Anda di halaman 1dari 48

8

BAB II
KONSEP PEMBELAJARAN SAINS
TERHADAP KECERDASAN NATURALIS ANAK TK

A. Karakteristik Anak Taman Kanak-kanak (TK)

Anak usia TK adalah individu yang sedang menjalani suatu proses pertumbuhan dan

perkembangan yang sangat pesat dan fundamental. Mereka merupakan anak yang berada

pada rentang usia anatara 4-6 tahun dan merupakan bagian dari anak usia dini yang berada

pada rentang 0-8 tahun. Karakteristik anak pada usia TK biasanya ditandai dengan kekhasan

tersendiri. Setiap anak memiliki keunikan dan karakteristik yang berbeda, namun beberapa

ahli dapat mengidentifikasi karakteristik secara umum anak TK yang sifatnya menonjol.

Wantah ( 2004: 37) mengemukakan beberapa ciri anak TK, diantaranya:

1. Kemampuan motorik telah mencapai kematangan dalam berbagai fungsi motorik: kaki,

tangan, kepala dan badan

2. Anak sudah mampu mengenal simbol-simbol yang mendorong meningkatkan daya

imajinasi dan kreativitas, kemampuan bersosialisasi

3. Anak sudah dapat mengembangkan hubungan sosial melalui kegiatan bermain

4. Kesadaran moral pada anak usia TK sudah mulai tumbuh, anak patuh terhadap aturan

main.

Kartono (Syaodih, 1999: 16) menyebutkan bahwa ciri-ciri anak TK adalah sebagai

berikut:

1. Bersifat egosentris (memandang dunia luar dari pandangannya sendiri)

2. Mempunyai relasi sosial dengan benda dan manusia yang sifatnya sederhana dan primitif

(anak hanya memiliki minat terhadap benda dan peristiwa yang sesuai dengan daya

fantasinya)

8
3. Kesatuan jasmani dan rohani yang hampir tidak terpisahkan sebagai satu totalitas (anak

belum dapat membedakan dunia lahiriah dan batiniah)

4. Sikap hidup yang fisiognomis (secara langsung anak memberikan atribut pada setiap

penghayatannya). Setiap benda dianggap berjiwa seperti dirinya.

Sementara Mustafa (Nugraha, 2004: 58-60) mengidentifikasi beberapa karakteristik anak

usia TK, diantaranya:

1. Menggunakan semua indera untuk menjelajah benda, belajar melalui kegiatan motorik

dan partisipasi sosial

2. Rentang perhatian masih pendek, mudah bosan dan mungkin palingkan muka jika ada

respon baru

3. Minat mengembangkan dasar-dasar keterampilan berbahasa, bermain-main dengan bunyi,

mempelajari kosa kata dasar dengan konsep-konsepnya, mulai mempelajari aturan

bersifat implisit dan mengatur ekspresinya

4. Perkembangan bahasa yang pesat

5. Aktif memperhatikan segala sesuatu tetapi dengan rentang atensi yang

pendek

6. Menempatkan diri sebagai pusat dunianya sendiri; minat, perilaku dan pikiran yang

terfokus pada diri (egosentrisme)

7. Serba ingin tahu tentang dunianya sebagai anak-anak

8. Mulai tertarik dengan berbagai mekanisme kerja berbagai hal dan dunia luar di

sekitarnya.

Hal di atas dipertegas oleh pendapat Bredecamp & Copple dalam Solehuddin (Masitoh

dkk, 2005: 1.12) yang mengungkapkan bahwa terdapat berbagai hakikat atau karakteristik

anak usia dini, yaitu:

1. anak bersifat unik

9
2. relatif spontan dalam mengekpresikan perilakunya

3. bersifat aktif dan energik

4. egosentris

5. memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal

6. eksploratif dan berjiwa petualang

7. kaya dengan fantasi

8. mudah frustasi

9. kurang pertimbangan dalam bertindak

10. memiliki daya perhatian yang pendek.

Merujuk berbagai pendapat di atas disimpulkan bahwa anak TK adalah mereka yang

berusia 4 sampai 6 tahun yang memiliki karakteristik sebagai penjelajah aktif, bersifat

egosentris, aktif, energik, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terhadap apa yang dilihat serta

didengarnya, spontan dengan relasi sosialnya yang masih bersifat sederhana, dan sebagai

peniru yang hebat.

B. Hakekat Kecerdasan Naturalis

1. Pengertian Kecerdasan Naturalis

Kecerdasan naturalis merupakan bagian dari kecerdasan jamak yang berkaitan dengan

kepekaan dalam mengapresiasi alam dan lingkungan sekitar.Kemunculan kecerdasan ini

dapat dilihat dari kecintaan terhadap alam dan lingkungan melalui berbagai kegiatan seperti

kepedulian terhadap lingkungan atau konservasi lingkungan alam sekitar. Untuk memahami

kecerdasan naturalis secara lebih jelas, berikut akan dikemukakan beberapa pengertian

kecerdasan naturalis dari beberapa ahli.

Kecerdasan naturalis menurut Leslie Owen Wilson dalam tulisannya The Eight

Intelligence : Naturalistic Intelligence ( Musfiroh, 2004: 81) berkaitan dengan wilayah otak

10
yang peka terhadap pengenalan bentuk atau pola, membuat hubungan yang sangat tidak

kentara. Bukan hanya itu, kecerdasan naturalis juga berkaitan dengan wilayah otak yang peka

terhadap sensori persepsi dan bagian otak yang berkaitan dengan membedakan dan

mengklasifikasikan sesuatu, yaitu otak bagian kiri.

Gardner (Moleong, 2004: 7) mengungkapkan bahwa kecerdasan naturalis adalah

“…enables human being to recognize, categorize and characterization of the role that many

cultures value”. Kecerdasan naturalis memungkinkan manusia untuk mengenali,

mengkategorisasikan, dan menggambarkan fitur tertentu dari lingkungan.Ini

mengkombinasikan gambaran tentang kecakapan inti dengan karakteristik dari peran yang

banyak nilai budayanya.

Menurut Wilson (Arixs, 2007) kecerdasan naturalis adalah kemampuan mengenali

berbagai jenis flora dan fauna serta kejadian alam, misalnya asal-usul binatang, pertumbuhan

tanaman, terjadinya hujan, manfaat air bagi kehidupan, tata surya, dan kejadian alam

lainnya.Kecerdasan naturalis ini berkaitan dengan wilayah otak bagian kiri, yakni bagian

yang peka terhadap pengenalan bentuk atau pola kemampuan membedakan dan

mengklasifikasikan sesuatu.

Sementara Purba (2006) mengartikan kecerdasan naturalis sebagai kemampuan

menggunakan input sensorik dari alam untuk menafsirkan lingkungan seseorang. Kecerdasan

ini memungkinkan orang berkembang dengan pesat dalam lingkungan-lingkungan yang

berbeda dan mengkategorisasi, mengamati, beradaptasi, dan menggunakan fenomena alam.

Lebih lanjut Moleong (2004:10) mengartikan bahwa kecerdasan naturalis sebagai

kecerdasan yang berkaitan dengan seluruh yang diketahui di alam dunia, kecerdasan ini

sangat sensitif untuk disimulasikan dengan semua aspek alam, mencakup bertanam, binatang

cuaca dan gambaran fisik dari bumi. Di dalamnya mencakup keterampilan mengenali

berbagai kategori dan varitas dari binatang, serangga, tanaman, bunga, kemampuan

11
menanam sesuatu dan memelihara, melatih binatang, kepekaan untuk mencintai bumi

sebagaimanan keinginan untuk memeliharanya dan melindungi sumber-sumber alam.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan naturalis

merupakan kemampuan seseorang dalam menguasai pengetahuan mengenai alam, termasuk

mengenali jenis tumbuhan atau hewan dan mengerti mengenai masalah lingkungan. Mereka

pun akan sangat mudah mengingat bahkan mengenai berbagai macam jenis flora dan fauna.

Aktivitas-aktivitas yang terinspirasi oleh kecerdasan naturalis di antaranya adalah

menyelidiki, mengklasifikasi, dan mengoleksi berbagai jenis unsur di alam, melakukan

berbagai eksperimen ilmiah, dan meneliti solusi-solusi bagi berbagai keprihatinan

lingkungan.Semua aktivitas yang membantu para siswa untuk dapat mengklasifikasi

kehidupan tanaman dan menyelidiki habitat benda-benda hidup juga dapat meningkatkan

kecerdasan naturalis.

Orang-orang dengan kecerdasan naturalis yang sudah sangat berkembang di antaranya

adalah para penjelajah dan ilmuwan, seperti: para ahli lingkungan, ahli ilmu tumbuhan, dan

ahli ilmu hewan. Dilengkapi dengan apresiasi pada berbagai hubungan manusia dengan alam,

orang-orang yang kuat kecerdasan naturalisnya juga dengan mudah memiliki pengetahuan

tentang aneka hal tertentu di berbagai wilayah dari studi-studi sosial dan pengetahuan ilmiah

pada umumnya.

2. Perkembangan Naturalis Anak TK

Kecerdasan naturalis sebenarnya dimiliki setiap manusia dalam taraf yang berbeda dan

telah berkembang sejak lahir.Alam sekitar merupakan alat stimulator dinamis dan tiada

habisnya bagi anak, sebab mereka mendapatkan gambaran alam berdasarkan pandangan

sederhana dan melalui pengalaman langsung melalui panca indranya.Lebih menarik lagi,

pandangan sederhana mereka juga menciptakan rasa keterikatan terhadap dunia, dan persepsi

12
ini membantu perkembangan otak dan intelegensi mereka.

Gardner (Hastari, 2003) melihat bahwa kecerdasan naturalis ini, merupakan kecerdasan

yang memang telah dimiliki setiap orang sejak lahir."Biasanya anak balita lebih memiliki

ketertarikan terhadap kecerdasan ini, dibandingkan orang dewasa."Berdasarkan penelitian

yang dilakukan pada tahun 1991 dan 1997, ia menemukan bahwa anak-anak lebih peka dalam

mengenali lingkungan dan bukan sekedar sebagai pengetahuan semata saja, seperti

kebanyakan orang dewasa.

Musfiroh (2004: 101) mengungkapkan bahwa minat naturalis anak usia 4 tahun secara

umum adalah bahwa mereka telah mengenal siang dan malam, mendung sebagai pertanda

hujan, tahu nama-nama benda-benda langit, seperti bulan dan bintang. Mereka juga tahu

binatang piaraan perlu diberi makan, bahwa ada binatang yang hidup di air, di tanah, ada

binatang bersayap, bersirip, berkaki, dan ada pula binatang yang tidak memiliki ketiganya,

seperti ular dan cacing tanah. Selain itu, anak-anak usia 4 tahun juga telah mengenal bagian-

bagian tumbuhan, terutama daun, batang, dan bunga. Perkembangan naturalistik anak-anak

ini dipengaruhi oleh pajanan yang diberikan lingkungan terhadap mereka.

