Anda di halaman 1dari 10

AKHLAH PRIBADI SEORANG MUSLIM

A. SHIDDIQ.

Shidiq (ash-shidqu) yang artinya benar atau jujur, lawan dari dusta atau
bohong (al-kazib). Kita sebagai orang muslim dituntut selalu dalam keadaan
benar lahir batin, benar hati, benar perkataan, dan benar perbuatan. Antara hati
dan perkataan harus sama, tidak boleh berbeda, apalagi antara perkataan dan
perbuatan

Rasulullah SAW telah memerintahkan kita untuk selalu shidiq, karena


sikap shidiq akan membawa kepada kebaikan, dan kebaikan akan
mengantarkan kita ke surga. Dan sebaliknya jika kita melakukan kebohongan
maka itu akan mengantarkan kita kepada neraka.
Rasullah bersabda :

Artinya :
“Sesungguhnya ash shidq (kejujuran) itu menunjukkan kepada kebaikan dan
sesungguhnya kebaikan itu menunjukkan ke surga dan sesungguhnya seorang
bermaksud untuk jujur sehingga dicatatlah di sisi Allah sebagai seorang yang
jujur. Dan sesungguhnya kedustaan itu menunjukkan kepada kejahatan dan
sesungguhnya kejahatan itu menunjukkan kepada neraka. Sesungguhnya
seorang itu bermaksud untuk berdusta sehingga dicatatlah di sisi Allah sebagai
seorang yang suka berdusta.” (Muttafaq ‘alaih)

Bentuk-bentuk Shiddiq
Seorang Muslim harus selalu bersikap benar dimanapun, kapanpun dan
dengan siapapun. Shidiq terdiri dari lima bagian :
1)   Benar Perkataan (shidq al-hadits)
Kita sebagai seorang muslim dan muslimah dalam keadaan apapun dan
dengan siapapun harus bisa berkata yang baik dan benar, baik dalam
menyampaikan informasi, menjawab suatu pertanyaan, dan memerintah
ataupun yang lainnya. Seperti dalam hadits nabi
Artinya : Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, sesungguhnya Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: Siapa yang beriman kepada Allah dan
hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam, siapa yang beriman kepada
Allah dan hari akhir hendaklah dia menghormati tetangganya dan barangsiapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan
tamunya (Riwayat Bukhori dan Muslim)
2)   Benar Pergaulan (shidq al-mu’amalah)
Kita sebagai seorang muslim harus bisa bermua’amalah dengan baik
kepada orang lain, tidak bohong, tidak mendusta, dan tidak memalsu. Orang
yang shidiq dalam mu’amalah akan menjadi tawadhu’ ( rendah hati ), jauh dari
sifat sombong dan ria, 
Rasulullah saw bersabda :

Artinya :
“Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku agar kamu bersikap
tawadhu’ sehingga tidak ada seorangpun yang menzalimi yang lainnya, dan
juga tidak ada seorangpun yang bersikap sombong terhadap yang lainnya.”
(HR. Muslim)
3)    Benar Kemauan (shidq al-a’zam)
Sebagai umat yang beragama, sebaiknya sebelum kita memutuskan
suatu perkara atau suatu hal, lebih baik kita mempertimbangkan dan menilai
dahulu, apakah yang dilakukannya itu benar dan bermanfaat atau tidak.
4)    Benar Janji (shidq al-wa’ad)
Apabila berjanji, kita sebagai seorang muslim akan selalu menepatinya.
Mengingkari janji adalah sifat tercela dan salah satu sifat munafik.
Sesungguhnya Allah swt menyukai orang-orang yang selalu menepati janjinya.
Allah swt berfirman  :               

Artinya :
(Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menempati janji (yang dibuatnya)
dan bertaqwa, maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertaqwa. (Ali 'Imran : 76)

5)   Benar Kenyataan (sidq al-had)


Seorang Muslim akan menampilkan dirinya seperti keadaan yang
sebenarnya. Dia tidak akan menipu kenyataan, misal : tidak memakai baju
kepalsuan, tidak mencari nama, dan tidak pula mengada-ada.

