Anda di halaman 1dari 11

ARTIKEL

Beban Ganda;
Permasaiahan Keamanan Pangan di Indonesia
Oleh:
Purwiyatno Hariyadi

RINGKASAN
Keamanan pangan merupakan prasyarat bagi suatu produk pangan, yang
harus ditangani secara terpadu, melibatkan berbagai stakeholders; baik dari
pemerintah, industri, dan konsumen. Pada kenyataannya; Indonesia harus
menanggung beban ganda keamanan pangan. Beban pertama berkaitan dengan
masalah-masalah mendasar keamanan pangan; terutama masih belum
diaplikasikannya prinsip GMP dengan baik. Beban kedua, secara khusus
berkaitan dengan industri pangan Indonesia yang berorientasi ekspor; yang harus
menghadapi berbagai isu keamanan pangan baru yang selalu bermunculan dari
waktu ke waktu, berubah-ubah dan berbeda dari satu negara ke negara lainnya.
Penyebab permasaiahan beban ganda keamanan pangan di Indonesia ini
adalah belum dipahami dan disadarinya arti strategis keamanan pangan. Oleh
karena itu, pemerintah perlu memberikan perhatian yang layak pada (i)
pembenahan infrastruktur keamanan pangan, (ii) program pendidikan pada
produsen dan konsumen, (iii) prioritas alokasi dana untuk pembengunan
keamanan pangan dan (iv) pembinaan dan fasilitasi prasarana untuk industri
kecil dan menengah. Secara khusus, pemerintah Indonesia perlu memberikan
prioritas yang cukup pada pembinaan dan fasilitasi prasarana keamanan pangan
untuk industri kecil dan menengah. Peningkatan kondisi keamanan pangan
industri kecil menengah ini akan memberikan dampak pada peningkatan status
kesehatan masyarakat, peningkatan daya saing produk, dan pada gilirannya
akan meningkatkan produktivitas dan akan berkontribusi pada peningkatan daya
saing bangsa.

I. PENDAHULUAN baik. Tidak ada artinya berbicara citarasa dan


Dengan semakin meningkatnya status nilai gizi, atau pun mutu dan sifat fungsional
sosial dan pendidikan masyarakat, yang bagus, tetapi produk tersebut tidak aman
maka negara mempunyai tanggung- dikonsumsi.
jawab, tidak hanya untuk menjamin pasokan Untuk memahami peranan keamanan
produk pangan dalam jumlah dan gizi yang pangan; maka pada bagian ini akan
cukup (nutritionally adequate), tetapi juga didiskusikan konsep nilai pangan (value of
produk pangan tersebut harus aman (safe). foods). Nilai pangan adalah suatu apresiasi
Dalam hal ini, keamanan pangan merupakan yang diberikan oleh konsumen terhadap
prasyarat bagi pangan bermutu dan bergizi produk pangan ketika konsumen tersebut

Edisi No. 51/XVII/Juli-September/2008 PANGAN 17


akan memutuskan untuk membeli produk 2. 1. Kondisi Keamanan Pangan Domestik
pangan (willingness to buy). Kondisi keamanan pangan domestik -
Mengingat peranan pangan sedemikian salah satunya- bisa dilihat dari data keracunan
penting dalam kehidupan manusia yang sehat pangan (Tabel 1). Pada Tabel 1 terlihat bahwa
dan produktif (Hariyadi, 2007), maka semakin catatan mengenai KLB dan jumlah orang yang
penting pula peranan keamanan dan mutu sakit karena pangan meningkat sejak tahun
pangan. Dalam konteks nilai pangan secara 2004. Hal ini sulit dikaitkan dengan kondisi
keseluruhan, maka keamanan pangan keamanan pangan yang semakin buruk; tetapi
merupakan prasyarat bagi pangan yang lebih karena intensitas pencatatan yang sekain
bermutu. Dengan demikian, sangat penting meningkat; khususnya oleh Direktorat
untuk mengembangkan sistem pangan Surveilan & Penyuluhan Keamanan Pangan,
nasional Indonesia yang bisa menjamin BPOM.
tersedianya pangan dengan tingkat keamanan Perlu diingat bahwa; jika pun terdapat
yang baik, yaitu produk pangan yang bebas sistem peiaporan yang baik; biasanya angka
dari (i) faktor yang tidak halal dan (ii) faktor yang tercatat hanya merupakan porsi sangat
yang tidak sehat, seperti cemaran biologis, kecil saja dari sedemikian besar kejadian
kimia, dan benda lain yang dapat meng- keracunan pangan yang terjadi di masyarakat.
ganggu, merugikan, dan membahayakan Fenomena ini sering disebut sebagai
kesehatan manusia. fenomena gunung es; dimana terjadi under
repoding, sehingga data yang tercatat hanya
II. KONDISI KEAMANAN PANGAN merupakan sebagian kecil saja dari kejadian
PRODUK INDONESIA yang sesungguhnya.
Secara legal formal, arti penting Menurut catatan WHO (1984), fenomena
keamanan dan mutu pangan ini telah gunung es ini terjadi bahkan di negara maju
mendapatkan perhatian pemerintah. Hal ini dimana sistem peiaporan dan pencatatan data
dibuktikan dengan diberlakukannya undang- keracunan pangan telah mapan. Di negara-
undangtentang pangan yaitu Undang-Undang negara industri maju, WHO (1984) meyakini
No. 7 tahun 1996 yang banyak menyinggung bahwa hanya sekitar 10% dari kejadian
mengenai keamanan, mutu, dan gizi pangan. keracunan pangan yang berhasil dicatat oleh
Namun demikian, kenyataan formal di atas lembaga-lembaga resmi. Di negara-negara
kertas tersebut berbeda dengan kondisi nyata berkembang; fenomena gunung es ini lebih
di lapangan. signifikan lagi; dan diperkirakan bahwa data
yang tercatat kurang dari 1% kejadian

