
pemberian tingkat kesadaran (E4V5M6), reaksi
dobutamine, jika dan respon pupil pupil (+) 3mm/3mm
perlu
1.13 Monitor rontagen 11.55 1.4 Memonitoring 1.4 SpO2 : 83%
dada (kongestif saturasi O2
paru, odema paru)
1.14 Monitor enzim 12.45 2.8 Memonitoring nilai 2.8 Hasil Pemeriksaan
jantung (CK, AGD laboratorium
CKMB, (03/09/2019)
Troponin) Analisa Gas Darah
pH : 7,18
2. Pola napas tidak Setelah dilakukan Manajemen Jalan pCO2 : 35,90
efektif b/d tindakan Nafas (I.01012) mmHg
hambatan upaya keperawatan selama 2.1. Monitor pola PO2 : 87,80
napas (edema paru) 1 x 8 jam diharapkan nafas (frekuensi, mmHg
dan penurunan pola nafas membaik. kedalaman, usaha SO2% : 93,90%
energi (kebutuhan Dengan kretia hasil : nafas) HCO3 : 13,3
dengan suplai O2 Curah Jantung / 2.2. Monitor bunyi mmol/L
tidak adekuat) L.02008 nafas tambahan Kesimpulan:
(D.0005) 1. Penggunaan otot (gurgling, mengi, Asidosis metabolik
bantu pernafasan wheezing, ronchi
3 (sedang) kering) 12.45 1.15Memonitorig hasil 1.15 Kimia Klinik
2. Ortopnea 3 2.3. Posisikan semi- pemeriksaan Troponin T : 75 pg/mL

31
No Diagnosa Tujuan & Intervensi Implementasi
Evaluasi Paraf
. Keperawatan Kretia Hasil Keperawatan Jam Tindakan
(sedang ) fowler atau fowler laboratorium Ureum : 54,6 mg/dL
3. Frekuensi nafas 4 2.4. Berikn oksigen Creatinin : 3,3 mg/dL.
(cukup membaik) jika perlu
4. Tekanan darah 3 Pemantauan Respirasi 12.45 2.4 Melakukan 2.4 Pemasangan Jackson
(sedang) (I.01014) pemberian terapi O2 Rees 15 lpm
2.5. Palpsi
kesimetrisan 12.47 3.8 Memonitoring 3.8 SpO2: 96%
ekspansi paru saturasi O2
2.6. Auskultasi bunyi
nafas 12.50 1.12 Memasang kateter 1.12 Kateter terpasang,
2.7. Monitor saturasi urine urine (-)
oksigen
2.8. Monitor nilai 13.30 2.11 Kolaborasi 2.11 Injeksi IV furosemide
AGD pemberian diuretik 1 amp (2cc),
2.9. Monitor hasil X- dilanjutkan
ray thoraks Syringe pump
Menejemen Furosemide 10 mg/jam
Hipervolemia
(I.03114) 13.35 1.9 Memonitoring status 1.9 TD: 80/50 mmHg, HR:
2.10. Monitor efek kardiopulmonal (TD dalam dan teraba
samping deuretik dan HR) lemah.
(hipotensi
ortostatik, 13.40 1.13 Melakukan 1.13 TD: 80/50 mmHg, HR:
hipokalemi, kolaborasi dalam dan teraba
hiponatremia) pemasangan Vascon lemah.
2.11. Kolaborasi syringepump 0,10

32
No Diagnosa Tujuan & Intervensi Implementasi
Evaluasi Paraf
. Keperawatan Kretia Hasil Keperawatan Jam Tindakan
pemberian meq/kgBB/jam
diuretik
3. Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi 14.00 1.13 Melakukan 1.13 TD: 100/57mmHg.
pertukaran gas b/d tindakan (I.01014) kolaborasi HR: teraba lemah.
ketidakseimbangan keperawatan selama 1.1 Monitor pemasangan Vascon
ventilasi-perfusi 1 x 8 jam diharapkan frekuensi, irama, syringepump 0,10
(D.0003) pertukaran gas kedalaman dan meq/kgBB/jam
membaik, dengan upaya napas
kretia hasil: 1.2 Monitor pola
1. Ortopnea 3 nafas (bradipnea, 15.00 3.9 Melakukan
(sedang) takipnea, pemeriksaan X-Ray 3.9 Hasil pemeriksaan:
2. Ph Arteri 3 hiperventilasi, Thorax (AP) kardiomegali, edema
(sedang) kussmaul, cheyne- pulmonum
3. PO2 3 (sedang) stokes, biot,
4. PCO2 3 (sedang) ataksis) 15.30 3.1 Memonitoring 3.1 RR: 39x/i, pola nafas
1.3 Palpasi frekuensi, irama, dangkal dan cepat
kesimetrisan kedalaman dan
ekspansi paru upaya nafas
1.4 Monitor nilai
AGD 16.00 2.2 Memonitoring bunyi 2.2 Ronchi (+) di seluruh
1.5 Monitor X-Ray nafas tambahan lapang paru
thoraks
Terapi Oksigen 17.00 1.9 memonitoring status 1.9 TD:100/57 mmHg,
(I.14586) kardiopulmonal HR: teraba lemah
1.6 Monitor
kecepatan aliran 17.20 1.3 Memonitoring 1.3 Urine (-)