B. AMANAH
Amanah secara etimologis dari bahasa Arab dalam bentuk mashdar dari
(amina- amanatan) yang berarti jujur atau dapat dipercaya. Sedangkan dalam
bahasa Indonesia amanah berarti pesan, perintah, keterangan atau wejangan.
Amanah adalah segala sesuatu yang dibebankan Allah kepada manusia
untuk dilaksanakan. Amanah mempunyai akar kata yang sama dengan kata
iman dan aman, sehingga mu'min berarti yang beriman, yang mendatangkan
keamanan, juga yang memberi dan menerima amanah. Orang yang beriman
disebut juga al-mu'min, karena orang yang beriman menerima rasa aman, iman
dan amanah. Bila orang tidak menjalankan amanah berarti tidak beriman dan
tidak akan memberikan rasa aman baik untuk dirinya dan sesama masyarakat
lingkungan sosialnya. Amanah adalah jalan menuju kesuksesan.
Allah swt berfirman: “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat
(yang dipikulnya) dan janjinya.” (QS 23: 8). Dalam ayat lain Allah berfirman:
“58.  Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum
di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.” (QS 4: 58)

Bentuk-Bentuk Amanah
Dari pengertian amanah diatas dapat kita kemukakan beberapa bentuk
amanah sebagai berkut:
1.   Memelihara Titipan dan Mengembalikannya Seperti Semula.
Apabila seorang muslim dititipi oleh orang lain, misalnya barang
berharga. Sekalipun dalam penitipan tidak ada bukti transaksai tertulis, titipan
itu harus dipelihara dengan baik dan pada saatnya dikembalikan kepada yang
punya haruslah dalam keadaan utuh seperti semula.

Allah swt berfirman:


Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum
di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (QS.An-nisa : 58)
2.   Menjaga Rahasia
Seorang muslim akan dapat menjaga rahasianya baik itu rahasia
pribadi,keluarga, organisaisi,  dan lain sebagainya agar tidak di ketahui orang
lain. Apabila seseorang menyampaikan sesuatu yang penting dan rahasia
kepada kita, itulah amanah  yang harus kita jaga.

Rasulullah saw bersabda :


Artinya : Nabi pernah membisikkan suatu perkara rahasia kepadaku, maka hal
itu aku tak akan kuceritakan kepada siapapun. Dan sungguh Ummu Sulaim pun
pernah bertanya tentang rahasia tersebut, namun aku tak menceritakannya.
[HR. Bukhari No.5815].

3.   Tidak Menyalahgunakan Jabatan


Jabatan adalah suatu amanah yang harus dijaga. Hukumnya wajib.
Penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan pribadi, baik keluarga, ataupun
kelompoknya  termasuk perbuatan tercela yang melanggar amanah, hukumnya
haram.
Misalnya seorang seseorang yang di percaya menjadi wakil rakyat akan tetapi
justru mengambil hak- hak rakyat, berarti dia telah menyalahgunakan amanah
yang telah diberikan oleh rakyat sebagai wakil rakyat.

Rasulullah saw bersabda : 


“Barangsiapa yang kami angkat menjadi karyawan untuk mengerjakan sesuatu,
dan kami beri upah menurut semestinya, maka apa yang ia ambil lebih dari
upah yang semestinya, maka itu namanya korupsi”. (HR. Abu Dawud dari
Buraidah).
4.  Menunaikan Kewajiban dengan Baik.
Semua tugas yang diberikan Allah kepada manusia, maka manusia
wajib  menjalankannya karena itu semua ada pertanggung jawabannya
dihadapan Allah swt.Betapapun kecilnya, akan dihisab oleh Allah swt.
  
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia
akan      melihat   (balasan) nya.(QS.Al-zalzalah :7)

Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun niscaya Allah
swt akan melihatnya.” (QS. Zalzalah : 8)
5.  Memelihara Nikmat Yang Telah Diberikan Oleh Allah
Semua nikmat yang diberikan oleh Allah kepada manusia merupakan
suatu amanah yang harus dijaga dengan baik. Termasuk didalamnya umur,
kesehatan, rizki, nikmat, harta benda dan lain  sebagainya. Misalnya harta
benda yang diberikan oleh Allah harus digunakan untuk mencari  ridho Allah,
selalu bersyukur dan membiasakan bersedekah.

