Anda di halaman 1dari 19

( Penulis )

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Kehidupan manusia di dunia merupakan anugerah dari Allah SWT. Dengan segala pemberian-Nya
manusia dapat mengecap segala kenikmatan yang bisa dirasakan oleh dirinya. Tapi dengan anugerah
tersebut kadangkala manusia lupa akan dzat Allah SWT yang telah memberikannya. Untuk hal
tersebut manusia harus mendapatkan suatu bimbingan sehingga di dalam kehidupannya dapat
berbuat sesuai dengan bimbingan Allah SWT. Hidup yang dibimbing syariah akan melahirkan
kesadaran untuk berprilaku yang sesuai dengan tuntutan dan tuntunan Allah dan Rasulnya yang
tergambar dalam hukum Allah yang Normatif dan Deskriptif (Quraniyah dan Kauniyah).

Sebagian dari syariah terdapat aturan tentang ibadah, baik ibadah khusus maupun ibadah umum.
Sumber syariah adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah, sedangkan hal-hal yang belum diatur secara pasti
di dalam kedua sumber tersebut digunakan ra’yu (Ijtihad). Syariah dapat dilaksanakan apabila pada
diri seseorang telah tertanam Aqidah atau keimanan. Semoga dengan bimbingan syariah hidup kita
akan selamat dunia dan akhirat.

RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah yang akan saya sajikan dalam makalah ini adalah :

1. Pengertian syariah islam

2. Tujuan syariah islam

3. Ruang lingkup syariah

4. Sumber-sumber dan klasifikasi syariah


5. Prinsip-prinsip syariah islam

C. TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untu mengetahui lebih dalam tentang syariah islam serta
dapat mengaplikasikannya di dalam kehidupan sehari-hari.

1. Pengertian syariah islam

2. Tujuan syariah islam

3. Ruang lingkup syariah

4. Sumber-sumber dan klasifikasi syariah

5. Prinsip-prinsip syariah islam

BAB II

1. PENGERTIAN SYARIAH ISLAM

Syariah adalah ketentuan-ketentuan agama yang merupakan pegangan bagi manusia di dalam
hidupnya untuk meningkatkan kwalitas hidupnya dalam rangka mencapai kebahagiaan dunia dan
akhirat. Syariah Islam adalah tata cara pengaturan tentang perilaku hidup manusia untuk mencapai
keridhoan Allah SWT yang dirumuskan dalam Al-Qur’an, yaitu :

1. Surat Asy-Syura ayat 13

Artinya : “Dia telah mensyariahkan bagi kamu tentang agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada
Nuh dan apa yang telah kamu wahyukan kepadamu dan apa yang telah kami wasiatkan kepada
Ibrahim, Musa dan Isa yaitu : Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya.
Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik
kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang
yang kembali (kepada-Nya). “(Quran surat Asy-Syura ayat 13).

2. Surat Asy-Syura ayat 21

Artinya : Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariahkan untuk
mereka agama yang tidak diijinkan Allah ? sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah
tentukanlah mereka dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh
azab yang pedih. (Qur’an Surat Asy-Syura Ayat : 21).

3. Surat Al-Jatsiyah ayat 18

Artinya : Kemudian kami jadikan kamu berada di atas syariah (peraturan) dari urusan (agama) itu,
maka ikutilah syariah itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.
(Qur’an Surat Al-Jatsiyah ayat : 18)

Adapun pengertian syariah secara etimologis kata Syari’ah berakar kata syara’a yang berarti “sesuatu
yang dibuka secara lebar kepadanya”. Dari sinilah terbentuk kata syari’ah yang berarti “sumber air
minum”. Kata ini kemudian dikonotasikan oleh bangsa Arab dengan jalan yang lurus yang harus
diikuti. Secara terminologis, Muhammad Ali al-Sayis mengartikan syari’ah dengan jalan “yang lurus”.
Kemudian pengertian ini dijabarkan menjadi: “Hukum Syara’ mengenai perbuatan manusia yang
dihasilkan dari dalil-dalil terperinci”. Syekh Mahmud Syaltut mengartikan syari’ah sebagai hukum-
hukum dan tata aturan yang disyariahkan oleh Allah bagi hamba-Nya untuk diikuti.

2. TUJUAN SYARIAH ISLAM


Tujuan dari syariah adalah untuk kebaikan dan kemaslahatan kehidupan kita. Paling tidak ada 8
tujuan .

Memelihara Kemaslahatan Agama (hifzh al-din)

Agama Islam harus dibela dari ancaman orang-orang yang tidak bertanggung-jawab yang hendak
merusak aqidah, ibadah dan akhlak umat. Ajaran Islam memberikan kebebasan untuk memilih
agama, seperti ayat Al-Quran: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)..” QS. Al-
Baqarah:256.

Memelihara Jiwa (hifzh al-nafsi)

Agama Islam sangat menghargai jiwa seseorang. Oleh sebab itu, diberlakukanlah hukum Qishash
yang merupakan suatu bentuk hukum pembalasan. Seseorang yang telah membunuh orang lain
akan dibunuh, seseorang yang telah mencederai orang lain, akan dicederai, seseorang yang yang
telah menyakiti orang lain, akan disakiti secara setimpal. Dengan demikian seseorang akan takut
melakukan kejahatan.

