A. SHIDDIQ.
Shidiq (ash-shidqu) yang artinya benar atau jujur, lawan dari dusta atau
bohong (al-kazib). Kita sebagai orang muslim dituntut selalu dalam keadaan
benar lahir batin, benar hati, benar perkataan, dan benar perbuatan. Antara hati
dan perkataan harus sama, tidak boleh berbeda, apalagi antara perkataan dan
perbuatan
Artinya :
“Sesungguhnya ash shidq (kejujuran) itu menunjukkan kepada kebaikan dan
sesungguhnya kebaikan itu menunjukkan ke surga dan sesungguhnya seorang
bermaksud untuk jujur sehingga dicatatlah di sisi Allah sebagai seorang yang
jujur. Dan sesungguhnya kedustaan itu menunjukkan kepada kejahatan dan
sesungguhnya kejahatan itu menunjukkan kepada neraka. Sesungguhnya
seorang itu bermaksud untuk berdusta sehingga dicatatlah di sisi Allah sebagai
seorang yang suka berdusta.” (Muttafaq ‘alaih)
Bentuk-bentuk Shiddiq
Seorang Muslim harus selalu bersikap benar dimanapun, kapanpun dan
dengan siapapun. Shidiq terdiri dari lima bagian :
1) Benar Perkataan (shidq al-hadits)
Kita sebagai seorang muslim dan muslimah dalam keadaan apapun dan
dengan siapapun harus bisa berkata yang baik dan benar, baik dalam
menyampaikan informasi, menjawab suatu pertanyaan, dan memerintah
ataupun yang lainnya. Seperti dalam hadits nabi
Artinya : Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, sesungguhnya Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: Siapa yang beriman kepada Allah dan
hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam, siapa yang beriman kepada
Allah dan hari akhir hendaklah dia menghormati tetangganya dan barangsiapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan
tamunya (Riwayat Bukhori dan Muslim)
2) Benar Pergaulan (shidq al-mu’amalah)
Kita sebagai seorang muslim harus bisa bermua’amalah dengan baik
kepada orang lain, tidak bohong, tidak mendusta, dan tidak memalsu. Orang
yang shidiq dalam mu’amalah akan menjadi tawadhu’ ( rendah hati ), jauh dari
sifat sombong dan ria,
Rasulullah saw bersabda :
Artinya :
“Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku agar kamu bersikap
tawadhu’ sehingga tidak ada seorangpun yang menzalimi yang lainnya, dan
juga tidak ada seorangpun yang bersikap sombong terhadap yang lainnya.”
(HR. Muslim)
3) Benar Kemauan (shidq al-a’zam)
Sebagai umat yang beragama, sebaiknya sebelum kita memutuskan
suatu perkara atau suatu hal, lebih baik kita mempertimbangkan dan menilai
dahulu, apakah yang dilakukannya itu benar dan bermanfaat atau tidak.
4) Benar Janji (shidq al-wa’ad)
Apabila berjanji, kita sebagai seorang muslim akan selalu menepatinya.
Mengingkari janji adalah sifat tercela dan salah satu sifat munafik.
Sesungguhnya Allah swt menyukai orang-orang yang selalu menepati janjinya.
Allah swt berfirman :
Artinya :
(Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menempati janji (yang dibuatnya)
dan bertaqwa, maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertaqwa. (Ali 'Imran : 76)
B. AMANAH
Amanah secara etimologis dari bahasa Arab dalam bentuk mashdar dari
(amina- amanatan) yang berarti jujur atau dapat dipercaya. Sedangkan dalam
bahasa Indonesia amanah berarti pesan, perintah, keterangan atau wejangan.
Amanah adalah segala sesuatu yang dibebankan Allah kepada manusia
untuk dilaksanakan. Amanah mempunyai akar kata yang sama dengan kata
iman dan aman, sehingga mu'min berarti yang beriman, yang mendatangkan
keamanan, juga yang memberi dan menerima amanah. Orang yang beriman
disebut juga al-mu'min, karena orang yang beriman menerima rasa aman, iman
dan amanah. Bila orang tidak menjalankan amanah berarti tidak beriman dan
tidak akan memberikan rasa aman baik untuk dirinya dan sesama masyarakat
lingkungan sosialnya. Amanah adalah jalan menuju kesuksesan.
