PENDAHULUAN
1
2017 menyebutkan pemberian berbagai metode dalam menyusui dapat
dilakukan pada pasien yang melakukan kunjungan nifas ulangan sehingga
terdapat peningkatan dalam pemberian ASI. Maka dari itu pada laporan
berikut penulis akan mendiskusikan asuhan pada ibu nifas melalui
kunjungan nifas sesuai dengan evidance based sehingga dapat
menurunkan angka kematian ibu dan dapat membantu menurunkan angka
kematian bayi melalui follow up keberlanjutan ASI eksklusif.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mampu memberikan asuhan kebidanan komprehensif pada persalinan
normal sesuai dengan manajemen asuhan kebidanan menurut pola pikir
bidan.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian data subjektif dan data objektif
pada asuhan masa nifas
b. Mampu mengidentifikasi diagnosis dan masalah aktual pada masa
nifas
c. Mampu mengidentifikasi diagnosis potensial dan masalah potensial
yang muncul pada ibu nifas
d. Mampu megidentifikasi kebutuhan dan tindakan segera pada saat masa
nifas
e. Mampu mengembangkan rencana tindakan asuhan kebidanan secara
menyeluruh pada masa nifas
f. Mampu melaksanakan tindakan asuhan kebidanan yang menyeluruh
sesuai kebutuhan pada masa nifas
g. Mampu melakukan evaluasi terhadap asuhan yang diberikan pada
masa nifas
2
1.3 Manfaat
1.3.1 Dapat digunakan sebagai bahan evaluasi terhadap pelayanan pada masa
nifas
1.3.2 Sebagai sumber informasi dan wawasan bagi mahasiswi kebidanan
dalam memberikan pelayanan pada masa nifas
1.4 Sasaran
Ibu bersalin di
BAB IV Pembahasan
Membandingkan antara konsep dengan kasus persalinan normal
BAB V Penutup
Terdiri dari kesimpulan dan saran
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Sistem Reproduksi
Perubahan alat-alat genital baik interna maupun eksterna kembali
seperti semula seperti sebelum hamil disebut involusi. Adapun perubahan-
perubahan yang terjadi pada sistem reproduksi ibu nifas adalah sebagai
berikut:
a. Uterus
1) Involusi Uterus
Meskipun istilah involusi telah digunakan untuk menunjukkan
perubahan yang retrogresif yang terjadi di semua organ dan struktur
saluran reproduksi, istilah ini lebih spesifik menunjukkan adanya
perubahan retrogresif pada uterus yang menyebabkan berkurangnya
ukuran uterus. Involusi uterus dapat diartikan juga sebagai pengerutan
uterus yang merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi
sebelum hamil. Proses involusi uterus adalah sebagai berikut:
a) Iskemia Miometrium – Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan
retraksi yang terus menerus dari uterus setelah pengeluaran
plasenta sehingga membuat uterus menjadi relatif anemi dan
menyebabkan serat otot atrofi.
b) Atrofi jaringan – Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi
penghentian hormon estrogen saat pelepasan plasenta.
c) Autolysis – Merupakan proses penghancuran diri sendiri (zat
protein) yang terjadi di dalam otot uterus. Sisa dari penghancuran
ini diabsorbsi dan kemudian dibuang dalam urine. Sebagai bukti
4
dapat dikemukakan bahwa kadar nitrogen sangat tinggi. Enzim
proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah mengendur
hingga panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan lebarnya 5
kali lebar sebelum hamil yang terjadi selama kehamilan. Hal ini
disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan progesteron.
d) Efek Oksitosin – Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi
dan retraksi otot uterus sehingga akan menekan pembuluh darah
yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses
ini membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi
plasenta serta mengurangi perdarahan.
Uterus pada bekas implantasi plasenta merupakan luka yang kasar
dan menonjol ke dalam kavum uteri. Segera setelah plasenta lahir, dengan
cepat luka mengecil, pada akhir minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan
pada akhir nifas 1-2 cm. Penyembuhan luka bekas plasenta khas sekali.
Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak
pembuluh darah besar yang tersumbat oleh thrombus. Luka bekas plasenta
tidak meninggalkan parut. Hal ini disebabkan karena diikuti pertumbuhan
endometrium baru di bawah permukaan luka.
Regenerasi endometrium terjadi di tempat implantasi plasenta
selama sekitar 6 minggu. Pertumbuhan kelenjar endometrium ini
berlangsung di dalam decidua basalis. Pertumbuhan kelenjar ini mengikis
pembuluh darah yang membeku pada tempat implantasi plasenta hingga
terkelupas dan tak dipakai lagi pada pembuangan lokia.
Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi situs
plasenta akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar bersama
dengan sisa cairan. Percampuran antara darah dan desidua inilah yang
dinamakan lokia.
Lokia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan
mempunyai reaksi basa/alkalis yang membuat organisme berkembang
lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina normal.
Lokia mempunyai bau yang amis (anyir) meskipun tidak terlalu
menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Lokia
5
mengalami perubahan karena proses involusi. Pengeluaran lokia dapat
dibagi menjadi lokia rubra, sanguilenta, serosa dan alba. Perbedaan
masing-masing lokia dapat dilihat sebagai berikut:
Lokia Waktu Warna Ciri-ciri
Rubra 1-3 hari Merah kehitaman Terdiri dari sel desidua,
verniks caseosa, rambut
lanugo, sisa mekoneum
dan sisa darah
Sanguilent 3-7 hari Putih bercampur Sisa darah bercampur
a merah lender
Serosa 7-14 Kekuningan/ Lebih sedikit darah dan
hari kecoklatan lebih banyak serum, juga
terdiri dari leukosit dan
robekan laserasi plasenta
Alba >14 Putih Mengandung leukosit,
hari selaput lendir serviks dan
serabut jaringan yang
mati.
7
bertahap turun ke dalam panggul sehingga tidak dapat dipalpasi lagi di
atas simfisis pubis setelah hari kesepuluh pascapartum.
Walaupun terdapat variasi lokasi umbilikus terhadap simfisis pubis
pada setiap individu dan variasi ukuran ruas jari di antara pemeriksa
dengan pemeriksa lain sehingga membuat adanya rentang normal dalam
penurunan dan lokasi TFU harian, terdapat keseragaman untuk
memfasilitasi generalisasi penurunan uterus, yang diilustrasikan pada
gambar 3.1.
8
dapat mengencangkan vagina hingga tingkat tertentu. Hal ini dapat
dilakukan pada akhir puerperium dengan latihan harian.
2. Sistem Perkemihan
Pada masa hamil, perubahan hormonal yaitu kadar steroid tinggi
yang berperan meningkatkan fungsi ginjal. Begitu sebaliknya, pada pasca
melahirkan kadar steroid menurun sehingga menyebabkan penurunan
fungsi ginjal. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan
setelah wanita melahirkan. Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan
dalam waktu 12-36 jam sesudah melahirkan.
Ibu post partum dianjurkan segera buang air kecil, agar tidak
mengganggu proses involusi uteri dan ibu merasa nyaman. Namun
demikian, pasca melahirkan ibu merasa sulit buang air kecil.
Hal yang menyebabkan kesulitan buang air kecil pada ibu post
partum, antara lain:
a. Adanya udema trigonium yang menimbulkan obstruksi sehingga
terjadi retensi urin.
b. Diaforesis yaitu mekanisme tubuh untuk mengurangi cairan yang
teretansi dalam tubuh, terjadi selama 2 hari setelah melahirkan.
c. Depresi dari sfingter uretra oleh karena penekanan kepala janin dan
spasme oleh iritasi muskulus sfingter ani selama persalinan, sehingga
menyebabkan miksi.
Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon estrogen akan menurun,
hilangnya peningkatan tekanan vena pada tingkat bawah, dan hilangnya
peningkatan volume darah akibat kehamilan, hal ini merupakan
mekanisme tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan. Keadaan ini disebut
dengan diuresis pasca partum. Ureter yang berdilatasi akan kembali
normal dalam tempo 6 minggu.
Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urin
menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2,5 kg selama masa pasca
partum. Pengeluaran kelebihan cairan yang tertimbun selama hamil
9
kadang-kadang disebut kebalikan metabolisme air pada masa hamil
(reversal of the water metabolisme of pregnancy).
Resiko inkontinensia urine pada pasien dengan persalinan
pervaginam sekitar 70% lebih tinggi dibandingkan resiko serupa pada
persalinan dengan Sectio Caesar. Sepuluh persen pasien pasca persalinan
menderita inkontinensia (biasanya stres inkontinensia) yang kadang-
kadang menetap sampai beberapa minggu pasca persalinan.
Secara fisiologis, kontinensia urin dipertahankan dengan tiga cara:
Tonus otot vesica urinaria (musculus detrusor), yang mengendalikan
tekanan intra vesical.
Tekanan intra uretral yang diberikan oleh musculus pubococcygeus dan
campuran serabut-serabut yang saling menyilang pada sepertiga bagian
tengah uretra.
Pengendalian sphincter yang merupakan sudut urethrovesical pada cervix
vesicae. Sudut ini yang menutup meatus internus yang dikendalikan oleh
otot-otot dasar pelvis.