C. ISTIQOMAH.  
Secara etimologis, istiqomah berasal dari istiqoma-yastaqimu yang
berarti tegak lurus. Dalam terminologi akhlaq istiqomah adalah sikap teguh
dalam mempertahankan keimanan dan keislaman sekalipun menghadapi
berbagai macam rintangan dan godaan.
Perintah dalam beristiqomah dinyatakan dalam al-Aquran :

Artinya: Maka karena itu serulah (mereka kepada agama ini) dan
tetaplah sebagai mana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa
nafsu mereka dan katakanlah: "Aku beriman kepada semua Kitab yang
diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil diantara kamu.
Allah-lah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi
kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah
mengumpulkan antara kita dan kepada-Nya-lah kembali (kita)".( QS.Asy-Sura:
15 )
Iman yang sempurna  adalah iman yang mencakup tiga dimensi yaitu
hati, lisan dan amal perbuatan. Seorang yang beriman harus dapat
beristiqomah dalam tiga dimensi tersebut. Ibarat berjalan  seorang yang
beristiqomah akan selalu berjalan kepada yang lurus yang  cepat alam
menghantarkan
tujuan.                                                                                                        
  Hal ini tercermin dalam perkataan dan  perbuatanya yang  benar untuk
mensucikan hati dan dirinya. Tentulah orang yang berisitiqomah akan
mengalami  beberapa ujian dari Allah.
Ujian dari Allah tidaklah berupa kesedihan semata melainkan ujian dari Allah
termasuk  kesenangan juga. Namun seorang yang istiqomah akan tetap teguh
dalam mengahadapi kedua  ujian terebut. Dia tidak akan pernah mundur
terhadap ancaman, kemunduran, hambatan dan lain sebagainya. Tidak
terbujuk oleh harta benda, kemegahan, pujian, kesenangan.
Buah dari Istiqomah
Dalam QS. Funshshilat 41: 30-32 dijelaskan beberapa buah yang akan
dipetik oleh orang yang beristiqomah baik didunia  maupun di akhirat.
Dari ayat tersebut dijelaskan bahwa buah dari istiqomah adalah :
1.  Orang yang beristiqomah akan dijauhkan oleh Allah dari rasa takut
dan sedih yang negatif.  Misalnya takut menghadapi masa depan, takut
menyatakan kebenaran namun orang yang  beristiqomah  senantiasa akan
mendapatkan kesuksesan dalam kehidupannya didunia karena akan
dilindungi  oleh Allah.
2.   Akan mendapatkan lindungan oleh Allah yang dijamin
akan   mendapatkan kesuksesan dalam kehidupan perjuangan di dunia.
Demikianlah sikap istiqomah memang sangat diperlukan dalam kehidupan ini.
Karena  tanpa sikap seperti itu seseorang akan cepat berputus asa dan cepat
lupa diri, dan mudah terombang ambing oleh berbagai macam arus. Orang
yang tidak beristiqomah ibarat baling-baling di atas bukit yang berputar
menuruti arah angin yang berhembus.

D. IFFAH.
Secara etimologis, iffah adalah bentuk masdar dari affa-ya’iffu-iffah yang
berarti menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik,dan juga berarti kesucian
tubuh.
Secara terminologis,iffah adalah memelihara kehormatan diri dari segala
hal yanag akan merendahkan,merusak dan menjatuhkannya.
Nilai dan wibawa seseorang tidaklah di tentukan oleh kekayaan dan
jabatannya,dan tidak pula oleh bentuk dan rupanya,tapi di tentukan oleh
kehormatan dirinya.Untuk menjaga kehormatan diri tersebut,setiap orang
haruslah menjauhkan diri dari segala hal yang dilarang oleh Allah SWT.dia
harus bisa mengendalikan hawa nafsunya.

Bentuk-bentuk Iffah
Al-qura’an dan hadis memberikan beberapa contoh dari iffah sebagai
berikut:
1.   Untuk menjaga kehormatan diri dalam hubungannya dengan
masalah seksual,seorang Muslim dan Muslimah diperintahkan untuk menjaga
pandangan,penglihatan,pergaulan dan
pakaiannya.                                                                               

Allah swt berfirman: 

Artinya: Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka


menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu
adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa
yang mereka perbuat". (QS. An-nisa :30)
  
Artinya : Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka
menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka
menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah
menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka,
atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami
mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara
lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-
wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-
laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang
belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan
kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan
bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman
supaya kamu beruntung. (QS. An-nisa:31)

2.   Untuk menjaga kehormatan diri dalam hubungannya dengan


masalah harta,islam mengajarkan,terutama bagi orang miskin untuk tidak
menadahkan tangannya (meminta-minta). Islam juga menganjurkan kepada
orang-orang yang mampu untuk membantu orang -orang miskin yang tidak mau
memohon bantuan karna sikap iffah mereka.Allah berfirman dalam surat Al-
Baqoroh ayat 273,

Artinya: “(Berinfaklah)kepada orang orang fakir yang terikat(oleh)jihad di jalan


Allah;mereka tidak dapat (berusaha)di muka bumi ini;orang yang tidak tahu
menyangka mereka orang kaya karena mereka memelihara diri dari minta-
minta.kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifat nya,mereka tidak meminta
kepada orang secara mendesak.dan apa saja harta yang baik yang kamu
nafkahkan di jalan Allah maka sesungguh nya Allah Maha Mengetahui”
Meminta-minta adalah perbuatan yang merendahkan kehormatan diri.Dari pada
meminta-minta seorang lebih baik mengerjakan apa saja untuk mendapatkan
penghasilan asal halal sekalipun mengumpulkan kayu api.