Memelihara Akal (hifzh al-’aqli)

Kedudukan akal manusia dalam pandangan Islam amatlah penting. Akal manusia dibutuhkan untuk
memikirkan ayat-ayat Qauliyah (Al-Quran) dan kauniah (sunnatullah) menuju manusia kamil. Salah
satu cara yang paling utama dalam memelihara akal adalah dengan menghindari khamar (minuman
keras) dan judi.

Memelihara Keturunan dan Kehormatan (hifzh al-nashli)

Islam secara jelas mengatur pernikahan, dan mengharamkan zina. Didalam Syariah Islam telah jelas
ditentukan siapa-siapa yang boleh dinikai, dan siapa yang tidak boleh di nikahi. Syariah Islam akan
menghukum dengan tegas secara fisik (dengan cambuk) dan emosional (dengan disaksikan banyak
orang) agar para pezina bertaubat.

Memelihara Harta Benda (hifzh al-mal)

Dengan adanya Syariah Islam, maka para pemilik harta benda akan merasa lebih aman, karena Islam
mengenal hukuman Had, yaitu potong tangan dan/atau kaki. Dengan demikian Syariah Islam akan
menjadi andalan dalam menjaga suasana tertib masyarakat terhadap berbagai tindak pencurian.

Melindungi kehormatan seseorang

Termasuk melindungi nama baik seseorang dan lain sebagainya, sehingga setiap orang berhak
dilindungi kehormatannya di mata orang lain dari upaya pihak-pihak lain melemparkan fitnah,
misalnya. Kecuali kalau mereka sendiri melakukan kejahatan. Karena itu betapa luarbiasa Islam
menetapkan hukuman yang keras dalam bentuk cambuk atau “Dera” delapan puluh kali bagi
seorang yang tidak mampu membuktikan kebenaran tuduhan zinanya kepada orang lain.
3

Melindungi rasa aman seseorang

Dalam kehidupan bermasyarakat, seseorang harus aman dari rasa lapar dan takut. Sehingga seorang
pemimpin dalam Islam harus bisa menciptakan lingkungan yang kondusif agar masyarakat yang di
bawah kepemimpinannya itu “tidak mengalami kelaparan dan ketakutan”

Melindugi kehidupan bermasyarakat dan bernegara

Islam menetapkan hukuman yang keras bagi mereka yang mencoba melakukan “kudeta” terhadap
pemerintahan yang sah yang dipilih oleh ummat Islam “dengan cara yang Islami”.

Bagi mereka yang tergolong Bughot ini, dihukum mati, digantung atau dipotong secara bersilang
supaya keamanan negara terjamin.

3. RUANG LINGKUP SYARIAH

Ruang lingkup syariah antara lain mencakup peraturan-peraturan sebagai berikut :

1. Ibadah, yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan langsung dengan Allah SWT (ritual),
yang terdiri dari :

a. Rukun Islam : mengucapkan syahadat, mengerjakan shalat, zakat, puasa, dan haji.

b. Ibadah lainnya yang berhubungan dengan rukun Islam.

1. Badani (bersifat fisik) : bersuci meliputi wudlu, mandi, tayamum, pengaturan menghilangkan
najis, peraturan air, istinja, adzan, qomat, I’tikaf, do’a, sholawat, umroh, tasbih, istighfar, khitan,
pengurusan mayit, dan lain-lain.

2. Mali (bersifat harta) : qurban, aqiqah, alhadyu, sidqah, wakaf, fidyah, hibbah, dan lain-lain.

2. Muamalah, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan yang lainnya dalam hal
tukar-menukar harta (jual beli dan yang searti), diantaranya : dagang, pinjam-meminjam, sewa-
menyewa, kerja sama dagang, simpanan, penemuan, pengupahan, rampasan perang, utang-piutang,
pungutan, warisan, wasiat, nafkah, titipan, jizah, pesanan, dan lain-lain.
3. Munakahat, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan orang lain dalam
hubungan berkeluarga (nikah, dan yang berhubungan dengannya), diantaranya : perkawinan,
perceraian, pengaturan nafkah, penyusunan, memelihara anak, pergaulan suami istri, mas kawin,
berkabung dari suami yang wafat, meminang, khulu’, li’am dzilar, ilam walimah, wasiyat, dan lain-
lain.

4. Jinayat, yaitu peraturan yang menyangkut pidana, diantaranya : qishsash, diyat, kifarat,
pembunuhan, zinah, minuman keras, murtad, khianat dalam perjuangan, kesaksian dan lain-lain.

5. Siyasa, yaitu yang menyangkut masalah-masalah kemasyarakatan (politik), diantaranya : ukhuwa


(persaudaraan) musyawarah (persamaan), ‘adalah (keadilan), ta’awun (tolong menolong), tasamu
(toleransi), takafulul ijtimah (tanggung jawab sosial), zi’amah (kepemimpinan) pemerintahan dan
lain-lain.

6. Akhlak, yaitu yang mengatur sikap hidup pribadi, diantaranya : syukur, sabar, tawadlu, (rendah
hati), pemaaf, tawakal, istiqomah (konsekwen), syaja’ah (berani), birrul walidain (berbuat baik pada
ayah ibu), dan lain-lain.

7. Peraturan-peraturan lainnya seperti : makanan, minuman, sembelihan, berburu, nazar,


pemberantasan kemiskinan, pemeliharaan anak yatim, mesjid, da’wah, perang, dan lain-lain.

4. SUMBER SUMBER DAN KLASIFIKASI SYARIAH

Sumber-sumber syariah ialah:

Al-Qur’an, kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan merupakan Undang-
Undang yang sebagian besar berisi hukum-hukum pokok.