Menurut Bronson (Musfiroh, 2004:220) anak usia 5 tahun telah mengenal sains. Anak-

anak tahu bahwa semua benda punya kelas, kategori.Mereka dapat membedakan benda hidup

dan benda mati yang bergerak, sepeti kendaraan dan eskalator. Umumnya anak usia 5 tahun,

bisa mengenali ciri menonjol dari suatu benda, mereka mengidentifikasi berdasarkan

beberapa ciri seperti warna, bentuk, rasa dan ukuran.

Senada dengan yang diungkapkan oleh Brewer (Musfiroh,2004: 221) bahwa anak 5

tahun mulai dapat melakukan kategorisasi, mereka mampu memilih benda berdasarkan ciri-

ciri tertentu.Merujuk pada pernyataan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kecerdasan

naturalis telah berkembang sejak lahir pada setiap individu, dan perkembangannya sangat

dipengaruhi lingkungan. Anak usia 4-5 tahun memiliki ketertarikan terhadap binatang,

13
mengenal tumbuhan, siang malam, danbenda-benda alam, serta mampu mengkategorisasikan

hal-hal tersebut berdasarkan ciri-ciri tertentu.

3. Karakteristik Kecerdasan Naturalis

Anak-anak yang sangat kompeten dalam kecerdasan naturalis merupakan pecinta alam.

Mereka lebih senang ke taman, kebun binatang atau menikmati keindahan di aquarium,

senang memelihara binatang, mempunyai ingatan yang kuat tentang detail tempat-tempat

yang pernah dia kunjungi serta nama-nama hewan, tanaman, serta peduli terhadap lingkungan

sekitar.

Hal tersebut di atas dipertegas oleh beberapa pendapat ahli tentang karakteristik

kecerdasan naturalis, antara lain:

Armstrong (2005: 36-37) memaparkan bahwa kecerdasan naturalis tampak pada sikap-

sikap seperti :

a. Akrab dengan hewan peliharaan, maksudnya adalah anak mampu berinteraksi dengan

hewan tanpa rasa takut.

b. Menikmati berjalan-jalan di alam terbuka atau ke kebun binatang, maksudnya anak

senang ketika berada di luar ruangan seperti kebun binatang.

c. Menunjukkan kepekaan terhadap bentuk-bentuk alam (misalnya gunung, awan, dll),

maksudnya anak dapat mengenal bentuk gunung seperti segitiga, bulan itu bulat dsb.

d. Suka berkebun atau berada di dekat kebun

e. Menikmati akuarium, herbarium, terarium, atau sistem kehidupan lainnya, maksudnya

anak senang ketika melihat aquarium, tertarik untuk membersihkan aquarium dan mau

memberi makan ikan yang ada dalam aquarium.

f. Menunjukkan kesadaran ekologi yang tinggi, maksudnya anak biasa menjaga

lingkungan, misal: membuang sampah pada tempatnya, merawat tanaman dengan baik,

mau menyiram tanaman dan memelihara binatang dengan baik.

14
g. Meyakini binatang memiliki haknya sendiri, maksudnya anak tahu cara memperlakukan

binatang, misal tidak menyakiti binatang dan merawatnya dengan baik.

h. Mencatat fenomena alam: hewan, tumbuhan dan hal-hal sejenis. Maksudnya anak

mengetahui bahwa tanaman akan mati jika tidak disiram, mengenal cara berkembang

biak binatang secara sederhana, misal: dari telur menjadi ayam, mengetahui proses

metamorfosis kupu-kupu.

i. Mengenali serangga, daun-daunan dan benda-benda alam lainnya

j. Memahami topik-topik tentang sistem kehidupan. Maksudnya anak mengenal konsep

perubahan siang dan malam ( mengetahui malam itu gelap, siang itu terang), mengenal

konsep panas dan dingin, mendung dan hujan.

k. Terlibat dalam hobi atau proyek yang dikerjakan sendiri. Misal: anak senang bermain

tanah, pasir dan senang berkebun.

Gardner (Hastari, 2008) memaparkan ciri lain dari karakteristik kecerdasan lingkungan,

yaitu bila anak terlihat sangat tertarik dengan berbagai kegiatan yang dilakukan di luar

rumah, merasa nyaman bila tengah bermain di lingkungan bebas, dekat dan sayang dengan

berbagai binatang dan tumbuhan yang ia temui disekitar rumah, peka dalam mengenali

keadaan alam, misalnya saat pergantian cuaca, suara angin dan binatang malam. Rajin

mengkoleksi berbagai macam benda dari alam, seperti berbagai serangga, batu-batuan,

kerang-kerangan, serta sensitif pada fenomena alam, terus bertanya dengan kritis mengenai

berbagai jenis alam, keadaan cuaca, pengetahuan laut, ruang angkasa dan kekuatan alam

lainnya.

Sementara Moleong (2004:11) menjabarkan ciri-ciri kecerdasan naturalis sebagai

berikut:

a. Akrab dengan peliharaan

b. Menikmati berjalan-jalan di alam terbuka

15
c. Peka terhadap bentuk-bentuk alam

d. Suka berkebun atau berada dekat kebun

e. Menikmati akuarium, herbarium, terarium, atau sistem kehidupan lainnya

f. Menunjukkan kesadaran ekologi yang tinggi

g. Yakin bahwa binatang memiliki haknya sendiri

h. Mencatat fenomena alam: hewan, tumbuhan dan hal-hal sejenis

i. Menangkap serangga,daun-daunan, dan benda-benda alam lainya

j. Memahami topik-topik tentang sistem kehidupan

k. Terlibat dalam hobi atau proyek yang dikerjakan sendiri.

Senada dengan pendapat di atas, Agustin (2006, 42-43) mengungkapkan ciri-ciri

kecerdasan naturalis tampak pada perilaku anak sebagai berikut ini.

a. Cenderung menyukai alam terbuka, akrab dengan hewan peliharaan, dan menghabiskan

waktu dekat tempat-tempat hewan.

b. Gemar mengoleksi mainan binatang tiruan.

c. Menikmati komunikasi dengan binatang piaraan dan memberi mereka makanan.

d. Memiliki perhatian yang relatif besar terhadap binatang, tumbuhan dan alam.

e. Tidak takut memegang atau menyentuh binatang dan bahkan cenderung ingin selalu

dekat.

f. Memahami topik-topik tentang sistem kehidupan.

g. Terlibat dalam hobi atau proyek yang dikerjakan sendiri.

Lebih lanjut, Hastari (2008) mengungkapkan karakteristik kecerdasan lingkungan

sebagai berikut :

a. Kemampuan untuk mengenali dan mengklasifikasi mahluk hidup, seperti tanaman dan

hewan.

b. Mempunyai sensitifitas terhadap berbagai mahluk dari berbagai lingkungan hidup

16
(seperti awan dan bentuk-bentuk batuan).

c. Mengenali berbagai jenis dari lingkungan alam.

d. Lebih suka berada di udara terbuka.

e. Kebanyakan mempunyai kemungkinan sebagai "penemu" berbagai kemampuan dan

kecerdasan.

f. Cenderung berminat pada kegiatan bersifat perlindungan alam.

Merujuk pendapat-pendapat di atas, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa

seseorang yang memiliki kecerdasan naturalis atau kecerdasan lingkungan akan

memunculkan perilaku seperti: Mencintai lingkungan, mampu mengenali sifat dan tingkah

laku binatang, senang dan mampu merawat tumbuhan, serta senang kegiatan di luar (alam).

4. Sasaran Kompetensi Kecerdasan Naturalis dalam Permainan

a. Permainan untuk Pengembangan Naturalis

Kecerdasan naturalis anak tidak dapat tumbuh dengan sendirinya, tetapi harus

dirangsang. Kecerdasan naturalis tersebut dapat dirangsang melalui kegiatan menanam biji

hingga tumbuh, memelihara tanaman dalam pot, memelihara binatang, berkebun, wisata di

hutan, gunung, sungai, pantai, mengamati langit, awan, bulan, bintang, mengajak anak belajar

di alam terbuka, menghadirkan benda-benda alam ke kelas, seperti: batu, daun, bunga,

menggunakan binatang dan tanaman sebagai peraga mengajar, melakukan aktivitas yang

terkait langsung dengan alam, seperti: berkebun, memancing, atau masuk ke kolam ikan.

Selain kegiatan di atas, kecerdasan naturalis dapat pula diasah melaluli permainan-

permainan yang melibatkan benda-benda alam, termasuk tumbuhan, hewan, dan tiruannya.

Stimulasi dilakukan melalui aktivitas pengamatan terhadap proses atau bentuk-bentuk benda

alam tersebut.

17
Musfiroh (2004, 293-303) memaparkan beberapa macam permainan untuk

pengembangan naturalis, antara lain:

1) Permainan untuk pengenalan alam

Permainan aduk-aduk, permainan ini mengasah kecerdasan naturalis melalui aktivitas

mengamati proses alamiah percampuran benda.

2) Permainan untuk pengenalan tumbuhan

a) permainan daun kering daun segar

permainan ini menstimulasi kecerdasan naturalis melalui pengamatan benda hidup

(daun)

b) permainan “buah apa namanya”

permainan ini menstimulasi kecerdasan naturalis melalui identifikasi ciri-ciri buah-

buahan yang dapat dikonsumsi.

3) Permainan untuk pengenalan dunia binatang

Permainan “apa makanannya”.Permainan ini menstimulasi kecerdasan naturalis dengan

makanan yang sesuai.

b. Sasaran Kompetensi Naturalis dalam Permainan

Permainan untuk stimulasi kecerdasan naturalis untuk anak usia 4 tahun hingga 5 tahun

(TK A) relatif lebih sederhana. Apabila tuntutan dalam indiktor muncul pada perilaku anak

selama bermain, berarti kompetensi naturalis tercapai.Artinya simulasi mencapai sasaran.

Masfiroh (2004:207) memaparkan kompetensi naturalis yang dikembangkan di

permainan, dalam bentuk tabel berikut.

18
Tabel 2.1
Sasaran Kompetensi Naturalis Anak Usia 4 hingga 5 Tahun dan Indikatornya
dalam Permainan.

Judul Hal Kompetensi Indikator Kompetensi

Permainan Naturalis

Telur-Ayam 179 Anak bermain Anak terlibat aktif dalam

mengamati permainan

hewan Anak dapat mengurutkan gambar

dari telur-ayam

Anak dapat mengurutkan gambar

dari biji-kacang

Mana Buahku 181 Anak berminat Anak terlibat aktif dalam

mengamati dan permainan

mengenal Anak dapat mencocokkan gambar

dunia tumbuhan dengan buahnya

tumbuhan Anak dapat mencocokkan daun dan

gambar buah

Tarian Alam 183 Anak suka dan Anak menikmati permainan

cinta terhadap Anak dapat menirukan gerak pohon

alam tertiup angin, ikan berenang,

burung-burung terbang dengan

gaya masing-masing

Anak menyimak narasi tentang

alam yang diucapkan pendidik

Pohonku 185 Anak Anak terlibat aktif dalam

sayang mencintai permainan

19
tumbuhan Anak dapat berpura-pura menyiram

dan memupuk

Sumber: Bermain sambil Belajar dan Mengasah Kecerdasan


(Musfiroh, 2004:207)

Menurut tabel di atas, musfiroh memaparkan bahwa ketercapaian sasaran didasarkan

pada keterpenuhan indikator melalui perilaku yang tampak. Apabila sebagian besar anak

memunculkannya, permainan telah mencapai sasaran.Apabila tidak, pendidik perlu

mendekatkan anak dengan alam yang sesungguhnya, terutama anak-anak di perkotaan.