Ketiga faktor tersebut tadi secara bersama-sama mencegah
keluarnya urin secara involunter pada saat tekanan intra abdominal
meningkat karena tertawa, bersin, atau batuk.
Otot-otot ini beserta dengan saraf yang menginervasi otot-otot tadi
(nervus pudendus dan cabang-cabang fleksus sakralis) sangat peka
terhadap stres dan trauma selama melahirkan pada saat otot-otot dan saraf-
saraf tadi teregang dan mengalami desakan. Trauma pada saraf tadi akan
mengurangi kekuatan otot-otot yang diinervasi yang telah mengalami
regangan berlebihan dan telah melemah.
Walaupun pada kebanyakan wanita yang sehat yang melakukan
latihan secara teratur, tonus otot tadi akan segera membaik. Pasien
primigravida yang memulai persalinan dengan seluruh ototnya mempunyai
tonus yang bagus, akan sangat kecil kemungkinan terganggunya karena
terjadi inkotinensia stres. Tetapi pada persalinan berikutnya otot tadi akan
mengalami stres yang berulang, dan insidensi inkontinensia stres akan
meningkat dengan meningkatnya paritas. Insidensi tadi juga meningkat
10
pada wanita yang lebih tua (sebagian karena perubahan hormonal) dan
wanita yang mengalami persalinan lama dan kelahiran dengan alat bantu.
Bila wanita pasca persalinan tidak dapat berkemih dalam waktu 4
jam pasca persalinan mungkin ada masalah dan sebaiknya segera dipasang
dower kateter selama 24 jam. Bila kemudian keluhan tak dapat berkemih
dalam waktu 4 jam, lakukan kateterisasi dan bila jumlah residu > 200 ml
maka kemungkinan ada gangguan proses urinasinya. Maka kateter tetap
terpasang dan dibuka 4 jam kemudian , bila volume urine < 200 ml,
kateter dibuka dan pasien diharapkan dapat berkemih seperti biasa.
Untuk mempercepat penyembuhan keadaan ini dapat dilakukan
latihan pada otot dasar panggul. Latihan-latihan tersebut antara lain
berenang, senam, mempertahankan kesehatan, aerobik dan sebagainya.
3. Sistem Pencernaan
Sistem gastrointestinal selama kehamilan dipengaruhi oleh
beberapa hal, diantaranya tingginya kadar progesteron yang dapat
mengganggu keseimbangan cairan tubuh, meningkatkan kolestrol darah,
dan melambatkan kontraksi otot-otot polos. Pasca melahirkan, kadar
progesteron juga mulai menurun. Namun demikian, faal usus memerlukan
waktu 3-4 hari untuk kembali normal.
Beberapa hal yang berkaitan dengan perubahan pada sistem
pencernaan, antara lain:
a. Nafsu Makan
Pasca melahirkan, biasanya ibu merasa lapar sehingga
diperbolehkan untuk mengkonsumsi makanan. Pemulihan nafsu makan
diperlukan waktu 3–4 hari sebelum faal usus kembali normal. Meskipun
kadar progesteron menurun setelah melahirkan, asupan makanan juga
mengalami penurunan selama satu atau dua hari.
Wanita mungkin kelaparan dan mulai makan satu atau dua jam
setelah melahirkan. Kecuali ada komplikasi kelahiran, tidak ada alasan
untuk menunda pemberian makan pada wanita pasca partum yang sehat
lebih lama dari waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pengkajian awal.
11
b. Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna
menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan
analgesia dan anastesia bisa memperlambat pengembalian tonus dan
motilitas ke keadaan normal.
c. Pengosongan Usus
Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini
disebabkan tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan awal
masa pascapartum, diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan,
kurang makan, dehidrasi, hemoroid ataupun laserasi jalan lahir. Sistem
pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu untuk kembali normal.
Beberapa cara agar ibu dapat buang air besar kembali teratur, antara lain:
1) Pemberian diet / makanan yang mengandung serat.
2) Pemberian cairan yang cukup.
3) Pengetahuan tentang pola eliminasi pasca melahirkan.
4) Pengetahuan tentang perawatan luka jalan lahir.
5) Bila usaha di atas tidak berhasil dapat pemberian huknah atau obat
yang lain.
d. Konstipasi
Konstipasi mungkin menjadi masalah pada puerperium awal
karena kurangnya makanan padat selama persalinan dan karena wanita
menahan defekasi. Wanita mungkin menahan defekasi karena
perineumnya mengalami perlukaan atau karena ia kurang pengetahuan dan
takut akan merobek atau merusak jahitan jika ia melakukan defekasi. Jika
penderita hari ketiga belum juga buang air besar, maka diberi obat
pencahar, baik peroral ataupun supositoria.
4. Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal terjadi pada saat umur
kehamilan semakin bertambah. Adaptasi muskuloskelatal ini mencakup:
peningkatan berat badan, bergesernya pusat akibat pembesaran rahim,
relaksasi dan mobilitas. Namun demikian, pada saat post partum sistem
12
muskuloskeletal akan berangsur-angsur pulih kembali. Ambulasi dini
dilakukan segera setelah melahirkan, untuk membantu mencegah
komplikasi dan mempercepat involusi uteri.
Adaptasi sistem muskuloskeletal pada masa nifas, meliputi:
a. Dinding perut dan peritoneum
Dinding perut akan longgar pasca persalinan. Keadaan ini akan
pulih kembali dalam 6 minggu. Pada wanita yang asthenis terjadi diastasis
dari otot-otot rektus abdominis, sehingga sebagian dari dinding perut di
garis tengah hanya terdiri dari peritoneum, fasia tipis dan kulit.
b. Kulit abdomen
Selama masa kehamilan, kulit abdomen akan melebar, melonggar
dan mengendur hingga berbulan-bulan. Otot-otot dari dinding abdomen
dapat kembali normal kembali dalam beberapa minggu pasca melahirkan
dengan latihan post natal.
c. Striae
Striae adalah suatu perubahan warna seperti jaringan parut pada
dinding abdomen. Striae pada dinding abdomen tidak dapat menghilang
sempurna melainkan membentuk garis lurus yang samar. Tingkat diastasis
muskulus rektus abdominis pada ibu post partum dapat dikaji melalui
keadaan umum, aktivitas, paritas dan jarak kehamilan, sehingga dapat
membantu menentukan lama pengembalian tonus otot menjadi normal.
d. Perubahan ligamen
Setelah janin lahir, ligamen-ligamen, diafragma pelvis dan fasia
yang meregang sewaktu kehamilan dan partus berangsur-angsur menciut
kembali seperti sediakala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi
kendor yang mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi.
e. Simpisis pubis
Pemisahan simpisis pubis jarang terjadi. Namun demikian, hal ini
dapat menyebabkan morbiditas maternal. Gejala dari pemisahan simpisis
pubis antara lain: nyeri tekan pada pubis disertai peningkatan nyeri saat
bergerak di tempat tidur ataupun waktu berjalan. Pemisahan simpisis dapat
13
dipalpasi. Gejala ini dapat menghilang setelah beberapa minggu atau bulan
pasca melahirkan, bahkan ada yang menetap.
Adapun gejala-gejala sistem muskuloskeletal yang biasa timbul
pada masa pasca partum antara lain:
Nyeri punggung bawah
Nyeri punggung merupakan gejala pasca partum jangka panjang yang
sering terjadi. Hal ini disebabkan adanya ketegangan postural pada sistem
muskuloskeletal akibat posisi saat persalinan.
Penanganan: Selama kehamilan, wanita yang mengeluh nyeri punggung
sebaiknya dirujuk pada fisioterapi untuk mendapatkan perawatan. Anjuran
perawatan punggung, posisi istirahat, dan aktifitas hidup sehari-hari
penting diberikan. Pereda nyeri elektroterapeutik dikontraindikasikan
selama kehamilan, namun mandi dengan air hangat dapat menberikan rasa
nyaman pada pasien.
Sakit kepala dan nyeri leher
Pada minggu pertama dan tiga bulan setelah melahirkan, sakit kepala dan
migrain bisa terjadi. Gejala ini dapat mempengaruhi aktifitas dan
ketidaknyamanan pada ibu post partum. Sakit kepala dan nyeri leher yang
jangka panjang dapat timbul akibat setelah pemberian anestasi umum.
Nyeri pelvis posterior
Nyeri pelvis posterior ditunjukan untuk rasa nyeri dan disfungsi area sendi
sakroiliaka. Gejala ini timbul sebelum nyeri punggung bawah dan
disfungsi simfisis pubis yang ditandai nyeri di atas sendi sakroiliaka pada
bagian otot penumpu berat badan serta timbul pada saat membalikan tubuh
di tempat tidur. Nyeri ini dapat menyebar ke bokong dan paha posterior.
Penanganan: pemakaian ikat (sabuk) sakroiliaka penyokong dapat
membantu untuk mengistirahatkan pelvis. Mengatur posisi yang nyaman
saat istirahat maupun bekerja, serta mengurangi aktifitas dan posisi yang
dapat memacu rasa nyeri.