33
No Diagnosa Tujuan & Intervensi Implementasi
Evaluasi Paraf
. Keperawatan Kretia Hasil Keperawatan Jam Tindakan
oksigen
1.7 Pertahankan
kepatenan jalan
nafas

output

17.30 1.4 Memonitoring 1.4 SpO2: 93 %


saturasi O2

17.55 1.10 Mengukur tingkat 1.10 Kesadaran : Apatis


Samarinda, 03 September 2019
Preceptee,

Kelompok III

34
E. Evaluasi Keperawatan

Nama : Tn. HM Jk/Umur : Laki-laki/ 61 Tahun


No. RM : 81.10.XX Ruangan : IGD/ Resus

Hari/ Evaluasi
No. Paraf
Tanggal/Jam SOAP
1. Selasa/ DX. I
03/09/2019/ Penurunan curah jantung b/d penurunan
18.00 WITA kontraktilitas (D.0008)

S : Tidak bisa diukur


O:
1. Kesadaran : Apatis (E3V4M5)
2. Vital sign (TD : 100/57 mmHg, nadi perifer:teraba
lemah dan dalam, RR:39x/I, SpO2: 93%
3. Suara jantung S3 galob redup,
4. CRT < 3 detik
5. Akral teraba dingin
6. Hasil pemeriksaan foto rontgen (03/09/19)
7. Edema pulmonal
8. Cardiomegaly
A: Masalah penurunan curah jantung belum teratasi,
dengan indikator:
1. Ortopnea 2 (cukup meningkat)
2. Kekuatan nadi perifer 2 (cukup menurun)
3. Suara jantung S3 3 (sedang)
4. Tekanan darah 3 (sedang)
P: Hentikan intervensi (Tn. HM pindah ke ruang ICCU)

2. Selasa/ DX. II
03/09/2019/ Pola napas tidak efektif b/d hambatan upaya napas
18.00 WITA (edema paru) dan penurunan energi (kebutuhan
dengan suplai O2 tidak adekuat) (D.0005)

S : Tidak bisa diukur


O:
1. Vital sign (TD : 100/57 mmHg, nadi perifer:teraba
lemah dan dalam, RR:39x/I, SpO2: 93%
2. Terlihat pengembangan dada
3. Irama nafas tidak teratur
4. Terlihat adanya penggunaan otot bantu rongga dada
dalam pernafasan
5. Nafas cepat dan dangkal
6. Suara nafas ronchi diseluruh lapang paru
7. SpO2: 93%

35
A: Masalah pola nafas tidak efektif belum teratasi,
dengan indikator:
1. Penggunaan otot bantu nafas 2 (cukup meningkat)
2. Ortopnea 2 (cukup meningkat)
3. Frekuensi nafas 3 (sedang)
4. Kedalaman nafas 2 (cukup memburuk)
P: Hentikan intervensi (Tn. HM pindah ke ruang ICCU)

3. Selasa/03/09/20 DX. III


19/18.00 WITA Gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi (D.0003)

S : Tidak bisa diukur.


