Anda di halaman 1dari 6

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Angka kejadian devisit with/without hyperactivity disorder (DHD)

diseluruh dunia diperkirakan mencapai hingga lebih dari 5%. Dimana dilaporkan

lebih banyak terdapat pada laki-laki dibandingkan pada wanita. Di amerika

penelitian menunjukan kejadian attention devicit with/without hyperactivity

disorder (DHD) mencapai 7% (Walker, 2002).

Gangguan hiperaktif merupakan salah satu kelainan yang sering dijumpai

pada gangguan perilaku pada anak. Dalam tahun terakhir ini gangguan hiperaktif

menjadi masalah yang menjadi sorotan dan menjadi perhatian utama di kalangan

medis ataupun di masyarakat umum. Angka kejadian kelainan ini adalah sekitar 3

– 10%, di Ameriksa serikat sekitar 3-7% sedangkan di negara Jerman, Kanada dan

Selandia Baru sekitar 5-10%. Diagnosis and Statistic Manual (DSM IV)

menyebutkan prevalensi kejadian ADHD pada anak usia sekolah berkisar antara 3

hingga 5 persen. Di indonesia angka kejadiannya masih belum angka yang pasti,

meskipun tampaknya kelainan ini tampak cukup banyak terjadi (Nelson, 2004).

Sebanyak 1-3% penduduk Indonesia menderita kelainan DHD, insidennya

sulit diketahui karena hiperaktivitas kadang-kadang tidak dikenali sampai anak-

anak usia pertengahan dimana masih dalam taraf ringan. Insiden tertinggi pada

masa anak sekolah dengan puncak umur 10-14 tahun, hiperaktivitas terjadi 1,5

kali lebih banyak pada anak laki-laki dibandingkan dengan perempuan.


2

Hiperaktivitas atau hiperaktif merupakan istilah gangguan kekurangan perhatian

menandakan gangguan-gangguan sentral yang terdapat pada anak-anak yang

sampai saat ini dicap sebagai menderita hiperaktivitas, hiperkinesis, kerusakan

otak minimal atau disfungsi serebral minimal (Nelson, 2004).

Hiperaktif mengacu kepada ketiadaannya pengendalian diri, contohnya

dalam mengambil keputusan atau kesimpulan tanpa memikirkan akibat-akibat

terkena hukuman atau mengalami kecelakaan. Perlu diketahui bahwa tingkah laku

bukan sekedar suatu pencerminan dari hal-hal yang disukai sebagai individu,

tetapi merupakan juga akibat dari situasi-situasi yang dialami sendiri, anak-anak

tersebut umumnya tidak mengeluhkan kondisi hiperaktif, kondisi hiperaktif

mereka, tetapi tindakan hiperaktif sering membuat reaksi dari orang lain (Nelson,

2004).

Hiperaktif menunjukan adanya suatu pola perilaku yang menetap pada

seorang anak. Perilaku ini ditandai dengan sikap tidak mau diam, tidak bias

berkonsentrasi dan berkehendak sesuka hatinya atau impulsif. Sedangkan yang

dimaksud dengan hiperaktif adalah suatu pola perilaku pada seseorang yang

menunjukan sikap tidak mau diam, tidak terkendali, tidak menaruh perhatian dan

imfulsif (bertindak sesuka hatinya) anka hiperaktif selalu bergerak dan tidak

pernah merasakan asyiknya permainan atau mainan yang disukai oleh anak-anak

lain seusia mereka, dikarenakan perhatian mereka suka beralih dari satu fokus ke

fokus yang lain (Mulyadi, 2008).


3

Keluarga merupakan unsur penting dalam perawatan, khususnya

perawatan pada anak. Oleh karena anak merupakan bagian dari keluarga, maka

perawat harus mampu mengenal keluarga sebagai tempat tinggal atau konstanta

tetap dalam kehidupan anak (Wong, Perry and Hockenberry, 2002). Kehidupan

anak juga sangat ditentukan keberadaannya bentuk dukungan dari keluarga, hal ini

dapat terlihat bila dukungan keluarga yang sangat baik maka pertumbuhan dan

perkembangan anak relatif stabil, tetapi apabila dukungan keluarga anak kurang

baik, maka anak akan mengalami hambatan pada dirinya yang dapat mengganggu

psikologis anak (Alimul, 2005).

Peranan orang tua dalam mengawasi dan membimbing anaka sangat

dibutuhkan menyatakan bahwa keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang

primer dan bersifat fundamental. Salah satu peran orang tua yangdibutuhkan

adalah bila salah satu anggota keluarganya mengalami gangguan pemusatan

konsentrasi atau hiperaktivitas (Linton, 2001).