Tabel 1. Data Rangkuman Kasus Keracunan Pangan Tahun 2001-2006

Tahun Jumlah KLB Jumlah Makan Jumlah Sakit Jumlah Meninggal

2001 25 1965 1183 16


2002 43 6543 3635 10
2003 34 8651 1843 12
2004 164 22297 7356 51
2005 184 23864 8949 49
2006 159 21282 8747 38

Data diperoleh dari Direktorat Surveilan & Penyuluhan Keamanan Pangan, BPOM. 2008

18 PANGAN Edisi No. 51/XVIl/JuIi-September/2008


keamanan pangan yang sesungguhnya Secara kualitatif, data yang ada
(WHO, 1984). WHO (1984) menyatakan menunjukkan rendahnya kondisi sanitasi dan
bahwa untuk setiap satu (1) orang atau kasus higienitas sarana produksi pangan di
yang berkaitan dengan penyakit karena Indonesia. Data KLB yang tercatat (tahun
pangan di negara berkembang; maka paling 2001-2006, n=610 KLB), diketahui bahwa
tidak terdapat sembilan puluh sembilan (99) penyebab keracunan utama adalah karena
orang atau kasus lain yang tidak tercatat. mikroba dan umumnya terjadi pada produk
Data yang tercatat BPOM (Tabel 1) pangan yang dihasilkan oleh IRT (Industri
menunjukkan angka keracunan yang sangat Rumah Tangga) dan jasa Boga (Gambar 1;
minim. Kenaikan angka sejak tahun 2004 BPOM, 2008). Diduga jenis mikroba
hanyalah merupakan akibat dari penyebab keracunan yang paling sering
meningkatnya intensitas pencatatan. Namun adalah Staphylococcus aureus, Salmonella,
demikian, peningkatan intensitas pencatatan Vibrio chloreae. Hal ini sesuai dengan hasil
sejak 2004 itupun masih belum memadai, inspeksi BPOM yang mengatakan bahwa dari
karena jika dikalikan dengan 100 pun, angka 4.007 sarana produksi yang diperiksa pada
yang tercatat tersebut masih lebih kecil 2007, sebanyak 2.271 (57 %) sarana yang
daripada angka yang dicatat oleh lembaga di tidak memenuhi ketentuan; sehingga tidak
AS. Dilaporkan oleh USFDA bahwa setiap mampu menerapkan GMP (good
tahunnya, di AS, mikroba patogen diperkirakan manufacturing practices) secara konsisten.
menyebabkan sekitar 76 juta kasus penyakit Bahkan, industri rumah tangga pangan (IRTP),
karena pangan, 325.000 kasus perawatan di sebesar 76 % dari total sarana tidak
rumah sakit, dan 5.200 kematian. memenuhi ketentuan. Masalah utama yang
Rendahnya data tentang kasus perlu segera dipecahkan pemerintah adalah
keracunan pangan tersebut juga tidak sesuai memfasilitasi IRTP mampu melengkapfdirinya
dengan kenyataan tentang redahnya tingkat dengan sarana dan prasarana sanitasi dan
kepatuhan terhadap ketentuan peraturan higienitas sehingga melaksanakan proses
perundang - undangan di bidang produksi, produksi pangan sesuai dengan kaidah GMP.
distribusi dan peredaran produk pangan
(BPOM, 2007).

119= 116 = Mikroba


Tdk ada sampel Pangan Lain-lain, Belum Dilanoron. 19
Jajanan.
93

66 = kimia

IRT, 258

Jasa Boga,
N = 610 143
309 = tdk terdeteksi Pangan Olahan.
96
A. B.

Gambar 1.Penyebab keracunan pangan (A) dan jenis Industri yang memproduksi pangan
bermasalah (B) selama tahun 2001-2006 (BPOM, 2007).