3.   Untuk menjaga kehormatan diri dari dalam hubungannya dengan


kepercayaan orang lain kepada dirinya,seseorang harus betul-betul menjauhi
segala macam ketidak jujuran, jangan sekali-kali berkata bohong, ingkar janji,
khianat dan lain sebagainya.             
Rasulullah saw bersabda:
 Artinya : “Berikanlah jaminan kepadaku terhadap enam perkara,maka aku akan
memberimu enam jaminan kalian masuk syurga.Yaitu, jujurlah bila kamu
berkata,tepatilah bila kamu berjanji, tunaikanlah amanah kepada yang berhak
jika kamu diberi amanah,jagalah kemaluanmu,tegurkanlah pandanganmu,dan
tahanlah tanganmu(sehingga tidak menyakiti orang lain).” (HR.Ahmad dan Ibn
Hibban)
Demikianlah sifat iffah yang sangat di perlukan untuk menjaga kehormatan dan
kesucian diri sehingga tidak ada peluang sedikit pun bagi orang lain (yang tidak
senang dengannya) untuk melemparkan tuduhan dan fitnahan.Orang yang
mempunyai sikap iffah akan dihormati dan mendapatkan kepercayaan dari
masyarakat. Dan yang lebih penting lagi dia akan mendapatkan ridho Allah swt.
E. MUJAHADAH.
       Istilah mujahadah berasal dari kata jaahada-yuhaahidu-mujaahadah-
jihad  yang berarti mencurahkan segala kemampuan. Dalam konteks
akhlaq,mujahadah adalah mencurahkan segala kemampuan untuk melepas diri
dari segala hal yang menghambat pendekatan diri terhadad Allah swt, baik
hambatan yang bersifat internal maupun eksternal.

Hambatan yang bersifat Internal datang dari jiwa yang mendorong untuk
berbuat keburukan,hawa nafsu yang tidak terkendali,dan kecintaan kepada
dunia.Sedangkan hambatan eksternal datang dari syaithan,orang kafir,
munafik, dan para pelaku kemaksiatan dan kemungkaran.Untuk mengatasi
semua hambatan tersebut diperlukan usaha dan perjuangan yang sungguh-
sungguh serta usaha yang keras,dan itu disebut dengan Mujahadah.Apabila
seseorang bermujahadah untuk mencari keridhoan Allah SWT,
 maka Allah berjanji akan menunjukkan jalan baginya untuk mencapai tujuan
tersebut. Allah SWT,berfirman:
 Artinya: “Dan orang-orang yang bermujahadah untuk (mencari keridhoan
Allah),benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami.Dan
sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang yang berbuat baik.”
(QS.Al-‘Ankabut : 69)

F. SYAJA’AH.
Syaja’ah artinya berani, tapi bukan berani dalam arti siap menantang
siapa saja tanpa mempedulikan apakah dia berada di pihak yang benar atau
salah, dan bukan pula berani memperturutkan hawa nafsu. Tetapi berani yang
berlandaskan kebenaran dan dilakukan dengan penuh kebenaran.
Rasulullah saw bersabda, yang artinya:
“Bukanlah yang dinamakan pemberani itu orang yang kuat bergulat.
Sesungguhnya pemberani itu ialah orang yang sanggup menguasai dirinya
diwaktu marah”. (HR. Muttafaqun ‘Alaih)

Bentuk-bentuk Keberanian
1.      Keberanian menghadapi musuh dalam peperangan (jihad fi
sabilillah).Seorang muslim harus berani terjun ke medan perang untuk
menegakkan dan membela kebenaran. Seseorang dapat dikatakan memiliki
sifat berani jika ia memiliki daya tahan yang besar untuk menghadapi kesulitan,
penderitaan dan mungkin saja bahaya dan penyiksaan karena ia berada di
jalan Allah.