Disfungsi simfisis pubis
Merupakan istilah yang menggambarkan gangguan fungsi sendi simfisis
pubis dan nyeri yang dirasakan di sekitar area sendi. Fungsi sendi simfisis
14
pubis adalah menyempurnakan cincin tulang pelvis dan memindahkan
berat badan melalui pada posisi tegak. Bila sendi ini tidak menjalankan
fungsi semestinya, akan terdapat fungsi/stabilitas pelvis yang abnormal,
diperburuk dengan terjadinya perubahan mekanis, yang dapat
mempengaruhi gaya berjalan suatu gerakan lembut pada sendi simfisis
pubis untuk menumpu berat badan dan disertai rasa nyeri yang hebat.
Penanganan: tirah baring selama mungkin; pemberian pereda nyeri;
perawatan ibu dan bayi yang lengkap; rujuk ke ahli fisioterapi untuk
latihan abdomen yang tepat; latihan meningkatkan sirkulasi; mobilisasi
secara bertahap; pemberian bantuan yang sesuai.
Diastasis rekti
Diastasis rekti adalah pemisahan otot rektus abdominis lebih dari 2,5 cm
pada tepat setinggi umbilikus sebagai akibat pengaruh hormon terhadap
linea alba serta akibat perenggangan mekanis dinding abdomen. Kasus ini
sering terjadi pada multi paritas, bayi besar, poli hidramnion, kelemahan
otot abdomen dan postur yang salah. Selain itu, juga disebabkan gangguan
kolagen yang lebih ke arah keturunan, sehingga ibu dan anak mengalami
diastasis.
Penanganan: melakukan pemeriksaan rektus untuk mengkaji lebar celah
antara otot rektus; memasang penyangga tubigrip (berlapis dua jika perlu),
dari area xifoid sternum sampai di bawah panggul; latihan transversus dan
pelvis dasar sesering mungkin, pada semua posisi, kecuali posisi
telungkup-lutut; memastikan tidak melakukan latihan sit-up atau curl-up;
mengatur ulang kegiatan sehari–hari, menindaklanjuti pengkajian oleh ahli
fisioterapi selama diperlukan.
Osteoporosis akibat kehamilan
Osteoporosis timbul pada trimester ketiga atau pasca natal. Gejala ini
ditandai dengan nyeri, fraktur tulang belakang dan panggul, serta adanya
hendaya (tidak dapat berjalan), ketidakmampuan mengangkat atau
menyusui bayi pasca natal, berkurangnya tinggi badan, postur tubuh yang
buruk.
15
Disfungsi Dasar Panggul
Disfungsi dasar panggul, meliputi :
1) Inkontinensia urin
Inkontinensia urin adalah keluhan rembesan urin yang tidak disadari.
Masalah berkemih yang paling umum dalam kehamilan dan pasca
partum adalah inkontinensia stress.
Terapi : selama masa antenatal, ibu harus diberi pendidikan mengenai
dan dianjurkan untuk mempraktikan latihan otot dasar panggul dan
transversus sesering mungkin, memfiksasi otot ini serta otot
transversus selama melakukan aktivitas yang berat. Selama masa
pasca natal, ibu harus dianjurkan untuk mempraktikan latihan dasar
panggul dan transversus segera setelah persalinan. Bagi ibu yang tetap
menderita gejala ini disarankan untuk dirujuk ke ahli fisioterapi yang
akan mengkaji keefektifan otot dasar panggul dan memberi saran
tentang program retraining yang meliputi biofeedback dan stimulasi.
2) Inkontinensia alvi.
Inkontinensia alvi disebabkan oleh robeknya atau merenggangnya
sfingter anal atau kerusakan yang nyata pada suplai saraf dasar
panggul selama persalinan (Snooks et al, 1985).
Penanganan : rujuk ke ahli fisioterapi untuk mendapatkan perawatan
khusus.
3) Prolaps
Prolaps genetalia dikaitkan dengan persalinan per vagina yang dapat
menyebabkan peregangan dan kerusakan pada fasia dan persarafan
pelvis. Prolaps uterus adalah penurunan uterus. Sistokel adalah
prolaps kandung kemih dalam vagina, sedangkan rektokel adalah
prolaps rektum kedalam vagina (Thakar & Stanton, 2002).
Gejala yang dirasakan wanita yang menderita prolaps uterus antara
lain: merasakan ada sesuatu yang turun ke bawah (saat berdiri), nyeri
punggung dan sensasi tarikan yang kuat.
Penanganan: prolaps ringan dapat diatasi dengan latihan dasar
panggul.
16
2.2 Proses Laktasi dan Menyusui
Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI
diproduksi, disekresi, dan pengeluaran ASI sampai pada proses bayi
menghisap dan menelan ASI. Proses laktasi tidak terlepas dari pengaruh
hormonal , adapun hormon-hormon yang berperan adalah :
1. Progesteron, berfungsi mempengaruhi pertumbuhan dan ukuran
alveoli. Tingkat progesteron dan esterogen menurun setelah
melahirkan.
2. Esterogen, berfungsi menstimulasi sistem saluran ASI untuk
membesar. Tingkat esterogen menurun saat melahirkan dan tetap
rendah untuk beberapa bulan selama tetap menyusui. Sebaiknya ibu
menyusui menghindari KB hormonal berbasis hormon esterogen
karena dapat mengurangi jumlah produksi ASI.
3. Follicle stimulating hormone (FSH)
4. Luteinizing hormon (LH)
5. Prolaktin, berperan dalam membesarnya alveoli dalam kehamilan.
6. Oksitosin, berfungsi mengencangkan otot halus dalam rahim pada saat
melahirkan dan setelahnya, selain itu pasca melahirkan oksitosin juga
mengencangkan otot halus di sekitar alveoli untuk memeras ASI
menuju saluran susu.
7. Human placental lactogen (HPL) : Sejak bulan kedua kehamilan,
plasenta mengeluarkan banyak HPL, yang berperan dalam
pertumbuhan payudara, puting dan aerola sebelum melahirkan. Pada
bulan kelima dan keenam kehamilan, payudara siap memproduksi ASI.
Namun, ASI bisa juga diproduksi tanpa kehamilan.
17
yaitu berupa cairan kental kekuningan dan tingkat progesteron tinggi
sehingga mencegah produksi ASI.
Laktogenesis II
Pengeluaran plasenta saat melahirkan menyebabkan menurunnya
kadar hormon progesteron, esterogen dan HPL. Hal ini menyebabkan
produksi ASI besar-besaran. Apabila payudara dirangsang, level prolaktin
dalam darah meningkat, memuncak dalam periode 45 menit dan kemudian
kembali ke level sebelum rangsangan tiga jam kemudian. Penelitian
mengemukakan bahwa level prolaktin dalam susu lebih tinggi apabila
produksi ASI lebih banyak siktar pukul 2 pagi hingga 6 pagi, namun level
prolaktin rendah saat payudara terasa penuh.
Kolostrum mengandung sel darah putih dan antibodi yang tinggi
daripada ASI sebenarnya khususnya tinggi dalam level immunoglobulin A
(IgA), yang membantu melapisi usus bayi yang masih rentan dan
mencegah kuman memasuki bayi. IgA mencegah alergi makanan.
Laktogenesis III
Produksi ASI sangat dipengaruhi seberapa sering dan seberapa
baik bayi menghisap, dan juga seberapa sering payudara dikosongkan.
Produksi ASI yang rendah adalah akibat dari :
- Kurang sering menyusui atau memerah payudara
- Apabila bayi tidak bisa menghisap ASI secara efektif, antara lain akibat :
struktur mulut dan rahang yang kurang baik, tekinik perlekatan yang salah.
- Kelainan endokrin ibu (jarang terjadi)
- Jaringan payudara hipoplastik
- Kelainan metabolisme atau pencernaan bayi, sehingga tidak dapat
mencerna ASI.
- Kurangnya gizi
2.3 Cara Menyusui Yang Benar
Pengertian teknik menyusui yang benar adalah cara memberikan
ASI kepada bayi dengan perlekatan dan posisi ibu dan bayi dengan benar
(Dewi,2011).
18
1. Pembentukan dan persiapan ASI
Persiapan memberikan ASI dilakukan bersamaan dengan
kehamilan. Pada kehamilan,payudara semakin padat karena retensi
air,lemak,serta berkembangnya kelenjar-kelenjar payudara yang dirasakan
tegang dan sakit. Bersamaan dengan membesarnya
kehamilan,perkembangan dan persiapan untuk memberikan ASI makin
tampak. Payudara makin besar,putting susu makin menonjol,pembuluh
darah makin tampak,dan areola mamae makin menghitam.
Pada 3 bulan kehamilan,prolaktin dari adenohipofise mulai
merangsang kelenjar air susu untuk menghasilkan air susu yang disebut
kolostrum. Pada trimester kedua kehamilan,laktogen plasenta mulai
merangsang pembentukan kolostrum.