Keluarga memiliki peranan penting dalam memelihara dan meningkatkan

kesehatan anggota keluarga maupun masyarakat serta membantu keberhasilan

pelayanan kesehatan. Keluarga memiliki pengaruh dalam berbagai tindakan

pelayanan kesehatan yang dilakukan termasuk pencegahan, pengobatan dan

perawatan (Andra, 2007). Adanya dukungan keluarga memberikan manfaat yang

positif bagia anggota keluarga yang membutuhkan, seperti yang dikemukakan will

dalam friedman (2003) manfaat adanya dukungan keluarga dalam kesehatan

anggota keluarga yakni dapat menurunkan gejala hiperaktivitas dan lebih mudah

sembuh dari sakit, fungsi kognitif dan kesehatan emosi.


4

Pendidikan keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan utama serta

sebagai bentuk dukungan keluarga, oleh karena itu orang tua adalah pendidik

yang pertama, keluarga merupakan pusat dimana diletakan dasar-dasar pandangan

hidup, dan pembentukan pribadi anak. Hubungan antar anggota keluarga dapat

memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan jiwa anak hipeeraktif

(Mulyadi, 2007).

Berdasarkan hasi pra survey mengenai dukungan keluarga yang peneliti

lakukan pada tanggal 9 oktober 2012 di RSJ daerah Provinsi Lampung dilihat dari

rekam medik terdapat 32 anak dengan gejala hiperaktivitas yang melakukan

kontrol dan saat dilakukan wawancara terhadap 10 orang tua yang memiliki anak

dengan gejala hiperaktivitas sebagian besar 60% tidak mampu memahami dan

memberikan dukungan pada anaknya seperti melibatkan anak dalam diskusi

keluarga, menemani anak berolahraga dan sebagian besar orang tua tidak

mengetahui cara-cara untuk menangani anak dengan gejala hiperaktivitas tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan Iatar belakang masalah di atas, peneliti merumuskan

permasalahan penelitian sebagai berikut : ”hubungan dukungan keluarga terhadap

gejala hiperaktivitas pada anak di RSJ daerah Provinsi Lampung Tahun 2012?”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga terhadap gejala

hiperaktivitas pada anak di RSJ daerahProvinsi Lampung Tahun 2012.


5

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Untuk mengetahui distribusi frekuensi dukungan keluarga terhadap

anak dengan gejala hiperaktivitas di RSJ daerahProvinsi Lampung

Tahun 2012.

1.3.2.2 Untuk mengetahui distribusi frekuensi gejala hiperaktivitas pada anak

dengan gejala hiperaktivitas di RSJ daerahProvinsi Lampung Tahun

2012.

1.3.2.3 Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga terhadap gejala

hiperaktivitas pada anak di RSJ daerahProvinsi Lampung Tahun 2012.

1.4 Manfaat Penetitian

1.4.1 Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Sebagai bahan masukan dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan

khususnya dalam ilmu keperawatan dalam perencanaan program

peningkatan kesehatan pada anak. Dan bagi pihak pelaksana dan

pengelola pelayanan kesehatan agar dapat memberikan pelayanan

kesehatan yang efektif dan efesien, memberikan informasi yang adekuat

dan akurat.

1.4.2 Bagi Profesi Keperawatan

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau

tambahan informasi bagi perawat untuk meningkatkan perannya dalam

pemberian informasi dan penyuluhan terhadap keluarga dalam penurunan

gejala pada anak dengan hiperaktivitas.


6

1.4.3 Bagi Masyarakat

Sebagai bahan masukan dan menambah wawasan untuk lebih mengetahui

tentang pola asuh, sehingga diharapkan tebih meningkatnya pengetahuan

ibu mengenai dukungan keluarga khususnya dalam penurunan gejala pada

anak dengan hiperaktivitas.

1.4.4 Bagi Peneliti Lain

Dengan penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dan pengembangan

penelitian berikutnya untuk melanjutkan penelitian dalam konteks yang

berbeda dan lebih luas agar dapat mengembangkan ilmu pengetahuan

untuk kesejahteraan masyarakat.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

penelitian survey analitik mengenai hubungan dukungan keluarga terhadap gejala

hiperaktivitas pada anak, dengan subjek penelitian ibu balita, dan objek penelitian

adalah keluarga yang memiliki anak dengan gejala hiperaktivitas di RSJ daerah

Provinsi Lampung dan penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Desember

Tahun 2012.

Anda mungkin juga menyukai