O:
1. Vital sign (TD : 100/57 mmHg, nadi perifer:
teraba lemah, RR: 39x/i, SpO2: 93%
2. S3 galop redup
3. CRT < 3 detik
4. Akral teraba dingin
5. Ronchi (+) diseluruh lapang paru
6. Terpasang Juction Risk 15 lt/menit
7. Hasil pemeriksaan laboratorium (03/09/19)
Analisa Gas Darah
pH : 7,18
pCO2 : 35,90 mmHg
PO2 : 87,80 mmHg
SO2% : 93,90%
HCO3 : 13,3 mmol/L
Kesimpulan:
Asidosis metabolik
Kimia Klinik
Troponin T : 75 pg/mL
Ureum : 54,6 mg/dL
Creatinin : 3,3 mg/Dl
8. Hasil pemeriksaan foto rontgen (03/09/2019)
Cardiomegaly
Edema pulmonum.
A: Masalah gangguan pertukaran gas belum teratasi,
dengan indikator:
1. Ortopnea 3 (sedang )
2. Ph Arteri 2 (cukup memburuk)
3. PO2 2 (cukup memburuk)
4. PCO2 2 (cukup memburuk).
P: Hentikan intervensi (Tn. HM pindah ke ruang ICCU)

36
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini merupakan pembahasan dari asuhan keperawatan gawat


darurat pada Tn. HM dengan diagnosa medis Syok Kardiogenik di IGD
RSUD. A. W. Sjahranie Samarinda. Dalam bab ini, kelompok akan
membahas meliputi segi pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana tindakan
keperawatan, implementasi, dan evaluasi keperawatan menganai kasus yang
diangkat.
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap pertama yang kelompok lakukan di dalam
proses keperawatan. Pengkajian ini meliputi pengkajian primer, sekunder
dan pengumpulan informasi atau data-data yang diperoleh dari wawancara
dengan klien, keluarga klien, melakukan observasi, pemeriksaan
penunjang dan catatan keperawatan.
Pengkajian dilakukan pada tanggal 03 September 2019 pukul 11.30
Wita, diperoleh data: Identitas pasien. Nama/Inisial: Tn. HM, Umur: 61
tahun, Agama: Islam, Alamat: Jln. Pelabuhan RT. 1, Pulau Atas,
Pendidikan: SMP, Pekerjaan: Wirusaha, TB/Tinggi Badan: 165 cm, BB/
Berat Badan: 80 Kg, dan Nomor Rekam Medik: 81.10.XX. Diagnosa
medis: Syok Kardiogenik.
Penilaian Triase dilakukan pada tanggal 03 September 2019 (11.30
Wita), dengan klasifikasi: jalan napas bebas, distress pernapasan berat,
pucat, akral dingin, dan SpO2 78%. Kategori Triase Prioritas 2/ Emergensi
(10 menit). Resiko jatuh tinggi: berdasarkan penilaian Resiko Jatuh IGD :
Modifikasi Get Up and Go Test
Pada pengkajian primer, didapatkan airway: jalan napas bebas, posisi
pasien fowler 90◦, dan Tn. HM masih kesulitan bernapas. Breathing: Tn.
HM mengatakan, “Napas saya sesak.” Terlihat pengembangan dada, teraba
hembusan napas, RR: 38x/menit, irama napas tidak teratur, terlihat adanya
penggunaan otot bantu rongga dada dalam pernapasan, napas cepat dan

37
dangkal, SpO2 78%, dan auskultasi napas ronchi di seluruh lapang paru.
Circulation: Tn. HM mengatakan, “Jantung saya berdebar-debar.” TD:
116/69 mmHg, HR: 87x/menit, terdengar suara jantung redup S1 dan S2
reguler, ada suara jantung S3 gallop, capillary reffil kembali < 3 detik,
akral teraba dingin. Disability: Kesadaran pasien compos mentis dengan
GCS (E4V5M6), keadaan umum lemah, reflek pupil (+) 3 mm/ 3mm dan
isokor. Exposure: Rambut dan kulit kepala tampak bersih, tidak terdapat
hematoma, tidak terdapat luka pada tubuh pasien.
Pengkajian Sekunder didapatkan data, alergi: Tn. HM memiliki alergi
terhadap makanan yaitu telur, gejala yang muncul gatal-gatal di kepala
sampai seluruh tubuh. Tn. HM tidak memiliki alergi terhadap obat-
oabatan. Medikasi: Sebelumnya tidak ada oabat-obatan yang dikonsumsi
oleh Tn. HM.
Past Illness, dengan keluhan utama sesak napas. Riwayat Penyakit
Sekarang: Pada tanggal 02 September 2019 (22.00 Wita), Tn. HM mulai
mengeluh napasnya berat dan tidak bisa tidur semalaman. Satu minggu
sebelumnya, Tn. HM mengeluh nyeri kepala dan dadanya sakit, tapi hilang
saat istirahat. Pagi hari, tanggal 03 September 2019 (10.30 Wita) Tn. HM
merasakan jantungnya berdebar, dan napasnya semakin sesak tak
tertahankan disertai keringat dingin. Tn. HM dibawa ke Puskesmas
Makroman oleh keluarga dan kemudian dirujuk ke IGD RSUD. AW.
Sjahranie Samarinda untuk mendapatkan penanganan yang lebih lanjut
dan memadai. Riwayat Penyakit Dahulu: Tn. HM belum pernah dirawat di
Rumah Sakit sebelumnya. Tn. HM memiliki riwayat alergi makanan telur
dengan gejala gatal-gatal, dan biasanya berobat ke Puskesmas. Istri Tn.
HM mengaku, Tn. HM tidak rutin kontrol kesehatan, sehingga tidak
mengetahui apakah memiliki riwayat penyakit Hipertensi, Diabetes
Melitus Tipe 2, maupun kolesterol. Sebelumnya, Tn. HM adalah perokok
sejak SMP yang baru berhenti ± 10 tahun.
Lastmeal: Keluarga mengatakan, Tn. HM makan terakhir pada pukul
20.00 Wita, sebelum Tn. HM mengeluh sesak. Enviroment: selama di