2. Persiapan memperlancar pengeluaran ASI dilaksanakan dengan jalan
sebagai berikut:
Membersihkan putting susu dengan air atau minyak sehingga epitel
yang lepas tidak menumpuk
Putting susu ditarik-tarik setiap mandi sehingga menonjol untuk
memudahkan isapan bayi
Bila putting susu belum menonjol dapat memakai pompa susu atau
jalan operasi
19
a. Tujuan senam nifas
Menurut Walyani dan Purwoastuti (2015), tujuan dilakukannya
senam nifas pada ibu setelah melahirkan adalah:
1) Membantu mempercepat pemulihan keadaan ibu
2) Mempercepat proses involusi uterus dan pemulihan fungsi alat
kandungan
3) Membantu memulihkan kekuatan dan kekencangan otot-otot panggul,
perut dan perineum terutama otot yang berkaitan selama kehamilan
dan persalinan
4) Memperlancar pengeluaran lochea
5) Membantu mengurangi rasa sakit pada otot-otot setelah melahirkan
6) Merelaksasi otot-otot yang menunjang proses kehamilan dan
persalinan
7) Meminimalisir timbulnya kelainan dan komplikasi nifas, misalnya
emboli, trombosia, dan lain-lain d.
20
umumnya tidak baik misalnya hipertensi, pascakejang dan demam
(Wulandari dan Handayani, 2011). Demikian juga ibu yang menderita
anemia dan ibu yang mempunyai riwayat penyakit jantung dan paru-paru
seharusnya tidak melakukan senam nifas (Widianti dan Proverawati,
2010).
21
senam nifas. Senam nifas sebaiknya dilakukan dalam waktu 24 jam setelah
melahirkan, kemudian dilakukan secara teratur setiap hari (Widianti dan
Proverawati, 2010). Ada berbagai versi gerakan senam nifas, meskipun
demikian tujuan dan manfaatnya sama, berikut ini merupakan metode
senam yang dapat dilakukan mulai hari pertama sampai dengan hari
keenam setelah melahirkan menurut Sukaryati dan Maryunani (2011)
yaitu:
1) Hari pertama Berbaring dengan lutut ditekuk. Tempatkan tangan di atas
perut di bawah area iga-iga. Napas dalam dan lambat melalui hidung tahan
hingga hitungan ke-5 atau ke-8 dan kemudian keluarkan melalui mulut,
kencangkan dinding abdomen untuk membantu mengosongkan paru-paru.
Lakukan dalam waktu 5-10 kali hitungan.
2) Hari kedua Berbaring terlentang, lengan dikeataskan diatas kepala, telapak
terbuka keatas. Kendurkan lengan kiri sedikit dan renggangkan lengan
kanan. Pada waktu yang bersamaan rilekskan kaki kiri dan renggangkan
kaki kanan sehingga ada regangan penuh pada seluruh bagian kanan tubuh.
Lakukan 5-10 kali gerakan.
3) Hari ketiga Sikap tubuh terlentang tapi kedua kaki agak dibengkokan
sehingga kedua telapak kaki menyentuh lantai. Lalu angkat pantat ibu dan
tahan hingga hitungan ke-3 atau ke-5 lalu turunkan pantat ke posisi semula
dan ulangi gerakan hingga 5-10 kali.
4) Hari keempat Sikap tubuh bagian atas terlentang dan kaki ditekuk ±45º
kemudian salah satu tangan memegang perut setelah itu angkat tubuh ibu
±45º dan tahan hingga hitungan ke-3 atau ke-5. Lakukan gerakan tersebut
5-10 kali. 5).
5) Hari kelima Sikap tubuh masih terlentang kemudian salah satu kaki
ditekuk ±45º kemudian angkat tubuh dan tangan yang berseberangan
dengan kaki yang ditekuk usahakan tangan menyentuh lutut. Gerakan ini
dilakukan secara bergantian dengan kaki dan tangan yang lain. Lakukan
hingga 5-10 kali.
22
6) Hari keenam Sikap tubuh terlentang kemudian tarik kaki sehingga paha
membentuk sudut ±90º lakukan secara bergantian dengan kaki yang lain.
Lakukan 5-10 kali
23
Pathway Estrogen Progesteron Hisapan bayi
Stimulasi renin
Hipotalamus
angiotensin Involusi Uteri
Penghambat sekresi
Pituitari Pituitari
prolaktin
anteriror posterior
Lapisan luar
Retensi na dan desidua nekrotik
air Prolaktin oksitoksin
Lokia
Α laktabumin Pengeluaran
Vol darah Cairan intra Retensi
sodium ASI
dan
ekstraseluler Laktosa sintesis
Laktosa susu
BB turun 2,5-3 kg
24
2.5 Upaya Pencegahan Umum Yang Dapat Dilakukan Di Era Pandemi Covid-
19
Menurut Kemenkes RI Tahun 2020 dalam buku Pedoman Bagi Ibu
Hamil, Bersalin, Nifas, Dan Bayi Baru Lahir Di Era Pandemi COVID-19
terdapat upaya pencegahan umum yang dapat dilakukan oleh ibu hamil,
bersalin dan nifas antara lain :
a. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir sedikitnya selama 20 detik
(cara cuci tangan yang benar pada buku KIA). Gunakan hand sanitizer
berbasis alkohol yang setidaknya mengandung alkohol 70%, jika air dan
sabun tidak tersedia. Cuci tangan terutama setelah Buang Air Besar (BAB)
dan Buang Air Kecil (BAK), dan sebelum makan (baca Buku KIA)
b. Hindari menyentuh mata, hidung dan mulut dengan tangan yang belum
dicuci.
d. Saat sakit tetap gunakan masker, tetap tinggal di rumah atau segera ke
fasilitas kesehatan yang sesuai, jangan banyak beraktivitas di luar.
e. Tutupi mulut dan hidung saat batuk atau bersin dengan tissue. Buang
tissue pada tempat yang telah ditentukan. Bila tidak ada tissue, lakukan
batuk sesuai etika batuk.
f. Bersihkan dan lakukan disinfeksi secara rutin permukaan dan benda yang
sering disentuh.
25
h. Penggunaan masker yang salah dapat mengurangi keefektivitasannya dan
dapat membuat orang awam mengabaikan pentingnya usaha pencegahan
lain yang sama pentingnya seperti hand hygiene dan perilaku hidup sehat.
i. Masker medis digunakan untuk ibu yang sakit dan ibu saat persalinan.
Sedangkan masker kain dapat digunakan bagi ibu yang sehat dan
keluarganya.
k. Gunakan masker kain apabila dalam kondisi sehat. Masker kain yang
direkomendasikan oleh Gugus Tugas COVID-19 adalah masker kain 3
lapis. Menurut hasil penelitian, masker kain dapat menangkal virus hingga
70%. Disarankan penggunaan masker kain tidak lebih dari 4 jam.
Setelahnya, masker harus dicuci menggunakan sabun dan air, dan
dipastikan bersih sebelum dipakai kembali.
26
m. Menghindari kontak dengan hewan seperti: kelelawar, tikus, musang atau
hewan lain pembawa COVID-19 serta tidak pergi ke pasar hewan.
27
d. KF 4 : pada periode 29 (dua puluh sembilan) sampai dengan 42 (empat
puluh dua) hari pasca persalinan.
4. Pelayanan KB tetap dilaksanakan sesuai jadwal dengan membuat
perjanjian dengan petugas. Diutamakan menggunakan MKJP.
PENGKAJIAN
I. Pengkajian Data
Melakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data dalam bentuk data
subjektif, data objektif, dan data penunjang yang akan memberikan gambaran
keadaan kesehatan ibu.
Masuk Rumah Sakit
mengetahui tanggal dan waktu klien masuk rumah sakit
Tanggal
mengetahui tanggal pengkajian saat ini
Jam/ Waktu pengkajian
mengetahui waktu pengkajian
Nomor register
membedakan pasien kemungkinan memiliki nama yang sama (Anggraini, 2011)
a. DATA SUBJEKTIF
Identitas Ibu dan Suami
28
1. Nama Ibu:
Karakteristik unik yang membedakannya dengan orang lain. Setiap orang
mempunyai identitas pribadinya masing-masing.
2. Umur Ibu:
Ibu yang melahirkan untuk pertama kalinya pada usia sekitar 35 tahun
memiliki risiko melahirkan dengan operasi. Apalagi perempuan dengan usia
40 tahun ke atas. Pada usia ini, biasanya seseorang memiliki penyakit yang
berisiko, misalnya tekanan darah tinggi, penyakit jantung, kencing manis, dan
preeklamsi. Eklamsi dapat menyebabkan ibu kejang sehingga seringkali
menyebabkan dokter memutuskan persalinan dengan sectio caesarea (Kasdu,
2003).
3. Suku/ Bangsa/ budaya:
Pengaruh budaya turut mempengaruhi identitas pribadi seseorang. Orang yang
berasal dari individualistis seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat berusaha
untuk menunjukkan perbedaannya dengan orang lain, berbeda dengan orang
berkebudayaan timur seperti Indonesia yang ramah, suka menolong.