Allah swt berfirman: “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat
(yang dipikulnya) dan janjinya.” (QS 23: 8). Dalam ayat lain Allah berfirman:
“58. Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum
di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.” (QS 4: 58)
Bentuk-Bentuk Amanah
Dari pengertian amanah diatas dapat kita kemukakan beberapa bentuk
amanah sebagai berkut:
1. Memelihara Titipan dan Mengembalikannya Seperti Semula.
Apabila seorang muslim dititipi oleh orang lain, misalnya barang
berharga. Sekalipun dalam penitipan tidak ada bukti transaksai tertulis, titipan
itu harus dipelihara dengan baik dan pada saatnya dikembalikan kepada yang
punya haruslah dalam keadaan utuh seperti semula.
Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun niscaya Allah
swt akan melihatnya.” (QS. Zalzalah : 8)
5. Memelihara Nikmat Yang Telah Diberikan Oleh Allah
Semua nikmat yang diberikan oleh Allah kepada manusia merupakan
suatu amanah yang harus dijaga dengan baik. Termasuk didalamnya umur,
kesehatan, rizki, nikmat, harta benda dan lain sebagainya. Misalnya harta
benda yang diberikan oleh Allah harus digunakan untuk mencari ridho Allah,
selalu bersyukur dan membiasakan bersedekah.
C. ISTIQOMAH.
Secara etimologis, istiqomah berasal dari istiqoma-yastaqimu yang
berarti tegak lurus. Dalam terminologi akhlaq istiqomah adalah sikap teguh
dalam mempertahankan keimanan dan keislaman sekalipun menghadapi
berbagai macam rintangan dan godaan.
Perintah dalam beristiqomah dinyatakan dalam al-Aquran :
Artinya: Maka karena itu serulah (mereka kepada agama ini) dan
tetaplah sebagai mana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa
nafsu mereka dan katakanlah: "Aku beriman kepada semua Kitab yang
diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil diantara kamu.
Allah-lah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi
kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah
mengumpulkan antara kita dan kepada-Nya-lah kembali (kita)".( QS.Asy-Sura:
15 )
Iman yang sempurna adalah iman yang mencakup tiga dimensi yaitu
hati, lisan dan amal perbuatan. Seorang yang beriman harus dapat
beristiqomah dalam tiga dimensi tersebut. Ibarat berjalan seorang yang
beristiqomah akan selalu berjalan kepada yang lurus yang cepat alam
menghantarkan
tujuan.
Hal ini tercermin dalam perkataan dan perbuatanya yang benar untuk
mensucikan hati dan dirinya. Tentulah orang yang berisitiqomah akan
mengalami beberapa ujian dari Allah.
Ujian dari Allah tidaklah berupa kesedihan semata melainkan ujian dari Allah
termasuk kesenangan juga. Namun seorang yang istiqomah akan tetap teguh
dalam mengahadapi kedua ujian terebut. Dia tidak akan pernah mundur
terhadap ancaman, kemunduran, hambatan dan lain sebagainya. Tidak
terbujuk oleh harta benda, kemegahan, pujian, kesenangan.
Buah dari Istiqomah
Dalam QS. Funshshilat 41: 30-32 dijelaskan beberapa buah yang akan
dipetik oleh orang yang beristiqomah baik didunia maupun di akhirat.
Dari ayat tersebut dijelaskan bahwa buah dari istiqomah adalah :
1. Orang yang beristiqomah akan dijauhkan oleh Allah dari rasa takut
dan sedih yang negatif. Misalnya takut menghadapi masa depan, takut
menyatakan kebenaran namun orang yang beristiqomah senantiasa akan
mendapatkan kesuksesan dalam kehidupannya didunia karena akan
dilindungi oleh Allah.
2. Akan mendapatkan lindungan oleh Allah yang dijamin
akan mendapatkan kesuksesan dalam kehidupan perjuangan di dunia.