Al-Hadist (As-Sunnah), sumber hukum kedua yang memberikan penjelasan dan rincian terhadap
hukum-hukum Al-Qur’an yang bersifat umum.

Ra’yu (Ijtihad), upaya para ahli mengkaji Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk menetapkan hukum yang
belum ditetapkan secara pasti dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Syariah dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Wajib (Ijab), yaitu suatu ketentuan yang menurut pelaksanaannya, apabila dikerjakan mendapat
pahala, dan apabila ditinggalkan mendapat dosa.
Haram, yaitu suatu ketentuan apabila ditinggalkan mendapat pahala dan apabila dikerjakan
mendapat dosa. Contohnya : zinah, mencuri, membunuh, minum-minuman keras, durhaka pada
orang tua, dan lain-lain.

Sunnah (Mustahab), yaitu suatu ketentuan apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila
ditinggalkan tidak berdosa.

Makruh (Karahah), yaitu suatu ketentuan yang menganjurkan untuk ditinggalkannya suatu
perbuatan; apabila ditinggalkan mendapat pahala dan apabila dikerjakan tidak berdosa. Contohnya :
merokok, makan bau-bauan, dan lain-lain.

5. PRINSIP-PRINSIP SYARIAH ISLAM

1. Tidak Mempersulit (‘Adam al-Haraj)

Dalam menetapkan syariah Islam, al-Quran senantiasa memperhitungkan kemampuan manusia


dalam melaksanaknnya. Itu diwujudkan dengan mamberikan kemudahan dan kelonggaran (tasamuh
wa rukhsah) kepada mansusia, agar menerima ketetapan hukum dengan kesanggupan yang
dimiliknya.

2. Mengurangi Beban (Taqlil al-Taklif)

Prinsip kedua ini merupakan langkah prenventif (penanggulangan) terhadap mukallaf dari
pengurangan atau penambahan dalam kewajiban agama. Al-Quran tidak memberikan hukum
kepada mukallaf agar ia menambahi atau menguranginya, meskipun hal itu mungkin dianggap wajar
menurut kacamata sosial. Hal ini guna memperingan dan menjaga nilai-nilai kemaslahatan manusia
pada umumnya, agar tercipta suatu pelaksanaan hukum tanpa dasari parasaan terbebani yang
berujung pada kesulitan. Umat manusia tidak diperintahkan untuk mencari-cari sesuatu yang justru
akan memperberat diri sendiri.

3. Penetapan Hukum secara Periodik

Al-quran merupakan kitab suci yang dalam prosesi tasri’ sangat memperhatikan berbagai aspek, baik
natural, spiritual, kultural, maupun sosial umat. Dalam menetapkan hukum, al-Quran selalu
mempertimbangkan, apakah mental spiritual manusia telah siap untuk menerima ketentuan yang
akan dibebankan kepadanya?. Hal ini terkait erat dengan prinsip kedua, yakni tidak memberatkan
umat. Karena itulah, hukum syariah dalam al-Quran tidak diturunkan secara serta merta dengan
format

5
yang final, melainkan secara bertahap, dengan maksud agar umat tidak merasa terkejut dengan
syariah yang tiba-tiba. Karenanya, wahyu al-Quran senantiasa turun sesuai dengan kondisi dan
realita yang terjadi pada waktu itu.

Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan kami kemukakan tiga periode tasryi’ al-Quran

a. Mendiamkan, yakni ketika al-Quran hendak melarang sesuatu, maka sebelumnya tidak
menetapkan hukum apa-apa tapi memberikan contoh yang sebaliknya.

b. Menyinggung manfaat ataupun madlaratnya secara global. Dalam contoh khamr di atas,
sebagai langkah kedua, turun ayat yang menerangkan tentang manfaat dan madlarat minum khamr.
Dalam ayat tersebut, Allah menunjukkan bahwa efek sampingnya lebih besar daripada
kemanfaatannya (QS. Al-Baqarah: 219) yang kemudian segera disusul dengan menyinggung efek
khamr bagi pelaksanaan ibadah (al-Nisa: 43)

c. Menetapkan hukum tegas. Kewajiban shalat misalnya. Tahap pertama terjadi permulaan Islam
(di Mekah), di saat umat Islam banyak menuai siksaan dan penindasan dari penduduk Mekah,
kewajiban shalat hanya dua raka’at, yaitu pada pagi dan sore. Itu pun dilakukan secara sembunyi-
sembunyi, kahawatir terjadi penghinaan yang semakin menjadi-jadi dari suku Qurasy.

4. Sejalan dengan Kemaslahatan Universal

Islam bukan hanya doktrin belaka yang identik dengan pembebanan, tetapi juga ajaran yang
bertujuan untuk menyejahterakan manusia. Karenanya, segala sesuatu yang ada di mayapada ini
merupakan fasilitas yang berguna bagi manusia dalam memenuhi kebutuhannya.