38
rumah Tn. HM tidak dapat melakukan pekerjaan yang berat dikarenakan
sesak napas.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap
pengalaman atau respon induvidu pada masalah kesehatan, pada resiko
masalah kesehatan atau pada proses kehidupan. Diagnosa keperawatan
merupakan bagian vital dalam menentukan asuhan keperawatan (SDKI,
2016)
Berdasarkan hal tersebut, kelompok dalam kasus asuhan keperawatan
gawat darurat di ruangan IGD dengan klien Syok Kardiogenik
menegakkan tiga diagnosa keperawatan, diantaranya:
1. Penurunan curah jantung (D.0008); Kategori: Fisiologis;
Subkategori: Sirulasi
Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
konttraktilitas. Berdasarkan data subjektif yang kelompok dapatkan,
Tn. HM mengatakan “Jantung saya berdebar-debar.” Tn. HM
mengatakan, “Napas saya sesak.”
Sementara data objektif, didapatkan vital sign (TD : 116/69 mmHg,
HR:87x/i, RR:38x/i, T:36,8 C), nadi perifer teraba lemah, suara
jantung S3 galob redup, S1 dan S2 reguler, CRT < 3 detik, akral
teraba dingin, hasil pemeriksaan foto rontgen (03/09/19): Edema
pulmonal dan Cardiomegaly, CO : 6,525 liter, dan CI: 3,41 L/min/m2.
2. Pola nafas tidak efektif (D.0005); Kategori: Fisiologi; Subkategori:
Respirasi
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan Hambatan upaya napas
(edema paru) dan penurunan energi (kebutuhan dengan suplai O2 tidak
adekuat). Berdasarkan data subjektif yang kelompok dapatkan, Tn.
HM mengatakan, “Napas saya sesak.”
Sementara data objektif, didapatkan vital sign (TD: 116/69 mmHg,
HR:87x/i, RR:38x/i, T:36,8 C), terlihat pengembangan dada, irama

39
nafas tidak teratur, terlihat adanya penggunaan otot bantu rongga dada
dalam pernafasan, nafas cepat dan dangkal, ronchi (+) di seluruh
lapang paru, dan SpO2: 78%.
3. Gangguan pertukaran Gas (D.0003); Kategori: Fisiologis;
Subkategori: Respirasi
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi. Berdasarkan data subjektif yang didapatkan, Tn. HM
mengatakan, “Saya sesak napas.”
Sementara data objektif yang didapatkan, vital sign (TD : 116/69
mmHg, HR:87x/i, RR:38x/i, T:36,8 C), SpO2 : 78%, Suara jantung S1
& S2 Reguler, S3 galop redup, CRT < 3 detik, akral teraba dingin,
ronchi (+) diseluruh lapang paru
Hasil pemeriksaan laboratorium (03/09/19)
Analisa Gas Darah
pH: 7,18
pCO2 : 35,90 mmHg
PO2 : 87,80 mmHg
SO2% : 93,90%
HCO3 : 13,3 mmol/L
Kesimpulan:
Asidosis metabolik
Kimia Klinik
Troponin T : 75 pg/mL
Ureum : 54,6 mg/dL
Creatinin : 3,3 mg/dL.