Demikianlah sikap istiqomah memang sangat diperlukan dalam kehidupan ini.
Karena tanpa sikap seperti itu seseorang akan cepat berputus asa dan cepat
lupa diri, dan mudah terombang ambing oleh berbagai macam arus. Orang
yang tidak beristiqomah ibarat baling-baling di atas bukit yang berputar
menuruti arah angin yang berhembus.
D. IFFAH.
Secara etimologis, iffah adalah bentuk masdar dari affa-ya’iffu-iffah yang
berarti menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik,dan juga berarti kesucian
tubuh.
Secara terminologis,iffah adalah memelihara kehormatan diri dari segala
hal yanag akan merendahkan,merusak dan menjatuhkannya.
Nilai dan wibawa seseorang tidaklah di tentukan oleh kekayaan dan
jabatannya,dan tidak pula oleh bentuk dan rupanya,tapi di tentukan oleh
kehormatan dirinya.Untuk menjaga kehormatan diri tersebut,setiap orang
haruslah menjauhkan diri dari segala hal yang dilarang oleh Allah SWT.dia
harus bisa mengendalikan hawa nafsunya.
Bentuk-bentuk Iffah
Al-qura’an dan hadis memberikan beberapa contoh dari iffah sebagai
berikut:
1. Untuk menjaga kehormatan diri dalam hubungannya dengan
masalah seksual,seorang Muslim dan Muslimah diperintahkan untuk menjaga
pandangan,penglihatan,pergaulan dan
pakaiannya.
Hambatan yang bersifat Internal datang dari jiwa yang mendorong untuk
berbuat keburukan,hawa nafsu yang tidak terkendali,dan kecintaan kepada
dunia.Sedangkan hambatan eksternal datang dari syaithan,orang kafir,
munafik, dan para pelaku kemaksiatan dan kemungkaran.Untuk mengatasi
semua hambatan tersebut diperlukan usaha dan perjuangan yang sungguh-
sungguh serta usaha yang keras,dan itu disebut dengan Mujahadah.Apabila
seseorang bermujahadah untuk mencari keridhoan Allah SWT,
maka Allah berjanji akan menunjukkan jalan baginya untuk mencapai tujuan
tersebut. Allah SWT,berfirman:
Artinya: “Dan orang-orang yang bermujahadah untuk (mencari keridhoan
Allah),benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami.Dan
sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang yang berbuat baik.”
(QS.Al-‘Ankabut : 69)
F. SYAJA’AH.
Syaja’ah artinya berani, tapi bukan berani dalam arti siap menantang
siapa saja tanpa mempedulikan apakah dia berada di pihak yang benar atau
salah, dan bukan pula berani memperturutkan hawa nafsu. Tetapi berani yang
berlandaskan kebenaran dan dilakukan dengan penuh kebenaran.
Rasulullah saw bersabda, yang artinya:
“Bukanlah yang dinamakan pemberani itu orang yang kuat bergulat.
Sesungguhnya pemberani itu ialah orang yang sanggup menguasai dirinya
diwaktu marah”. (HR. Muttafaqun ‘Alaih)
Bentuk-bentuk Keberanian
1. Keberanian menghadapi musuh dalam peperangan (jihad fi
sabilillah).Seorang muslim harus berani terjun ke medan perang untuk
menegakkan dan membela kebenaran. Seseorang dapat dikatakan memiliki
sifat berani jika ia memiliki daya tahan yang besar untuk menghadapi kesulitan,
penderitaan dan mungkin saja bahaya dan penyiksaan karena ia berada di
jalan Allah.
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-
orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu
membelakangi mereka (mundur). (Al-Anfal : 15)
G. MALU.
Malu (al-haya’) adalah sifat atau perasaan yang
menimbulkan keengganan melakukan sesuatu yang rendah atau tidak baik.
Orang yang memiliki rasa malu, apabila melakukan sesuatu yang tidak patut,
rendah atau tidak baik dia akan terlihat gugup, atau mukanya merah.