Allah swt berfirman :

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-
orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu
membelakangi mereka (mundur). (Al-Anfal : 15)

Artinya: Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali


berbelok untuk (sisat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan
pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa
kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat
buruklah tempat kembalinya. (Al-Anfal: 16)

2.      Berterusterang dalam kebenaran


Qulil haq walau kaana muuran (katakan yang benar meskipun itu pahit) dan
berkata benar di hadapan penguasa yang zhalim adalah juga salah satu bentuk
jihad bil lisan. Jelas saja dibutuhkan keberanian menanggung segala resiko bila
kita senantiasa berterus terang dalam kebenaran.
3.      Mengakui kesalahan
Salah satu orang yang memiliki sifat pengecut adalah tidak mau mengakui
kesalahan, mencari kambing hitam dan bersikap “lempar batu, sembunyi
tangan”.Sebaliknya orang yang memiliki sifat syaja’ah berani mengakui
kesalahan, mau meminta maaf, bersedia mengoreksi kesalahan dan
bertanggung jawab.
4.      Bersikap objektif pada diri sendiri
Ada orang yang cenderung bersikap over estimasi terhadap dirinya,
menganggap dirinya baik, hebat, mumpuni dan tidak memiliki kelemahan serta
kekurangan. Sebaliknya ada yang bersikap under estimasi terhadap dirinya
yakni menganggap dirinya bodoh, tidak mampu berbuat apa-apa dan tidak
memiliki kelebihan apapun.
Kedua sikap tersebut jelas tidak proporsional dan tidak objektif. Orang yang
berani akan bersikap obyektif, dalam mengenali dirinya yang memiliki sisi baik
dan sisi buruk adalah contoh sifat syaja’ah.
5.      Menahan nafsu di saat marah
Seseorang dikatakan berani bila ia tetap mampu bermujahadah li nafsi,
melawan nafsu dan amarah. Kemudian ia tetap dapat mengendalikan diri dan
menahan tangannya padahal ia punya kemampuan dan peluang untuk
melampiaskan amarahnya.
Contohnya Figur Sahabat dan Sahabiyah yang Memiliki Sifat saja’ah. Berani
karena benar dan rela mati demi kebenaran. Slogan tersebut pantas dilekatkan
pada diri sahabat-sahabat dan sahabiyah-sahabiyah Rasulullah saw. Karena
keagungan kisah-kisah perjuangan mereka.

G. MALU.
Malu (al-haya’) adalah sifat atau perasaan yang
menimbulkan  keengganan melakukan sesuatu yang rendah atau tidak baik.
Orang yang memiliki rasa malu, apabila melakukan sesuatu yang tidak patut,
rendah atau tidak baik dia akan terlihat gugup, atau mukanya merah.
Sebaliknya orang yang tidak punya rasa malu, akan melakukannya dengan
tenang tanpa ada rasa gugup sedikitpun. Sifat malu adalah akhlak terpuji yang
menjadi keistimewaan ajaran Islam.
Sifat malu dapat dibagi menjadi tiga jenis :
1.  Malu kepada Allah ; seseorang akan malu kepada Allah apabila dia
tidak mengerjakan perintah-Nya, tidak menjauhi larangan-Nya serta tidak
mengikuti petunjuknya.
2.  Malu kepada diri sendiri ; orang yang malu terhadap Allah, dengan
sendirinya malu terhadap dirinya sendiri. Ia malu mengerjakan pernuatan salah
sekalipun tidak ada orang lain yang melihat atau mendengarnya. Penolakan
datang dari dalam dirinya sendiri.
3.   Malu kepada orang lain ; setelah malu pada diri sendiri, dia akan malu
melakukan sesuatu yang merugikan orang lain.
Malu adalah salah satu refleksi iman. Semakin kuat iman seseorang,
semakin teballah rasa malunya, demikian pula sebaliknya.
Rasulullah Muhammad SAW dikenal sebagai pribadi yang pemalu,
saking pemalunya maka diandaikan bahwa beliau lebih pemalu ketimbang
gadis pingitan. Sifat malu ini dimiliki Rasulullah SAW semenjak kanak kanak ,
saat anak – anak sebaya beliau kala itu saling berebut makanan maka beliau
malu melakukannya, jika pakaiannya tersingkap dan menampakkan auratnya
maka beliau akan segera bersembunyi karena malu. Jika hendak membuang
air maka diriwayatkan beliau menjauh atau pergi hingga tak seorangpun
melihatnya. Karena sifat pemalu ini beliau apabila melihat sesuatu yang tidak
disukainya maka terlihatlah dari roman mukanya, dan beliau senantiasa
menjauhkan pandangan matanya dari apa apa yang kurang baik. Bahkan
dalam hubungan suami istri sifat pemalu Rasulullah SAW tetap dominan, dalam
hadits yang diriwayatkan At Turmudzy dalam Asj Sjamaa il dari Siti Aisyah RA ,
ummul mukminin, berkata “ Aku sekali kali belum pernah melihat kemaluan
Rasulullah SAW “ ( dalam riwayat lain ada ditambahkan “ Dan beliau pun tidak
pernah melihat daripadaku “ ) sedangkan yang diriwayatkan oleh Ibnul Djauzy
dari Ummu Salamah RA “ Adalah Rasulullah SAW itu apabila mendatangi
seseorang dari istrinya beliau memejamkan kedua matanya dan menutupi
kepalanya “. Dua hadits ini sangat menguatkan sifat pemalu beliau, kendati
seorang istri sebenarnya halal hukumnya meski terlihat auratnya oleh suaminya
dan sebaliknya.

