Pap Smear
Pap Smear
TINJAUAN PUSTAKA
Tes Pap Smear adalah pemeriksaan sitologi dari serviks dan porsio untuk
melihat adanya perubahan atau keganasan pada epitel serviks atau porsio
(displasia) sebagai tanda awal keganasan serviks atau prakanker (Rasjidi, Irwanto,
Sulistyanto, 2008).
Pap Smear merupakan suatu metode pemeriksaan sel-sel yang diambil dari
leher rahim dan kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Pap Smear merupakan
tes yang aman dan murah dan telah dipakai bertahun-tahun lamanya untuk
mendeteksi kelainan-kelainan yang terjadi pada sel-sel leher rahim (Diananda,
2009).
Pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat, dan tidak sakit, serta bisa
dilakukan setiap saat, kecuali pada saat haid (Dalimartha, 2004).
Pap Smear pertama kali diperkenalkan tahun 1928 oleh Dr. George
Papanicolou dan Dr. Aurel Babel, namun mulai populer sejak tahun 1943
(Purwoto & Nuranna, 2002).
Pap Smear berguna dalam mendeteksi dini kanker serviks, kanker korpus
endometrium, keganasan tuba fallopi, dan mungkin keganasan ovarium.
Pap Smear berguna sebagai perawatan ikutan setelah operasi dan setelah
mendapat kemoterapi dan radiasai.
Pap Smear bertujuan untuk mengikuti siklus menstruasi dengan ovulasi atau
tanpa ovulasi, menentukan maturitas kehamilan, dan menentukan
kemungkunan keguguran pada hamil muda.
Pap Smear tidak dilakukan pada saat menstruasi. Waktu yang paling tepat
melakukan Pap Smear adalah 10-20 hari setelah hari pertama haid terakhir. Pada
pasien yang menderita peradangan berat pemeriksaan ditunda sampai pengobatan
tuntas. Dua hari sebelum dilakukan tes, pasien dilarang mencuci atau
menggunakan pengobatan melalui vagina. Hal ini dikarenakan obat tersebut dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan. Wanita tersebut juga dilarang melakukan
hubungan seksual selama 1-2 hari sebelum pemeriksaan Pap Smear (Bhambhani,
1996).
3. Pasang spekulum sehingga tampak jelas vagina bagian atas, forniks posterior,
serviks uterus, dan kanalis servikalis.
6. Sediaan yang telah didapat, dioleskan di atas kaca objek pada sisi yang telah
diberi tanda dengan membentuk sudut 45˚ satu kali usapan.
adanya keganasan.
sampai sedang.
e. Kelas V : keganasan.
c. CIN III merupakan displasia berat atau karsinoma in situ yang dimana telah
melibatkan sampai ke basement membrane dari epitelium.
1. Sel skuamosa
2. Sel glandular
e. Adenokarsinoma Endoserviks
g. Adenokarsinoma Ekstrauterin
Kanker berasal dari kata Latin untuk kepiting — tumor melekat erat ke
semua permukaan yang dipijaknya, seperti kepiting (Kumar, Cotran, & Robbin,
2007).
Kanker serviks adalah kanker yang terjadi pada serviks uterus, yaitu suatu
daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim
yang terletak antara uterus dengan vagina (Diananda, 2009).
Menurut Crum, Lester, & Cotran (2007), HPV yang menginfeksi serviks
uterus terdiri dari dua kategori, yaitu tipe risiko rendah (6, 11, 42, dan 44) dan tipe
risiko tinggi (16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 52, 56, 58, dan 59). HPV tipe risiko tinggi
ditemukan pada 50-80% kasus SIL dan 90% kanker invasif. Sedangkan HPV tipe
risiko rendah ditemukan pada Low-Grade SIL (Garcia, 2009).
Tipe virus risiko tinggi menghasilkan protein yang dikenal dengan protein
E6 dan E7 yang mampu berikatan dan menonaktifkan protein p53 dan pRb epitel
serviks. P53 dan pRb adalah protein penekan tumor yang berperan menghambat
kelangsungan siklus sel. Degan tidak aktifnya p53 dan pRb, sel yang telah
bermutasi akibat infeksi HPV dapat meneruskan siklus sel tanpa harus
memperbaiki kelainan DNA-nya (Edianto, 2006).
Wanita perokok memiliki risiko dua kali lipat terhadap kanker serviks
dibandingkan dengan wanita bukan perokok (Dalimartha, 2004). Bahan
karsinogenik spesifik dari tembakau seperti nikotin dijumpai dalam lendir serviks
wanita perokok. Bahan ini dapat merusak DNA sel epitel skuamosa dan bersama
dengan infeksi HPV mencetuskan transformasi malignansi (Edianto, 2006).
Kanker serviks jarang ditemukan pada perawan dan pada wanita yang
pasangan seksualnya telah disirkumsisi. Insideni kanker serviks lebih tinggi pada
mereka yang menikah daripada yang tidak menikah dan pada wanita dengan
tingkat sosial ekonomi rendah. Selain itu insidensinya juga meningkat dengan
tingginya paritas, apa lagi bila jarak persalinan terlampau dekat (Mardjikoen,
2007).
Periode laten dari CIN I sampai dengan karsinoma in situ tergantung daya
tahan tubuh penderita. Umumnya fase pra-invasif berkisar antara 3-20 tahun
(Mardjikoen, 2005).
Menurut Feig (2001), simptom kanker serviks menjadi jelas terlihat saat
lesi servikal berada pada ukuran sedang, yaitu seperti cauliflower.
Simptom kanker serviks terdiri dari beberapa tahap, yaitu (Feig, 2001) :
a. Tahap Awal
- Asimptomatik
- Pink discharge
b. Tahap Pertengahan
c. Tahap Lanjut
Tanda dini kanker serviks tidak spesifik seperti adanya sekret vagina yang
agak banyak dan kadang-kadang disertai bercak pendarahan (Edianto, 2006).
Pendarahan abnormal vagina ini merupakan simptom yang paling sering terjadi
pada kanker serviks invasif. Pendarahan dapat terjadi pasca koitus, intermenstrual,
atau pasca menopause (Hacker, 2004).
Tanda yang lebih klasik adalah bercak pendarahan yang berulang, atau
bercak pendarahan setelah bersetubuh atau membersihkan vagina (Edianto, 2006).
Anemia akan menyertai sebagai akibat pendarahan pervaginam yang berulang
(Mardjikoen, 2007).
Pada stadium lanjut dapat ditemui nyeri yang menjalar ke pinggul atau
kaki ketika tumor telah menyebar ke luar dari serviks dan melibatkan jaringan di
rongga pelvis seperti ureter, dinding panggul, atau nervus skiatik. Beberapa
penderita mengeluhkan nyeri berkemih, hematuria, sulit berkemih, dan konstipasi
(Edianto, 2006).
1. Pencegahan Primer
3. Pencegahan Tersier
2.2. Pengetahuan
a. Pendidikan
Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan, yang bertujuan untuk mencerdaskan manusia.
c. Paparan Informasi
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan bertahan lama daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).