Sedangkan permainan untuk anak usia 5 hingga 6 tahun relatif lebih kompleks dan

berkaitan langsung dengan benda-benda alam. Semua permainan diarahkan kepada

pencapaian kompetensi naturalis.Apabila tidak, pendidik perlu mendekatkan anak dengan

alam yang sesungguhnya, terutama anak-anak di perkotaan.Kompetensi naturalis yang

dibidik, diuraikan oleh Musfiroh (2004: 322-323) dalam bentuk tabel sebagai berikut.

Tabel 2.2
Sasaran Kompetensi Naturalis Anak Usia 5 hingga 6 Tahun dan
indikatornya dalam Permainan.

Judul Hal Kompetensi Indikator Kompetensi

permainan Naturalis

Aduk-aduk 293 Anak Anak terlibat aktif dalam permainan

berminat Anak tertarik melihat perubahan zat

mengamati Anak mau menyatakan pendapatnya

proses setelah melihat proses pencampuran

alamiah benda padat dan cair

percampuran Anak dapat menjawab pertanyaan

benda berbeda dengan melihat pada hasil

20
sifat percampuran (keruh, coklat,dsb)

Daun kering 295 Anak senang Anak terlibat aktif dalam permainan

Daun segar mengamati Anak senang mengumpul daun

dunia kering dan segar

tumbuhan Anak dapat mencocokkan daun dari

jenis yang sama (kering dan segar)

Anak dapat menunjukkan

perbedaan daun kering dan daun

segar dari jenis yang sama

Buah apa 297 Anak senang Anak terlibat aktif dalam permainan

namanya mengenal

berbagai Anak dapat menjawab teka-teki

buah-buahan nama buah

Anak-anak dapat menunjukkan

gambar buah yang dimaksud

Apa 300 Anak senang Anak terlibat aktif dalam permainan

makanannya mengenal
Anak dapat menunjukkan makanan
kehidupan
hewan yang ditanyakan dalam
hewan
permainan

Anak menirukan jalan berbagai

binatang tersebut

Anak dapat menirukan cara

makanan binatang itu

Sumber: Bermain sambil Belajar dan Mengasah Kecerdasan


(Musfiroh, 2004: 322-323)

21
Musfiroh memaparkan tabel sebagai berikut; stimulasi naturalis untuk anak usia 5 hingga

6 tahun mulai berkaitan dengan alam, bahkan melalui permainan “eksperimen” sederhana.

Anak-anak umumnya sangat antusias, bahkan mengembangkan sendiri permainan tersebut.

Guru perlu menanggalkan sikap “takut kotor” apabila ingin menerapkan permainan dan

memperoleh hasil yang baik.

C. Hakekat Pembelajaran Sains di Taman Kanak-kanak

1. Pengertian Sains

Untuk memahami sains, haruslah dilandasi dengan pengertian sains yang dikemukakan

oleh para ahli. Berbagai pandangan tentang sains dikemukan oleh para ahli sains dan

pendidikan sains dengan tujuan mengembangkan definisi tentang sains sehingga menambah

pemahamanan terhadap sains itu sendiri.Dari sudut bahasa atau kita kenal dengan istilah

etimologi, sains berasal dari bahasa latin “scientia” yang berarti pengetahuan atau knowledge

(Poedjiadi,1987: 9).

Senada dengan definisi di atas, Kuslan Stone (Rosalina,2009: 23) menyebutkan bahwa

sains adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan

pengetahuan itu.

Carin (Nugraha, 2003: 5) menegaskan bahwa sains itu bukan hanya pengetahuan ilmiah

(scientific knowledge), tetapi juga sebagai human enterprise (media penggali keuntungan

alam) yang melibatkan operasional mental, keterampilan dan strategi, dan sebagainya.

Tentunya diperuntukan bagi pemenuhan segala kebutuhan dan keperluan hidup manusia di

dunia

Suppe (Poedjiadi,1987: 11), mengartikan sains sebagai pengetahuan tentang alam

(natural world) yang diperoleh dari interaksi indera dengan dunia tersebut, dengan

22
keterangan bahwa; observasi dilakukan melalui indera, dan proses obsservasi mengandung

interaksi dua arah antara orang yang mengobservasi dan yang diobservasi.

Sementara Hungeford, Volk & Ramsey (Toharudin, 2007:3) mendefinisikan sains ke

dalam 3 pengertian: pertama, sains adalah proses memperoleh informasi melalui metode

empiris (empirical method), kedua, sains adalah informasi yang diperoleh melalui

penyelidikan yang telah ditata secara logis dan sistematis. Ketiga, sains adalah suatu

kombinasi proses berfikir yang menghasilkan informasi yang dapat dipercaya dan valid

Sedangkan Ernest Hagel (Nugraha, 2003: 4), memandang sains dari 3 aspek, yaitu :

pertama, dari aspek tujuan, sains adalah sebagai alat untuk menguasai alam dan untuk

memberikan sumbangan kepada kesejahteraan manusia. Kedua, sains sebagai suatu

pengetahuan yang sistematis dan tangguh dalam arti merupakan suatu hasil atau kesimpulan

yang didapat dari berbagai peristiwa.Ketiga, sains sebagi metode, yaitu merupakan suatu

perangkat aturan untuk memecahkan masalah, untuk mendapatkan atau mengetahui penyebab

dari suatu kejadian dan untuk mendapatkan hukum-hukum atau teori-teori dari obyek yang

diamati.

Lebih lanjut Conant (Poedjiadi,1987: 12) memberikan pengertian sains sebagai

serangkaian konsep dan skema konseptual yang dikembangkan sebagai hasil eksperimen dan

observasi selanjutnya.

Berdasarkan definisi-definisi yang telah diuraikan, dapat ditarik kesimpulan bahwa sains

dapat dipandang sebagai suatu proses; yaitu mencari pengetahuan atau informasi, maupun

hasil atau produk; yaitu pengetahuan atau informasi itu sendiri, serta sebagai sikap; yaitu

perilaku dalam mencari dan mempergunakan informasi atau pengetahuan.

23
2. Pembelajaran Sains di Taman Kanak-kanak

a. Tujuan Pembelajaran Sains di Taman Kanak-kanak

Pada hakikatnya tujuan pembelajaran sains selaras dengan tujuan pembelajaran di

sekolah.Menurut Mager dalam Uno (Hamzah, 2006:35), tujuan pembelajaran sebagai

perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dilakukan oleh anak pada kondisi dan tingkat

kompetisi tertentu. Artinya anak memiliki kemampuan dalam menguasai proses sains,

menguasai produk sains dan memiliki sikap sainstis berdasarkan tingkat perkembangan anak.

Sementara Solehudin (2005:56) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran di TK untuk

memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal dan menyeluruh sesuai

dengan norma-norma dan nilai-nilai kehidupan yang dianut dengan mengembangkan segenap

potensi yang dimiliki anak, agama, intelektual, sosial, emosi, dan fisik, memiliki dasar-dasar

aqidah yang lurus sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya, memiliki kebiasaan-kebiasaan

perilaku yang diharapkan, menguasai sejumlah pengetahuan dan keterampilan dasar sesuai

dengan kebutuhan dan tingkat perkembangan anak, serta memiliki motivasi dan sikap belajar

yang positif.

Pendapat-pendapat di atas memaparkan tujuan pendidikan yang memiliki tujuan yang

luas, sementara untuk lebih mempermudah dalam pembelajaran sains, ada beberapa pendapat

yang menguraikan tujuan pembelajaran sains yang lebih khusus namun sejalan dengan tujuan

pendidikan pada umumnya.

Pendidikan IPA di Indonesia bertujuan untuk (Rosalina, 2009:37):

1) Memberi pengetahuan sebagai bekal hidup kepada anak tentang dunia di mana mereka

hidup, agar anak tidak keliru terhadap alam sekitar.

2) Memberi bekal pengetahuan praktis, agar anak dapat menyongsong dan menghadapi

kehidupan modern yang serba praktis dan tepat.

24
3) Menanamkan sikap hidup yang ilmiah; seperti sikap objektif, tidak tergesa-gesa dalam

mengambil kesimpulan, terbuka, dapat membedakan antara fakta dan opini, bersifat hati-

hati, dan mempunyai rasa ingin menyelidiki.

4) Memberikan keterampilan yang dapat digunakan dalam mengatasi segala permasalahan

yang ditemukan dalam kehidupannya.

5) Menanamkan rasa hormat dan menghargai kepada penemu-penemu IPA, yang telah

banyak berjasa bagi kesejahteraan dunia dan mansuia.

6) Menanamkan rasa cinta terhadap alam sekitar, sehingga menyadari kebesaran dan

keagungan Tuhan yang Maha Esa.

Menurut tujuan IPA diatas Rosalina (2009:38) menyimpulkan secara khusus tujuan

permainan sains di Taman Kanak-kanak. Adapun tujuan permainan sains tersebut antara lain

agar anak memiliki kemampuan:

a) Mengamati perubahan-perubahan yang terjadi di sekitarnya,seperti perubahan antara

pagi, siang dan malam ataupun perubahan dari bentuk padat menjadi cair.

b) Melakukan percobaan-percobaan sederhana, seperti biji buah yang ditanam akan tumbuh

atau percobaan pada balon yang diisi gas akan terbang bila dilepaskan ke udara.

c) Melakukan kegiatan membandingkan, memperkirakan, mengklasifikasikan serta

mengkomunikasikan tentang sesuatu sebagai hasil sebuah pengamatan yang sudah

dilakukannya. Seperti badan sapi lebih besar dari badan kambing tetapi badan sapi lebih

kecil dari badan gajah.

d) Meningkatkan kreativitas dan keinovasian, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan

alam, sehingga siswa akan dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Seperti anak

dapat menjangkau buah jambu di atas pohon dengan cara menyambung dua batang kayu

yang pendek sehingga menjadi lebih panjang dan dapat dipergunakan sebagai alat bantu

dalam bekerja.