Akibat Hilangnya Malu


Rasa malu berfungsi mengontrol dan mengendalikan seseorang dari
segala sikap dan perbuatan yang dilarang oleh agama. Tanpa kontrol rasa
malu, seseorang akan bebas melakukan apa saja yang diinginkan oleh hawa
nafsunya. Dia akan menjadi manusia lepas kendali yang merasa bebas
melakukan apa saja, tanpa mempertimbangkan halal haram, baik buruk dan
manfaat mudharat perbuatannya tersebut. Dia akan melakukan apa saja untuk
memuaskan hawa nafsunya. Segala macam cara dia halalkan untuk  mencapai
tujuannya.
Malu, amanah, rahmah dan Islam adalah empat hal yang saling berkait.
Konsekuensi logis dari hilangnya malu adalah hilangnya amanah. Bila amanah
hilang, akan hilanglah rahmah, dan bila rahmah hilang, hilanglah Islam. Pada
akhirnya orang yang tidak punya rasa malu akan mengalami kehancuran dan
kebinasaan. Dan kalu sifat malu itu juga hilang dari masyarakat, maka
masyarakat itupun akan mengalami kehancuran dan kebinasaan.
H.     SABAR.
Secara etimologis, sabar (ash-shabr) berarti menahan dan
mengekang (al-habs wa al-kuf). Secara terminologis sabar berarti menahan diri
dari segala sesuatu yang tidak disukai karena mengharap ridha Allah. Yang
tidak disukai itu tidak hanya yang tidak disenangi, tapi juga hal – hal yang
disenangi misalnya segala kenikmatan duniawi yang disukai oleh hawa nafsu.
Macam – macam sabar
Menurut Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya Ash-Shabr fi Al-Qur’an,
sabar dapat dibagi kepada enam macam :
1.  Sabar menerima cobaan hidup
2.  Sabar dari keinginan hawa nafsu
3.  Sabar dalam taat kepada Allah swt.
4.  Sabar dalam berdakwah
5. Sabar dalm perang
6. Sabar dalam pergaulan

Keutamaan Sabar
Sifat sabar dalam Islam menempati posisi yang istimewa. Al-Qur’an
mengaitkan sifat sabar dengan bermacam-macam sifat mulia lainnya. Antara
lain dikaitkan dengan keyakinan (QS. As-Sajdah 32:24), syukur (QS. Ibrahim
14:5), tawakkal (QS. An-Nahl 16:41-42), dan taqwa (QS. Ali ‘Imran 3:15-17).
Orang-orang yang sabar akan menempati posisi yang istimewa. Sifat sabar
memang sangat diperlukan untuk mencapai kesuksesan dunia dan akhirat.
Dalam sejarah Islam diceritakan bahwa nabi sering kali diludahi oleh
orang kafir (non muslim) ketika beliau melewati tempat si orang tersebut,
namun nabi sendiri tidak pernah marah karena beliau tahu bahwa orang yang
sering meludahinya adalah orang yang belum tahu akan islam dan belum
mendapatkan hidayah, Namun alangkah takjubnya si kafir tadi yang sering
meludahi nabi muhamad saat ia jatuh sakit, orang yang pertamakali
menjenguknya adalah nabi muhammad yang sering ia ludahi. Alkisah
orang kafir tadi menangis dan langsung memeluk islam.

Anda mungkin juga menyukai