4. Agama:
Dimensi yang penting dalam identitas seseorang yang merupakan pemberian
secara sosial dan budaya, bukan hasil dari pilihan individu. Hanya pada era
modern identitas agama menjadi hal yang bisa dipilih, bukan identitas yang
diperoleh saat lahir. Identitas agama ditandai dengan adanya ritual yang
dilakukan oleh pemeluk agama tersebut. Identitas agama juga ditandai dengan
busana yang dipakai.
5. Pendidikan:
Suatu pencapaian masing-masing individu dalam pengembangan dirinya.
Tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh setiap individu akan mempengaruhi
pola pikirnya dan pola kehidupan sehari-hari. Selain itu, semakin tinggi
29
tingkat pengatahuan yang diperoleh akan mudah dalam menerima informasi
dan KIE.
6. Pekerjaan:
Mengetahui dan mengukur tingkat sosial ekonominya, karena ini juga
mempengaruhi dalam hal gizi pasien tersebut. Selain itu, untuk identifikasi
(mengenal) penderita dan menentukan status sosial ekonominya yang harus
kita ketahui; misalnya untuk menentukan anjuran apa atau pengobatan apa
yang akan diberikan.
7. Alamat:
,empermudah menghubungi klien dan memudahkan pencarian informasi atau
pemeriksaan lanjutan (home visite).
Alasan Kunjungan
Mengetahui alasan yang membuat pasien datang yang berhubungan dengan masa
nifasnya. Informasi ini penting untuk mengetahui masalah yang dihadapi oleh ibu
(Ambarwati & Wulandari, 2008).
Keluhan Utama
Mengetahui alasan/ keluhan utama yang dirasakan oleh ibu yang menyebabkan
adanya gangguan dan dasar penegakkan diagnosis. Untuk mengetahui masalah
yang dihadapi yang berkaitan dengan masa nifas, misalnya pasien merasa mules,
sakit pada bekas luka jahitan, dan rasa nyeri meningkat karena oksitosin
(Ambarwati, 2008).
Keluhan ibu nifas biasanya seputar :
a. Keadaan umum ibu
b. Mules-mules pada perutnya
c. Pengeluaran lochea
d. Sakit pada jahitan SC
e. Masalah dengan proses laktasi
Riwayat Pernikahan
Untuk mengetahui status perkawinan, lama perkawinan, sudah berapa kali
menikah, pada umur berapa menikah (Prawiroharjo, 2005).
30
Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Lalu dan Sekarang
Data-data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh
penyakit yang diderita pasien pada saat ini yang ada hubungannya dengan
masa nifas dan bayinya (Ambarwati, 2008).
31
Hal ini perlu dikaji untuk mengetahui apakah proses persalinan mengalami
kelainan atau tidak yang bisa berpengaruh pada masa nifas saat ini
(Ambarwati, 2008). Untuk mengetahui jenis persalinan, penolong persalinan
kala I, II, III, IV, keadaan anak, jumlah ketuban, komplikasi persalinan ibu
dan bayi (Wiknjosastro, 2005)
c. Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas yang lalu
Untuk mengkaji adanya kemungkinan gangguan obstetrik pada kehamilan,
persalinan, dan nifas yang sekarang. Pengkajian meliputi :
Hamil Persalinan Anak Nifas
H/M Umur
Usia
Ke-
Penolong
Jenis
Penyulit
Tempat
Penyulit
Laktasi
Penyulit
TT/BB
Cara
No Suami Ke
Kelamin
Seorang wanita yang sebelumnya pernah hamil mungkin saja khawatir dirinya
akan kembali mengalami komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan
sebelumnya. Selain faktor risiko medis atau obstetrik, wanita mungkin juga
memiliki kekhawatiran akibat pengalaman persalinan sebelumnya, yang
terkait dengan persalinan pervaginam versus persalinan sesaria, penggunaan
analgesia, posisi saat melahirkan, dukungan tenaga pelayanan kesehatan, dan
berbagai isu lain yang berkaitan dengan proses persalinan. Sangatlah penting
untuk meningkatkan kepuasannya terhadap proses persalinan. Sebaliknya, ia
mungkin mendapatkan pengalaman yang luar biasa pada persalinan
sebelumnya dan menginginkan bantuan untuk memastikan hasil-akhir positif
yang sama pada kehamilan mendatang (Varney, 2007)
Riwayat Menyusui
Hal ini perlu dikaji apakah ASI ibu keluarnya sudah lancar atau ada penyulit, jika
ditemukan penyulit bisa dilakukan pentalaksanaan sehingga ASI nya bisa lancar
keluarnya dan bayinya terpenuhi kebutuhan nutrisinya. Selain itu dibutuhkan
juga untuk proses pemulihan involusi uterus untuk ibu nifas.
Riwayat KB
32
Riwayat KB terutama dikaji untuk mengetahui penggunaan KB. Klien pernah
menggunakan KB apa, ada keluhan atau tidak, rencana KB ibu, alasan memilih
KB tersebut dan ingin digunakan berapa lama (Saifuddin, 2002).
33
Menilai perkembangan mobilisasi Ibu pasca melahirkan. Mobilisasi segera
tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu jalannya penyembuhan
pasien. Mobilisasi berguna untuk mencegah terjadinya trombosis dan emboli.
Miring ke kanan dan kiri sudah dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah pasien
sadar. Latihan pernafasan dapat dilakukan pasien sambil tidur terlentang
sedini mungkin setelah sadar. Pada hari kedua pasien dapat didudukkan
selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam-dalam lalu
menghembuskannya disertai batuk-batuk kecil yang gunanya untuk
melonggarkan pernafasan dan sekaligus menumbuhkan kepercayaan pada diri
pasien bahwa ia mulai pulih. Kemudian posisi tidur terlentang dirubah
menjadi setengah duduk, selanjutnya berturut-turut, hari demi hari pasien
dianjurkan belajar duduk selama sehari. Belajar dan berjalan sendiri pada hari
ke 3 sampai 5 pasca bedah (Ambarwati, 2008).
d) Pola istirahat/ tidur
Mengetahui pola istirahat dan tidur pasien, berapa jam pasien tidur, kebiasaan
tidur misal membaca, kebiasaan tidur siang. Istirahat sangat penting bagi ibu
masa nifas karena dengan istirahat yang cukup dapat mempercepat
penyembuhan (Ambarwati, 2008). Ibu harus beristirahat cukup untuk
mencegah kelelahan yang berlebihan. Sarankan untuk kembali ke kegiatan-
kegiatan rumah tangga biasa perlahan-lahan, serta untuk tidur siang atau
beristirahat selagi bayi tidur. Setelah persalinan ibu nifas membutuhkan waktu
istirahat ±8 jam/hari.
e) Personal Hygiene
Pentingnya personal hygiene pada ibu nifas. Terutama payudara dan genetalia.
Anjurkan kebersihan seluruh tubuh. Ibu harus tau bagaimana membersihkan
daerah kelamin dengan sabun dan air. Pastikan bahwa Ia mengerti untuk
membersihkan daerah di sekitar vulva terlebih dahulu, dan depan ke belakang,
baru kemudian membersihkan daerah sekitar anus. Nasehatkan ibu untuk
membersihkan diri setiap kali selesai buang air kecil atau besar. Sarankan ibu
untuk mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya dua kali sehari.
34
Kain dapat digunakan ulang jika telah dicuci dengan baik, dan dikeringkan di
bawah matahari atau diseterika.Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan
sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya. Jika
ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu untuk
menghindari menyentuh daerah luka.
Menjaga payudara tetap bersih dan kening. Menggunakan BH
yangmenyokong payudara. Apabila puting susu lecet oleskan kolostrum atau
ASIyang keluar pada sekitar puting susu setiap kali selesai rnenyusui.
Menyusui tetap dilakukan dimulai dari puting susu yang tidak lecet. Apabila
lecet sangat berat dapat di istirahatkan selarna 24 jam. ASI dikeluarkan dan
diminumkan dengan menggunakan sendok. Untuk menghilangkan nyeri dapat
minum parasetamol 1 tablet setiap 4 – 6 jam.
Apabila payudara bengkak akibat pembendungan ASI, lakukan:
- pengompresan payudara denqan menggunakan kain basah dan hangat
selama 5 menit
- Urut payudara dan arah pangkal menuju puting atau gunakan sisir untuk
mengurut payudara dengan arah “Z” menuju puting.
- Keluarkan ASI sebagian dan bagian depan payudara sehingga puting susu
menjadi lunak.
- Susukan bayi setiap 2 - 3 jam sekali. Apabila tidak dapat mengisapseluruh
ASI keluarkan dengan tangan.
- Letakkan kain dingin pada payudara setelah menyusui.