Persamaan dan Keadilan (al-Musawah wa al-Adalah)

Persamaan hak di muka adalah salah satu prinsip utama syariah Islam, baik yang berkaitan dengan
ibadah atau muamalah. Persamaan hak tersebut tidak hanya berlaku bagi umat Islam, tatpi juga bagi
seluruh agama. Mereka diberi hak untuk memutuskan hukum sesuai dengan ajaran masing-masing,
kecuali kalau mereka dengan sukarela meminta keputusan hukum sesuai hukum Islam.
6

BAB III

KESIMPULAN

Syariah Islam adalah peraturan atau hukum-hukum agama yang diwahyukan kepada nabi besar
Muhammad SAW, yaitu berupa kitab suci Al-Qur’an, sunnah atau hadist nabi. Syariah Islam
merupakan panduan menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan
kehidupan dunia ini. Syariah Islam memberikan tuntunan hidup khususnya pada umat Islam dan
umumnya pada seluruh umat manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat dan juga
dapat terus menerus memberikan dasar spiritual bagi umat Islam dalam menyongsong setiap
perubahan yang terjadi di masyarakat dalam semua aspek kehidupan. Jadi sebaiknya kita sebagai
umat islam dapat menerapkannya didalam kehidupan sehari-hari.
BAB I PENDAHULUAN Kehidupan manusia di dunia merupakan anugerah dari Allah SWT. Dengan
segala pemberian-Nya manusia dapat mengecap segala kenikmatan yang bisa dirasakan oleh dirinya.
Tapi dengan anugerah tersebut kadangkala manusia lupa akan dzat Allah SWT yang telah
memberikannya. Untuk hal tersebut manusia harus mendapatkan suatu bimbingan sehingga di
dalam kehidupannya dapat berbuat sesuai dengan bimbingan Allah SWT. Hidup yang dibimbing
syariah akan melahirkan kesadaran untuk berprilaku yang sesuai dengan tuntutan dan tuntunan
Allah dan Rasulnya yang tergambar dalam hukum Allah yang Normatif dan Deskriptif (Quraniyah dan
Kauniyah). Sebagian dari syariat terdapat aturan tentang ibadah, baik ibadah khusus maupun ibadah
umum. Sumber syariat adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah, sedangkan hal-hal yang belum diatur secara
pasti di dalam kedua sumber tersebut digunakan ra’yu (Ijtihad). Syariat dapat dilaksanakan apabila
pada diri seseorang telah tertanam Aqidah atau keimanan. Semoga dengan bimbingan syariah hidup
kita akan selamat dunia dan akhirat. BAB II PENGERTIAN SYARIAH Syariah adalah ketentuan-
ketentuan agama yang merupakan pegangan bagi manusia di dalam hidupnya untuk meningkatkan
kwalitas hidupnya dalam rangka mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Syariah Islam adalah tata
cara pengaturan tentang perilaku hidup manusia untuk mencapai keridhoan Allah SWT yang
dirumuskan dalam Al-Qur’an, yaitu : 1. Surat Asy-Syura ayat 13 Artinya : Dia telah mensyariatkan
bagi kamu tentang agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah kamu
wahyukan kepadamu dan apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu :
Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang
musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang
dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya)
(Quran surat Asy-Syura ayat 13). 2. Surat Asy-Syura ayat 21 Artinya : Apakah mereka mempunyai
sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diijinkan
Allah ? sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah tentukanlah mereka dibinasakan.
Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang pedih. (Qur’an Surat Asy-
Syura Ayat : 21). 3. Surat Al-Jatsiyah ayat 18 Artinya : Kemudian kami jadikan kamu berada di atas
syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa
nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. (Qur’an Surat Al-Jatsiyah ayat : 18). BAB III PENJELASAN
A. Pengertian Syariah Islam Dalam Kehidupan Ketentuan-ketentuan sebagaimana dirumuskan dalam
syariah, wajib dipatuhi. Orang Islam yakin bahwa ketentuan Allah SWT yang terdapat dalam syariah
itu adalah ketentuanm Allah SWT yang bersifat universal, oleh karena itu merupakan hukum bagi
setiap komponen dalam satu sistem. Hal ini berarti bahwa setiap ketentuan yang ditinggalkannya
atau dilanggar bukan saja akan merusak lingkungannya tetapi juga akan menghilangkan fungsi
parameter dalam komponen atau fungsi komponen dalam sistem. Sebagai contoh, seseorang
menyalahi janji, berdusta, zina, mencuri, korupsi, dan lain-lain. Dalam syariah Islam ada istilah
rukshoh (keringanan) apabila seseorang tidak dapat melaksanakan kewajibannya secara normal,
maka ia boleh melaksanakannya dengan cara lain sesuai dengan kekuatan, kemungkinan, dan
kondisi, seperti sholat sambil duduk. B. Ruang Lingkup Syariah Ruang lingkup syariah lain mencakup
peraturan-peraturan sebagai berikut : 1. Ibadah, yaitu peraturan-peraturan yang mengatur
hubungan langsung dengan Allah SWT (ritual), yang terdiri dari : a. Rukun Islam : mengucapkan
syahadat, mengerjakan shalat, zakat, puasa, dan haji. b. Ibadah lainnya yang berhubungan dengan
rumun Islam. Badani (bersifat fisik) : bersuci meliputi wudlu, mandi, tayamum, pengaturan
menghilangkan najis, peraturan air, istinja, adzan, qomat, I’tikaf, do’a, sholawat, umroh, tasbih,