40
C. Rencana Tindakan Keperawatan
Menurut UU Perawat No.38 Tahun 2014, perencanaan merupakan
semua rencana tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah
keperwatan yang diberikan kepada pasien.
Rencana keperawatan menurut SIKI (2018), adalah segala bentuk
terapi yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan
dan penilaian klinis untuk mencapai peningkatan, pencegahan dan
pemulihan kesehatan klien. Selain itu, rencana tindakan keperawatan juga
ditunjang dengan tujuan dan kretia hasil berdasarkan SLKI tahun 2014.

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan suatu perwujudan dari perencanaan yang
sudah disusun pada tahap perencanaan sebelumnya (NANDA, 2013).
Selama pelaksaan tindakan keperawatan dilaksanakan secara
komperhensif dan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat.
Pelaksanaan tindakan didukung dengan fasilitas yang ada. Selain itu,
pelaksanaan dilaksanakan selama 1 x 8 jam.

E. Evaluasi Keperawatan
Menurut Mareelli (2007), evaluasi keperawatan merupakan tahap
akhir dari tahap-tahap proses keperawatan. Tujuannya untuk mengetahui
masalah pada klien Tn. HM sudah teratasi atau belum, untuk
membandingkan antara yang sistematik dengan yang terencana berkaitan
dengan fasilitas yang tersedia.
Berdasarkan hal tersebut kelompok melakukan evaluasi keperawatan
pada kasus ini diantara lain:
Pada diagnose pertama, kelompok sudah melakukan tindakan
keperawatan sesuai dengan tinjauan teori yang ada dan dilakuakan
semaksimal mungkin dengan tujuan kondisi pasien membaik. Pada proses
keperawatan sebelumnya yaitu implementasi keperawatan pada pasien dan
evaluasi keperwatan yang diperoleh dari asuhan keperawatan yang telah

41
dilakuakan selama 1 x 8 jam, yaitu masalah penurunan curah jantung
belum teratasi dengan indikator kriteria hasil yang tidak tercapai.
Pada diagnosa keduam kelompok sudah melakukan tindakan
keperawatan sesuai dengan tinjauan teori yang ada dan dilakuakan
semaksimal mungkin dengan tujuan pola nafas tidak efektif. Pada proses
keperawatan sebelumnya yaitu implementasi keperawatan pada pasien dan
evaluasi keperwatan yang diperoleh dari asuhan keperawatan yang telah
dilakuakan selama 1 x 8 jam, yaitu pola napas belum teratasi dengan
indikator kriteria hasil yang tidak tercapai.
Sama halnya, pada diagnose ketiga kelompok sudah melakukan
tindakan keperawatan sesuai dengan tijauan teori yang ada dan dilakuakan
semaksimal mungkin dengan tujuan pertukaran gas membaik.
Pada proses keperawatan sebelumnya yaitu implementasi keperawatan
pada pasien dan evaluasi keperwatan yang diperoleh dari asuhan
keperawatan yang telah dilakuakan selama 1 x 8 jam, yaitu pertukaran gas
belum teratasi dengan indikator kriteria hasil yang tidak tercapai.

42
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Syok kardiogenik adalah dyok yang disebabkan karena fungsi jantung
yang tidak adekua, seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik
jantung; manifestasinya meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi
yang lemah, kekacauan mental, dan kegelisahan. Etiologi syok
kardiogenik antara lain: Penyakit jantung iskemik, obat-obatan yang
mendepresi jantung, gangguan irama jantung.
Syok kardiogenik adalah gangguan sistem sirkulasi dimana sistem
kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan
darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang memadai yang menyebabkan
tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Syok terjadi akibat
berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah, termasuk
kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal jantung), volume
darah yang rendah (akibat perdarahan hebat atau dehidrasi) atau perubahan
pada pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau infeksi).
Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan
mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab
syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit
pertama penderita mengalami syok.

B. Saran
Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang nantinya
menjadi seorang perawat profesional agar dapat lebih peka terhadap tanda
dan gejala ketika menemukan pasien yang mengalami syock sehingga
dapat melakukan pertolongan segera. Dengan dibuatnya asuhan
keperawatan pada pasien dengan diagnosa shock cardiogenik, mahasiswa
dapat melakukan tindakan-tindakan emergency  untuk melakukan
pertolongan segera kepada pasien yang mengalami syok.

43

Anda mungkin juga menyukai