Sebaliknya orang yang tidak punya rasa malu, akan melakukannya dengan
tenang tanpa ada rasa gugup sedikitpun. Sifat malu adalah akhlak terpuji yang
menjadi keistimewaan ajaran Islam.
Sifat malu dapat dibagi menjadi tiga jenis :
1. Malu kepada Allah ; seseorang akan malu kepada Allah apabila dia
tidak mengerjakan perintah-Nya, tidak menjauhi larangan-Nya serta tidak
mengikuti petunjuknya.
2. Malu kepada diri sendiri ; orang yang malu terhadap Allah, dengan
sendirinya malu terhadap dirinya sendiri. Ia malu mengerjakan pernuatan salah
sekalipun tidak ada orang lain yang melihat atau mendengarnya. Penolakan
datang dari dalam dirinya sendiri.
3. Malu kepada orang lain ; setelah malu pada diri sendiri, dia akan malu
melakukan sesuatu yang merugikan orang lain.
Malu adalah salah satu refleksi iman. Semakin kuat iman seseorang,
semakin teballah rasa malunya, demikian pula sebaliknya.
Rasulullah Muhammad SAW dikenal sebagai pribadi yang pemalu,
saking pemalunya maka diandaikan bahwa beliau lebih pemalu ketimbang
gadis pingitan. Sifat malu ini dimiliki Rasulullah SAW semenjak kanak kanak ,
saat anak – anak sebaya beliau kala itu saling berebut makanan maka beliau
malu melakukannya, jika pakaiannya tersingkap dan menampakkan auratnya
maka beliau akan segera bersembunyi karena malu. Jika hendak membuang
air maka diriwayatkan beliau menjauh atau pergi hingga tak seorangpun
melihatnya. Karena sifat pemalu ini beliau apabila melihat sesuatu yang tidak
disukainya maka terlihatlah dari roman mukanya, dan beliau senantiasa
menjauhkan pandangan matanya dari apa apa yang kurang baik. Bahkan
dalam hubungan suami istri sifat pemalu Rasulullah SAW tetap dominan, dalam
hadits yang diriwayatkan At Turmudzy dalam Asj Sjamaa il dari Siti Aisyah RA ,
ummul mukminin, berkata “ Aku sekali kali belum pernah melihat kemaluan
Rasulullah SAW “ ( dalam riwayat lain ada ditambahkan “ Dan beliau pun tidak
pernah melihat daripadaku “ ) sedangkan yang diriwayatkan oleh Ibnul Djauzy
dari Ummu Salamah RA “ Adalah Rasulullah SAW itu apabila mendatangi
seseorang dari istrinya beliau memejamkan kedua matanya dan menutupi
kepalanya “. Dua hadits ini sangat menguatkan sifat pemalu beliau, kendati
seorang istri sebenarnya halal hukumnya meski terlihat auratnya oleh suaminya
dan sebaliknya.
Keutamaan Sabar
Sifat sabar dalam Islam menempati posisi yang istimewa. Al-Qur’an
mengaitkan sifat sabar dengan bermacam-macam sifat mulia lainnya. Antara
lain dikaitkan dengan keyakinan (QS. As-Sajdah 32:24), syukur (QS. Ibrahim
14:5), tawakkal (QS. An-Nahl 16:41-42), dan taqwa (QS. Ali ‘Imran 3:15-17).
Orang-orang yang sabar akan menempati posisi yang istimewa. Sifat sabar
memang sangat diperlukan untuk mencapai kesuksesan dunia dan akhirat.
Dalam sejarah Islam diceritakan bahwa nabi sering kali diludahi oleh
orang kafir (non muslim) ketika beliau melewati tempat si orang tersebut,
namun nabi sendiri tidak pernah marah karena beliau tahu bahwa orang yang
sering meludahinya adalah orang yang belum tahu akan islam dan belum
mendapatkan hidayah, Namun alangkah takjubnya si kafir tadi yang sering
meludahi nabi muhamad saat ia jatuh sakit, orang yang pertamakali
menjenguknya adalah nabi muhammad yang sering ia ludahi. Alkisah
orang kafir tadi menangis dan langsung memeluk islam.