istighfar, khitan, pengurusan mayit, dan lain-lain. Mali (bersifat harta) : qurban, aqiqah, alhadyu,
sidqah, wakaf, fidyah, hibbah, dan lain-lain. 2. Muamalah, yaitu peraturan yang mengatur hubungan
seseorang dengan yang lainnya dalam hal tukar-menukar harta (jual beli dan yang searti),
diantaranya : dagang, pinjam-meminjam, sewa-menyewa, kerja sama dagang, simpanan, penemuan,
pengupahan, rampasan perang, utang-piutang, pungutan, warisan, wasiat, nafkah, titipan, jizah,
pesanan, dan lain-lain. 3. Munakahat, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan
orang lain dalam hubungan berkeluarga (nikah, dan yang berhubungan dengannya), diantaranya :
perkawinan, perceraian, pengaturan nafkah, penyusunan, memelihara anak, pergaulan suami istri,
mas kawin, berkabung dari suami yang wafat, meminang, khulu’, li’am dzilar, ilam walimah, wasiyat,
dan lain-lain. 4. Jinayat, yaitu peraturan yang menyangkut pidana, diantaranya : qishsash, diyat,
kifarat, pembunuhan, zinah, minuman keras, murtad, khianat dalam perjuangan, kesaksian dan lain-
lain. 5. Siyasa, yaitu yang menyangkut masalah-masalah kemasyarakatan (politik), diantaranya :
ukhuwa (persaudaraan) musyawarah (persamaan), ‘adalah (keadilan), ta’awun (tolong menolong),
tasamu (toleransi), takafulul ijtimah (tanggung jawab sosial), zi’amah (kepemimpinan) pemerintahan
dan lain-lain. 6. Akhlak, yaitu yang mengatur sikap hidup pribadi, diantaranya : syukur, sabar,
tawadlu, (rendah hati), pemaaf, tawakal, istiqomah (konsekwen), syaja’ah (berani), birrul walidain
(berbuat baik pada ayah ibu), dan lain-lain. 7. Peraturan-peraturan lainnya seperti : makanan,
minuman, sembelihan, berburu, nazar, pemberantasan kemiskinan, pemeliharaan anak yatim,
mesjid, da’wah, perang, dan lain-lain. C. Sumber-Sumber Syariah Al-Qur’an, kalam Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan merupakan Undang-Undang yang sebagian besar
berisi hukum-hukum pokok. Al-Hadist (As-Sunnah), sumber hukum kedua yang memberikan
penjelasan dan rincian terhadap hukum-hukum Al-Qur’an yang bersifat umum. Ra’yu (Ijtihad), upaya
para ahli mengkaji Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk menetapkan hukum yang belum ditetapkan
secara pasti dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. D. Klasifikasi Syariah Syariah dapat diklasifikasikan
sebagai berikut : Wajib (Ijab), yaitu suatu ketentuan yang menurut pelaksanaannya, apabila
dikerjakan mendapat pahala, dan apabila ditinggalkan mendapat dosa. Haram, yaitu suatu
ketentuan apabila ditinggalkan mendapat pahala dan apabila dikerjakan mendapat dosa.
Contohnya : zinah, mencuri, membunuh, minum-minuman keras, durhaka pada orang tua, dan lain-
lain. Sunnah (Mustahab), yaitu suatu ketentuan apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila
ditinggalkan tidak berdosa. Makruh (Karahah), yaitu suatu ketentuan yang menganjurkan untuk
ditinggalkannya suatu perbuatan; apabila ditinggalkan mendapat pahala dan apabila dikerjakan tidak
berdosa. Contohnya : merokok, makan bau-bauan, dan lain-lain. E. Ibadah Sebagai Bagian Dari
Syariah Syariah mengatur hidup manusia sebagai hamba Allah yang harus taat, tunduk, dan patuh
kepada Allah. Ketaatan, ketundukkan, dan kepatuhan kepada Allah dibuktikan dalam bentuk
pelaksanaan ibadah yang tata caranya diatur sedemikian rupa oleh Syariah Islam. Esensi ibadah
adalah penghambaan diri secara total kepada Allah sebagai pengakuan akan kelemahan dan
keterbatasan manusia di hadapan kemahakuasaan Allah. Dengan demikian salah satu bagian dari
syariah adalah ibadah. Secara umum Ibadah berarti mencakup semua perilaku dalam semua aspek
kehidupan yang sesuai dengan ketentuan Allah SWT. Ibadah dalam pengertian inilah yang dimaksud
dengan tugas hidup manusia. Sebagaimana dalam Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Adz-Dzariyah
ayat 56 yang berbunyi : Artinya : “Dan aki tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka menyembah-Ku” (Adz-Dzariyat : 56). Secara khusus Ibadah berarti perilaku manusia yang
dilakukan atas perintah Allah SWT dan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, seperti shalat,
dzikir, puasa, dan lain-lain. Landasan dasar pelaksanaan syariah adalah aqidah (keimanan). Dengan
aqidah yang kuat maka syariah dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan ketentuan Allah SWT.
KESIMPULAN Syariah Islam memberikan tuntunan hidup khususnya pada umat Islam dan umumnya
pada seluruh umat manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Muamalah dalam
syariah Islam bersifat fleksibel tidak kaku. Dengan demikian Syariah Islam dapat terus menerus
memberikan dasar spiritual bagi umat Islam dalam menyongsong setiap perubahan yang terjadi di
masyarakat dalam semua aspek kehidupan. Syariah Islam dalam muamalah senantiasa mendorong
penyebaran manfaat bagi semua pihak, menghindari saling merugikan, mencegah perselisihan dan
kesewenangan dari pihak yang kuat atas pihak-pihak yang lemah. Dengan dikembangkannya
muamalah berdasarkan syariah Islam akan lahir masyarakat marhamah, yaitu masyarakat yang
penuh rahmat.