25
Sementara, Soekarno, dkk (1981:26-27) merumuskan tujuan pembelajaran sains pada

anak mencakup pada empat hal, yaitu:

a) Memberikan pengetahuan kepada anak tentang dunia, bagaimana kita bersikap terhadap

alam

b) Menanamkan sikap hidup yang alamiah, artinya anak memiliki sikap rasa ingin tahu

yang besar, jiwa anak terisi dengan sejumlah pengetahuan yang teratur (sains),

keterampilan dalam mengobservasi dan mengemukakan pendapat berkembang dengan

baik, tidak mudah putus asa ketika mengalami kegagalan, tidak mudah percaya sebelum

ada bukti yang lengkap, terbuka, jujur dalam mengambil keputusan

c) Memberi pengetahuan tentang sains itu sendiri, juga memberikan keterampilan yang

berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam melakukan percobaan sains

d) Mendidik anak untuk menghargai penemu-penemu sains dan mereka tertarik untuk

mempelajari sains lebih lanjut.

Lebih lanjut, Leeper (Nugraha, 2008: 25) memaparkan tujuan pengembangan

pembelajaran sains pada anak usia dini, hendaknya ditujukan untuk merealisasikan empat hal,

yaitu:

a) Pengembangan pembelajaran sains pada anak usia dini ditujukan agar anak-anak

memiliki kemampuan memecahkan masalah yang dihadapinya melalui penggunaan

metode sains, sehingga anak-anak terbantu dan menjadi terampil dalam menyelesaikan

berbagai hal yang dihadapinya.

b) Pengembangan pembelajaran sains pada anak usia dini ditujukan agar anak-anak

memiliki sikap-sikap ilmiah. Hal yang mendasar, misalkan tidak cepat-cepat dalam

mengambil keputusan, dapat melihat segala sesuatu dari berbagai sudut pandang, berhati-

hati terhadap informasi-informasi yang diterimanya serta bersifat terbuka.

26
c) Pengembangan pembelajaran sains pada anak usia dini ditujukan agar anak-anak

mendapatkan pengetahuan dan informasi ilmiah (yang lebih percaya dan baik),

maksudnya adalah segala informasi yang diperoleh anak berdasarkan standar keilmuan

yang semestinya, karena informasi yang disajikan merupakan hasil temuan dan rumusan

yang obyektif serta sesuai kaidah-kaidah keilmuan yang manaunginya.

d) Pengembangan pembelajaran sains pada anak usia dini ditujukan agar anak-anak menjadi

lebih berminat dan tertarik untuk menghayati sains yang berada dan ditemukan di

lingkungan dan alam sekitarnya.

Berdasarkan tujuan sains yang telah diuraikan di atas, diharapkan dapat berdampak

terhadap meningkatnya kecerdasan dan pemahaman anak tentang dunia beserta rahasianya.

Tujuan pembelajaran sains tersebut, tidak hanya mengembangkan aspek kognitif saja,

melainkan psikomotor dan aspek afektif anak sebagai satu kesatuan.

Selain itu, Nugraha (2008: 27-28) menyajikan tujuan pengembangan pembelajaran sains

menjadi tiga dimensi utama bagi sasaran pokoknya, yaitu dimensi produk, dimensi proses

serta dimensi sikap sains.

Penjabaran tujuan pendidikan dan pembelajaran sains yang dikaitkan dengan ketiga

dimensi utama di atas dapat dijelaskan masing-masing sebagai berikut:

Pertama, tujuan pengembangan pembelajaran sains dari dimensi sains sebagai

produk.Tujuan-tujuan pengembangan pembelajaran sains yang terkait dengan dimensi produk

adalah pendidikan sains diarahkan pada pengenalan dan penguasaan fakta, konsep, prinsip,

teori maupun aspek-aspek lain yang terkait dengan hal-hal yang ditemukan dalam bidang

sains itu sendiri.

Di samping itu, pada sains sebagai produk, anak difokuskan dalam mengenali dan

menguasai kumpulan pengetahuan, serta diarahkan pada kemampuan untuk menjelaskan apa

yang diketahuinya, dan juga mampu menyampaikan cara-cara yang digunakan dalam

27
menguasai produk-produk pengetahuan yang dimiliki anak berdasarkan kemampuan,

karakteristik dan tahapan-tahapan atau tugas-tugas perkembangan anak.

Kedua, tujuan pembelajaran sains yang dihubungkan dengan dimensi sains sebagai

proses, yaitu diarahkan pada penguasaan keterampilan yang diperlukan dalam menggali dan

mengenal sains. Kemampuan akhirnya adalah anak menguasai cara-cara kerja yang ditempuh

dalam menyingkap dan menyelesaikan masalah yang terkait dengannya.

Seseorang dikatakan menguasai sains dari dimensi proses, apabila cara kerja dia dalam

mengenal, menggali, dan mengungkapkan segala sesuatu yang terkait dengan alam serta

segala permasalahannya menggunakan metode ilmiah; mengikuti proses bidang yang

merupakan bagian yang harus dikuasai anak dengan prosedur dan teknik yang benar dalam

mengenal alam dan fenomenanya. Melekat dan meningkatnya kemampuan anak dalam

melakukan proses sains secara benar merupakan indikator kunci bahwa sains yang diberikan

pada anak terjadi secara bermakna.

Ketiga, tujuan pembelajaran sains terkait dimensi sains sebagai sikap, maksudnya adalah

pengembangan sains pada anak usia dini secara bertahap diarahkan pada suatu pembentukan

pribadi atau karakter (character building), sehingga anak sebagai sasaran dan yang akan

menjadi output serta outcome pendidikan dan pembelajaran sains sejak dini telah ditanamkan

benih-benih sikap yang sesuai dengan tuntutan dan kriteria sebagai seorang benar dalam

memahami dan mendalami sains, dengan kata lain sikap ilmuwan diperkenalkan secara

berangsur-angsur sejak anak mulai atau mengenali sains.

Secara sistematik Nugraha (2008: 29-31) menguraikan tujuan program pengembangan

pembelajaran sains dalam tampilan tabel berikut:

28
Tabel 2.3
Dimensi, Tujuan dan Target Pengembangan Pembelajaran Sains pada Anak
Usia Dini

Dimensi Tujuan dan dapat


Pribadi yang
No. Sains yang Dikembangan
Terbentuk (Totalitas)
diprogramkan (Setiap Bidang)
1. Sains sebagai • Penguasaan fakta, Memiliki bekal
Produk konsep, prinsi dan teori kemampuan dasar
(kumpulan pengetahuan) untuk keperluan
• Penguasaan segala kehidupannya.
sesuatu yang ditemukan
dalam bidang sains
• Kemampuan
menjelaskan segala
sesuatu yang
diketahuinya secara
memadai
• Kemampuan
menjelaskan cara-cara
menguasai produk sains
tersebut
• Penguasaan sains
sebagai produk secara
komprehensif dan utuh.
2 Sains sebagai • Penguasaan • Memiliki
Proses keterampilan yang keterampilan-
diperlukan untuk keterampilan
menggali dan dalam
menemukan sains memperoleh,
• Menguasai prosedur mengembangkan
kerja menyingkap dan menerapkan
alam/lingkungan dengan konsep sains
mengikuti proses ilmiah dalam
(metode ilmiah) kehidupannya
• Menguasai cara-cara • Memiliki sikap
dalam menyelesaikan ilmiah dan
masalah yang terkait menggunakan
dengan penggalian an pendekatannya
pengembangan dalam
pembelajaran sains menyelesaikan
• Keterampilan/proses masalah hidup
yang secara benar harus yang dihadapinya
dimiliki, diantaranya • Memiliki
keterampilan: kesadaran akan
o Mengamati keteraturan alam
o Menggolongkan dan segala
o Mengukur keindahan yang
o Menguraikan ada di sekitarnya,

29
o Menjelaskan sehingga timbul
o Mengajukan mencintai dan
petanyaan memeliharanya
o Merumuskan
problem
o Merumuskan
hipotesis
o Merancang penelitian
o Merancang
eksperimen
o Mengumpulkan data
o Menganalisis data
o Menarik kesimpulan
o Dan sebagainya
3. Sains sebagai • Pembentukan pribadi • Memiliki tingkat
Sikap (character building) kreativitas dan
yang merupakan inovasi yang lebih
cerminan sikap dari berarti
ilmuwan (scientist) • Tumbuh dan
• Sejumlah sikap yang berkembang minat
harus dikembangkan, untuk studi lanjut
diantaranya pada bidang sains
o Sikap jujur khususnya dan
o Sikap kritis bidang lain pada
o Sikap kreatif umumnya.
o Positif terhadap
kegagalan
o Sikap rendah hati
o Tidak mudah putus
asa
o Keterbukaan untuk
dikritik dan diuji
o Sikap menghargai
dan menerima
masukan
o Berpedoman pada
fakta dan data
o Hasrat ingin tahu
tinggi
o Dan sebagainya

Sumber: Pengembangan Pembelajaran Sains pada Anak Usia Dini


(Nugraha: 2008: 30-31)

Nugraha menjelaskan makna tabel di atas bahwa semakin banyak indikator dan perilaku

sains melekat pada anak sebagaimana diprogramkan, maka akan semakin dapat dikatakan,

bahwa program pengembangan pembelajaran sains pada anak usia dini yang dilakukan

30
mendapat keberhasilan, sebaliknya semakin sedikit kemampuan dan sikap sains melekat pada

setiap anak, maka dapat dikatakan program pengembangan pembelajaran sains pada anak

usia dini yang dikembangkan belum mencapai keberhasilan. Hal tersebut berarti

mengharuskan kita untuk menelusuri pada bagian mana tujuan-tujuan pembelajaran sains

yang belum tercapai, dan tentunya harus dimunculkan program perbaikan.

Dapat dikatakan pula bahwa semakin tinggi kemampuan dan sikap sains melekat pada

anak, maka akan semakin berarti (significant) pula kemampuan tersebut dalam menunjang

produktivitas dan aktivitas anak dalam pengungkapan dan penggalian sains. Tingginya

kemampuan dan sikap sains yang dimiliki anak mencerminkan akan semakin terampilnya

anak dalam mengenali obyek sains, berpikir logis dan mengikuti prosedur kerja sesuai

standar kerja ilmiah yang dipersyaratkan.

Merujuk pada beberapa tujuan pembelajaran sains yang telah diuraikan di atas, maka

dapat disimpulkan beberapa tujuan pembelajaran sains secara terperinci, sebagai berikut:

a) Menumbuhkan minat anak dalam mempelajari sains dan mengetahui manfaat bagi

kehidupannya

b) Membantu anak dalam memahami konsep sains dalam kehidupan sehari-hari

c) Membantu anak menyenangi sains

d) Membantu anak dalam memperoleh keterampilan sains

e) Mengembangkan sikap saintis pada anak

f) Membantu anak memecahkan masalah dengan kajian ilmiah

g) Membiasakan anak menggunakan, memelihara dan menciptakan teknologi sederhana

dalam kehidupan sehari-hari

h) Membiasakan anak untuk menyadari dan bersyukur atas karunia serta kekuasaan Alloh

SWT dengan memelihara dan memanfaatkan alam sekitar dengan penuh tanggung

jawab.

31
b. Perencanaan Pembelajaran Sains

Perencanaan pembelajaran merupakan komponen penting sebagai langkah awal dalam

pelaksanaan pembelajaran.Di bawah ini ada beberapa definisi yang dapat menggambarkan

tentang perencanaan pembelajaran, sehingga dapat membantu dalam memahami perencanaan

pembelajaran pada umumnya dan pembelajaran sains pada khususnya.

Menurut Gie (Nugraha, 2008:108) perencanaan adalah aktivitas yang menggambarkan di

muka hal-hal yang harus dikerjakan dan cara mengerjakannya dalam mencapai tujuan yang

telah ditentukan.

Nana Sudjana (Masitoh, dkk:4.3-4.4), secara umum mendefinisikan perencanaan

pembelajaran adalah kegiatan memproyeksikan tindakan apa yang akan dilakukan dalam

suatu pembelajaran, yaitu dengan mengkoordinasikan (mengatur dan menetapkan)

komponen-komponen pembelajaran, sehingga arah kegiatan (tujuan), isi kegiatan (materi),

cara penyampaian kegiatan (metode dan teknik) serta bagaimana mengukurnya (evaluasi)

menjadi jelas dan sistematis.

Pendapat lain dikemukakan oleh Murdick dan Ross (Rosalina, 2009:43) bahwa

perencanaan merupakan pemikiran yang mendahului tindakan mencakup pengembangan dan

pemilikan alternatif-alternatif tindakan yang diperlukan untuk mencapai suatu tujuan.

Lebih lanjut, Nugraha mengatakan pemahaman perencanaan pembelajaran tergantung

pada pemahaman kita tentang konsep dan ruang lingkup pembelajaran. Artinya bahwa

batasan perencanaan akan tepat sesuai dengan jumlah aspek-aspek yang dapat diidentifikasi

oleh perencana. Batasannya akan menjadi semakin beragam dan khas apabila konteks

pembelajaran yang dihadapi bersifat khusus, misalnya batasan perencanaan pembelajaran

sains akan berbeda dengan batasan perencanaan pembelajaran matematika dan sebagainya.

Apabila aspek-aspek yang terkait dengan pembelajaran sains itu meliputi tujuan, dukungan

32
material yang dibutuhkan, penyiapan anak, pengembangan kegiatan, penguatan dan

penghargaan, lembar kerja anak dan evaluasi, maka batasan dari perencanaan pembelajaran

sains adalah memprediksi atau memperkirakan hal-hal yang diperlukan sebagaimana

kebutuhan dari unsur-unsur yang teridentifikasi tersebut.

Berdasarkan paparan di atas, Nugraha (2008: 109), menyimpulkan beberapa alasan

pentingnya melakukan perencanaan pembelajaran sains, yaitu:

a) Pilihan-pilihan kegiatan serta hal-hal yang dibutuhkan dan akan dilakukan dalam

pembelajaran sains menjadi terjabarkan secara lebih sistematis, sesuai format yang

dipilih dan tertib.

b) Perencanaan sains yang dikembangkan dapat memberikan arah dan tugas jelas, sehingga

hal-hal yang harus ditempuh dan dilaksanakan guru terhindar dari kesalahan.

c) Mempermudah guru dalam melaksanakan pembelajaran sains.

d) Menumbuhkan rasa percaya diri guru dalam melaksanakan pembelajaran sains.

e) Menjamin kontinuitas program dan pembelajaran sains yang dilaksanakan.

Sedangkan dalam menetapkan alokasi waktu untuk setiap kegiatan, guru hendakanya

memperhatikan waktu yang dibutuhkan anak dapat terlibat dalam aktivitas yang

direncanakan. Hartati (Rosalina, 2009: 45) mengatakan dalam perencanaan guru membuat

tujuan-tujuan yang akan dicapai dalam proses pembelajaran, metode yang akan dilaksnakan,

materi kegiatan yang akan diberikan kepada anak serta pencatatan perkembangan yang akan

dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran.

Paparan di atas memberikan gambaran bahwa dalam menyusun perencanaan

pembelajaran sains, hendaknya dittentukan dulu tentang tujuan pembelajaran yang akan

dicapai, metode, materi, media, alokasi waktu, serta bentuk evaluasi yang digunakan.

Sehingga apa yang diharapkan dari pembelajaran sains itu dapat tercapai.

33
c. Pelaksanaan Pembelajaran Sains untuk Anak Taman Kanak-kanak

Pengembangan sains merupakan bagian dari bidang pengembangan lainnya yang penting

dan memiliki peranan penting bagi perkembangan anak usia dini. Pada umumnya anak-anak

tidak menyadari bahwa kegiatan penyelidikan atau penemuan yang mereka lakukan sehari-

hari sebenarnya merupakan suatu kegiatan sains.

Pengalaman awal dari sejumlah aktivitas nyata dengan menggunakan alat-alat dan

bahan-bahan sederhana akan membuat anak lebih mudah memahami konsep sains yang

cenderung abstrak. Pada dasarnya konsep ilmu pengetahuan dapat dipelajari melalui

pengalaman sehari-hari yang nyata dan sederhana. Suasana yang menarik dan menyenangkan

akan memotivasi anak untuk terus menerus mencari jawaban terhadap apa yang ia pikirkan.

Anak-anak yang telah termotivasi biasanya akan selalu tergerak untuk bereksplorasi di

manapun ia berada, baik di rumah ataupun di sekolah bahkan saat ia sedang berpiknik

bersama keluarganya. Anak yang ingin belajar agar mendapatkan pengalaman ilmu

pengetahuan, sebenarnya tidak membutuhkan belajar tentang fakta.Mereka hanya ingin

mencari tahu dan memanfaatkan informasi yang diperoleh secara kreatif dan

produktif.Seperti pada ilmuwan, anak membutuhkan keterampilan bagaimana caranya

menggunakan kemampuan observasi, mengklasifikasikan, mengukur, memprediksi,

melakukan eksperimen dan berkomunikasi seperti saat dia menjelajah.Menolong anak untuk

mengembangkan kemampuan-kemampuan tersebut dapat membuat mereka senang dan

menyukai ilmu pengetahuan.

Liek Wilarjo (Nugraha, 2003: 28) berpendapat bahwa fokus dan tekanan pendidikan

sains terletak pada bagaimana kita membiarkan diri (dalam hal ini diartikan sebagai diri anak)

dididik oleh alam (perantaranya bisa guru atau orang dewasa), agar menjadi manusia yang

lebih baik.

34
Fokus dan pedoman untuk mendorong anak melakukan kegiatan sains adalah mengikuti

apa yang anak inginkan, serta menjaga agar tidak memberi petunjuk atau mendominasi apa

yang anak inginkan, serta menjaga agar tidak member petunjuk atau mendominasi. (Sujiono

dalam Rosliana, 2009: 47)

Sementara, Nugraha (2008:15) menjelaskan hakikat pembelajaran sains, sama dengan

hakikat pendidikan atau pengembangan lainnya. Pembelajaran sains akan menjadi pendidikan

yang baik jika mampu mengindividualisasikan sains pada anak secara baik, yaitu menjadi

bersifat pribadi (personal), melekat pada kehidupannya, berkembang sesuai karakteristiknya

serta sesuai dengan kesanggupan anak.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat ditarik benang merah, bahwa umumnya

pemahaman perkembangan dan karakteristik anak secara memadai akan dapat

mengoptimalkan kegiatan-kegiatan sains yang dilaksanakan, yaitu kegiatan yang terkendali,

optimal dan kondusif bagi pembelajaran. Dan untuk mencapai hal tersebut dibutuhkan satu

pembelajaran sains yang terpadu dan disajikan dengan menarik sesuai tema-tema sains untuk

anak TK.

Lebih lanjut Nugraha (2008:17) menggambarkan secara skematik keterkaitan antara

sains, kita (guru, orang tua atau pendidik) serta anak sebagai sasaran atau objek sains dapat

digambarkan sebagai berikut:


SAINS

Pengembangan
Pembelajaran

KITA ANAK
Bagan2.1
Skema Keterkaitan Sains, Kita dan Anak
(Nugraha, 2008:17)

35
Nugraha (2008:17) menjelaskan skema di atas bahwa pengembangan pembelajaran bagi

anak agar efektif dan optimal hendaklah melalui cara-cara yang dapat menyatukan sains, kita

dan anak dalam satu pusat atau kegiatan yang sinergis dan harmonis.

Berdasarkan pendapat di atas, alangkah lebih baik jika dalam pembelajaran sains terdapat

beberapa batasan yang dijadikan acuan, sehingga apa yang diharapakan dari pembelajaran

sains di atas dapat tercapai dengan baik.

Menurut Kartini Marzuki (Rosalina, 2009: 49), terdapat rambu-rambu yang dapat

menjadi acuan dalam pembelajaran sains di TK, yaitu:

a) Bersifat konkrit

b) Hubungan sebab akibat terlihat secara langsung

c) Memungkinkan anak melakukan eksplorasi

d) Memungkinkan anak menkonstruksi pengetahuan sendiri

e) Lebih menekankan proses daripada produk

f) Memungkinkan anak menggunakan bahasa dan matematika

g) Menyajikan kegiatan yang menarik (the wonder science)

Selain rambu-rambu di atas, pembelajran sains di TK hendaknya memiliki topik-topik

sains yang khusus, dekat dengan anak, mudah dan sesuai dengan usia mereka. Topik-topik

sains yang diberikan tersebut, harus lebih bersifat memberikan pengalaman tangan pertama

(first hand experience) kepada anak, bukan mempelajari konsep sains yang abstrak.Selain itu

pembelajaran sains hendaknya mengembangkan kemampuan observasi, klasifikasi,

pengukuran, menggunakan bilangan dan mengidentifikasi hubungan sebab akibat.

Wolfinger (Suryanto, 2006:5-8) mengidentifikasi beberapa topik sains yang disukai anak

sebagai berikut:

a) Mengenal gerak

36
Anak sangat senang bermain dengan benda-benda yang dapat bergerak, memutar,

menggelinding, melenting, atau melorot.

b) Mengenal benda cair

Bermain dengan air merupakan salah satu kesenangan anak. Guru dapat mengarahkan

pemainan tersebut agar anak dapat memiliki berbagai pengalaman tentang air. Berbagai

kegiatan bermain dengan air sepaerti benda-benda yang tembus dan tidak tembus air,

tenggelam dan terapung, dan aliran air sangat disukai anak.

c) Tenggelam dan terapung

Tujuan kegiatan ini adalah agar anak diberi pengalaman bahwa ada benda yang

tenggelam dan ada yang terapung.Anak sering mengira benda yang berukuran kecil

terapung dan yang besar tenggelam.Tenggelam atau terapung tidak ditentukan oleh

ukuran benda melainkan oleh berat jenis benda.

d) Larut dan tidak larut

Sebagian benda larut ke dalam air dan sebagian lagi tidak. Masukan gula, garam dan

warna pada dalam air sehingga akan membentuk larutan. Jika larutan dibiarkan, maka

akan membentuk endapan, kecuali jika airnya diupakan semua. Benda lain tidak larut

dalam air, seperti tepung, pasir dan minyak.

e) Mengenal timbangan (neraca)

Neraca sangat baik untuk melatih anak menghubungkan sebab akibat karena hasilnya

akan nampak secara langsung jika di satu lengan timbangan di tambah, maka beban akan

turun. Demikian pula jika beban digeser menjauhi sumbu. Berbagai benda memiliki

massa jenis berbeda. Kapas dan spon memiliki massa jenis yang lebih kecil dibanding

besi dan batu, meskipun batu dan besi ukurannya kecil tetapi akan lebih berat dari kapas

atau spon.

37
f) Bermain gelembung sabun

Anak sangat menyukai bermain dengan gelembung sabun. Dengan menambahkan satu

sendok gliserin pada dua liter air, larutan sabun, akan diperoleh larutan sabun yang

menakjubkan yang dapat digunakan untuk membentuk gelembung raksasa, jendela kaca,

atau bentuk lainnya dari busa.

g) Mengenal benda-benda lenting

Benda-benda dari karet pada umumnya memiliki kelenturan sehingga mampu melenting

jika dijatuhkan.Demikian pula benda dari karet yang diisi udara, seperti bola basket, bola

voli dan bola plastik.Anak sangat senang bermain dengan benda-benda tersebut.

h) Mengenal binatang

Binatang merupakan makhluk yang menarik bagi anak-anak karena mampu merespon

rangsang.Anjing, misalnya mampu mengembalikan benda-benda yang dilemparkan

pemiliknya.Memelihara hewan peliharaan dapat mengembangkan rasa kasih dan sayang

pada anak. Melalui binatang anak akan belajar banyak tentang makhluk tersebut.

i) Mencampur warna dan zat

Anak-anak senang bermain dengan warna.misalnya mencampur warna kuning dengan

biru menghasilkan warna hijau.

j) Bermain dengan udara

Udara tidak kelihatan, sehingga sulit bagi anak untuk mengenalnya.Melalui berbagai

kegiatan, guru dapat mengenalkan udara untuk membantu anak menyadari bahwa udara

itu ada, meskipun tidak kelihatan.

k) Bermain dengan bayang-bayang

Bayang-bayang merupakan fenomena yang menarik dan kadang menakutkan bagi anak.

Mengenalkannya akan membuat anak tidak takut dengan bayang-bayang.

38
l) Melakukan percobaan sederhana

Anak sangat antusias untuk melakukan percobaan dan ingin tahu hasilnya. Menanam biji,

sebagian disiram dan yang lain tidak, dapat dijadikan percobaan yang menarik bagi anak..

m) Mengenal api dan pembakaran

Kegiatan yang menggunakan api harus dibawah pengamatan guru secara langsung agar

tidak terjadi al-hal yang tidak diinginkan. Anak suka mengamati sesuatu yang terrbakar

dan perubahan benda akibat terbakar.

n) Mengenal es

Es bisa menjadi air dan air dapat menjadi es.Kelak anak mengenal bahwa es adalah air

yang membeku. Proses tersebut membantu anak mengenal asal mula suatu benda, suatu

proses menuju objek permanen dan hubungan sebab akibat.

o) Bermain dengan pasir

Bermain pasir dengan menggunakan berbagai kaleng atau takaran akan membantu anak

memahami konservasi volume.

p) Bermain dengan bunyi

Bunyi terbentuk oleh udara yang bergetar oleh karena itu bunyi dapat dibuat dengan cara

menggetarkan udara, seperti memukul, meniup, atau menggoyang benda.

q) Bermain dengan magnet

Anak TK mungkin masih memandang magnet sebagai barang ajaib, tetapi mengenalkan

kemagnetan tidak jadi persoalan

Sementara Abruscato (Nugraha, 2003:106-107) memaparkan ruang lingkup sains dilihat

dari isi bahan kajian meliputi materi atau disiplin yang terkait dengan bumi dan jagat raya

/ilmu bumi (pengetahuan tentang bintang, matahari dan planet, kajian tentang tanah, batuan

dan pegunungan serta kajian tentang cuaca atau musim), ilmu-ilmu hayati/biologi (studi

tentang tumbuhan, studi tentang binatang, studi tentang hubungan antara aspek-aspek

39
kehidupan dengan lingkungannya), serta bidang kajian fisika dan kimia (studi tentang daya,

studi tentang energi serta studi tentang rangkaian dan reaksi kimiawi).

3. Pembelajaran Sains dengan Metode Diskaveri-Inkuiri

a. Metode Diskaveri Inkuiri

1) Konsep Dasar Metode Diskaveri Inkuiri (penemuan)

Metode diskaveri inkuiri dikenal dengan metode penemuan. Metode penemuan diartikan

sebagai suatu prosedur pembelajaran yang mementingkan pengajaran-perseorangan,

manipulasi objek dan lain-lain percobaan, sebelum sampai kepada generalisasi. Sebelum

anak sadar akan pengertian, guru tidak menjelaskan dengan kata-kata. Metode penemuan

merupakan komponen dari praktek pendidikan yang meliputi metode pembelajaran yang

memajukan cara belajar aktif, berorientasi pada proses, mengarahkan diri siswa sendiri

dan reflektif

Istilah asing yang sering digunakan untuk metode ini ialah diskaveri yang berarti

penemuan, atau inkuiri yang berarti mencari. Mengenai penggunaan istilah diskaveri dan

inkuiri para ahli terbagi ke dalam dua pendapat (Dharmawan, 2008) yaitu :

 Istilah-istilah diskaveri dan inkuiri dapat diartikan dengan maksud yang sama dan

digunakan saling bergantian atau keduanya sekaligus

 Istilah diskaveri, sekalipun secara umum menunjuk kepada pengertian yang sama dengan

inkuiri, pada hakikatnya mengandung perbedaan dengan inkuiri

Mempertegas pernyataan di atas, Sund (Roestiyah, 2001:20), berpendapat bahwa

diskaveri adalah proses mental, dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau

prinsip. Proses mental tersebut antara lain adalah: mengamati, mencerna, mengerti,

menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dsb.

40
Sedangkan inkuiri menurut dia meliputi juga diskaveri. Dengan perkataan lain, inkuiri

adalah perluasan proses diskaveri yang digunakan lebih mendalam. Artinya proses inkuiri

mengandung proses-proses mental yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya: merumuskan

problema, merangsang eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan data,

menganalisa data, menarik kesimpulan, dan sebagainya.

Masih menurut Sund (Setiadi, 2008), penggunaan diskaveri dengan batas-batas tertentu

adalah untuk siswa-siswa kelas rendah, sedangkan inquiry adalah baik untuk digunakan bagi

siswa-siswa kelas yang lebih tinggi.

Moh. Amin dalam Sudirman (Dharmawan, 2008 ) menjelaskan bahwa pengajaran

diskaveri harus meliputi pengalaman-pengalaman belajar untuk menjamin siswa dapat

mengembangkan proses-proses diskaveri. Inkuiri dibentuk dan meliputi diskaveri dan lebih

banyak lagi. Dengan kata lain, inkuiri adalah suatu perluasan proses-proses diskaveri yang

digunakan dalam cara lebih dewasa.

Menurut Ruseffendi (2006: 329) metode Discovery Learning adalah metode mengajar

yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang

sebelumnya belum diketahuinya tanpa pemberitahuan langsung; sebagian atau seluruhnya

ditemukan sendiri.

Menurut Castronova (Nurdiansyah,2008), melalui Discovery Learning siswa belajar

untuk menemukan pola dalam situasi yang konkret dan abstrak. Siswa juga dituntut untuk

dapat membuat suatu kesimpulan dari data-data serta fakta-fakta yang ia peroleh ketika

melakukan suatu penemuan. Kedua hal tersebut merupakan aspek utama dalam kompetensi

Menurut Encyclopedia of Educational Research (Setiadi, 2008), penemuan merupakan

strategi yang unik dapat diberi bentuk oleh guru dalam berbagai cara, termasuk pembelajaran

keterampilan menyelidiki, memecahkan masalah sebagai alat bagi siswa untuk mencapai

tujuan pembelajaran. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa metode penemuan adalah

41
suatu metode dimana proses pembelajaran menekankan murid untuk menemukan sendiri

informasi yang secara tradisional biasanya diceramahkan guru.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan yaitu untuk di kelas-

kelas rendah termasuk TK, metode diskaveri inkuiri diartikan sebagai metode

penemuan.Metode penemuan ini mengandung pengertian sebagai suatu prosedur

pembelajaran yang mementingkan pengajaran-perseorangan, manipulasi objek dan lain-lain

percobaan, sebelum sampai kepada generalisasi. Sebelum siswa sadar akan pengertian, guru

tidak menjelaskan dengan kata-kata. Metode penemuan merupakan komponen dari praktek

pendidikan yang meliputi metode pembelajaran yang memajukan cara belajar aktif,

berorientasi pada proses, mengarahkan diri siswa sendiri dan reflektif.

2) Jenis-jenis Metode Diskaveri inkuiri (penemuan)

Dalam perkembangannya metode diskaveri inkuiri memiliki beberapa jenis, untuk lebih

jelasnya,.Amin dalam Sudirman (Dharmawan, 2008) menguraikan tentang tujuh jenis

diskaveri inkuiri yang dapat diikuti sebagai berikut :

a) Guided Discovery-Inquiry Lab. Lesson

Sebagian perencanaan dibuat oleh guru.Selain itu guru menyediakan kesempatan

bimbingan atau petunjuk yang cukup luas kepada siswa.Dalam hal ini siswa tidak

merumuskan problema, sementara petunjuk yang cukup luas tentang bagaimana

menyusun dan mencatat diberikan oleh guru.

b) Modified Discovery-Inquiry

Guru hanya memberikan problema saja. Biasanya disediakan pula bahan atau alat-alat

yang diperlukan, kemudian siswa diundang untuk memecahkannya melalui pengamatan,

eksplorasi dan atau melalui prosedur penelitian untuk memperoleh

jawabannya.Pemecahan masalah dilakukan atas inisiatif dan caranya sendiri secara

42
berkelompok atau perseorangan. Guru berperan sebagai pendorong, nara sumber, dan

memberikan bantuan yang diperlukan untuk menjamin kelancaran proses belajar siswa.

c) Free Inquiry

Kegiatan free inquiry dilakukan setelah siswa mempelajarai dan mengerti bagaimana

memecahkan suatu problema dan telah memperoleh pengetahuan cukup tentang bidang

studi tertentu serta telah melakukan modified diskaveri inkuiri. Dalam metode ini siswa

harus mengidentifikasi dan merumuskan macam problema yang akan dipelajari atau

dipecahkan.

d) Invitation Into Inquiry

Siswa dilibatkan dalam proses pemecahan problema sebagaimana cara-cara yang lazim

diikuti saintis. Suatu undangan (invitation) memberikan suatu problema kepada siswa,

dan melalui pertanyaan masalah yang telah direncanakan dengan hati-hati mengundang

siswa untuk melakukan beberapa kegiatan atau kalau mungkin, semua kegiatan sebagai

berikut : merancang eksperimen, merumuskan hipotesis, menetapkan kontrol,

menentukan sebab akibat, menginterpretasi datadan membuat grafik

e) Inquiry Role Approach

merupakan kegiatan proses belajar yang melibatkan siswa dalam tim-tim yang masing-

masing terdiri tas empat anggota untuk memecahkan invitation into inquiry. Masing-

masing anggota tim diberi tugas suatu peranan yang berbeda-beda sebagai berikut :

koodinator tim, penasihat teknis, pencatat data dan evaluator proses

f) Pictorial Riddle

Pendekatan dengan menggunakan pictorial riddle adalah salah satu teknik atau metode

untuk mengembangkan motivasi dan minat siswa di dalam diskusi kelompok kecil

maupun besar. Gambar atau peragaan, peragaan, atau situasi yang sesungguhnya dapat

digunakan untuk meningkatkan cara berfikir kritis dan kreatif siswa. Suatu ridlle

43
biasanya berupa gambar di papan tulis, papan poster, atau diproyeksikan dari suatu

trasparansi, kemudian guru mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan ridlle itu.

g) Synectics Lesson

Pada dasarnya syntetics memusatkan pada keterlibatan siswa untyuk membuat berbagai

macam bentuk metafora (kiasan) supaya dapat membuka intelegensinya dan

mengembangkan kreativitasnya.Hal ini dapat dilaksankan karena metafora dapat

membantu dalam melepaskan “ikatan struktur mental” yang melekat kuat dalam

memandang suatu problema sehingga dapat menunjang timbulnya ide-ide kreatif.

Melihat jenis-jenis metode diskaveri inkuiri di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

guided discovery inquiry dan modified discovery inquiry merupakan metode diskaveri inkuiri

yang cocok dengan TK. Kedua metode tersebut memiliki tahapan yang sesuai dengan

perkembangan anak TK. Sehingga diperkirakan anak TK dapat mengikuti langkah-langkah

dalam metode tersebut karena dianggap tidak terlalu berat.

3) Langkah-langkah dalam Metode Diskaveri Inkuiri (penemuan)

Dalam metode diskaveri inkuiri terdapat langkah-langkah yang harus ditempuh untuk

mendukung keberhasilan metode tersebut. Di bawah ini akan diuraikan beberapa pendapat

para ahli mengenai langkah-langkah dalam metode diskaveri inkuiri, antara lain:

Menurut Mulyasa (Gunawan, 2010), cara mengajar dengan metode diskaveri menurut

menempuh langkah-langkah sebagai berikut:

a) Adanya masalah yang akan dipecahkan.

b) Sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif peserta didik.

c) Konsep atau prinsip yang harus ditemukan oleh peserta didik melalui kegiatan tersebut

perlu dikemukakan dan ditulis secara jelas.

44
d) harus tersedia alat dan bahan yang diperlukan.

e) Sususnan kelas diatur sedemikian rupa sehingga memudahkan terlibatnya arus bebas

pikiran peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar.

f) Guru harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengumpulkan data.

g) Guru harus memberikan jawaban dengan tepat dengan data serta informasi yang

diperlukan peserta didik.

Sedangkan langkah-langkah menurut Richard Scuhman yang dikutip oleh Suryosubroto

(Dharmawan, 2008) adalah :

1) Identifikasi kebutuhan siswa.

2) Seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian, konsep dan generalisasi yang

akan dipelajari.

3) Seleksi bahan, dan problema serta tugas-tugas.

4) Membantu memperjelas problema yang akan dipelajari dan peranan masing-masing

siswa.

5) Mempersiapkan setting kelas dan alat-alat yang diperlukan.

6) Mencek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan dan tugas-tugas

siswa.

7) Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan.

8) Membantu siswa dengan informasi, data, jika diperlukan oleh siswa.

9) memimpin analisis sendiri dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi

proses, Merangsang terjadinya interaksi antar siswa dengan siswa.

10) memuji dan membesarkan siswa yang bergiat dalam proses penemuan.

11) Membantu siswa merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi atas hasil penemuannya.

45
Sementara Langkah-langkah pelaksanaan metode penemuan menurut Suryosubroto yang

mengutip pendapat Gilstrap (Gunawan, 2010) adalah:

1) Menilai kebutuhan dan minat siswa, dan menggunakannya sebagai dasar untuk

menentukan tujuan yang berguna dan realities untuk mengajar dengan penemuan.

2) Seleksi pendahuluan atas dasar kebutuhan dan minat siswa, prinsip-prinsip, generalisasi,

pengertian dalam hubungannya dengan apa yang akan dipelajarai.

3) Mengatur susunan kelas sedemikian rupa sehingga memudahkan terlibatnya arus bebas

pikiran siswa dalam belajar dengan penemuan.

4) Berkomunikasi dengan siswa akan membantu menjelaskan peranan penemuan.

5) Menyiapkan suatu situasi yang mengandung masalah yang minta dipecahkan.

6) Mengecek pengertian siswa tentang masalah yang digunakan untuk merangsang belajar

dengan penemuan.

7) Menambah berbagai alat peraga untuk kepentingan pelaksanaan penemuan.

8) Memberi kesempatan kepada siswa untuk bergiat mengumpulkan dan bekerja dengan

data, misalnya tiap siswa mempunyai data harga bahan-bahan pokok dan jumlah orang

yang membutuhkan bahan-bahan pokok tersebut.

9) Mempersilahkan siswa mengumpulkan dan mengatur data sesuai dengan kecepatannya

sendiri, sehingga memperoleh tilikan umum.

10) Memberi kesempatan kepada siswa melanjutkan pengalaman belajarnya, walaupun

sebagian atas tanggung jawabnya sendiri.

11) Memberi jawaban dengan cepat dan tepat sesuai dengan data dan informasi bila ditanya

dan diperlukan siswa dalam kelangsungan kegiatannya.

12) Memimpin analisisnya sendiri melalui percakapan dan eksplorasinya sendiri dengan

pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi proses.

13) Mengajarkan ketrampilan untuk belajar dengan penemuan yang diidentifikasi oleh

46
kebutuhan siswa, misalnya latihan penyelidikan.

14) Merangsang interaksi siswa dengan siswa, misalnya merundingkan strategi penemuan,

mendiskusikan hipotesis dan data yang terkumpul.

15) Mengajukan pertanyaan tingkat tinggi maupun pertanyaan tingkat yang sederhana.

16) Bersikap membantu jawaban siswa, ide siswa, pandanganan dan tafsiran yang berbeda.

Bukan menilai secara kritis tetapi membantu menarik kesimpulan yang benar.

17) Membesarkan siswa untuk memperkuat pernyataannya dengan alasan dan fakta.

18) Memuji siswa yang sedang bergiat dalam proses penemuan, misalnya seorang siswa

yang bertanya kepada temannya atau guru tentang berbagai tingkat kesukaran dan siswa

siswa yang mengidentifikasi hasil dari penyelidikannya sendiri.

19) Membantu siswa menulis atau merumuskan prinsip, aturan ide, generalisasi atau

pengertian yang menjadi pusat dari masalah semula dan yang telah ditemukan melalui

strategi penemuan.

20) Mengecek apakah siswa menggunakan apa yang telah ditemukannya. misalnya teori atau

teknik, dalam situasi berikutnya, yaitu situasi dimana siswa bebas menentukan

pendekatannya

Lebih lanjut, Rohani(Dharmawan, 2008) memaparkan lima tahap yang harus ditempuh

dalam metode diskaveri inkuiri, yaitu:

1) Perumusan masalah untuk dipecahkan peserta didik.

2) Penetapan jawaban sementara atau pengajuan hipotesis.

3) Peserta didik mencari informasi, data,fakta, yang diperlukan untuk menjawab atau

memecahkan masalah dan menguji hipotesis.

4) Menarik kesimpulan dari jawaban atau generalisasi.

5) Aplikasi kesimpulan atau generalisasi dalam situasi baru.

Merujuk pada pendapat-pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam

47
pelaksanaannya metode diskaveri inkuiri memiliki langkah-langkah yang akan memudahkan

guru dan anak dalam melaksanakan pembelajaran dengan metode tersebut. Secara garis besar

langkah-langkah tersebut adalah; identifikasi kebutuhan anak, mengetengahkan masalah yang

ada di sekitar anak, pemberian fasilitas (alat, ruang, bahan serta materi yang berkaitan dengan

masalah yang akan dipecahkan anak), pemberian pertanyaan yang dapat menggali informasi

dari anak, pemberian kesempatan kepada anak untuk mengeksplorasi dan akhirnya

menemukan jawaban dari masalah, anak diberi kesempatan untuk bertanya dan berdiskusi

sehingga dapat menarik kesimpulan sendiri. Sebagai catatan guru harus selalu siap ketika

dibutuhkan anak, baik sebagai nara sumber, fasilitator, maupun sebagai teman diskusi.

4) Kekurangan dan Kelebihan Diskaveri Inkuiri (penemuan)

Setiap metode dalam pembelajaran selalu mempunyai kelebihan dan kekurangan, begitu

pula dengan metode diskaveri inkuiri. Adapun kelebihan dari metode diskaveri inkuiri akan

diungkapkan oleh beberapa ahli di bawah ini, antara lain:

Menurut Suryosubroto (Dharmawan, 2008), metode diskaveri memiliki kebaikan-

kebaikan,yaitu:

1) Dianggap membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan

penguasaan ketrampilan dan proses kognitif siswa, andaikata siswa itu dilibatkan terus

dalam penemuan terpimpin. Kekuatan dari proses penemuan datang dari usaha untuk

menemukan, jadi seseorang belajar bagaimana belajar itu.

2) Pengetahuan diperoleh dari strategi ini sangat pribadi sifatnya dan mungkin merupakan

suatu pengetahuan yang sangat kukuh, dalam arti pendalaman dari pengertian retensi dan

transfer.

3) Strategi penemuan membangkitkan gairah pada siswa, misalnya siswa merasakan jerih

payah penyelidikannya, menemukan keberhasilan dan kadang-kadang kegagalan.

48
4) Metode ini memberi kesempatan kepada siswa untuk bergerak maju sesuai dengan

kemampuannya sendiri.

5) Metode ini menyebabkan siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya sehingga ia lebih

merasa terlibat dan bermotivasi sendiri untuk belajar, paling sedikit pada suatu proyek

penemuan khusus.

6) Metode diskaveri dapat membantu memperkuat pribadi siswa dengan bertambahnya

kepercayaan pada diri sendiri melalui proses-proses penemuan. Dapat memungkinkan

siswa sanggup mengatasi kondisi yang mengecewakan.