Edisi No. 51/XVII/Juli-September/2008 PANGAN 19


2.2. Kondisi Keamanan Pangan Produk dilihat dari kinerja ekspor pangan dan
Ekspor pertanian ke AS; khususnyatercermin dengan
Dalam kondisi perdagangan pangan banyaknya penolakan produk pangan oleh
internasional, keamanan pangan telah US-FDA (http://www.fda.gov/ora/oasis:
menjadi prasyarat yang tidak bisa dibendung. Gambar 2). Menurut data tersebut, mulai
Persyaratan keamanan pangan yang baik dan Januari 2001 sampai dengan September
sesuai dengan standar internasional yang 2005, setiap tahunnya tercatat setidaknya
ketat sering menjadi hambatan bagi produk sebanyak lebih dari 300 kasus (bahkan
pangan Indonesia dalam menembus pasar sampai lebih dari 700 kasus pada tahun 2001)
internasional. Tidak jarang Indonesia harus penolakan produk Indonesia masuk ke AS,
mengalami kerugian ekonomi sebagai akibat lebih dari 80 % adalah produk pangan.
hambatan dan penolakan produk pangan Berbagai fator keamanan pangan digunakan
dalam perdagangan internasional. oleh US-FDA sebagai alasan penolakan
Kondisi keamanan pangan produk produk-produk pangan Indonesia.
Indonesia untuk ekspor; salah satunya bisa

70

• Filthy a Salmonella
CD Filthy + Salmonella^ Filthy + other
H Thermal process a Other

2001
jEiisittte
2002 2003 2004 2005

Gambar 2. Persentase penolakan produk pangan Indonesia ke US pada tahun 2001-2005 (Data
dikumpulkan dari: http://www.fda.aov/ora/oasis).

20 PANGAN Edisi No. 51,'XVIl/Juli-September/2008


Jadi, kinerja produk Indonesia untuk berbeda dari satu negara ke negara lainnya.
menembus pasar AS, dilihat dari aspek Perbedaan ini banyak dipengaruhi oleh
keamanan pangan masih sangat perbedaan pendapatan. kebiasaan, pola
memprihatinkan. Sekitar 33-80% (rata-rata makan dan lain sebagainya; yang
62%) produk pangan ditolak karena alasan perubahannya semakin dinamis dan cepat.
"filth/' (Gambar 3). Secara umum, filthydapat Perubahan ini antara lain disebabkan karena
diartikan bahwa pada produk tersebut faktor-faktor (i) perubahan praktek pertanian
mengandung "sesuatu yang tidak selayaknya (termasuk peternakan dan perikanan), (ii)
ada dalam bahan pangan tersebut". Penyebab meningkatnya perdagangan internasional, (iii)
adanya filthy adalah karena masih kurang perubahan teknologi pengolahan, (iv)
diterapkannya prinsip-prinsip penanganan dan perubahan proporsi populasi (perubahan
pengolahan yang baik. Dengan kata lain, proporsi populasi yang rentan), (v)
kepada produsen produk pangan dan hasil meningkatnya perjalanan (baik nasional
pertanian Indonesia masih perlu maupun internasional), (vi) perubahan gaya
diperkenalkan, disosialisasikan, dan diawasi hidup, dan (vii) munculnya ancaman
untuk menerapkan good practices (Hariyadi bioterrorisme.
dan Dewanti-Hariyadi, 2003).

Gambar 3. Jenis produk pangan ekspor Indonesia yang ditolak oleh AS pada tahun 2001-2005 ((Data
dikumpulkan dari: http://www.tda.gov/ora/oasis).

III. ISU-ISU YANG BERMUNCULAN Berbagai faktor tersebut telah


mengakibatkan munculnya berbagai isu baru
Disamping masalah-masalah mendasar terkait dengan keamanan pangan. Beberapa
keamanan pangan; terutama masih belum diantaranya akan diuraikan berikut:
diaplikasikannya prinsip GMP dengan baik,
Industri pangan Indonesia -khususnya yang 3.1. Emerging Chemical Food Safety
berorientasi ekspor- juga harus menghadapi
Permasaiahan kimia keamanan pangan
berbagai isu keamanan pangan baru yang
umumnya berkisar pada adanya peluang
selalu bermunculan dari waktu ke waktu. Isu
terjadinya kontaminasi dengan bahaya-
keamanan pangan yang bermunculan bahaya kimia; seperti pestisida, residu obat
(emerging) itu selalu berubah-ubah dan

Edisi No. 5l/XVII/Juli-September/2008 PANGAN 21


hewan, residu hormon, mikotoksin dan yang diperbolehkan pada air minum sebanyak
kontaminan lainnya. Dengan perubahan dan 5 ppb. Sebagai catatan, batas maksimum
perkembangan teknologi; dibantu dengan benzena pada air minum menurut World
majunya teknik deteksi dan analisis, maka Health Organization (WHO) adalah 10 ppb.
berbagai kontaminan baru terkait dengan Hubungan antara benzene dan
keamanan pangan banyak yang bermunculan. keamanan pangan muncul karena adanya
Disamping itu, muncul pula istilah "processing kebiasaan pemakaian benzoat pada minuman
contaminants'" yaitu kontaminan yang bervitamin C. Vitamin C akan bereaksi dengan
diproduksi selama proses pengolahan pangan logam (Cu dan Fe) dari air untuk menghasilkan
(terutama selama proses pemanasan, dan hidroksi radikal (OH*); yang selanjutnya akan
fermentasi). Kontaminan ini tidak terdapat menyerang benzoat sehingga mengalami
pada bahan baku sebelum diolah; tetapi proses dekarboksilasi. Salah satu hasil proses
dibentuk oleh reaksi kimia tertentu selama dekarbolsilasi itu adalah benzena.
proses pengolahan. Keberadaan "kontaminan
pengolahan" ini tidak bisa dihindari; namun 3.1.3. Monochloropropanediol (3-MCPD)
pemilihan dan pengendalian teknologi Monochloropropanediol pertama kali
pengolahan yang lebih baik perlu dilakukan diidentifikasi pada produk hidrolisis asam
untuk bisa meminimisasi pembentukan protein nabatri (acid-HVP). Selanjutnya
kontaminan pengolahan tersbut. diketahui bahwa senyawa ini ditemukan pula
Pada tulisan ini akan disajikan beberapa pada berbgai produk pangan olahan lainnya;
saja beberapa isu mutakhir terkait dengan seperti produk pastries, salami, keju. Dalam
bahan kimia kontaminan dan kontaminan perkembangannya diketahui bahwa beberapa
pengolahan tersebut. faktor yang diduga berkaitan dengan proses
pembentukannya adalah suhu, a dan pH;
3.1.1. Akrilamida pada produk goreng. tetapi sampai sekarang belum diketahui
Akrilamida -yang secara kimia disebut lintasan umum pembentukannya. Untuk itu,
juga 2-propenamide: ethylene carboxamide; berbagai peraturan telah dibuat untuk
acrylic amide; atau vinyl amide- adalah mengendalikan resiko keamanan pangan dari
senyawa kimia yang dicurigai bersifat 3-MCPD. Peraturan tersebut -misalnya-
karsinogenik (menyebabkan kanker) pada membatas peng'gunaan HVP sebagai
manusia. Dalam kaitannya dengan keamanan ingredien flavor.
pangan; ternyata senyawa akrilamida
terbentuk selama proses pengolahan bahan 3.1.4. Food Contact Materials
pangan kaya karbohidrat dengan Food contact materials adalah semua
menggunakan suhu sangat tinggi, yaitu proses bahan dan komponen yang 'dengan sengaja"
pemanggangan dan penggorengan akan mengalami kontak dengan bahan
Dalam bentuk murninya, akrilamida yang pangan, tidak hanya yang berkaitan dengan
mempunyai rumus kimia CH2CHCONH2 dan bahan pengemas, tetapi juga pisau, wadah,
berat molekul 71 ini berupa senyawa tidak dan alat-alat pengolahan lainnya. Bahkan,
berwama dan tidak berbau. Mengingat produk istilah ini juga mencakup bahan dan
pangan goreng merupakan produk yang komponen yang mengalami kontak dengan air
popular di Indonesia; maka perkembangan yang digunakan untuk konsumsi manusia.
penelitian mengenai akrilamida ini perlu selalu Secara umum food contact materials
diikuti dan dicermati dengan baik. harus aman dan tidak menyebabkan
terjadinya transfer atau migrasi ke dalam
3.1.2. Benzena pada produk minuman. bahan pangan melebihi jumlah yang bisa
Benzena merupakan senyawa yang diterima secara keamanan pangan. Dalam
bersifat karsinogenik. Karena sifatnya itu kaitannya dengan keamaman pangan, dikenal
maka the US Environmental Protection ada dua batas migrasi telah ditetapkan; yaitu
Agency (EPA) menetapkan batas maksium Overall Migration Limit (OML) dan Specific

22 PANGAN Edisi No. 51/XVIl/Juli-September/2008


Migration Limit (SML). Dalam upaya Labeling and Consumer Protection Act).
memastikan perlindungan kesehatan Sayang Indonesia belum melangkah ke sana.
konsumen dan menghindari adanya
kontaminasi pada bahan pangan; maka perlu 3.2. Emerging Food Science Technology
ditetapkan batas migrasi: baik OML maupun Perkembangan ilmu dan teknologi
SML. pangan selalu membawa berbagai
konsekuensi baru; termasuk dalam hal
3.1.5. Allergen keamanan pangan. Berbagai perkembangan
Alergen pangan adalah komponen dalam baru di bidang ilmu dan teknologi pangan yang
bahan pangan yang bisa menyebabkan reaksi perlu diperhatikan antara lain adalah (i)
alergi. Alergen pangan diyakini menjadi bioteknologi, (ii) teknologi pengolahan non
penyebab masalah alergi bagi sekitar 11 juta thermal, (iii) teknologi nano, (iv) nutrigenomik
manusia dewasa dan anak-anak di Amerika. dan (v) culinologi (Hariyadi, 2006).
Di Inggris, masalah alergi ini dialami oleh
sekitar 1-2% populasi penduduk dewasa dan 3.2.1. Bioteknologi.
sekitar 5-7% populasi anak-anak, atau sekitar Perkembangan bioteknologi pangan
1,5 juta penduduk Inggris. Angka populasi dengan memunculkan aneka bahan dan
yang mengalami masalah alergi ini di produk pangan yang dimodofikasi secara
Indonesia belum diketahui. Tetapi jelas, genetik (genetically modified foods) telah
walaupun masalah alergi ini sepertinya hanya memunculkan kontroversi keamanan pangan
mempengaruhi populasi dalam proporsi yang yang cukup berkepanjangan. Hal ini antara
relatif kecil, namun implikasi kesehatannya lain disebabkan karena adanya unsur sosial,
bisa sangat serius. Bahkan, menurut laporan budaya dan politik yang juga mewarnai
Journal of Allergy and Clinical Immunology, di perdebatan keamanan pangan produk GMF
Amerika Serikat saja, setiap tahun sekitar ini. Perkembangan ini juga melahirkan "anti-
lebih dari 29.000 orang harus dirawat di rumah trend" yaitu munculnya produk-produk pangan
sakit dan 150 sampai 200 orang meninggal organik. Dalam kaitannya dengan
karena reaksi alergi yang disebabkan perlindungan konsumen; tidak hanya dalam
mengkonsumsi produk pangan yang kaitannya dengan keamanan pangan tetapi
mengandung alergen. juga hak konsumen atas informasi yang benar,
Sebenarnya lebih dari 170 jenis pangan maka pengaturan klaim dan sertifikasi perlu
telah diketahui mengandung komponen yang mendapatkan perhatian pemerintah.
bisa memicu reaksi alergi. Namun demikian,
terdapat delapan (8) jenis bahan pangan 3.2.2. Teknologi Non-Thermal
penyebab terjadinya sekitar 90% kasus-kasus
Perkembangan teknologi non-thermal -
reaksi alergi karena pangan. Delapan jenis
seperti misalnya teknologi pengolahan dengan
bahan pangan tersebut adalah susu, ikan,
tekanan ultra _tinggi (high pressure
udang dan kerang-kerangan, kacang tanah,
processing), pulsed-electric fields dan pulsed
kacang pohon (tree nuts), gandum, dan
light untuk keperluan pengolahan dan
kedelai serta produk-produk turunannya.
pengawetan pangan. Pengaruh pengawetan
Untuk melindungi konsumen dari
teknologi non-thermal ini diperoleh karena
ketidaksengajaan atau ketidaktahuan
kemampuannya membunuh sel-sel
mengkonsumsi produk pangan yang
mikroorganisme. Pemastian mengenai tingkat
mengandung alergen pangan, maka
inaktivasi mikroorganizme pathogen -
pemerintah perlu mengembangkan regulasi
khususnya mengenai kinetika inaktiviasi dan
yang mengenai allergen ini. Sebagai ilustrasi,
penentuan kecukupan inaktiviasi dalam
sejak Agustus tahun 2004,di AS diterbitkan
kaitannya dengan keamanan pangan- perlu
Undang-Undang Pelabelan Alergen dan dirumuskan dengan baik.
Perlindungan Konsumen (Food Allergen

Edisi No. 5l/XVII/Juli-September/2008 PANGAN 23


Termasuk dalam kelompok teknologi non Dengan semakin dipahaminya karakter
thermal ini adalah teknologi lama, yaitu genetik manusia; serta interaksi antara
irradiasi pangan. Teknologi irradiasi ini komponen gizi atau komponen lainnya dengan
berpotensi untuk diaplikasikan untuk aneka ekspresi gen, maka akan muncul jenis-jenis
proses pengawetan pangan; namun produk pangan khusus yang didisain untuk
aplikasinya terkendala dengan persepsi populasi dengan karakteristik genetik tertentu.
masyarakat atas keamanan pangan produk Perkembangan ini melahirkan istilah
yang diirradiasi. Di samping ituada pula faktor prescribed nutrition; atau semacam
keselamatan kerja yang kaitannya dengan specialized functional foods untuk fungsi dan
instalasi peralatan irradiasi. Teknologi non target konsumen tertentu. Lagi-lagi;
thermal yang lain adalah membrane perkembangan ini perlu diantisipasi dari sisi
separation technology- yang mulai banyak regulasinya; sehingga aplikasi teknologi ini
dikembangkan; khususnya untuk pengawetan bisa memberikan manfaat bagi kesehatan
produk cair. Untuk memberikan peluang publik.
aplikasi teknologi dan sekaligus memberikan
kepastian keamanan pangan pada konsumen, 3.2.5. Kulinologi
maka perlu dilakukan kajian mendalam Terminologi kulinologi diambil dari
mengenai berbagai teknologi baru ini. culinolgy; yaitu istilah yang diperkenalkan oleh
Research Chefs Association (RCA) di
Amerika. Secara umum, kulinologi adalah
3.2.3. Teknologi Nano
ilmu yang memadukan seni dan ilmu kuliner
Perkembangan teknologi nano telah
dengan ilmu pangan dan gizi. Paduan ini
sedemikian pesat; sehingga produk pangan
semakin hari semakin dirasakan
dengan ukuran nano telah mulai dipasarkan.
kepentingannya; mengingat perubahan gaya
Kata "nano" itu sendiri merupakan awalan
hidup masyarakat konsumen modern;;
pada sistem satuan internasional (System of
khsususnya dengan meningkatnya frekuensi
International Unit) yang merupakan faktor dari
eating out. Dengan frekuensi "makan di luar"
10-9. Nano teknologi adalah teknologi yang
yang semakin tinggi; maka tuntutan atas mutu
mampu memanipulasi dan menghasilkan
dan keamanan pangan produk yang disajikan
bahan atau partikel dengan ukuran kecil; yaitu
oleh para koki (chefs) juga akan semakin
lebih kecil dari 100 nano meter (nm).
tinggi. Tidak lagi produk pangan yang
Dengan ukuran yang lebih kecil; maka
disajikan harus lezat; tetapi juga harus aman
tingkah laku pindah massa nya (difusi,
dan bermutu.
adsorpsi dan penyerapannya) akan berbeda
Dengan berkembangnya outlet-outlet
dengan ingridien dalam ukuran biasa;
aneka produk pangan yang praktis; maka
sehingga perlu ada kajian untuk memastikan
kebutuhan dan aplikasi kulinologi menjadi
bahwa produk hasil teknologi ini mempunyai
sangat penting; untuk tetap memberikan
tingkat keamanan yang baik.
jaminan keamanan pangan. Dalam hal ini,
semua pihak perlu mengantisipasi
3.2.4. Nutrigenomik.
perkembangan ini dengan baik; antara lain
Istilah nutrigenomik merupakan
dengan mempersiapkan kebutuhan SDM;
gabungan dari istilah gizi (nutrition) dan
regulasi, standardisasi, dll.
genomik. Nutrigenomik muncul karena
adanya perkembangan yang pesat dan saling
3.3. Emerging Pathogens
interaksi antar berbagai bidang ilmu; terutama
Patogen-patogen baru bermunculan
ilmu gizi. biologi molekuler, genetika molekuler,
(emerging pathogens) adalah (i) patogen
imunologi. patologi, toksikologi. fisiologi, dan
penyebab penyakit yang kejadiannya
bioinformatika. Secara khusus; nutrigenomik
meningkat dalam 2 dekade terakhir atau
mempelajari interaksi antara komponen gizi
diperkirakan akan meningkat dalam waktu
dan komponen bioaktif pangan dan
pengaruhnya pada pola- pola ekspresi gen.

24 PANGAN Edisi No. 51/XVIl/Juli-Septembcr/2008


dekat, (ii) patogen yang mengalami evolusi orang-orang yang berniat menyebarkan terror.
dan mengakibatlkan penyakit yang berbeda. Walaupun permasaiahan ini belum mencuat
(iii) patogen yang sudah dikenal dan menyebar di Indonesia; tetapi bagi Industri yang harus
ke daerah atau populasi baru, (iv) patogen melakukan ekspor ke beberapa Negara maju
lama yang muncul melalui pangan "baru" (ke Amerika, Australia dan Eropa -misalnya)
(emerging vehicle), terdapat dalam pangan harus mengikuti ketentuan-ketentuan
melalui skema yang "baru" atau meningkat tambahan yang berkaitan dengan mengurangi
resistensinya terhadap antibiotika, dan (v) kemungkinan terjadinya bioterorisme ini.
patogen yang perlu diwaspadai (Dewanti-
Hariyadi, 2008). IV. BEBAN GANDA KEAMANAN PANGAN
Beberapa patogen diketahui hanya pada DI INDONESIA
waktu-waktu terakhir saja menjadi penyebab Pembahasan berbagai isu terkait
utama penyakit yang ditularkan melalui keamanan pangan di atas menggambarkan
pangan, seperti Listeria monocytogenes dan bahwa Indonesia menghadapi permasaiahan
Campylobacter jejuni. Secara tradisional, pangan pada dua tingkat yang berbeda; yaitu
pangan yang berkaitan dengan penyebab (i) tingkat mendasar, karena buruknya
kajadian penyakit karena pangan adalah praktek-praktek pengolahan pangan; dan (ii)
daging, unggas dan pangan laut yang dimasak tingkat "emerging" yang selalu berubah; yang
kurang matang, atau susu tanpa pasteurisasi. terutama karena permasaiahan yang terkait
Menurut catatan McClure (2006) dari dengan perdagangan internasional. Karena
Unilever R&D Colworth, beberapa pathogen alasan ini, Indonesia menanggung beban
baru yang muncul selama 30 tahun terkahir ganda (double burden) keamanan pangan.
adalah (1) Campylobacter jejuni, (2) Kedua beban keamanan pangan ini
Cryptosporidium parvum, (3) Cyclospora mempunyai kondisi, tantangan dan implikasi;
cayatanensis, (4) Listeria monocytogenes, (5) serta pemecahannya yang berbeda.
Noroviruses, Rotavirus, (6) Salmonella
enterica Enteritidis, S.Typhimuhum DT 104. 4.1. Beban Pertama
(7) Verocytotoxigenic E. coli, (8) Vibrio Beban pertama ini biasanya berkaitan
cholerae, V. vulnificus, V. parahaemolyticus, dengan masih belum diaplikasikannya kaidah
dan (9) Yersinia enterocolitica. Untuk praktek pengolahan pangan yang baik;
kelompok virus, Norovirus, Rotavirus dan terutama oleh industri pangan skala kecil dan
Hepatitis E merupakan emerging pathogens rumah tangga. Kenyataan bahwa lebih separo
yang patut diwaspadai (Dewanti-Hariyadi; (57 %) sarana produksi pangan tidak
2008). Khususnya dengan semakin derasnya memenuhi ketentuan (BPOM, 2007). Kondisi
arus perdagangan internasional maka sarana produksi industri rumah tangga pangan
Indonsia perlu mengantisipasi hal ini dengan (IRTP) lebih buruk lagi. Pada tahun 2007
serius; paling tidak dengan melakukan kajian tercatat sebesar 76 % dari total sarana tidak
risiko mengenai berbagai emerging pathogens memenuhi ketentuan. Hal ini tercermin
tersebut. dengan peningkatan kasus penolakan pangan
eskpor oleh US-FDA; lebih dari 60% alasan
3.4. Bioterorisme penolakannya adalah karena filthy. Data
Isu terkait dengan bioterorsime ini keracunan pangan juga mengindikasikan
mengemuka terutama di Negara-negara maju; bahwa pengolahan pangan di industri pangan
khususnya dipicu dengan peristiwa 9/11 di AS. masih belum memenuhi standar keamanan
Jika permasaiahan keamanan pangan yang pangan. Untuk itu perlu didorong penerapan
telah dibahas didepan masuk dalam kategori Good Manufacturing Practices (GMP).
unintended contamination; maka permas Disamping itu, masih ditemukannya cemaran
aiahan keamanan pangan yang terkait dengan bahan kimiawi, yang terutama berasal dari
bioterorisme ini lebih fokus pada kontaminasi BTP yang tidak memenuhi syarat, masih
yang memang disengaja dilakukan oleh kurangnya kesadaran dan pemahaman

Edisi No. 51/XVII/Juli-September/2008 PANGAN


masyarakat umum mengenai keamanan Sedangkan pihak industri pangan
pangan. Untuk itu perlu dilakukan program berperan untuk mengembangkan dan
komunikasi keamanan pangan yang strategis melakukan penjaminan (i) terlaksananya cara-
untuk dapat menurunkan terjadinya kasus cara yang baik dalam pengolahan,
keracunan makanan, yaitu melalui kampanye penyimpanan dan distribusi pangan, (ii)
dan gerakan internalisasi GMP dan kebiasaan pengendalian dan jaminan mutu pangan
sanitasi dan higiene dasar. olahan, (iii) teknologi dan pengolahan pangan,
(iv)tersedianya manager dan tenaga pengolah
4.2. Beban Kedua pangan yang terlatih, dan (v) pelabelan yang
Beban kedua umumnya berkaitan dengan informatif dan pendidikan konsumen.
industri skala menengah dan besar yang Konsumen juga bertanggung jawab dalam hal
memproduksi dan memasarkan produknya (i) memperoleh pengetahuan umum yang
pada pasar internasional. Penerapan GMP berhubungan dengan keamanan pangan, (iif
yang masih tetap harus ditingkatkan; industri berperilaku seletif dalam menentukan pilihan
pangan dengan sasaran ekspor perlu produk, (iii) melaksanakan praktek
memperhatikan pula isu keamanan pangan penanganan pangan di rumah secara baik dan
yang selalu bermunculan (emerging); yang aman, (iv) membangun partisipasi
sering berubah dari waktu ke waktu, berbeda masyarakat, dan (v) membangun kelompok-
tergantung dari negara tujuan ekspor. Untuk kelompok konsumen yang aktif.
ini, diperlukan pemutakhiran pemahaman Namun demikian, pemerintah tetap
tentang standar keamanan pangan merupakan penggerak utama dan pihak yang
internasional. Untuk sasaran ekspor, paling bertanggungjawab atas keamanan
pemerintah bersama industri perlu pangan ini. Penyebab permasaiahan beban
memperhatikan penyediaan informasi ganda keamanan pangan di Indonesia ini
mengenai keamanan pangan serta sarana umumnya karena (i) infrastruktur yang belum
dan prasarana termasuk keperluan mantap, (ii) tingkat pendidikan produsen dan
laboratorium analisis dan sertifikasi yang konsumen yang masih rendah, (iii) sumber
diperlukan untuk memernuhi persyaratan dana yang terbatas dan (iv)produksi makanan
tersebut. masih didominasi oleh industri kecil dan
menengah dengan sarana/prasarana yang
V. PENUTUP kurang memadai. Namun akar masalah
Keamanan pangan harus ditangani utama keamanan pangan di Indonesia adalah
secara terpadu, melibatkan berbagai belum dipahami dan disadarinya arti strategis
stakeholders; baik dari pemerintah, industri, keamanan pangan dalam pembangunan
dan konsumen. Karena itu, pada dasarnya nasional.
upaya penjaminan keamanan pangan di suatu Karena itulah maka pemerintah tidak
negara merupakan tanggung jawab bersama memberikan perhatian yang layak pada (i)
oleh berbagai stakeholder (WHO, 1996). pembenahan infrastruktur keamanan pangan,
Tanggung jawab pemerintah dalam (ii) program pendidikan pada produsen dan
kebijakan mutu dan keamanan pangan adalah konsumen, (iii) priorita alokasi dana untuk
(i) menyusun legislasi dan peraturan hukum pembengunan keamanan pangan dan (iv)
di bidang pangan, (ii) memberikan masukan pembinaan dan fasilitasi prasarana untuk
dan bimbingan pada industri pangan, (iii) industri kecil dan menengah. Dalam kaitannya
memberikan pendidikan bagi masyarakat dengan beban ganda keamanan pangan,
konsumen tentang pentingnya keamanan maka pemerintah Indonesia perlu
pangan, (iv) melakukan pengumpulan memprioritaskan pada pembinaan dan
informasi dan penelitian di bidang keamanan fasilitasi prasarana keamanan pangan untuk
pangan, dan (v) menyediakan sarana dan industri kecil dan menengah, yang
prasarana pelayanan yang terkait dengan permasaiahan keamanan pangan lemah dan
bidang kesehatan.

26 PANGAN Edisi No. 5l/XVII/Juli-September/2008


Peningkatan
Kinerja
Fisik

Peningkatan Mutu, Peningkatan Peningkatan Peningkatan


Gizi dan Keamanan —• Status b
Kinerja w Daya Saing
Pangan Kesenatan Intelektual Bangsa

Peningkatan
Kinerja
Kreatif/lnovatit

Gambar 4. Peningkatan mutu, gizi dan keamanan pangan dan daya saing bangsa.

kurangnya prasarana, serta jumlah industri DAFTAR PUSTAKA


kecil dan menengah ini sangat banyak.
BPOM, 2007. Laporan Akuntabilitas kinerja Instansi
Secara mendasar upaya menjamin Pemerintah (LAKIP) badan POM Tahun 2007.
keamanan pangan berarti pula menjamin www.pom.go.id. Di akses tanggal 30 Juni 2008.
pemenuhan hak-hak azasi masyarakat. Lebih BPOM, 2008. Klb Keracunan Pangan Tahun 2001-
lanjut, peningkatan kondisi keamanan pangan 2006. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan
Keamanan Pangan, BPOM.
suatu negara akan menyebabkan peningkatan Dewanti-Hariyadi, R. 2008. Emerging Foodborne
status kesehatan masyarakat, peningkatan Pathogens. Makalah untuk BPOM.
daya saing produk, dan pada gilirannya akan Hariyadi. P and Dewanti-Hariyadi, R. 2003. The Need
meningkatkan produktivitas yang akan of Communicating Food Safety In Indonesia
Di dalam "Food Quality; A Challenge For North
berkontribusi pada peningkatan daya saing and South", pp. 265-274. A publication of IAAS
bangsa (lihat Gambar 4). Belgium vz, Coupure Links 653 B-9000 Gent.
Kondisi keamanan pangan yang baik Belgium.
akan menghasilkan manusia yang lebih sehat, Hariyadi, P. 2006. Emerging Food Technology
Presentasi untuk BPOM.
lebih produktif, menurunkan kasus penyakit Hariyadi. P. 2007. Pangan sebagai Hak Azasl.
asal pangan (foodborne disease) dan KONTAN, Minggu III. Oktober 2007
menurunkan beban biaya-biaya yang harus WHO. 1984. The Role of Food Safety in Health and
dikeluarkan untuk kasus atau wabah penyakit Development. Report of a Joint FAO/'WHO
Expert Committee on Food Safety. Geneva,
asal pangan, menurunkan kasus-kasus World Health Organization, 1984 (WHO
penolakan ekspor, meningkatkan arus Technical Report Series, No 705).
turisme, dan meningkatkan reputasi negara WHO. 1996 Guidelines for Strengthening a National
dalam percaturan internsional. Karena itulah Food Safety Programme. Food Safety Unit,
Division of Food and Nutrition, WHO, 1996.
perlu ada upaya sungguh-sungguh dari
pemerintah untuk membenahi permasaiahan
BIODATA PENULIS :
keamanan pangan ini alokasi dana publik
untuk memperkuat sistem keamanan pangan. Purwiyatno Hariyadi adalah Direktur Southeast
Asian Food and Agricultural Science and
Technology (SEAFAST) Center, IPB-Bogor. Ketua
Umum Perhmpunan Ahli Teknologi Pangan
Indonesia (PATPI) 2006-2008.

Edisi No. 51/XVII/Juli-September/2008 PANGAN

Anda mungkin juga menyukai