DAFTAR PUSTAKA - DASAR – DASAR AGAMA ISLAM, Prof. DR. ZAKIAH HARADJAT DKK, 1999,
JAKARTA. - FIQH ISLAM, H. SULAIMAN RASJID, 1976, ATTAHIRIYAH, BANDUNG. - PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM, Drs. NANDANG L. HAKIM, 1988, GANECA EXAC, BANDUNG.

Cheap Offers: http://bit.ly/gadgets_cheap


Syari’ah secara bahasa berarti sumber air yang mengalir. Sedangkan secara istilah syari’ah berarti
aturan yang ditentukan Allah SWT melalui Rasulnya agar dijalankan manusia untuk kebahagian
mereka. Korelasi makna bahasa dan makna istilah adalah bahwa manusia membutuhkan syariah
sebagaimana kebutuhan mereka terhadap air yang menjadi sumber kehidupan. Tanpa air, manusia
tidak akan hidup layak dan baik. Demkian juga hal-nya dengan syariah. Tanpa syariah, manusia tidak
akan hidup layak dan baik.

Syari’ah, yang meskipun telah turun berabad-abad lalu, namun keberadaannya selalu relevan dalam
kehidupan manusia, baik dahulu, kini, maupun masa depan. Baik di Arab, Indonesia, Eropa, Amerika
bahkan di seluruh belahan bumi ini. Karena pada hakekatnya, seluruh alam ini adalah milik Allah,
Tuhan yang menurunkan aturan atau syariah itu.

Berbeda dengan aturan dan undang-undang yang diciptakan manusia, syari’ah atau Islamic Law
mempunyai kelebihan dan karakteristiknya. Antara lain:

Pertama, robbaniyah, artinya berorientasi ketuhanan, baik secara tujuan maupun sumbernya. Secara
tujuan, jelas, syariah Islam ditujukan agar manusia hanya menyembah dan mengabdi kepada Allah.
Sebagaimana firman Allah SWT: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepadaKu” (QS. Adz-Dzariyat: 56).

Selain tujuan mengabdi hanya kepada Allah, syari’ah juga bertujuan membebaskan manusia dari
penyembahan kepada sesama manusia serta kepada makhluk lainnya. Manusia harus bebas dari
tekanan manusia lainnya, terlebih mengaggap dirinya sebagai Tuhan yang dapat mengatur segala
hal.

Dari segi sumbernya, robbaniyah-nya syari’ah Islam adalah bahwa dia berasal dan bersumber dari
wahyu Allah SWT. Dia bukan ciptaan manusia, bukan pula karangan manusia yang penuh hawa
nafsu. Berbeda undang-undang dan peraturan dunia yang diciptakan manusia yang bersifat relatif
dan dipengaruhi oleh hawa nafsu manusia.

Efek dari karakteristik robbaniyah ini membuat manusia melaksanakan undang-undang dan aturan
Allah tidak hanya dilihat saat dipantau aparat atau atasan. Tetapi dia tetap patuh melaksanakan
aturan itu meskipun tidak dipantau oleh aparat. Puasa misalnya, tetap ditaati oleh muslim yang
patuh, meskipun jika ia makan atau minum di siang hari tidak diketahui aparat.

Kedua, Insaniyah, yang berarti sesuai dengan peri-kemanusiaan. Bukti atas hal itu adalah dijadikan
Rasul dari kalangan manusia, bukan dari jin atau malaikat. Hal itu terjadi, agar manusia melihat
langsung bagaimana aplkasi hukum Allah yang ideal melalui persaksian mereka terhadap perilaku
dan nasehat Rasulullah saw. Andaikata rasul itu berupa jin atau malaikat, maka akan terjadi kesulitan
bagi kita tentang bagaimana mengaplikasikan isi ajaran Allah SWT, karena jin dan malaikat adalah
makhluk non-fisika yang tidak terlihat oleh kasat mata. Ketika Aisyah ditanya tentang bagaimana
perilaku kehidupan Rasulullah? Beliau menjawab, perilakunya adalah al-Qur’an.

Bukti insaniyah syariah Islam juga adalah bahwa Islam mengajarkan persamaan derajat manusia.
Keunggulan dan kemuliaan manusia tidak terletak kepada ras, suku, bangsa, warna kulit, kekayaan,
ilmu dan pangkat-jabatan. Akan tetapi kemuliaan dan keunggulan manusia hanya terletak pada
ketakwaannya kepada Allah SWT.
Dengan demikian hukum dan syariah Allah berlaku sama untuk semua manusia. Tidak ada
perbedaan antara pejabat dan rakyat kecil, tidak ada perbedaan antara darah biru dan darah merah.
Di depan hukum Allah semua manusia sama.

Ketiga; al-Syumul, artinya syariah Islam bersifat komprehensif (menyeluruh). Syariah Islam tidak
hanya mengatur tentang ibadah ritual saja, namun juga mengatur seluruh kehidupan manusia, baik
kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, negara bahkan dunia internasional. Dengan
demikian syariah Islam dapat diterapkan dimana saja, dan dibelahan bumi mana saja. Selain itu, ia
juga dapat diterapkan di segala zaman dan era.

Keempat, al-wasathiiyah, yang berarti menengah, moderat dan adil. Syariah islam bersifat
menengah dan adil. Tidak ghuluw (keterlaluan), tafrith (berlebihan), dan ifrath (serba kekurangan).
Umat Islam yang komitmen melaksanakan ajaran Islam yang moderat ini juga bersifat menengah.
Sebagaimana firman Allah SWT: “Dan demikian (pula) kami Telah menjadikan kamu (umat Islam),
umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul
(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. (QS.Al-Baqarah: 143)

Menengah dan adil adalah sifat ber-keseimbangan. Keseimbangan dalam sikap, keseimbangan
akhlak, ibadah, akidah, dan lainnya. Sikap ekstrim adalah sikap yang jauh dari karakteristik ajaran
Islam. Baik ekstrim dalam hal akidah, sikap, maupun ibadah.

