1. Pengertian
2. Epidemiologi
Insiden solusio plasenta bervariasi antara 0,2-2,4 % dari seluruh kehamilan. Literatur
lain menyebutkan insidennya 1 dalam 77-89 persalinan, dan bentuk solusio plasenta berat
1 dalam 500-750 persalinan. Slava dalam penelitiannya melaporkan insidensi solusio
plasenta di dunia adalah 1% dari seluruh kehamilan. Di sini terlihat bahwa tidak ada angka
pasti untuk insiden solusio plasenta, karena adanya perbedaan kriteria menegakkan
diagnosisnya.
Menurut data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto
Mangunkusumo (RSUPNCM) Jakarta didapat angka 2% atau 1 dalam 50 persalinan.
Antara tahun 1968-1971 solusio plasenta terjadi pada kira-kira 2,1% dari seluruh persalinan,
yang terdiri dari 14% solusio plasenta sedang dan 86% solusio plasenta berat. Solusio
plasenta ringan jarang didiagnosis, mungkin karena penderita terlambat datang ke rumah
sakit atau tanda-tanda dan gejalanya terlalu ringan sehingga tidak menarik perhatian
penderita maupun dokternya.
Sedangkan penelitian yang dilakukan Suryani di RSUD. DR. M. Djamil Padang dalam
periode 2002-2004 dilaporkan terjadi 19 kasus solusio plasenta dalam 4867 persalinan
(0,39%) atau 1 dalam 256 persalinan.
3. Etiologi
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa
faktor yang menjadi predisposisi :
1. Faktor kardio-reno-vaskuler
2. Faktor trauma
Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar
atau tindakan pertolongan persalinan.
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta
sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat
diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa
abnormalitas pada mikrosirkulasinya.
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio
plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat solusio
plasenta sebelumnya.
7. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava
inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan.
8. Patofisiologi
Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua basalis dan
terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari pembuluh darah miometrium
atau plasenta, dengan berkembangnya hematom subkhorionik terjadi penekanan dan
perluasan pelepasan plasenta dari dinding uterus.
Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil hanya akan sedikit mendesak jaringan
plasenta dan peredaran darah utero-plasenter belum terganggu, serta gejala dan tandanya
pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan
plasenta didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama
yang berwarna kehitaman. Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus/tidak
terkontrol karena otot uterus yang meregang oleh kehamilan tidak mampu berkontraksi
untuk membantu dalam menghentikanperdarahan yang terjadi. Akibatnya hematom
subkhorionik akan menjadi bertambah besar, kemudian akan medesak plasenta
sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta akan terlepas dari implantasinya di
dinding uterus. Sebagian darah akan masuk ke bawah selaput ketuban, dapat juga keluar
melalui vagina, darah juga dapat menembus masuk ke dalam kantong amnion, atau
mengadakan ekstravasasi di antara otot-otot miometrium. Apabila ekstravasasinya
berlangsung hebat akanterjadi suatu kondisi uterus yang biasanya disebut dengan
istilah Uterus Couvelaire, dimana pada kondisi ini dapat dilihat secara makroskopis seluruh
permukaan uterus terdapat bercak-bercak berwarna biru atau ungu. Uterus pada kondisi
seperti ini (Uterus Couvelaire) akan terasa sangat tegang, nyeri dan juga
akan mengganggu kontraktilitas (kemampuan berkontraksi) uterus yang sangat diperlukan
pada saat setelah bayi dilahirkan sebagai akibatnya akan terjadi perdarahan post partum
yang hebat.
9. Klasifikasi
a. Solusio plasenta partsialis : bila hanya sebagian plasenta terlepas dari tempat pelekatnya.
b. Solusio plasenta totalis : bila seluruh plasenta sudah terlepas dari tempat pelekatnya.
c. Prolapsus plasenta : bila plasenta turun kebawah dan dapat teraba pada pemeriksaan
dalam.
Ruptur sinus marginalis atau terlepasnya sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah
banyak akan menyebabkan perdarahan pervaginan berwarna kehitaman dan sedikit. Perut
terasa agak sakit atau terus menerus agak tegang. Bagian janin masih mudah diraba.
Plasenta telah terlepas lebih dari seperempat tanda dan gejala dapat timbul perlahan
atau mendadak dengan gejala sakit terus menerus lalu perdarahan pervaginan. Dinding
uterus teraba tegang terus menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin susah
diraba serta bunyi jantung janin susah didengar.Walaupun perdarahan pervaginam dapat
sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah
jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya yang jika masih hidup mungkin telah berada
dalam keadaan gawat
c Solusio plasenta berat
Plasenta telah lepas dari dua pertiga permukaan disertai penderita shock. Terjadi sangat
tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan shock dan janinnya telah meninggal.
Uterus teraba sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri.
10. Gejala Klinis
c. Nyeri tekan uterus dan tegang, bagian-bagian janin yang sukar dinilai, denyut jantung janin
sulit dinilai / tidak ada, air ketuban berwarna kemerahan karena tercampur darah.
11. Pemeriksaan Diagnostik
i. Pemeriksaan laboratorium
Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan leukosit.
Darah
Tepian plasenta
12. Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang
terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi yang dapat
terjadi pada ibu :
a. Syok hemoragik
b. Gagal ginjal. Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio
plasenta dan pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan
yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak yang umumnya masih
dapat ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok
dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau
nekrosis korteks ginjal mendadak. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan
pengukuran pengeluaran urin yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta
berat. hipovolemia, secepat mungkin menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan
pembekuan darah.
c. Kelainan pembekuan darah. Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya
disebabkan oleh hipofibrinogenemia.
1. Fetal distress
2. Gangguan pertumbuhan/perkembangan
4. Kematian
13. Penatalaksanaan
a. Konservatif
Menunda pelahiran mungkin bermanfaat pada janin masih imatur serta bila solusio
plasenta hanya berderajat ringan. Tidak adanya deselerasi tidak menjamin lingkungan intra
uterine aman. Harus segera dilakukan langkah-langkah untuk memperbaiki hipovolemia,
anemia dan hipoksia ibu sehingga fungsi plasenta yang masih berimplantasi dapat
dipulihkan. Tokolisis harus di anggap kontra indikasi pada solusio plasenta yang nyata
secara klinis.
b. Aktif
Pelahiran janin secara cepat yang hidup hampir selalu berarti seksio caesaria. Seksio
sesaria kadang membahayakan ibu karena ia mengalami hipovolemia berat dan koagulopati
konsumtif. Apabila terlepasnya plasenta sedemikian parahnya sehingga menyebabkan janin
meninggal lebih dianjurkan persalinan pervaginam kecuali apabila perdarahannya
sedemikian deras sehingga tidak dapat di atasi bahkan dengan penggantian darah secara
agresif atau terdapat penyulit obstetric yang menghalangi persalinan pervaginam.
1. Pengkajian
b. Keluhan utama
Rahim keras seperti papan dan nyeri tekan karena isi rahim bertambah dengan dorongan
yang berkumpul dibelakang plasenta, sehingga rahim tegang.
Darah terlihat merah kehitaman karena membentuk gumpalan darah, darah yang keluar
sedikit banyak, terus menerus. Akibat dari perdarahan pasien lemas dan pucat. Sebelumnya
biasanya pasien pernah mengalami hypertensi esensialis atau pre eklampsi, tali pusat
pendek trauma, uterus yang sangat mengecil (hydroamnion gameli) dll.
Kemungkinan pasien pernah menderita penyakit hipertensi / pre eklampsi, tali pusat pendek
atau trauma uterus.
e. Riwayat psikologis
Pasien cemas karena mengalami perdarahan disertai nyeri, serta tidak mengetahui asal dan
penyebabnya.
f. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Kesadaran : composmetis s/d apatis
2) Tanda-tanda vital
Kepala : kulit kepala biasanya normal / tidak mudah mengelupas rambut biasanya rontok /
tidak rontok.
Abdomen
Inspeksi : perut besar (buncit), terlihat etrio pada area perut, terlihat linea alba dan ligra
Genetalia
Hiperpregmentasi pada vagina, vagina berdarah / keluar darah yang merah kehitaman,
terdapat farises pada kedua paha / femur.
Ekstimitas
g. Pemeriksaan Penunjang
2. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan b.d. perdarahan ditandai dengan conjungtiva anemis, akral
dingin, Hb turun, muka pucat, dan lemas.
2. Risiko tinggi terjadinya letal distress berhubungan dengan perfusi darah ke plasenta
berkurang.
3. Nyeri akut b.d. kontraksi uterus ditandai terjadi distress/ pengerasan uterus, nyeri tekan
uterus.
4. Cemas b.d. kurang terpapar informasi klien mengenai keadaan patologi yang dialaminya.
3. Rencana Keperawatan
Muka
tidak pucat, dan Catat intake dan output Produksi urin yang
pasien tidak lemas. kurang dari 30 ml/jam
menunjukkan
penurunan fungsi
ginjal
4. Evaluasi
No. Dx Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarata : EGC.
International, Philadephia.