- Payudara dikeringkan.(Saifuddin, 2006)
f) Pola psikososial dan budaya
Berisi respon ibu dan keluarga terhadap kelahiran bayinya, apakah ada
psikopatologis dalam masa nifas, tradisi yang mempengaruhi masa nifas
(mitos) dan status emosional. Data ini penting digunakan untuk menentukan
asuhan kebidanan yang akan diberikan (Manuaba, 2007).
a. Respon ibu terhadap kelahiran bayi termasuk emosi, dukungan keluarga,
kesiapan menjadi orang tua
35
b. Bounding attachment: (Untuk menjamin adanya ikatan batin yang kuat
antara ibu dan bayi, dan menghindarkan bayi dari hipotermi).
c. Kebiasaan yang menguntungkan/ merugikan:
(Semua poin yang dikaji di atas berguna untuk mengidentifikasi
kebutuhan klien dan merencanaknnya dalam asuhan yang diberikan)
Berisi riwayat perkawinan (kawin, umur dan lama), respon ibu dan
keluarga terhadap kelahiran bayinya, apakah ada psikopatologis dalam
masa nifas, tradisi yang mempengaruhi masa nifas (mitos) antara lain
tarak makanan, memakai bebat setelah melahirkan dan status emosional.
b. Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : mengetahui keadaan umum pasien baik, sedang dan lemah.
Kesadaran : apakah klien sadar sepenuhnya (composmentis), apatis,
somnolen, delirium, semi koma atau koma.
Tanda-tanda Vital
a) Tekanan darah : mengetahui faktor resiko hipertensi atau hipertensi.
Batas normal tekanan darah antara 90/60 mmHg sampai 130/90 mmHg
(Prawirohardjo, 2005). Pada beberapa kasus ditemukan keadaan hipertensi
post SC, tetapi keadaan ini akan menghilang dengan sendirinya apabila
tidak ada penyakit-penyakit lain yang menyertainya dalam 2 bulan
pengobatan.
b) Suhu : mengetahui adanya peningkatan atau tidak. Peningkatan suhu badan
mencapai 24 jam pertama masa nifas pada umumnya disebabkan oleh
dehidrasi, yang disebabkan oleh keluarnya cairan pada waktu melahirkan,
selain itu juga bisa disebabkan karena istirahat dan tidur yang diperpanjang
selama awal persalinan. Tetapi pada umunya setelah 12 jam post partum
suhu tubuh kembali normal. Suhu pada suhu 24 jam pertama setelah
melahirkan 37,5- 38 ºC, pada hari kedua atau ketiga dapat terjadi kenaikan
suhu, namun tidak lebih dari 24 jam. (Ambarwati, 2008).
36
c) Nadi : mengetahui nadi klien yang dihitung dalam menit. Batas normal 60-
100 per menit (Prawirohardjo, 2010). Pada masa nifas umumnya denyut
nadi lebih labil dibandingkan dengan suhu badan. Denyut nadi di atas
100x/menit pada masa nifas adalah mengindikasikan adanya suatu infeksi,
hal ini salah satunya bisa diakibatkan oleh proses persalinan sulit atau
karena kehilangan darah yang berlebihan.
Jika takikardi tidak disertai panas kemungkinan disebabkan adanya vitium
kordis. Beberapa ibu post partum kadang mengalami brakikardi puerperal,
yang denyut nadinya mencapai serendah-rendahnya 40-50x/menit,
beberapa alasan telah diberikan sebagai penyebab yang mungkin, tetapi
belum ada penelitian yang membuktikan bahwa itu adalah suatu kelainan.
(Ambarwati, 2008).
d) Respirasi : menilai penafasan dan bunyi nafas. Apakah kurang dari 16 kali
per menit/ lebih dari 24 kali per menit (Salmah, 2008). Pemeriksaan
respirasi yang pertama adalah pastikan jalan nafas bersih dan cukup
ventilasi.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Muka
Menilai apakah ada oedem pada wajah, pucat/tidak, warna sklera putih dan
konjunctiva merah muda pada ibu nifas. Pada ibu preeklamsia, bisa
ditemui adanya odeme pada muka.
b. Leher
Menilai apakah ada pembesaran vena jugularis untuk penapisan kelainan
jantung, kelenjar limfe dan kelenjar thyroid untuk mengetahui apakah ada
infeksi.
c. Payudara
1. Inspeksi: Bentuk, Kebersihan, Putting susu, Areola mammae
2. Palpasi: Mengetahui apakah ada massa abnromal, Keluaran
(kolostrum), Pembesaran axilla
37
3. Auskultasi : (apabila ada indikasi gangguan pernafasan/jantung) meliputi
ronkhii,wheezing, atau mur-mur
d. Abdomen
1. Uterus : untuk mengetahui apakah uterus berkontraksi baik, keras, tidak
berada di atas ketinggian fundus saat masa post partum karena uterus
yang lembek dapat menyebabkan terjadinya perdarahan banyak
(Ambarwati, 2008).
2. Perut : Apakah terdapat luka bekas operasi SC, dimana dan bagaimana
keadaannya.
3. Kandung kemih : penuh/tidak, berkaitan dengan penurunan tinggi
fundus dan masalah/penyulit dalam berkemih.
Involusi Tinggi Fundus Uteri Berat Uterus
Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram
Plasenta Lahir 2 jari bawah pusat 750 gram
1 minggu Pertengahan pusat 500 gram
simfisis
2 minggu Tidak teraba di atas 350 gram
simfisis
6 minggu Bertambah kecil 50 gram
8 minggu Sebesar normal 30 gram
e. Genetalia
1. Lochea : meliputi warna, bau, bekuan darah, jumlah
Normal lochea:
- Lochea rubra : berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban,
sel-sel desidua, verniks kasensa, lanuga, dan mekonium,selama 2
hari pasca persalinan.
- Lochea sanguinolenta : berwarna merah kecoklatan berisi darah
dan lendir, hari ke 3-7 pasca persalinan.
- Lochea serosa : warna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada
hari ke 7-9 pasca persalinan
- Lochea alba : cairan putih setelah 2 minggu
38
- Lochea purulenta : terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah
berbau busuk
- Locheastasis : lochea tidak lancer keluarnya
2. Keadaan perineum : oedema, hematoma, bekas luka
episiotomi/robekan, heacting. Tanda- tanda infeksi : rubor, dolor,
kalor, tumor dan functio laesa
3. Keadaan anus : hemoroid
f. Ekstremitas
Untuk menilai kesimetrisan dan pergerakan yang bebas dari ekstremitas
atas dan bawah. Selain itu juga perlu diperiksa adanya edem pada daerah
tangan dan kaki yang dapat menjadi indikasi adanya preeklampsi pada
kehamilan. Pada ekstremitas atas, kuku jari juga diperiksa apakah berwarna
pucat atau tidak, karena warna pucat pada kuku dapat mengindikasikan
gangguan sirkulasi pada ibu. Dan juga perlu dilihat adanya varises pada
kaki di daerah pretibial.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Tes darah untuk mengetahui kadar Hb darah jika terdapat indikasi seperti
perdarahan yang terus menerus, konjungtiva pucat sehingga kita bisa
mencegah terjadinya anemia akibat perdarahan dan untuk mempermudah
bila butuh donor. (Dapat dilakukan bila ada indikasi lain).
a) Darah
Hb : Normal 11gr% atau lebih, kurang dari 8% dapat menjadi
pertimbangan untuk transfusi darah.
b) Pemeriksaan Penunjang Lain
Dapat dilakukan bila ada indikasi lain
39
Interpretasi data dasar merupakan rangkaian menghubungkan data yang
diperoleh dengan konsep teori, prinsip relevan untu mengetahui kesehatan
pasien. Pada langkah ini data diinterpretasikan menjadi diagnosa, masalah,
kebutuhan (Prawirohardjo, 2005).
Diagnosa Aktual :
P... Ab... postpartum hari ke……./….. jam,
Ds: diperoleh dari keterangan dan keluhan yang disampaikan ibu secara langsung
Do: diperoleh dari hasil pemeriksaan secara keseluruhan yang mengarah ke
diagnosa.
Masalah : yang menyertai diagnosa dan keadaan pasien.
Kebutuhan: kebutuhan yang diberikan sesuai masalah yang ada dan tidak harus
segera dilakukan.
IV. INTERVENSI
40
Tujuan : setelah dilakukan asuhan kebidanan selama 30 menit, diharapkan
kondisi kesehatan klien membaik.
Kriteria Hasil
1. TTV dalam batas normal yaitu:
TD : normalnya 90/60 mmHg sampai 130/90 mmHg
N : normalnya 60-100x/menit
S : normalnya 36.5-37.5°C
RR : normalnya 16-24x/menit
2. Tidak terjadi perdarahan yaitu perdarahan < 500 mL.
3. Kontraksi uterus baik.
4. TFU sesuai hari post partum.
Intervensi :
Langkah ini berisi serangkaian asuhan yang akan diberikan kepada klien sesuai
diagnosa atau masalah awal yang ada sesuai dengan standar pelayanan.
1. Lakukan prosedur PPI dan pendekatan terapeutik pada klien
R/ dengan melakukan prosedur PPI akan memperkecil kemungkinan
penularan infeksi nosokomial. Dan melalui pendekatan terapeutik akan
terjalin kerjasama yang kooperatif antara klien dan petugas kesehatan.
2. Jelaskan hasil pemeriksaan kepada klien
R/ ibu mempunyai hak untuk mengetahui kondisi masa nifasnya saat ini.
3. Motivasi klien dalam pemberian ASI eksklusif bayi
R/ dengan memberikan ASI eksklusif dapat mempercepat involusi uteri dan
memberikan nutrisi terbaik bagi bayi dalam 6 bulan pertama kehidupannya.
4. Fasilitasi pemenuhan kebutuhan sehari-hari
R/ dapat membantu klien memenuhi kebutuhan nutrisi dan meningkatkan
kenyamanan ibu serta mencegah infeksi pada ibu.
5. Menjelaskan pada ibu mengenai personal hygiene agar ibu tetap menjaga
kebersihan kemaluannya, antara lain dengan :
Anjurkan kebersihan seluruh tubuh.
41
Ajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan sabun
dan air. Pastikan bahwa Ia mengerti untuk membersihkan daerah di
sekitar vulva terlebih dahulu, dan depan ke belakang, baru kemudian
membersihkan daerah sekitar anus. Nasehatkan ibu untuk
membersihkan din setiap kali selesai buang air kecil atau besar.
Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya
dua kali sehari. Kain dapat digunakan ulang jika telah dicuci dengan
balk, dan dikeringkan di bawah matahari atau disetrika.
Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan
sesudah membersihkan daerah kelaminnya.
Jika ibu mempunyai luka, sarankan kepada ibu untuk menghindari
menyentuh daerah luka
R/ dengan menjaga kebersihan kemaluannya dapat menghindari infeksi pada
ibu.
6. Menganjurkan pada ibu untuk tetap menjaga asupan nutrisi dan cairannya
karena penting untuk pemulihan kondisi ibu dan untuk memperlancar ASI
ibu, antara lain dengan :
Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari.
Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan
vitamin yang cukup.
Minum sedikitnya 3 liter air setiap han (anjurkan ibu untuk minum
setiap kali menyusui).
Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya selama
40 han pasca bersalin.
R/ Nutrisi (protein) berperan penting dalam proses involusi uterus serta baik
untuk memperlancar ASI
7. Menganjurkan pada ibu untuk tetap menjaga pola istirahat karena penting
untuk pemulihan kondisi ibu,
Anjurkan ibu untuk beristirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang
berlebihan.
42
Sarankan ibu untuk kembali ke kegiatan-kegiatan rumah tangga biasa
perlahan-lahan, serta untuk tidur siang atau beristirahat selagi bayi tidur.
Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam beberapa hal:
Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi
Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan
Menyebabkan depresi dan ketidak mampuan untuk merawat bayi dan
dirinya sendiri
R/ Istirahat yang cukup berperan penting dalam proses involusi uterus serta
baik untuk memperlancar ASI
8. Menganjurkan pada ibu untuk selalu atau minimal setiap 2 jam untuk
menyusui bayinya dengan ASInya
R/ Agar nutrisi bayi tetap terpenuhi dan mempercepat proses pemulihan
involusi.
V. IMPLEMENTASI
Pada langkah ini dilakukan pelaksanaan asuhan langsung secara efisen dan aman.
Rencana asuhan menyeluruh seperti apa yang telah direncanakan, dilaksanakan
secara efisien dan aman biasanya dilaksanakan oleh bidan, sebagian lagi oleh
klien, atau anggota tim kesehatan lainnya (Salmah, 2008).
VI. EVALUASI
Tindakan pengukuran antara keberhasilan dalam melaksanakan tindakan untuk
mengetahui sejauh mana keberhasilan tindakan yang dilakukan sesuai kriteria
hasil yang ditetapkan dan apakah perlu untuk melakukan asuhan lanjutan atau
tidak. Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang sudah
diberikan. Hal ini yang dievaluasi meliputi kebutuhan telah terpenuhi dan
mengatasi diagnosa dan masalah yang telah diidentifikasi (Salmah, 2008).
Pendokumentasian menggunakan SOAP.
S : Data diperoleh dari keterangan/keluhan Ibu langsung
43
O : Data diperoleh dari hasil pemeriksaan yang didapat secara
keseluruhan.
A : Diagnosa yang ditetapkan dari data subyektif dan obyektif.
P : Perencanaan yang dilakukan sesuai diagnosa.
BAB 3
ASUHAN KEBIDANAN
PADA NY. S P1001Ab000 NIFAS HARI KE 5 DI ........................................
1 PENGKAJIAN DATA
Tanggal : 14 April 2020
Waktu : 10.00 WIB
Tempat :
IDENTITAS
DATA SUBYEKTIF
1) Keluhan Utama
Ibu mengatakan kaki bengkak sejak 2 hari dan ingin control
2) Riwayat Persalinan Terakhir
Persalinan ke :1 Penolong/Tempat: bidan
Jenis Persalinan : Normal Penyulit: tidak ada
44
Tanggal/jam Bersalin : 09 April 2020/15.30 WIB
Usia Kehamilan : 40-41minggu
Kondisi Bayi saat lahir : laki laki menangis spontan,kulit kemerahan, bergerak
aktif
3) Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan Ibu
Ibu tidak pernah mengalami sakit hepatitis, tidak memiliki riwayat penyakit
menular seksual serta tidak pernah menderita penyakit yang lain seperti darah
tinggi, jantung, kencing manis.
Ibu mengatakan bahwa keluarga tidak pernah mengalami sakit hepatitis, tidak
memiliki riwayat penyakit menular seksual serta tidak pernah menderita penyakit
yang lain seperti darah tinggi, jantung, kencing manis.
DATA OBYEKTIF
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis (GCS: 4/5/6)
Pemeriksaan TTV
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
RR : 20 kali/menit
Suhu : 36,7 ºC
Pemeriksaan Fisik
Muka : Tidak pucat, tidak ada edema
45
Mata : Kongjungtiva merah muda , simetris, bersih, dan sclera putih, tidak
ikterus.
Hidung : Tidak ada pernafasan cuping hidung
Leher : tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid dan vena jugularis
Dada : Bunyi nafas normal, tidak ada ronchi, dan tidak ada whezzing, tidak
ada retraksi dinding dada
Payudara : Hyperpigmentasi pada aerola mamae, Putting susu menonjol, ASI
keluar, tidak ada bendungan ASI
Abdomen : ada linea nigra, tidak ada luka bekas jahitan SC.Fundus teraba 3 jari
dibawah pusat, kontraksi uterus keras, diastasis rektus abdominalis
normal, kandung kemih kosong,
Pemeriksaan CVAT : Tidak ada nyeri
Genetalia : Terdapat pengeluaran darah ± 5cc. Lokea Sanguilenta. Luka jahitan
bersih, tidak ada perdarahan aktif
Anus : Tidak ada hemoroid
Ekskremitas: Tidak ada oedema dan tidak ada varises
ANALISA DATA
PENATALAKSANAAN
1. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir sedikitnya selama 20 detik
atau Gunakan hand sanitizer berbasis alkohol yang setidaknya mengandung
alkohol 70%, jika air dan sabun tidak tersedia dan gunakan masker serta alat
pelindung muka.
2. Menjelaskan bahwa kondisi ibu baik, tekanan darah ibu normal, kontraksi
uterus ibu baik dan tidak ada perdarahan sehingga ibu dapat pulang
3. Memberikan KIE mengenai nutrisi ibu dirumah yaitu tidak boleh pantang
dalam makan selama tidak alergi, perbanyak makan protein tinggi untuk
46
mempercepat penyembuhan luka jahitan, banyak minum air putih minimal 2
botol 1,5 liter
4. Mengingatkan kepada ibu bahwa bayi harus diberikan ASI minimal setiap 2
jam, jika bayi tidur dapat dibangunkan, tanda bayi cukup ASI yaitu bayi
minimal BAK 6x
5. Menjelaskan mengenai tanda bahaya pada masa nifas yaitu pengeluaran darah
pervaginam yang banyak dan terus menerus, demam, luka jahitan bernanah,
pusing menetap, kaki dan tangan bengkak, kontraksi uterus lembek, jika ibu
merasakan hal diatas agar segera ke bidan
6. Menyarankan ibu untuk tidur pada siang hari karena pada malam hari bayi
sering terbangun
7. Mengingatkan ibu untuk menjaga kebersihan daerah kewanitaan dengan
menjaga tetap kering dengan cara mengeringkan dengan tisu setelah
BAK,sering ganti pembalut dan menggunakan celana dalam dari katun
8. Menyarankan ibu untuk melakukan senam nifas dirumah
9. Mencontohkan beberapa gerakan senam nifas yaitu tidur telentang dengan
lutut ditekuk dan mengatur nafas, Sikap tubuh terlentang tapi kedua kaki agak
dibengkokan sehingga kedua telapak kaki menyentuh lantai, Berbaring
terlentang, lengan dikeataskan diatas kepala, telapak terbuka keatas.