Kelima, al-Waqi’iyyah, artinya bahwa syariah dan ajaran Islam itu bersifat realistis. Ia membumi dan
mudah diaplikasikan oleh semua manusia. Bukti realistis ajaran Islam adalah adanya rukhsoh
(dispensasi) serta bersifat memudahkan. Oleh karena itu ajaran Islam bisa masuk ke semua negara
dan ke semua suku dengan beraneka ragam budaya sosial mereka. Ia juga dapat masuk di tengah
kondisi yang berbeda-beda di suatu negara, baik hukum, undang-undang maupun model sistem
negara yang dianut. Kaidah fiqih mengatakan, Al-Hukmu yaduuru ma’al illati wujudan wa ’adaman.
“Hukum berlaku sesuai dengan illat (sebab)nya, ada atau tidak adanya”
IBADAH MAHDAH dan GHAIRU MAHDAH

IBADAH MAHDAH dan GHAIRU MAHDAH

I. PENDAHULUAN

Jangan terburu-buru menilai orang! Apalagi menilai amalan orang! apakah kita sudah bisa jadi orang
yang benar-benar ikhlas? Atau hanya karena iri (riya) karena tidak bisa lantas memojokkan
seseorang?

Beribadah, hanya diri sendiri dan Allah yang tahu apakah ikhlas atau karena riya? Ibadah sendiri
secara umum dapat dipahami sebagai wujud penghambaan diri seorang makhluk kepada Sang
Khaliq. Penghambaan itu lebih didasari pada perasaan syukur atas semua nikmat yang telah
dikaruniakan oleh Allah padanya serta untuk memperoleh keridhaanNya dengan menjalankan
titahNya sebagai Rabbul ‘Alamin.

Namun demikian, ada pula yang menjalankan ibadah hanya sebatas usaha untuk menggugurkan
kewajiban, tidak lebih dari itu. Misalnya, saat ini banyak umat islam yang tidak berjamaah ke masjid
kecuali shalat jum’at. Bahkan ada pula yang tidak sholat kecuali pada hari raya. Islmanya hanya ada
di kartu identitas.

II. PERMASALAHAN

1. Apa pengertian ibadah mahdah dan ghairu mahdah?

2. Bagaimana hakikat ibadah itu?

3. Apa saja syarat-syarat diterimanya ibadah?

III. PEMBAHASAN

A. Pengertian Ibadah

Ibadah secara etimologis berasal dari bahasa arab yaitu ‫ عبد يعبد عبادة‬yang artinya melayani patuh,
tunduk. Sedangkan menurut terminologis ialah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang
dicintai dan diridhai allah azza wa jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun
yang bathin[1]. Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis, dengan bentuk
dan sifat yang berbeda antara satu dengan lainnya[2];

1. Ibadah Mahdah

Ibadah mahdhah atau ibadah khusus ialah ibadah yang apa saja yang telah ditetpkan Allah akan
tingkat, tata cara dan perincian-perinciannya. Jenis ibadah yang termasuk mahdhah, adalah :

Ø Wudhu,
Ø Tayammum

Ø Mandi hadats

Ø Shalat

Ø Shiyam ( Puasa )

Ø Haji

Ø Umrah

‘Ibadah bentuk ini memiliki 4 prinsip:

a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari al-Quran maupun al- Sunnah,
jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika keberadaannya.

b. Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu tujuan diutus rasul oleh Allah
adalah untuk memberi contoh:

64 ‫وماارسلنا من رسول اال ليطاع باذن هللا … النسآء‬

Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul kecuali untuk ditaati dengan izin Allah…(QS. 64)

‫…وما آتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا‬

Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa yang dilarang, maka
tinggalkanlah…( QS. 59: 7).

c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran logika,
karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia di
baliknya yang disebut hikmah tasyri’. Shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya,
keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai
dengan ketentuan syari’at, atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang
ketat.

d. Azasnya “taat”, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau
ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata
untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus
Rasul adalah untuk dipatuhi.

Rumus Ibadah Mahdhah adalah

“KA + SS”

2. Ibadah Ghairu Mahdah

Ibadah ghairu mahdhah atau umum ialah segala amalan yang diizinkan oleh Allah. misalnya ibadaha
ghairu mahdhah ialah belajar, dzikir, tolong menolong dan lain sebagainya. Prinsip-prinsip dalam
ibadah ini, ada 4:

a. Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama Allah dan Rasul-Nya
tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh diseleng garakan.

b. Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, karenanya dalam ibadah bentuk ini tidak
dikenal istilah “bid’ah” , atau jika ada yang menyebut nya, segala hal yang tidak dikerjakan rasul
bid’ah, maka bid’ahnya disebut bid’ah hasanah, sedangkan dalam ibadah mahdhah disebut bid’ah
dhalalah.

c. Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau
madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika. Sehingga jika menurut logika sehat, buruk,
merugikan, dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan.

d. Azasnya “Manfaat”, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.