7) Strategi ini berpusat pada anak, misalnya memberi kesempatan pada siswa dan guru

berpartisispasi sebagai sesame dalam situasi penemuan yang jawabannya belum

diketahui sebelumnya.

8) Membantu perkembangan siswa menuju skeptisme yang sehat untuk menemukan

kebenaran akhir dan mutlak.

Sementara menurut Roestiyah (2001:20) metode diskaveri inkuiri memiliki keunggulan

sebagai berikut:

1) Teknik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak kesiapan,

serta panguasaan ketrampilan dalam proses kognitif/ pengenalan siswa.

2) Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi / individual sehingga dapat

kokoh atau mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut,

3) Dapat meningkatkan kegairahan belajar para siswa.

Berdasarkan pada pendapat-pendapat di atas, secara garis besar kebaikan dari metode

diskaveri inkuiri dapat dijabarkan sebagai berikut:

1) Menekankan pada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara

seimbang, sehingga pembelajaran melalui metode ini dianggap lebih bermakna.

2) Dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka.

49
3) Melayani kebutuhan siswa sesuai kemampuannya.

4) Menekankan penemuan pada pengalaman anak dalam menemukan jawaban

Selain kelebihan-kelebihan di atas, metode diskaveri inkuiri mempunyai kekurangan

juga. Kelemahan metode diskaveri menurut Suryosubroto (Dharmawan, 2010) adalah:

1) Dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk cara belajar ini. Misalnya

siswa yang lamban mungkin bingung dalam usahanya mengembangkan pikirannya jika

berhadapan dengan hal-hal yang abstrak, atau menemukan saling ketergantungan antara

pengertian dalam suatu subyek, atau dalam usahanya menyusun suatu hasil penemuan

dalam bentuk tertulis. Siswa yang lebih pandai mungkin akan memonopoli penemuan

dan akan menimbulkan frustasi pada siswa yang lain.

2) Metode ini kurang berhasil untuk mengajar kelas besar. Misalnya sebagian besar waktu

dapat hilang karena membantu seorang siswa menemukan teori-teori, atau menemukan

bagaimana ejaan dari bentuk kata-kata tertentu.

3) Harapan yang ditumpahkan pada strategi ini mungkin mengecewakan guru dan siswa

yang sudah terbiasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional.

4) Mengajar dengan penemuan mungkin akan dipandang sebagai terlalu mementingkan

memperoleh pengertian dan kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan ketrampilan.

Sedangkan sikap dan ketrampilan diperlukan untuk memperoleh pengertian atau sebagai

perkembangan emosional sosial secara keseluruhan.

5) dalam beberapa ilmu, fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba ide-ide, mungkin tidak

ada.

6) Strategi ini mungkin tidak akan memberi kesempatan untuk berpikir kreatif, kalau

pengertian-pengertian yang akan ditemukan telah diseleksi terlebih dahulu oleh guru,

demikian pula proses-proses di bawah pembinaannya. Tidak semua pemecahan masalah

menjamin penemuan yang penuh arti.

50
Melihat pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kekurangan metode diskaveri inkuiri

ini, adalah: adanya kesulitan mengontrol kegiatan dan keberhasilan anak, sulit dalam

merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan kebiasaan anak belajar, kadang-

kadang dalam mengimplementasikannya memerlukan waktu yang panjang sehingga guru

sulit menyesuaikan dengan waktu yang telah ditentukan, terkadang fasilitas yang memadai

susah untuk didapatkan.

b. Pembelajaran Sains dengan Metode Diskaveri Inkuiri

Telah diuraikan sebelumnya, bahwa pembelajaran sains harus disajikan dalam suatu

bentuk pembelajaran yang komperhensif dan integratif, oleh karena itu dibutuhkan satu

metode pembelajaran yang menunjangnya.Metode diskaveri merupakan salah satu metode

yang dapat menunjang pembelajaran sains yang integratif dan komperhensif tersebut.Karena

dengan metode ini semua aspek perkembangan anak bisa terstimulus dengan baik.

Selain itu metode ini mempermudah dalam pencapaian tujuan pembelajaran sains pada

anak, karena denga metode ini anak diarahkan kepada kemampuannya sendiri untuk

menggali penngetahuan dengan pengalaman langsung, sehingga mereka bisa merasakan

sendiri makna pembelajaran sains bagi dirinya.

Menurut Nugraha (2008:188) penggunaan metode diskaveri dan demonstrasi sangat baik

digunakan untuk mengungkap dan menggali pesan sains. Contoh-contoh aktivitas sains yang

dapat dilakukan melalui diskaveri oleh anak, misalkan menggali perbedaan antara makhluk

hidup dan makhluk mati, seperti: perbedaan kucing dan batu, menemukan hakekat

pertumbuhan-persemaian, perbedaan antara betina dan jantan, dan sebagainya.

Untuk lebih jelasnya, Nugraha (2008:265) memberikan satu contoh pembelajaran sains

dengan metode diskaveri inkuiri secara terperinci, berikut penjabarannya:

51
Pembelajaran I

Tema : Kesehatan dan Kebersihan

Sub tema : Lalat Sumber Penyakit

Tujuan : Anak menyadari bahwa lalat merupakan salah satu

binatang penyebar kotoran dan penyakit serta menggangu kesehatan

manusia

Pelaksanaan

Material yang diperlukan:

1) Gambar besar lalat dan bagian-bagiannya, serta berbagai media visual yang relevan

2) Sasaran utama tempat pengamatan, missal: ruang kelas, selasar sekolah, halaman

sekolah, tempat sampah.

3) Meja perut/dada, kertas, dan pensil untuk mencatat atau menggambar.

Urutan kegiatan:

1) Berikanlah penjelasan bahwa anak-anak akan menelusuri keberadaan lalat dan

berbagai akibat dari lalat terhadap kesehatan manusia.

2) Jika anda telah yakin maka lakukanlah penyelidikan tentang lalat diawali dari ruang

kelas, apakah ditemukan? Terus menuju ke depan ruang kelas atau selasar sekolah,

apakah ditemukan? Kemudian menuju halaman sekolah, apakah bertambah banyak?

Kemudian menuju tempat-tempat yang diduga banyak lalat, missal tempat sampah,

tentu akan semakin banyak?

3) Peralihan dari satu tempat (area) ke tempat lainnya, sebaiknya diikuti dengan

petunjuk atau mungkin penjelasan guru, misalkan: mengapa di ruang kelas tidak ada

lalat, tetapi setelah ke luar kelas mulai ditemukan. Hal itu berlanjut hingga

menemukan sumber berkumpulnya lalat, informasikan mengapa lalat banyak

52
berkumpul di tempat sampah atau tempat tertentu.

4) Jika anak-anak atau sebagian anak ada yang telah mengenal hitungan, berikan

kesempatan kepada mereka untuk menghitung berapa lalat yang mereka lihat di setiap

tempat. meskipun, pada pusat lalat anak tak dapat menghitungnya, tetapi hasil

pengamatan akan sangat berguna bagi pengenalan konsep tidak ada, sedikit, banyak

bahkan konsep banyak sekali.

5) Apabila observasi terasa cukup, bawalah anak-anak kembali ke kelas. Lanjutkanlah

dengan diskusi di kelas tentang berbagai hal terkait dengan lalat (lihat fokus

pertanyaan untuk diskusi). Pada tahap ini sebaiknya berikan kesempatan pada anak

untuk bercerita banyak tentang yang ditemukannya (hal ini amat baik dalam

mengembangkan kemampuan berkomunikasi), galilah bagaimana persepsi anak

tentang lalat tersebut. Tugas guru cenderung klarifikasi dan pembenaran konsep atau

persepsi, sehingga anak tidak merasa dicekoki oleh guru.

6) Untuk lebih membuka persepsi dan pemahaman, saat diskusi dan review dukunglah

dengan berbagai media, display atau ilustrasi yang memadai. Misalkan gambar lalat

yang di besarkan puluhan, bahkan ratusan kali lipat beserta penunjukan bagian-

bagiannya. Gambar akibat-akibat atau penyakit yang disebabkan oleh lalat, dan

sebagainya.

7) Diskusi akan mengasikkan, tatapi tetap harus memperhatikan motivasi dan gairah

belajar anak. Untuk itu ada baiknya, kegiatan diselingi oleh gerak dan lagu yang

berkaitan.

8) Tutuplah kegiatan dengan suasana yang menyenangkan dan mengundang anak untuk

dapat belajar atau mengikuti kegiatan hari-hari berikutnya, misalkan: minggu depan

kita akan mengamati kebun sekolah, siapa yang mau ikut serta dengan bu guru?

53
Pertanyaan sebagai fokus diskusi:

1) Bagaimanakah ciri-ciri lalat dan bedanya dengan binatang lain, misal dengan

nyamuk?

2) Dimana kita menemukan lalat?

3) Dimana lalat senang berkumpul?

4) Bagaimana kalau kita atau manusia dihinggapi lalat?

5) Bagaimana jika makanan yang kita makan sebelumnya di hinggapi lalat?

6) Bagaimanakah menghindari dan memberantas lalat?

Berdasarkan contoh di atas, dapat dilihat dengan jelas langkah dalam pembelajaran sains

menggunakan metode diskaveri inkuiri, dimana anak dalam pembelajaran tersebut dituntun

untuk menemukan data dan fakta sendiri, dengan mengamati dan mencoba kegiatan secara

langsung.Dalam pelaksanaannya guru tetap berperan meunjukkan cara-cara yang tepat dalam

melaksanakan kegiatan. Selain itu topik sains yang digunakan merupakan hal-hal yang

terdekat dengan anak dan sesuai dengan tema pembelajaran.

D. Penelitian Terdahulu

Susilawati (2009) dalam penelitiannya tentang “Analisis Kemunculan Aspek-Aspek

Hakikat Sains Dalam Praktik Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar Dan Hasil Belajar Siswa

(Studi Kasus Naturalistik terhadap Pembelajaran Sains di SD Kelas IV Gugus VI Kecamatan

Baleendah)”, diperoleh hasil bahwa pemahaman hakikat sains guru yang menajdi subjek

penelitian tergolong rendah dan praktik pembelajaran sains di sekolah dasar belum

sepenuhnya mencerminkan hakikat sains.

Mangangantung (2008), dalam penelitiannya tentang Model Pembelajaran Inkuiri

Terbimbing Pada Materi nergi dana Penggunaannya untuk Meningkatkan Penguasaan

Konsep dan Kemampuan Pemechan Masalah Sains Sekolah Dasar.

54
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model inkuiri terbimbing

dalampembelajaran materi energi secara signifikan dapat lebih meningkatakan penguasaan

konsep dan kemampuan pemecahan masalah siswa dibanding dengan penggunaan model

pembelajaran konvensional (ekspositori).

55

Anda mungkin juga menyukai