Kendurkan lengan kiri sedikit dan renggangkan lengan kanan. Pada waktu
yang bersamaan rilekskan kaki kiri dan renggangkan kaki kanan sehingga ada
regangan penuh pada seluruh bagian kanan tubuh. Lakukan 5-10 kali gerakan
10. Menjelaskan pada ibu tentang upaya pencegahan umum yang dapat dilakukan
oleh ibu pada masa pandemi covid-19 seperti :
- Mencuci tangan
- Gunakan masker dan pelindung muka
- Hindari kerumunan
- Hindari kontak dengan orang sakit
- Hindari menyentuh mata, hidung dan mulut dengan tangan yang belum
dicuci
47
- Jaga jarak
- Bila terdapat salah satu gejala segera ke tempat pelayanan kesehatan
11. Memberikan ibu tablet tambah darah yang diminum 1x1, asam mefenamat
diminum 3 x1, dan amoxicilin 500mg diminum 3x1
12. Menganjurkan ibu untuk segera KB setelah 40 hari masa nifas
13. Menjadwalkan kontrol kembali setelah 3 hari lagi yaitu pada tanggal 17 April
2020 atau sewaktu waktu jika ada keluhan dengan menggunakan media online
(WhatsApp) dengan meminta no hp ibu
48
BAB 4
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membandingkan teori yang ada dengan data yang
didapatkan dari kasus yang ditemui di lahan. Pembahasan ini dimaksudkan agar
diambil suatu kesimpulan dan pemecahan masalah dari kesenjangan yang ada,
sehingga dapat digunakan sebagai tindak lanjut dalam penerapan asuhan kebidanan
yang tepat, efektif, dan efisien khususnya pada “Asuhan Kebidanan Nifas Fisiologis
Pada Ny. S P1001Ab000 Post Partum Normal Hari ke-5 Kunjungan KF2”
Pemeriksaan dilakukan pada hari ke 5 yang merupakan kunjungan kedua
Postpartum. Berdasarkan rekomendasi WHO pada tahun 2015 tentang tatalaksana
asuhan postpartum kunjungan kedua dilakukan pada 3 hari pascasalin. Pada kasus
nifas fisiologis Ny S, berdasarkan hasil pemeriksaan TFU 3 jari dibawah pusat dan
terdapat pengeluaran lokia sanguilenta. Hal ini sejalan dengan fisiologis perubahan
pada saat nifas yaitu pada hari ke-7 tinggi fundus uteri mencapai pertengahan pusat
dan simpisis. Lokia yang keluar juga sesuai dengan waktu yaitu pada 3-7 hari
mengeluarkan cairan berwarna merah kekuningan dengan ciri ciri sisa darah
bercampur lendir yang disebut lokia sanguilenta (Dewi, 2011)
Pemberian konseling pada ibu sesuai dengan kebutuhan ibu saat nifas yaitu
nutrisi, menyusui, kebersihan diri dan upaya pencegahan umum yang dapat dilakukan
oleh ibu di masa pandemi covid-19. Hal yang menjadi perhatian khusus adalah
pemberian antibiotik, pereda nyeri, tablet tambah darah pada ibu nifas, dan perilaku
ibu nifas pada masa pandemi covid-19. Pemberian tablet tambah darah pada ibu
postpartum di Indonesia dimana pada tahun 2018 terdapat 48,9% Anemia pada ibu
hamil (RIskesdas, 2018). Pada tahun 2016, WHO merekomendasikan pemberian
49
tablet besi sendiri atau dengan asam folat dapat diberikan pada ibu nifas selama 6-12
minggu setelah bersalin jika berada di wilayah dengan tingkat anemia tinggi.
Penggunaan pereda nyeri seperti asam mefenamat bukan merupakan kontraindikasi,
maka pemberiannya pada ibu postpartum dapat diberikan dalam menurunkan rasa
nyeri postpartum (Golian et al., 2015). Pemberian asam mefenamat juga dapat
mengurangi nyeri yang disebabkan laserasi saat persalinan meskipun terdapat
beberapa efek samping pada sistem gastrointestina (Delaram et al., 2015).
Pemberian antibiotik pada wanita dengan persalinan normal tanpa komplikasi
dan wanita dengan laserasi derajat 2 tidak direkomendasikan oleh WHO pada tahun
2018 mempertimbangkan adanya risiko resistensi terhadap antibiotik. Pemberian
antibiotik tanpa dasar manfaat yang jelas hanya akan meningkatkan risiko besar
resistensi antibiotik di masyarakat (WHO, 2018). Pada penelitian yang dilakukan oleh
Ota et al tahun 2015 terhadap 1653 wanita yang diberikan antibiotik profilaksis dan
tanpa antibiotik profilaksis di Jepang dan Prancis menyatakan bahwa pemberian
antibiotik pada wanita dengan persalinan normal tanpa komplikasi dapat
menurunkan insiden endrometritis. Namun, tidak ada perbedaan yang signifikan
terhadap risiko demam nifas, infeksi pada luka jahitan laserasi, infeksi kandung
kemih dan lama perawatan di rumah sakit. Hal ini menjadi salah satu perbedaan
dengan yang terjadi di lahan, dimana pemberian antibiotik secara rutin diberikan.
Pada penatalaksanaan yang dilakukan, pemeriksa fokus terhadap pemberian
ASI terutama dengan cara pemberian ASI. Hal ini sesuai dengan faktor faktor yang
mempengaruhi kesuksesan menyusui yaitu posisi saat menyusui bayi, fisiologi dan
anatomi payudara dan fisiologi dan anatomi mulut bayi (Mohammadi et al., 2018).
Maka dari itu pemeriksa memberikan konseling mengenai cara menyusui yang benar
untuk menunjang kesuksesan ASI eksklusif. Selain pemberian ASI, pemeriksa juga
mengajarkan cara melakukan senam nifas, senam nifas dapat menjadi salah satu cara
dalam meningkatkan asuhan masa nifas dalam menjaga kesehatan ibu dan bayi baik
secara fisiologis dan psikologis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 40
wanita pascapartum didapatkan bahwa pelaksanaan senam nifas yang dilakukan pada
awal masa nifas efektif dalam membantu involusi uterus, hal tersebut berkontribusi
50
positif dalam mencegah kematian ibu yang disebankan komplikasi masa nifas
( Nurafifah dan Kusbiantoro., 2019). Adapun pemberian konseling bagi ibu nifas
dalam masa pandemi covid-19 menjadi perhatian khusus yang harus dipantau dengan
benar oleh tenaga kesehatan terutama bidan.
Berdasarkan hasil penatalaksanaan dan perbandingan dengan teori, terdapat
kesenjangan jika dibandingkan dengan rekomendasi WHO, namun hal tersebut tidak
menimbulkan masalah aktual pada saat ini. Evaluasi dalam pelayanan masa nifas
dapat dilakukan dari berbagai pemegang kebijakan.
51
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Masa nifas menjadi masa yang penting bagi ibu dan bayi. Pada masa nifas,
tidak hanya pemantauan perubahan tubuh ibu setelah melahirkan.. Namun juga
melakukan pemantauan pada bayi. Hal yang utama adalah konseling ASI
eksklusif yang memiliki manfaat antara ibu dan bayi. Penatalaksanaan masa nifas
lain ada yang memiliki kesenjangan dimana pemberian antibiotik serta lama
WHO diharapkan dapat menjadi dasar adanya evaluasi perawatan ibu nifas pada
6.2 Saran
Agar laporan ini dapat digunakan menjadi referensi, bahan masukan, bahan
52
Agar mahasiswa kebidanan dapat menggunakan laporan sebagai aplikasi
53
DAFTAR PUSTAKA
54
Mohammadi F, Kiani A, Gholamzadeh S, Asadi Noghabi F, Sadeghi T.The Factors
Affecting Successful Breast-feeding (SBF). Iranian Journal of Neonatology.
2018 Jun: 9(2). DOI: 10.22038/ijn.2018.24904.1322
Nurafifah, Dian., Kusbianto, Dadang. Effectiveness of Early Exercise Against
Uterine Involution in Spontaneous Postpartum Patients. Jurnal Kesehatan
Masyarakat UNNES. KEMAS 15(1) (2019) 15-21.
Nuzrina R., Roshita A., Basuki D. Factors affecting breastfeeding intention and its
continuation among urban mothers in West Jakarta: a follow-up qualitative
study using critical point contact for breastfeeding. Asia Pac J Clin Nutr
2016;25:543-551.
Ota E, Chibueze CE, Bonet M, Oladapo OT. Antibiotic prophylaxis for
uncomplicated vaginal birth: a systematic review of randomized and non-
randomized studies. 2015 (unpublished).
Prawirohardjo, Sarwono. (2005). Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Salmah, dkk. (2008). Asuhan kebidanan. Jakarta: EGC
Say L., Chou D., Gemmill A, Tuncalp., Moller AB., Daniels J., Gulmezoglu Am., et
al. Global Causes of Maternal Death: a WHO Systematic Analysis.Lancet
Glob Health. 2014. 2(6):e323-33.
Varney, Helen, 2007. Buku ajar asuhan kebidanan ( varney`s midwifery ): edisi: 4.vol
2. Jakarta: EGC.
WHO, 2018. WHO Recommendations Intrapartum Care for A Positive Childbirth
Experience.
WHO. 2015. WHO recommendations for prevention and treatment of maternal
peripartum infections.
55