Rumus Ibadah Ghairu Mahdhah

“BB + KA”

B. Hakikat Ibadah

Sebenarnya dalam ibadah itu terdapat hakikatnya, yaitu[3] :


ْ ‫ب بمحبة ِالمعبو ِد وع َظمت ِه اعتقادا بان للعالم سلطا نا‬
‫اليد ِر ُك ُه العق ُل حقي َق َت ُه‬ ِ ‫ُخضُو ُع الرُّ ْو ِح َي ْن َشا َُع ِن اسْ ِت ْش َع‬
ِ ‫ارالقل‬

“ ketundukan jiwa yang timbul dari karena hati (jiwa) merasakan cinta akan Tuhan yang ma’bud dan
merasakan kebesaran-Nya, lantaran beri;tiqad bahwa bagi alam ini ada kekuasaan yang akal tak
dapat mengetahui hakikatnya".

Adapun seorang arif juga mengatakan bahwa hakikat ibadah yaitu :

‫ وترضى عنه قاسما ومعطيا ومانعا وترضاه اِلهًا ومعبودا‬,‫اصل العباد ِة ان ترضى هلل مد براومختارا‬

“ pokok ibadah itu, ialah engkau meridhoi Allah selaku pengendali urusan; selaku orang yang
memilih; engkau meridhai Allah selaku pembagi, pemberi penghalang (penahan), dan engkau
meridhai Allah menjadi sembahan engkau dan pujaan (engkau sembah)

Didalam ibadah itu terdapat berbagai macam penghalang ibadah[4]. Penghalangnya yaitu :

1. Rezeki dan keinginan memilikinya

2. Bisikan-bisikan dan keinginan meraih tujuan

3. Qadha; dan pelbagai problematika

4. Kesusahan dan berbagai musibah

C. Syarat-Syarat Diterimanya Ibadah

Ibadah adalah perkara taufiqiyyah, yaitu tidak ada suatu ibadah yang disyari’atkan kecuali
berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah. Apa yang tidak di syari’atkan berarti bid’ah mardudah ( bid’ah
yang ditolak ), hal ini berdasarkan sabda Nabi :

‫ْس َعلَ ْي ِه أَ ْم ُر َنا َفه َُو َر ُّد‬


َ ‫ َمنْ َع َِم َل َع َمالً لَي‬.

“ Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntutan dari Kami, maka amalan tersebut tertolak.”

Ibadah-ibadah itu bersangkut penerimaannya kepada dua faktor yang penting, yang menjadi syarat
bagi diterimanya. Syarat-syarat diterimanya suatu amal (ibadah) ada dua macam yaitu[5]:

1. Ikhlas

)12-11:‫ وامرت الن اكون اول المسلمين (الزمر‬.‫قل انى امرت ان اعبد هللا مخلصا له الدين‬

“Katakan olehmu, bahwasannya aku diperintahkan menyembah Allah (beribadah kepada-Nya)


seraya mengikhlaskan ta’at kepada-Nya; yang diperintahkan aku supaya aku merupakan orang
pertama yang menyerahkan diri kepada-Nya.”

2. Dilakukan secara sah yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah

........)110:‫فمن كان يرجوالقاءربه فليعمل عمالصالحاواليشرك بعبادةربه احدا (الكهف‬

“Barang siapa mengharap supaya menjumpai Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang
sholeh, dan janganlah ia mensyarikatkan seseorang dengan tuhannya dalam ibadahnya itu”
Syarat yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illallaah, karena ia
mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan jauh dari syirik kepada-Nya. Sedangkan
syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah, karena ia menuntut wajib-
nya taat kepada Rasul, mengikuti syari’atnya dan meninggal-kan bid’ah atau ibadah-ibadah yang
diada-adakan.

Ulama’ ahli bijak berkata: inti dari sekian banyak ibadah itu ada 4, yaitu[6]:

‫الوفاء بالعهدود والمحافطة< على الحدودوالصبر على المفقو والرضا بالموجود‬

1. Melakasanakan kewajiban-kewajiban Allah

2. Memelihara diri dari semua yang diharamkan Allah

3. Sabar terhadap rizki yang luput darinya

4. Rela dengan rizki yang diterimanya.

IV. KESIMPULAN

Ibadah merupakan suatu uasaha kita untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ibadah dalam islam itu
ada dua macam yaitu ibadah mahdhah dan ibadah ghairu mahdhah. Hakikat ibadah itu adalah
melaksanakan apa yang Allah cintai dan ridhai dengan penuh ketundukan dan perendahan diri
kepada Allah. seorang hamba yang ibadahnya ingin dikabulkan hendaklah haruis memenuhi 2 syarat
yaitu ikhlas dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah.

V. PENUTUP

Alhamdulillah kami panjatkan kepada Allah, yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan waktu yng telah ditentukan. Harapan saya semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi saya sendiri dan para pembaca sekalian. Kami memohon maaf
atas segala kekurangan yang terdapat dalam penulisan dalam materi yang disuguhkan dalam
makalah ini. Terakhir kami sampaikan selamat membaca.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

al Bantani, Imam Nawawi, Nashaihul Ibad. Toha Putra : Semarang.

al Ghazali, Abu Hamid, 2007. Minhaj al Abidin Ila al Jannah. Jogjakarta: Diva Press.

ash Shiddieqy, Hasbi, 1991. Kuliah Ibadah. Yogyakarta: Bulan Bintang.

Syukur, Prof. Amin MA, 2003. Pengantar Studi Islam. Semarang :CV. Bima Sakti

Alim, Drs. Muhammad, 2006. Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai